IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Pada tanggal 2 April 1971 PT Toyota-Astra Motor (TAM) diresmikan sebagai importir dan distributor kendaraan Toyota di Indonesia dengan modal disetor Rp. 19.500.000.000 dari pemegang saham Toyota Motor Corporation (95%) dan PT. Astra International Tbk (5%). PT TAM mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 1972. Pada tahun 1973 didirikan pabrik perakitan PT Multi Astra. Pada tahun 1976 berdiri PT Toyota Mobilindo sebagai pabrik komponen. Pada tahun 1982 pabrik mesin PT Toyota Engine Indonesia mulai beroperasi. Empat perusahaan Toyota di Indonesia yaitu PT Toyota-Astra Motor, PT Multi Astra, PT Toyota Mobilindo dan PT Toyota Engine Indonesia pada tahun 1996 merger menjadi satu perusahaan PT Toyota-Astra Motor dan bergerak dalam bidang manufaktur dan distribusi. Pada tanggal 20 Februari 2003, PT Astra International Tbk (AI) dan Toyota Motor Corporation (TMC), sebagai perusahaan induk PT Toyota Astra Motor (TAM), mengumumkan bahwa keduanya mencapai kesepakatan dalam suatu persetujuan dasar untuk mereorganisasi PT TAM menjadi dua entitas bisnis, yakni yang bergerak dalam bidang manufaktur dan distribusi. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk penandatangan Nota Kesepahaman (MOU) oleh Presiden Direktur AI, Budi Setiadharma, Wakil Presiden Direktur AI, Michael D. Ruslim dan Managing Director TMC, Akio Toyoda di Jakarta. Sesuai dengan rencana reorganisasi PT TAM tersebut, TMC akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 95% pada perusahaan manufaktur yang akan mengembangkan kegiatan operasinya sebagai pusat produksi dan pemasok global kendaraan serbaguna dan mesin berbahan bakar bensin. Sementara itu, AI akan menjadi pemegang saham mayoritas (dengan kepemilikan 51%) di perusahaan distribusi, yang akan mengendalikan kegiatan penjualan (sales) di Indonesia. Keduanya, baik AI maupun TMC, akan tetap menjalin kerjasama, secara aktif melanjutkan investasi modal serta secara
23
simultan memperkuat aktivitas penjualan di Indonesia dengan menempatkan Indonesia sebagai basis pemasok dan penjualan yang signifikan. Pada tanggal 1 Agustus 2003, MOU tersebut direalisasikan dan dilakukan restrukturisasi permodalan dalam perusahaan (PT TAM) antara Toyota Motor Corporation dan PT Astra International Tbk sehingga komposisi permodalan mereka dalam PT TAM menjadi 51% saham PT Astra International Tbk dan 49% saham Toyota Motor Corporation. Pada proses restrukturisasi tersebut, PT TAM juga melepas sektor usahanya di bidang industri manufaktur kepada PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan PT. Toyota-Astra Motor kembali menjadi distributor tunggal produk bermerek dagang Toyota dan berkantor pusat di Jl. Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta. Pada saat penelitian ini dilakukan, PT TAM telah berlaku sebagai distributor tunggal merek Toyota yang bertanggung jawab atas pelayanan purna jual (after-sales service) kendaraan tersebut. organisasi seperti yang termuat dalam Gambar 5.
PT TAM mempunyai struktur
24
25
New Model & PN Information
New Model Project Control PN Information
Import Parts Parts Control Service Parts Logistic
Local Parts
Inventory & System Control Order Processing Supply Operation Shipping Receiving & Quality Warehouse
Parts Issuing Productivity Control & Adm.
