21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Biomassa kelapa sawit diperoleh sesuai dengan tahun tanamnya. Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa
berkaitan erat
dengan proses
fotosintesis,
dimana
biomassa
bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dalam proses fotosintesis, dan hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal. Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui. Pada penelitian ini karbon atas permukaan terbagi menjadi karbon biomassa kelapa sawit dan semak. Pengukuran karbon biomassa nekromassa tidak dilakukan karena pada lahan gambut kebun Meranti Paham sudah ada sejak tahun 1987 sehingga nekromassa sudah dianggap terlapuk menjadi gambut.
4.1.1. Karbon Biomassa Kelapa Sawit Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan.
Teknik untuk
mengukur
biomassa
bisa dilakukan dengan
menggunakan metode destruktif. Pendugaan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dilakukan dengan cara menebang dan menimbang bagian-bagian pohon kelapa sawit. Bagian pohon kelapa sawit yang diambil untuk penelitian sebelumnya yaitu terdiri dari biomassa batang, pelepah dan daun. Tabel 6 merupakan pengukuran biomassa kelapa sawit yang dilakukan pada penelitian Yulianti (2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tua umur tanam kelapa sawit maka biomassanya akan semakin meningkat, tetapi
22
pada umur tertentu tidak akan terjadi peningkatan biomassa bahkan cenderung terjadi penurunan. Penanaman di kebun kelapa sawit Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV dilakukan dengan menggunakan jarak 8 m x 9 m dan/atau 9 m x 9 m dengan kerapatan maksimum 130 pohon/ha. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan gambut, tingkat kematangan, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan tanaman baru. Berdasarkan jumlah kerapatan kelapa sawit maksimal tersebut, maka dihitung biomassa dari masing-masing umur tanam untuk setiap hektar. Tabel 5 menunjukkan biomassa kering pada berbagai umur tanaman yang berbeda. Pada Tabel 5 ditunjukkan hasil perhitungan biomassa kelapa sawit dengan menggunakan metode destruktif. Metode ini dilakukan untuk mengetahui kandungan biomassa yang terdapat pada kelapa sawit. Angka pada kolom tahun tanam tanaman di Tabel 5 merupakan tahun tanam dari kelapa sawit tersebut sedangkan huruf menyatakan blok tanaman. Misalnya 90R menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit tersebut ditanam pada tahun 1990 dan terdapat pada blok R. Contoh pohon kelapa sawit yang digunakan untuk metode destruktif dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 sampai 5. Pengukuran dilakukan pada berbagai umur tanam dan umumnya menggunakan 5 contoh tanaman pada setiap umurnya sehingga didapat rataan nya. Data pada Tabel 5 dan 6 merupakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti, 2009). Biomassa umur tanaman 21 tahun, diasumsikan sama dengan umur tanam 19 tahun. Begitu juga dengan umur tanaman 12 tahun disamakan dengan umur tanam 11 tahun. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data tanaman untuk umur tanaman 21 dan 12. Pada umur kelapa sawit 20 dan 18 tahun berat kering biomassanya lebih kecil daripada umur kelapa sawit 17 tahun. Meskipun demikian secara umum dapat disimpulkan berat biomassa kering semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur dari kelapa sawit dan pertumbuhannya akan terhenti pada suatu usia tertentu.