Kaizen Group
LK3 Committee
SP Relocation Committee
Gambar 6. Struktur organisasi TAM-SPLD
26
Filosofi Perusahaan PT TAM, yaitu : 1. Memberikan
kontribusi
kepada
negara
dan
masyarakat
melalui
profesionalisme dalam memasarkan produk dan jasa yang berkualitas tinggi di dalam era persaingan global 2. Tumbuh
bersama-sama
karyawan,
dealer
dan
pemasok
dengan
mengedepankan rasa saling percaya dan saling menghormati Visi perusahaan adalah “menjadi perusahaan otomotif yang paling sukses dan dihormati di kawasan Asia Tenggara dengan memberikan pengalaman terbaik dalam kepemilikan kendaraan.” Sedangkan misi perusahaan adalah : 1. Secara berkesinambungan menyediakan produk dan jasa yang berkualitas tinggi serta memenuhi kebutuhan pelanggan melalui program pemasaran yang terbaik 2. Mengembangkan
karyawan
yang
berkompeten
dengan
menciptakan
lingkungan kerja yang baik untuk mendukung tercapainya kepuasan pelanggan 3. Memperkuat kolaborasi dengan produsen, dealer utama dan dealer-dealer melalui komunikasi dan kerjasama yang lebih baik 4. Mengembangkan operasi perusahaan yang sehat dalam segala aspek, misalnya pemenuhan peraturan, lingkungan dan lain-lain.
4.2. Sistem Proses Order dari Dealer ke TAM-SPLD TAM-Service Parts Logistic Division (TAM-SPLD) adalah divisi yang bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi suku cadang asli Toyota untuk ratusan dealer yang tersebar di seluruh Indonesia dan ekspor ke beberapa negara. Supply Operation adalah salah satu departemen dalam SPLD yang bertugas mengelola order dari pelanggan.
Pengelolaan order ini meliputi penerimaan
order, pemrosesan order, serta pengiriman suku cadang ke pelanggan TAM (main dealer Toyota). Struktur organisasi TAM-SPLD dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan tingkat kepentingan dan skala prioritas, sistem proses order di TAM-SPLD terdiri dari empat macam proses pelayanan, yaitu :
27
1. Proses Real Time Invoicing (Tipe 1) Fasilitas ini digunakan untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada dealer atau pelanggan (untuk kasus emergency). Tipe order yang dipergunakan untuk proses real time invoicing adalah tipe order 1 (emergency order).
Sedangkan jenis order untuk proses real time invoicing dibagi
menjadi dua, yaitu : 1) Vehicle Off Road (VOR) Order digunakan untuk pemesanan suku cadang yang benar-benar diperlukan (kendaraan tidak bisa jalan tanpa suku cadang tersebut dan atau memenuhi peraturan perundangan). 2) Emergency Order Biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan critical items dari dealer atau pelanggan. Order tipe 1 diproses setiap saat ketika order masuk ke TAM-SPLD, sedangkan waktu dan cara pengirimannya dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Waktu dan cara pengiriman order tipe 1 Waktu Proses Order
Waktu Pengiriman
Cara Pengiriman
Wilayah Luar Jakarta Pkl. 08.00-12.00 Pkl. 12.00-15.30
Hari yang sama (N) Esok hari (N+1)
Via Udara (oleh Ekspedisi) Via Udara (oleh Ekspedisi)
Hari yang sama (N) Hari yang sama (N) Esok hari (N+1)
Pengiriman langsung Diambil sendiri Pengiriman langsung
Wilayah Jakarta Pkl. 08.00-13.30 Pkl. 13.30-15.30
2. Proses Route Invoicing (Tipe 2) Fasilitas ini digunakan untuk melayani order workshop dalam kota, dimana waktu proses order ditentukan secara berkala (scheduling) dan di sinkronkan dengan waktu pengiriman suku cadang.
Tipe order yang
dipergunakan untuk proses route invoicing adalah tipe order 2 (route order). Order tipe 2 diproses sesuai cut-off time yang telah ditentukan, sedangkan waktu dan cara pengirimannya sebagai disajikan dalam Tabel 3.