23
Tabel 5. Biomassa Bagian-Bagian Contoh Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Tahun Tanam Tanaman 1 90R 1 2 90R 2 3 90R 3 4 90R 4 5 90R 5 Rataan 6 91Z 1 7 91Z 2 8 91Z 3 9 91Z 4 10 91Z 5 Rataan 11 95C 1 12 95C 2 13 95C 3 14 95C 4 15 95C 5 Rataan 16 97D 1 17 97D 2 18 97D 3 19 97D 4 Rataan 20 99K 1 21 99K 2 22 99K 3 23 99K 4 24 99K 5 Rataan Sumber : Yulianti (2009) No
Umur Tanaman 19 19 19 19 19 17 17 17 17 17 13 13 13 13 13 11 11 11 11 9 9 9 9 9
Biomassa kering(kg) Batang
Pelepah
Daun
171,49 207,24 171,69 98,02 97,02 149,09 187,92 129,99 223,72 175,38 160,55 175,51 121,57 14,08 116,31 133,28 232,71 123,59 176,41 191,01 55,62 59,99 120,76 74,70 85,98 79,76 88,36 124,1 90,58
21,4 61,71 28,36 23,26 29,53 32,85 40,7 17,97 28,08 18,15 32,69 27,52 23,80 23,01 39,23 37,54 29,79 30,68 33,55 32,32 26,73 33,41 31,50 47,21 52,77 46,01 47,36 39,22 46,51
19,4 24,78 25,11 30,84 29,83 25,99 33,28 28,46 24,77 18,24 29,12 26,77 15,93 24,4 19,6 35,49 19,22 22,93 44,88 29,21 34,85 23,49 33,11 30,68 33,37 30,49 30,54 39,09 32,83
Total
207,93
229,80
117,20
185,37
169,92
Data Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa bagian batang mempunyai nilai terbesar karena batang merupakan bagian berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan. Batang pada umur tanam 17 tahun memiliki biomassa yang paling berat diantara umur-umur lainnya yaitu 175,51 kg/pohon, sedangkan berat biomassa batang yang terkecil terdapat pada tanaman umur 9 tahun yaitu 90,58 kg/pohon.
24
Tabel 6. Biomassa Bagian-Bagian Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Umur Tanam (tahun) 21 19 17 13 12 11 9
Batang 149,09 149,09 175,51 123,59 120,76 120,76 90,58
Biomassa Kering (kg/pohon) Pelepah Daun 32,85 32,85 27,52 30,68 31,50 31,50 46,51
25,99 25,99 26,77 22,93 33,11 33,11 32,83
Total 207,93 207,93 229,80 177,20 185,37 185,37 169,92
Sumber: Yulianti (2009)
Berbeda dengan batang, tanaman umur 9 tahun memiliki berat pelepah yang paling besar dibandingkan dengan tanaman lainnya yaitu 46,51 kg/pohon dan yang paling kecil pada umur 17 tahun yaitu 27,52 kg/pohon. Daun memiliki biomassa kering yang terkecil dibandingkan dengan biomassa batang dan pelepah. Tanaman dengan umur tanam 11 tahun memiliki biomassa daun yang terbesar yaitu 33,11 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 18 dan 20 tahun sebesar 25,99 kg/pohon. Secara keseluruhan total biomassa kering yang terbesar yaitu tanaman dengan umur tanam 17 tahun sebesar 229,80 kg/pohon dan yang terkecil umur 9 tahun sebesar 169,92 kg/pohon. Pengembalian biomassa dan C biomassa dalam bentuk pelepah dan daun yang terbesar adalah pada kelapa sawit yang berumur paling tua yaitu 18 tahun, sedangkan yang terendah adalah pada umur tanam 9 tahun. Semakin tua umur tanam maka pengembalian biomassa dan C biomassanya juga semakin besar. Nilai ini dihitung dengan asumsi bahwa banyaknya tindakan pemotongan pelepah dan daun adalah sama setiap tahunnya. Biomassa yang dikembalikan ini akan menjadi akumulasi bahan organik tanah meskipun tidak akan mampu menggantikan bahan gambut yang telah hilang. Umumnya pada agroekosistem kelapa sawit dilakukan pemotongan pelepah dan daun (penunasan) atau diistilahkan prunning secara periodik agar tidak mengganggu produktivitas tandan buah. Kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar 2 sampai 3 pelepah dan daun. Meskipun demikian, pemotongan dapat juga dilakukan pada saat panen jika memang diperlukan (PPKS 4 Pebruari 2009, komunikasi pribadi). Hasil
25