28
Tabel 3. Waktu dan cara pengiriman order tipe 2 Waktu Proses Order
Waktu Pengiriman
Pkl. 08.00-13.00
Hari yang sama (N)
Pkl. 13.00-15.30
Esok hari (N+1)
Cara Pengiriman Via Darat/Laut - Oleh Ekspedisi (Luar Jakarta) - Pengiriman langsung (Jakarta) Via Darat/Laut - Oleh Ekspedisi (Luar Jakarta) - Pengiriman langsung (Jakarta)
3. Proses Batch Invoicing (Tipe 3) Fasilitas ini digunakan untuk memberikan pelayanan bagi pesanan atau order dari dealer yang merupakan order untuk pergantian persediaan. Tipe order yang dipergunakan untuk proses batch invoicing adalah tipe order 3 (replenishment order). Proses print-out order untuk tipe ini dilakukan dua kali dalam sehari untuk wilayah Jakarta dan luar Jakarta.
Waktu dan cara
pengiriman suku cadang yang dipesan dengan tipe order ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Waktu dan cara pengiriman order tipe 3 Waktu Print-out Order Pkl. 13.00 (Jakarta) Pkl. 14.00 (luar Jakarta)
Waktu Pengiriman Cara Pengiriman N+1 Pengiriman langsung (dari proses order) Via Darat/Laut N+1 (dari proses order) - Oleh Ekspedisi (luar Jakarta)
4. Proses Firm Order (Tipe F) Fasilitas ini digunakan untuk pemesanan suku cadang yang life time-nya pendek atau suku cadang yang perlu sering diganti (fast moving part) dan harus selalu ada persediaan di gudang dealer. Tipe order yang dipergunakan untuk proses firm order adalah tipe order F.
Sistem order dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara TAM dengan dealer mengenai waktu supply. Order tipe F ini sangat dicermati penangannya oleh PT TAM karena jumlahnya sangat banyak, sehingga jika harus memiliki persediaan di gudang, akan memerlukan ruang yang sangat besar. Oleh karena itu PT TAM mengatur persediaannya pada gudang-gudang milik main dealer.
Suku
cadang yang dipesan dengan proses firm order (order tipe F) dapat dikirim langsung dari supplier ke main dealer atas permintaan PT TAM.
29
4.3. Identifikasi Rantai Pasok Rantai Pasok dalam bisnis suku cadang asli Toyota yang dikelola PT TAM dapat digolongkan menjadi lima kelompok yaitu Supplier (Pemasok), PT TAM sebagai agen tunggal pemegang merek dagang (Trade Mark), Main Dealer, SubDealer/Branch/VSP-Part Shop serta End User (Pemilik/Pemakai kendaraan bermotor merek Toyota. Hasil identifikasi rantai pasok suku cadang asli kendaraan merek Toyota yang dikelola PT. TAM dapat dilihat pada Gambar 7.
MATA RANTAI 1 TMC/TMAP/Local Supplier & TMMIN
MATA RANTAI 2 TAM
MATA RANTAI 3 Main Dealer
Astra International (Auto 2000) New Ratna Motor Agung Automall Hadji Kalla Hasjrat Abadi
MATA RANTAI 4 Sub Dealer/ Branch/VSP
Sub-Depot
Partshops
MATA RANTAI 5 End-User
Supply Order
Gambar 7. Rantai pasok dan alur distribusi order dan supply suku cadang Toyota
30
1. Supplier (Pemasok) Supplier merupakan mata rantai pertama dalam jaringan bisnis suku cadang PT Toyota-Astra Motor. Supplier menyediakan suku cadang yang akan didistribusikan oleh PT Toyota-Astra Motor. Suku cadang asli Toyota didapatkan dari beberapa sumber antara lain: a. TMC (Toyota Motor Corp.) Jepang. b. TMAP (Toyota Motor Asia Pacific) sebagai importir non TMC (3rd Country) dimana barangnya bersumber dari Thailand, Taiwan, Malaysia, Philipina dan Australia, dll. c. Local Supplier (pabrik lokal) yaitu: PT Bando, PT Denso Indonesia, PT Kayaba dll, termasuk diantaranya in House Product Pabrik TMMIN (body parts). Persentase sumber pemerolehan suku cadang dari pemasok lokal, TMC, dan TMAP bagi TAM masing-masing adalah 54%, 36% dan 10%. Selanjutnya supplier disebut sebagai mata rantai 1. 2. PT Toyota-Astra Motor PT TAM merupakan mata rantai kedua yang merupakan agen tunggal pemegang merek Toyota dan bertanggungjawab atas pelayanan purna jual kendaraan.
TAM-Service Parts Logistic Division adalah divisi yang
bertanggungjawab atas pengadaan dan distribusi suku cadang asli Toyota untuk kebutuhan pelanggan. Semua suku cadang yang didistribusikan oleh PT TAM telah memenuhi standar mutu yang diawasi oleh TMC. PT TAM melakukan pengiriman ke sub depo (50%), non depo untuk daerah Jakarta dan sekitarnya (43%), dan ekspor (7%) untuk suku cadang Toyota yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya PT. TAM disebut sebagai mata rantai 2. 3. Main Dealer Main dealer merupakan mata rantai ketiga dalam jaringan bisnis TAM. Lima dealer utama Toyota yaitu: PT Astra Internasional (Auto 2000), PT New Ratna Motor, PT Agung Automall, PT Hasjrat Abadi, dan NV Hadji Kalla Trd.Co. TAM melakukan pengiriman langsung ke main dealer tersebut atau ke sub-depot yang dimiliki oleh main dealer. Sub-Depot adalah gudang yang
31
dimiliki oleh main dealer dan menjalankan fungsi service parts logistic, yaitu fungsi inventory, warehousing, dan supply operation ke dealer-dealer. Ada 9 sub depo milik main dealer yang dilayani oleh TAM, yaitu depo Medan (Auto 2000), depo Pekanbaru (Agung Auto Mall), depo Bandung (Auto 2000), depo Semarang (New Ratna Motor), depo Surabaya (Auto 2000), depo Balikpapan (Auto 2000), depo Makasar (Hadji Kalla), depo Manado (Hasjrat Abadi), dan depo Jayapura (Hasjrat Abadi). Selanjutnya main dealer disebut sebagai mata rantai 3. 4. Sub-Dealer/Branch/VSP dan Part Shop Sub-Dealer, cabang dealer, bengkel, dan toko suku cadang melakukan pemesanan suku cadang asli Toyota pada main dealer dan berperan memasarkan dan melayani end-user secara langsung.
Perbandingan
persentase saham penjualan antara bengkel dan toko di seluruh Indonesia adalah 46% dan 54%. Selanjutnya sub-dealer, cabang dealer, bengkel, dan toko suku cadang disebut sebagai mata rantai 4. 5. End-User End-user merupakan mata rantai terakhir dalam jaringan bisnis PT TAM. End-user adalah pemilik mobil Toyota yang menggunakan suku cadang asli Toyota. End-user bisa mendapatkan suku cadang asli Toyota pada sub-dealer dan parts shop yang tersebar di seluruh Indonesia. disebut sebagai mata rantai 5.
Selanjutnya end-user
32
4.4. Analisis Model SCOR Menurut Bolstorff dan Rosenbaum (2003), model SCOR meliputi tiga level proses. Ketiga level tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. SCOR framework
33
Analisis model SCOR dibahas pada setiap mata rantai pasok bisnis suku cadang PT TAM. Namun, pembahasan model SCOR yang lebih kritis ditekankan pada arus supply mata rantai 2 ke mata rantai 3 (PT TAM kepada main dealer Toyota). Pada penelitian ini, model SCOR digunakan untuk mengukur kinerja dan mendefinisikan
aliran
kerja
dan
informasi
pada
TAM-SPLD
dalam
menyampaikan suku cadang asli Toyota (lihat Gambar 9).