pemotongan sebagian besar hanya ditumpuk pada sekitar pohon kelapa sawit sampai melapuk sehingga berpotensi sebagai sumber pengembalian biomassa ke dalam tanah. Semakin banyak tanaman yang dikembalikan, maka semakin banyak cadangan C baik bagi kelapa sawit maupun bagi tanah gambut (Yulianti, 2009) Pada penelitian Yulianti (2009), perhitungan biomassa tidak menggunakan data prunning dan tandan kosong . Untuk itu penelitian kali ini dilakukan dengan memasukkan data prunning dan data tandan kosong agar cadangan karbon yang terdapat pada kelapa sawit dapat dihitung dengan lebih teliti. Kerapatan kelapa sawit diasumsikan 130 pohon/ha. Biomassa bagian - bagian kelapa sawit pada berbagai umur tanam diistilahkan dengan pokok destruktif (lihat Tabel 6). Tanaman dengan umur 21 tahun memiliki berat biomassa prunning paling besar yaitu 185,38 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 9 tahun yaitu 42,54 kg/pohon. Secara umum prunning yang dihasilkan oleh kelapa sawit meningkat seiring dengan kenaikan usia tanaman. Hal ini seharusnya berlaku juga dengan produksi buah dimana semakin tua tanaman maka tandan kosong yang dihasilkan akan semakin banyak hingga tanaman tersebut mencapai puncak perkembangan pada umur tertentu. Pada Tabel 7 data tandan kosong yang didapat cendrung meningkat setiap pertambahan umur tanam. Data tersebut menandakan bahwa tanaman dengan umur 21 tahun masih produktif. Secara umum tanaman kelapa sawit mencapai masa produktif hingga mencapai umur 25 tahun dan setelah itu produksi tanaman akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Buah yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya produksinya sehingga harus di-replanting. Total keseluruhan data biomassa pada dasarnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan pada suatu umur tertentu cenderung tidak mengalami perubahan lagi (konstan). Total biomassa yang terbesar pada Tabel 7 yaitu pada umur 21 tahun dan yang terkecil pada umur 9 tahun. Secara umum dapat dilihat bahwa total biomassa semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia. Berarti cadangan C biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur kelapa sawit tetapi pada umur tertentu cadangan C biomassa mulai mencapai kondisi yang cenderung tidak lagi mengalami perubahan. Namun pola ini masih berupa pendugaan sementara karena data ini belum mencakup
26
umur tanam antar 3 sampai 8 tahun dan umur tanam yang diatas 21 tahun karena dikebun Meranti Paham tidak ada tanaman kelapa sawit dibawah umur 8 tahun. Pengelompokan tanaman kelapa sawit pada kebun ini berdasarkan atas tahun tanam.
Tabel 7. Biomassa Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Umur Tanaman (tahun)
Biomassa Kering (kg/pohon) Pokok Destruktif
Prunning
21
207,93
19
*
Biomassa Total
Luas
*
Total
C Biomassa
Tandan Kosong
Total
185,38
422,62
815,93
106,07
300
18.501
207,93
134,86
304,56
647,35
84,16
649
31.754
17
229,80
114,99
297,15
641,94
83,45
213
10.344
13
177,20
92,23
182,98
452,41
58,81
538
18.397
12
185,37
85,61
188,10
459,08
59,68
459
15.926
11
185,37
65,89
148,29
399,55
51,94
333
10.056
9
169,92
42,54
107,21
319,67
41,56
709
17.130
485,67
3201
122.108
Total
Lahan (ha)
(ton/ ha)
(ton)
Sumber : Yulianti (2009) dan Analisis Data Sekunder *(Total C Biomassa (ton) = (Biomassa Total (ton/ha)x Luas Lahan (ha) x Kadar C-Organik (58%))
Luas lahan pada Tabel 7 jika dijumlahkan tidak mencapai total luas kebun Meranti Paham dimana luas total kebun Meranti Paham yaitu 4.811 ha. Luas lahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 3.201 ha. Hal ini disebabkan keterbatasan pada tanaman sawit yang berumur diatas 21 tahun. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa cadangan karbon yang terbesar terdapat pada umur tanaman 19 tahun yaitu 31.754 ton dan yang terendah pada umur tanaman 11 tahun yaitu 10.056 ton. Hal ini disebabkan tanaman umur 18 tahun memiliki sebaran lahan paling luas yaitu seluas 649 ha sedangkan tanaman umur 11 tahun memiliki luas lahan yang kecil yaitu 333 ha. Total biomassa karbon kelapa sawit yaitu 122.108 ton dengan luas kebun 3.201 ha.