MATA RANTAI 1 TMC/TMAP/Local Supplier & TMMIN
MATA RANTAI 2 TAM
MATA RANTAI 3 Main Dealer
Astra International (Auto 2000) New Ratna Motor Agung Automall Hadji Kalla Hasjrat Abadi
MATA RANTAI 4 Sub Dealer/ Branch/VSP
Sub-Depot
Partshops
MATA RANTAI 5 End-User
Gambar 9. Pola mata rantai kritikal
Supply Order
34
4.4.1. Level 1 (Top Level) SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi lima proses manajemen inti, yaitu plan (perencanaan), source (pengadaan), make (pembuatan), deliver (pengiriman), dan return (pengembalian). Di dalam SCM, kelima proses inti ini harus saling terintegrasi baik dari supplier paling hulu sampai ke end-user, dan segala hal yang berkaitan dengan strategi perusahaan, bahan baku, aktifitas kegiatan, maupun mengenai aliran informasi. Dengan adanya proses integrasi antara proses-proses SCOR di dalam rantai pasok tersebut, maka seluruh elemen dalam rantai pasok akan memperoleh nilai tambah dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan. Definisi proses SCOR pada rantai pasok PT TAM dijelaskan sebagai berikut. 1. Perencanaan (Plan) Ruang lingkup proses perencanaan (plan), yaitu: a) menyeimbangkan sumberdaya dan membuat rencana untuk rantai pasok secara keseluruhan, termasuk rencana pengembalian, dan rencana pelaksanaan proses dari kebutuhan pengadaan, produksi dan pengiriman b) mengelola aturan bisnis, kinerja rantai pasok, pengumpulan data, persediaan, modal aset, transportasi, merencanakan bentuk, dan pengaturan persyaratan dan pelaksanaan c) menyelaraskan rencana kesatuan rantai pasok dengan rencana keuangan Setiap mata rantai melakukan proses perencanaan, dan secara periodik atau pada saat diperlukan, mata rantai tertentu melakukan perencanaan bersama PT TAM. Mata rantai 1 (supplier), kegiatan perencanaan berkaitan dengan penyediaan bahan baku dan fasilitas, kegiatan memproduksi suku cadang dan proses pengiriman suku cadang yang dihasilkan ke PT TAM, yang secara keseluruhan disesuaikan dengan keadaan keuangan perusahaan. Bagi mata rantai 2 (PT TAM), kegiatan perencanaan ini berkaitan dengan penerimaan suku cadang dari supplier, mengelola persediaan di gudang, kegiatan proses melayani pesanan dari pelanggan, kegiatan pengiriman suku cadang kepada pelanggan maupun pengukuran dan pengontrolan, sehingga dapat diketahui
35
tingkat keberhasilan yang diperoleh perusahaan berdasarkan target yang telah ditetapkan. Pada mata rantai 3 (dealer utama Toyota), elemen perencanaan berkaitan dengan mengatur pendistribusian barang ke sub-dealer dan parts shop dan rencana pemilihan sarana transportasi yang tepat. Pada mata rantai 4, sub-dealer dan parts shop melakukan kegiatan perencanaan untuk menentukan waktu pemesanan suku cadang, dan pelayanan pelanggan, yaitu pemilik/pemakai mobil Toyota yang menggunakan suku cadang asli Toyota. Sedangkan mata rantai 5 (pemilik mobil Toyota) melakukan kegiatan perencanaan untuk menentukan waktu penggantian suku cadang sesuai dengan petunjuk pemeliharaan kendaraan Toyota yang disarankan. 2. Pengadaan (Source) Elemen pengadaan (source) berkaitan dengan jadwal pengiriman suku cadang, mengelola persediaan, memilih dan menilai kinerja supplier, dan membuat jaringan dan kesepakatan dengan supplier. Pada mata rantai 1, yaitu supplier elemen ini berperan dalam pemerolehan bahan baku untuk memproduksi suku cadang. Pada mata rantai 2, PT TAM, melakukan pemesanan, pengiriman, pemeriksaan, dan pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan suku cadang dari supplier. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat sehingga proses pemesanan suku cadang dapat dilakukan secara efektif dan efisien yang berguna untuk meminimalisasikan biaya penyimpanan suku cadang di gudang dengan tetap dapat melayani semua permintaan pelanggan. Begitu pula yang dilakukan oleh mata rantai 3 dan 4. Pemilik/pemakai mobil Toyota (mata rantai 5) sebagai pelanggan akhir membeli suku cadang asli Toyota yang diperlukan pada sub-dealer dan parts shop. 3. Pembuatan (Make) Proses make berkaitan dengan proses produksi maupun kegiatan sebelum atau sesudahnya meliputi penjadwalan kegiatan produksi, evaluasi produk, quality controls, mengemas dan menyiapkan produk yang akan dikirim. Kegiatan pembuatan atau make ini hanya dilakukan pada mata rantai 1 dalam rantai pasok perusahaan yang melakukan proses produksi
36
suku cadang dan mata rantai 2 yaitu PT TAM dalam hal pengemasan produk untuk beberapa suku cadang dimana supplier belum memiliki standar untuk pengemasan.