4.1.2. Karbon Biomassa Tanaman Bawah/Semak Jenis tanaman bawah/semak yang terdapat di Kebun Meranti Paham sangat beragam. Untuk menduga karbon tersimpan pada tanaman bawah/semak,
27
dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak beberapa plot dengan luasan masing-masing 1m x 1m pada umur tanam 9 dan 11 tahun. Contoh tanaman yang diambil dipisah menurut jenisnya. Tabel 8. Karbon Biomassa Tanaman Bawah Kebun Meranti Paham Tahun 2009
Jenis Tanaman
Karbon Biomassa semak/jenis (g/m2)
Karbon Biomassa Semak/jenis (kg/ha)
BKM(g)
%C
50,79 6,15 86,97 2,24 4,43
41,26 47,89 40,83 45,79 40,23
20,96 2,95 35,51 1,03 1,78
209,56 29,45 355,10 10,26 17,82 622,19
71,45 26,83 5,14
44,84 42,19 44,91
32,04 11,32 2,31
320,38 113,20 23,08 456,66
Plot 1 Ageratum conyzoides Paspalum conjugatum Nephrolepis biserata Cyperus rotundus Panicum repens Total %C semak Plot 2 Nephrolepis biserata Ageratum conyzoides Panicum repens Total %C semak
Keterangan: BKM = Berat Kering Mutlak
Pada plot 1, tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang terbesar yaitu 86,97g dibandingkan dengan yang lainnya karena tanaman Nephrolepis biserata banyak terdapat di Kebun tersebut, sedangkan yang terkecil yaitu tanaman Cyperus rotundus sebesar 4,43g karena tanaman tersebut tidak banyak terdapat di Kebun Meranti Paham. Pada plot 2 tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang paling besar. Data kadar C pada Tabel 9 relatif konstan, tidak terdapat selisih yang begitu besar dari semua jenis tanaman. Tanaman Nephrolepis biserata pada plot 1 dan 2 memiliki berat kering mutlak yang terbesar dibandingkan dengan tanaman bawah/semak lainnya. Diasumsikan bahwa kondisi tanaman bawah/semak pada kebun Meranti Paham sama. Tanaman Nephrolepis biserata banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga memiliki karbon biomassa yang lebih besar pula.
28
Pendugaan total karbon biomassa perluas kebun, kadar biomassa plot 1 dan 2 diambil rata-ratanya dan dikalikan dengan luas kebun Meranti Paham seluas 4.811 ha sehingga didapat total karbon biomassa perluas kebun sebesar 2.595 ton. Semakin besar berat kering dan kadar C-organiknya maka cadangan
karbon biomassa pada tanaman bawah/semak akan semakin besar.