Pada mata rantai 3 dan selanjutnya tidak terjadi proses
produksi terhadap produk suku cadang lagi. 4. Penyampaian (Deliver) Proses deliver merupakan proses penyampaian barang berkaitan dengan pemrosesan
pesanan
pelanggan,
invoicing
customer,
manajemen
penggudangan mulai dari penerimaan produk sampai pengiriman produk, melihat rute pengiriman, memilih perusahaan ekspedisi, syarat impor dan ekspor. Mata rantai 1 sampai dengan 4 melakukan proses deliver. Supplier sebagai mata rantai 1 mengirimkan suku cadang kepada PT. TAM dengan pemilihan sistem transportasi yang tepat dan memperhatikan persyaratan ekspor (untuk TMC dan TMAP). Mata rantai 2, PT. TAM melakukan proses deliver ke workshop dan parts shop di wilayah Jabotabek, sembilan sub-depot milik main dealer Toyota, dan workshop di daerah yang tidak punya depo yang tersebar di seluruh Indonesia dengan pemilihan sarana transportasi yang sesuai dengan tipe order dan daerah tujuan. Pengiriman langsung dilakukan untuk daerah Jakarta dan sekitarnya. Pengiriman order tipe 1 biasanya menggunakan sepeda motor untuk suku cadang berukuran kecil karena dapat lebih cepat sampai ke tujuan dan dengan mobil untuk suku cadang berukuran besar. Sedangkan untuk wilayah luar Jakarta, pengiriman dilakukan lewat darat, laut dan udara. Untuk tipe 1, pengiriman dilakukan oleh ekspedisi melalui udara kecuali untuk depo Bandung.
Sedangkan untuk tipe 2 dan 3,
pengiriman dilakukan oleh ekspedisi melalui darat/laut tergantung pada depo tujuan. Mata rantai 3 (main dealer) melakukan pengiriman ke cabang dealer, bengkel dan toko di daerah sekitarnya. Mata rantai 4, cabang dealer, bengkel dan toko melakukan transaksi langsung dengan pelanggan akhir yaitu pemilik/pemakai mobil Toyota yang menggunakan suku cadang asli Toyota (Toyota Genuine Parts/TGP). Pada mata rantai 5 tidak terdapat lagi proses deliver produk.
37
5. Pengembalian (Return) Proses return berkaitan dengan pengembalian produk karena kesalahan pengiriman atas jumlah maupun jenis barang, adanya kecacatan pada produk, atau terjadi kerusakan produk dalam jangka waktu garansi yang terjadi bukan karena kesalahan pengguna. Kegiatan return ini meliputi pemeriksaan kondisi produk, meminta/memberi hak pengembalian produk, membuat jadwal pengiriman kembali produk dan pengiriman kembali produk yang salah/cacat. Proses return ini dapat terjadi di semua mata rantai meliputi source return dan deliver return.
Source return adalah pengembalian barang
salah/cacat atau kelebihan produk kepada supplier. Deliver return adalah penerimaan barang salah/cacat atau kelebihan produk dari pelanggan. Lingkup rantai pasok PT. TAM dapat dilihat pada Tabel 5.
38
39
40
Metrik kinerja SCOR Level 1 Dalam rantai pasok suku cadang PT TAM, yang akan diukur dengan metrik kinerja level 1 adalah kinerja penyampaian TAM-SPLD dalam menyampaikan suku cadang asli Toyota kepada main dealer Toyota. Hasil pengukurannya akan dijadikan sebagai Key Performance Indicator (KPI) dalam menyampaikan suku cadang bagi PT. TAM.
Kinerja perusahaan dalam hal menyampaikan suku
cadang yang dipesan oleh pelanggan merupakan tolok ukur yang dilihat dari aspek kepentingan pelanggan. Pada aspek ini, variabel yang diukur adalah delivery reliability, responsiveness dan flexibility. Data yang dipakai oleh penulis dalam perhitungan kinerja metrik level 1 model SCOR ini adalah data order tipe 1, 2, dan 3 untuk DKI Jakarta dan order tipe 1 dan 3 untuk delapan sub depo (luar DKI) dan data pengiriman suku cadang asli Toyota selama tiga bulan berturut-turut yaitu dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2007. Analisa metrik kinerja level 1 model SCOR pada TAM-SPLD adalah sebagai berikut. a. Reliability Variabel delivery reliability parameternya adalah delivery performance dan perfect order fulfillment. i) Kinerja Penyampaian (Delivery Performance) Delivery performance TAM-SPLD dalam memenuhi pesanan sesuai dengan spesifikasi yang dipesan oleh pelanggan dan tepat waktu (on time) pada tanggal perjanjian atau tanggal yang telah disepakati bersama dengan pelanggan adalah sangat tinggi.
Berikut adalah perhitungan delivery
performance selama tiga bulan (Tabel 6) . Tabel 6. Perhitungan delivery performance pada PT. TAM Delivery Performance (%) Juli Agustus September Jakarta Type 1 99,89 98,92 100,00 Jakarta Type 2 99,28 99,89 100,00 Jakarta Type 3 100,00 98,04 100,00 Luar Jakarta Type 1 98,89 91,85 91,86 Tabel 6 di atas menunjukkan kinerja penyampaian TAM-SPLD dalam Order Type
menyampaikan pesanan dengan tepat waktu sangat baik. Pencapaian ini
41
berkaitan dengan konsep yang digunakan bagian Supply Operation dalam proses pengiriman suku cadang ke pelanggan dengan waktu yang sudah ditentukan dan bertahap dengan metode pull system (sistem tarik), dimana yang menjadi patokan untuk menarik semua proses ada di proses pengiriman. Semua proses issuing (picking-checking-packing) di gudang harus selesai sebelum waktu pengiriman yang sudah ditentukan. Selain itu, delivery performance yang baik ini juga tercapai karena adanya kinerja yang baik pada bagian Shipping dalam menentukan metode pengiriman, berkaitan dengan jenis transportasi dan pemilihan ekspedisi. Bagian Shipping perlu menjalin hubungan berjangka panjang yang baik dengan pihak ekspedisi. ii) Pemenuhan Pesanan dengan Sempurna (Perfect Order Fulfillment) Perfect order fulfillment mengukur persentase dari pesanan yang terpenuhi/terlayani sesuai spesifikasi yang dipesan dengan tepat waktu dan pada tanggal yang diminta pelanggan serta tidak ada perbedaan (cocok) antara pesanan pembelian, faktur, dan tanda terima. Hasil perhitungan untuk metrik perfect order fulfillment adalah sama dengan hasil dari perhitungan metrik delivery performance.