4.2. Total Cadangan Karbon Atas Permukaan Kebun Meranti Paham Total karbon biomassa atas permukaan di Kebun Meranti Paham merupakan penjumlahan dari total karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak. Total cadangan karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa total karbon biomassa atas permukaan pada Kebun Meranti Paham adalah 124.703 ton. Tabel 9. Total Cadangan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Karbon Biomassa Atas Permukaan Kelapa Sawit Tanaman Bawah Semak Total
Nilai Karbon Biomassa (ton)
122.108 2.595 124.703
4.3. Karbon Tersimpan dalam Gambut Pengukuran karbon biomassa bawah permukaan meliputi semua bahan organik yang terdapat didalam tanah gambut termasuk nekromassa. Pada penelitian ini nekromassa diasumsikan telah habis terdekomposisi menjadi tanah gambut karena pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Untuk pengukuran karbon tersimpan di dalam tanah gambut diperlukan data berat volume, kandungan karbon, ketebalan dan luas lahan gambut. Beberapa parameter diamati dalam penentuan karbon tersimpan dalam gambut adalah: a. Bobot isi (Bulk density) [g cm-3 atau t m-3]
29
b. Kandungan karbon [% berat] c. Tingkat kematangan gambut d. Ketebalan dan luas lahan gambut
4.3.1. Bobot Isi Gambut Bobot isi merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk diketahui dalam pendugaan cadangan karbon.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa
bobot isi gambut sangat rendah (Andriesse, 1988; Driessen and Rochimah, 1976 dalam Andriesse, 1988; Sumawinata dan Mulyanto, 2004 dalam Sabiham, 2006). Kecilnya bobot isi gambut mengakibatkan daya tumpu menjadi rendah, sehingga akar tanaman tidak mampu bertumpu dengan kokoh. Bobot isi tanah gambut beragam antara 0,01-0,20 gr/cm3, tergantung pada kematangan bahan organik penyusunnya (Noor, 2001). Bobot isi sangat berpengaruh terhadap cadangan karbon. Jika dilihat dari persamaan perhitungan karbon tersimpan maka semakin besar bobot isi maka semakin besar pula jumlah cadangan karbon tersimpan karena bobot isi berbanding lurus dengan jumlah cadangan karbon. Berdasarkan hasil pengukuran contoh tanah tidak terganggu pada titik-titik pewakil diperoleh bahwa nilai bobot isi tanah gambut berkisar antara 0,10-0,16 gr/cm3. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa bobot isi (bulk density) tanah gambut jauh sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya. Data bobot isi yang telah didapat disajikan pada Tabel 10. Umumnya berat gambut pada paralon relatif sama (beda berat tidak terlalu besar) berkisar antara 4,3 – 5,2 kg. Begitu juga dengan data kadar air, umumnya relatif stabil atau tidak terdapat selisih yang terlalu besar kecuali pada umur tanam 20 tahun (80Z), karena pada lokasi tersebut kematangan gambutnya homogen. Semakin besar kadar air maka bobot isi semakin kecil. Ini dapat dilihat pada umur tanam 20 tahun (88Z) yang memiliki kadar air terbesar dan memilki bobot isi terkecil. Tidak hanya kadar air, berat gambut dan volume gambut juga berpengaruh terhadap bobot isi, dimana jika berat gambut semakin besar maka bobot isi akan semakin besar pula dan berlaku sebaliknya pada volume paralon. Tabel 10. Bobot Isi Tanah Gambut Kematangan Hemik pada Berbagai Tahun Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009
30
No
Tahun Tanam
Umur Tanaman
Berat Gambut Paralon (Kg)
Kadar Air
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
86N 86O 88Y 88Z 90A 90T 95C 95L 97D1 97D2 99A 99C
22 22 20 20 18 18 13 13 11 11 9 9
4,9 5,0 4,4 5,2 4,4 5,0 4,3 4,9 4,9 4,9 4,5 4,8
5,06 4,85 4,01 6,91 4,62 4,28 4,44 4,40 4,84 4,93 4,44 4,94
Volume Paralon (cm3) 4.059,39 4.059,39 4.059,39 4.019,20 4.019,20 4.079,48 4.019,20 4.039,29 4.019,20 4.019,20 4.019,20 4.019,20
Bobot Isi (gr/cm3) 0,12 0,13 0,13 0,10 0,14 0,16 0,15 0,16 0,12 0,12 0,16 0,14
Perhitungan kadar karbon biomassa pada penelitian ini menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Bobot isi pada kematangan fibrik juga menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Data bobot isi pada kematangan hemik menggunakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Ini dilakukan agar hasil perhitungan dapat menggambarkan fluktuasi akibat faktor ketidakpastian. Nilai dari bobot isi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bobot Isi untuk Perhitungan Cadangan Karbon di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Nilai Bobot Isi Hemik (g/cm3)
Nilai Bobot Isi Fibrik (g/cm3)
Bobot Isi Terbesar
0,16
0,12
Bobot Isi Rata-rata
0,14
0,11
Bobot Isi Terendah
0,10
0,11
Jenis Bobot isi
4.3.2. Kandungan Karbon Gambut Pada ekosistem tanah gambut tropika terjadi siklus karbon. Sisa tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke atmosfer dalam bentuk CO 2. Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon akan sangat efektif untuk
31
mengatasi laju emisi karbon. Kandungan karbon gambut ditentukan dengan menggunakan metode pengabuan kering (lost in ignition) dan Walkley and Black. Untuk analisis kadar C-organik diperoleh nilai kandungan
C-organik antara
30,28-55,33%. Data kadar C-organik tanah gambut di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Kadar Karbon Pada Kematangan Hemik Berbagai Contoh Tanah di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 No
Kode Blok Tanah
Umur Tanam
Kadar C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
86 O 86 N 88 Y 88 Z 90 A 90 T 95 C 95 L 97 Da 97 Db 99 C 90 A
22 22 20 20 18 18 13 13 11 11 9 9
41,61 50,39 46,59 45,76 47,19 48,57 39,81 48,43 35,14 30,28 55,33 49,32
Kadar C-organik yang terbesar terdapat pada kelapa sawit tahun tanam 1999 blok C atau umur tanaman 9 tahun yaitu sebesar 55,33% sedangkan yang terkecil terdapat pada tahun tanam 1997 blok D atau umur tanaman 11 tahun yaitu sebesar 30,28%. Besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut memiliki kematangan gambut yang homogen yaitu memiliki kandungan kayu (bahan dasar) yang relatif lebih sedikit atau telah terdekomposisi lebih lanjut, selain itu besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut karena memiliki ketebalan yang cukup dalam. Kedalaman gambut pada tahun tanam 99C, rata-rata mencapai 788 cm. Dengan kedalaman tersebut dapat dikatakan bahwa pada areal tahun tanam 99C, termasuk gambut dalam, sedangkan tanah gambut pada umur tanam 97Db memiliki rata-rata kedalaman 85 cm. Dangkalnya kedalaman gambut pada lokasi tersebut karena lokasi tersebut merupakan perbatasan antara tanah mineral dan
32
tanah gambut. Sesuai dengan pernyataan Suhardjo dan Widjaja Adhi (1976 dalam Noor, 2001) menyatakan bahwa kandungan C-organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar 54.11 %, sedangkan gambut dangkal (0.5–1 m) mengandung C organik sebesar 49.80 %. Kadar C yang digunakan untuk mengukur kadar karbon yang tersimpan yaitu kadar karbon terbesar, kadar karbon rata-rata dan kadar karbon terendah. Sama halnya dengan bobot isi, kadar karbon pada kematangan fibrik juga menggunakan data penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Kadar karbon tersebut digunakan karena adanya faktor ketidakpastian. Nilai-nilai karbon tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kadar Karbon untuk Perhitungan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Nilai Kadar Karbon
Nilai Kadar Karbon
Hemik (%)
Fibrik (%)
Kadar Karbon Terbesar
55,33
57,25
Kadar Karbon Rata-rata
44,87
54,40
Kadar Karbon Terendah
30,28
48,84
Jenis Kadar Karbon
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan terhadap cadangan karbon, yaitu bobot isi, ketebalan gambut, luas lahan gambut, dan kadar karbon. Seperti halnya dengan faktor-faktor lainnya, kadar karbon juga mempunyai hubungan berbanding lurus terhadap cadangan karbon, yaitu semakin besar kadar karbon, maka cadangan karbon yang terdapat pada tanah tersebut akan semakin besar pula.
4.3.3. Kematangan Gambut Pengamatan kematangan gambut berguna untuk menaksir kesuburan dan kandungan C-organik gambut. Gambut yang lebih matang biasanya lebih subur, walaupun banyak faktor lain yang menentukan kesuburan gambut, misalnya campuran liat dan abu. Menurut Soil Survey Staff (1998 dalam Agus dan Subiksa,
33
2008) pengamatan kematangan gambut dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan kadar seratnya. Pada penelitian ini, tingkat kematangan gambut saprik tidak ada karena lahan gambut yang terdapat di Kebun Meranti Paham belum terlapuk lebih lanjut. Jadi kematangan gambut yang digunakan yaitu kematangan gambut fibrik dan kematangan gambut hemik. Kematangan fibrik pada umumnya lebih tebal dibandingkan dengan kematangan hemik dan biasanya terletak di bawah kematangan gambut.
4.3.4. Ketebalan Gambut Pengukuran ketebalan gambut yang dilakukan disepanjang grid-grid pada blok tanam kelapa sawit akan menghasilkan titik-titik pengukuran (Gambar 4). Titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Ketebalan gambut sangat mempengaruhi cadangan karbon yang terdapat pada tanah gambut. Kematangan gambut hemik terletak di atas kematangan gambut fibrik. Ini dikarenakan kematangan hemik telah mengalami pelapukan yang lebih lanjut jika dibandingkan dengan fibrik. Pada umumnya ketebalan hemik jauh lebih kecil daripada fibrik. Di kebun Meranti Paham, kematangan hemik memiliki ketebalan rata-rata sekitar 62 cm sedangkan ketebalan fibrik rata-rata sekitar 423 cm. Karena ketebalan gambut memiliki hubungan lurus dengan cadangan C maka ketebalan hemik memiliki cadangan C yang lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan fibrik. Data permukaan ketebalan gambut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Pada Gambar 5 menyajikan data permukaan ketebalan gambut hemik dengan ketebalan berkisar antara 20 – 109 cm sedangkan Gambar 6 menyajikan data permukaan ketebalan fibrik dengan ketebalan berkisar antara 109 – 856 cm. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi degradasi warna, artinya lokasi yang memiliki warna yang lebih gelap memiliki ketebalan gambut yang lebih dalam dibandingkan dengan yang memilki warna yang lebih terang. Kebun Meranti Paham memiliki luas total sekitar 4.811 ha dengan luas tanah gambut sekitar 3.256 ha dan tanah mineral sekitar 1.555 ha. Pendugaan cadangan karbon biomassa hanya dilakukan pada tanah gambut. Untuk
34
mengetahui luas lahan gambut dapat dilakukan dengan melihat batas-batas tanah gambut tersebut dengan tanah mineral.
0.7
0
0.7
1.4
2.1 km
KETERANGAN
20 cm 109 cm
Gambar 5. Data Permukaan Ketebalan Gambut Hemik di Kebun Meranti Paham Tahun 2009. Gambar 5 merupakan data permukaan ketebalan gambut hemik. Warna hijau pada gambar merupakan areal tanah gambut dan merupakan batas tanah gambut dengan tanah mineral. Tanah gambut pada Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV dihubungkan pada titik-titik pengamatan sedangkan yang lainnya merupakan tanah mineral. Semakin tebal warna yang terdapat pada Gambar 5 maka kedalaman hemiknya akan semakin dalam dan begitu juga
35
sebaliknya. Kedalaman hemik maksimal yaitu 109 cm sedangkan yang terdangkal yaitu 20 cm.
0.7
0
0.7
1.4
2.1 km
KETERANGAN
109 cm 856 cm
Gambar 6. Data Permukaan Ketebalan Gambut Fibrik di Kebun Meranti Paham, Tahun 2009. Batas-batas pada kematangan gambut fibrik (Gambar 6) sama dengan ketebalan fibrik (Gambar 5). Ketebalan fibrik pada umumnya lebih dalam dengan rata-rata kedalaman 423 cm jika dibandingkan dengan ketabalan hemik yang hanya memiliki kedalaman rata-rata 62 cm. Ketebalan fibrik maksimum yang terdapat di Kebun Meranti Paham yaitu 856 cm dan yang terkecil 109 cm.
36
4.4. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Untuk menduga kadar karbon biomassa bawah permukaan diperlukan bobot isi, kadar karbon dan volume gambut. Hasil interpolasi titik kedalaman gambut pada setiap kematangan dengan resolusi 30 m x 30 m didapatkan data volume gambut. Untuk mendapatkan karbon tersimpan dilakukan dengan mengalikan antara volume gambut, bobot isi dan kadar karbon. Hasil perhitungan kadar karbon tersimpan bawah permukaan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009 C – organic (%)
Bobot isi (g/cm3)
Karbon Tersimpan (ton)
Ketebalan Min
Max
Rata
Min
Max
Rata
Hemik
30,28
55,33
44,87
0,11
0,16
0,14
673.536
1.790.166
1.270.272
Fibrik
48,84
57,25
54,40
0,11
0,12
0,11
7.769.084
9.928.680
8.648.212
7.442.620
11.718.846
9.918.484
Total
Min
Max
Rata
Sumber : Yulianti (2009) dan Data Primer Ket : *Berdasarkan analisis spasial data ketebalan gambut dengan resolusi 30m x 30m
Berdasarkan pada Tabel 14 diperoleh perkiraan karbon tersimpan dalam tanah gambut kebun Meranti Paham untuk kematangan hemik berkisar pada 673.536 - 1.790.166 ton dengan rata-rata 1.270.272,49 ton, sedangkan untuk kematangan fibrik berkisar pada 7.769.084 - 9.928.680 ton dengan rata-rata 8.648.212 ton. Dengan demikian, total karbon tersimpan bawah permukaan berkisar pada 7.442.620 - 11.718.846 ton dengan rata-rata 9.918.484 ton (Tabel 15). Karbon tersimpan pada tanah gambut dengan kematangan fibrik lebih tinggi daripada kematangan hemik karena gambut kematangan fibrik jauh lebih tebal daripada kematangan hemik.
4.5. Cadangan Karbon Tersimpan Kawasan Total cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah. Pendugaan total karbon tersimpan kawasan diperoleh dengan menjumlahkan total karbon biomassa tersimpan atas permukaan dan karbon tersimpan bawah permukaan. Total cadangan karbon di Kebun Meranti Paham PT Perkebunan
37
Nusantara IV sebesar 10.409.836 ton. Perhitungan cadangan karbon Kebun Meranti Paham ditabulasikan pada Tabel 15. Tabel 15. Cadangan Karbon Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Jenis Cadangan Karbon Cadangan Karbon Atas Permukaan Cadangan Karbon Bawah Permukaan Total
Nilai Cadangan Karbon (ton) 124.703 9.918.484 10.042.187
Berdasarkan Tabel 15, maka cadangan karbon pada kebun Meranti Paham setelah dikonversi yaitu sekitar 3.190 ton/ha. Menurut Agus dan Subiksa (2008) cadangan karbon atas permukaan pada hutan gambut berkisar pada 150-200 ton/ha sedangkan cadangan karbon bawah permukaan berkisar pada 300-6.000 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa cadangan karbon kebun Meranti Paham masih cukup besar. Setelah diketahui total karbonnya maka langkah selanjutnya yaitu menentukan langkah konservasi yang tepat agar cadangan karbon tetap terjaga dan agar tanah atau lahan gambut dapat dijaga kelestariannya. Salah satu langkah konservasi yang dapat dilakukan yaitu pengaturan tinggi muka air tanah (saluran drainase) karena tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi penurunan permukaan tanah gambut (subsiden).