Dengan
implementasi sistem barcode dalam konsep sistem ordering dan invoicing, kesalahan pengiriman parts dapat dikurangi karena invoice transaksi order parts dari dealer ke TAM-SPLD hanya berisi item-item parts yang sudah pasti dikirim ke dealer (konsep Clean Invoice). b. Responsiveness Variabel responsiveness diukur dengan menghitung Order Fulfillment Lead Time (Jangka Waktu Pemenuhan Pesanan) yang mengukur banyaknya hari yang diperlukan untuk memenuhi pesanan, mulai dari tanda terima pesanan sampai dengan penyerahan pada pelanggan. Lead Time TAM-SPLD dalam melayani pelanggan terdiri dari dua bagian, yaitu lead time pemrosesan order dan lead time pengiriman. Lead time pemrosesan order, yaitu waktu yang diperlukan TAM-SPLD mulai dari saat order diterima oleh bagian order processing sampai kepada order selesai diproses dan siap untuk dikirim. Lead time pemrosesan order sesuai dengan
42
ketentuan yang telah ditetapkan yaitu untuk order tipe 1 dan 2 untuk semua tujuan (Jakarta dan luar Jakarta), bila pemesanan dilakukan pagi hari maka pengiriman dilakukan pada hari yang sama (N) sehingga lead time pemrosesan order adalah nol hari dan bila pemesanan dilakukan sore hari maka pengiriman akan dilakukan esok hari (N+1) sehingga lead time pemrosesan order adalah satu hari. Sedangkan lead time pemrosesan order tipe 3 untuk Jakarta dan luar Jakarta adalah satu hari karena order diproses pada siang hari. Lead time pengiriman adalah waktu yang diperlukan untuk mengirimkan barang kepada pelanggan, yaitu setelah pemrosesan order selesai hingga barang sampai di tempat pelanggan. Lead time pengiriman tergantung kepada tujuan dan tipe ordernya. Lead time pengiriman tujuan Jakarta adalah satu hari, baik untuk order tipe 1, 2, dan 3. Lead time pengiriman tujuan luar Jakarta sebagai berikut (Tabel 7). Tabel 7. Target lead time pengiriman tujuan luar Jakarta Tujuan Time Delivery
Target Waktu (hari) Medan
Bandung
Surabaya
Semarang
Pekanbaru
Makasar
Medan
Jayapura
6
1
2
2
5
12
15
24
Lead time pengiriman ini sangat tergantung kepada media pengiriman (pihak ekspedisi) sehingga perusahaan harus selektif dalam memilih pihak ekspedisi dan perlu melakukan penilaian kinerja penyampaian pihak ekspedisi. Hubungan dan komunikasi yang baik antara bagian Shipping dengan pihak ekspedisi juga sangat diperlukan. Order Fulfillment Lead Time adalah penjumlahan lead time pemrosesan order dan lead time pengiriman. Dengan demikian, target order fulfillment lead time tujuan Jakarta adalah satu hari. Sedangkan target order fulfillment lead time tujuan Luar Jakarta adalah sebagai berikut (Tabel 8). Tabel 8. Target order fulfillment lead time tujuan luar Jakarta Tujuan Lead Time
Waktu (hari) Medan
Bandung
Surabaya
Semarang
Pekanbaru
Makasar
Medan
Jayapura
7
2
3
2
6
13
16
25
Sumber: Departemen Supply Operation, SPLD-TAM, 2007
43
Dari hasil pengolahan data order tipe 1, 2 dan 3 tujuan Jakarta serta tipe 3 tujuan luar Jakarta dan waktu pengirimannya, order fulfillment lead time yang dicapai TAM-SPLD adalah seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan order fulfillment lead time TAM-SPLD Tujuan Jakarta Medan Bandung Surabaya Semarang Pekanbaru Makasar Manado Jayapura
Target Lead Time (hari) 1 7 2 3 2 6 13 16 25
Lead time (hari) Juli
Agustus
September
1 7 1 3 2 7 10 15 25
1 6 1 3 2 6 10 15 25
1 7 1 3 2 6 12 16 28
Sumber: Departemen Supply Operation, SPLD-TAM, 2007 Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa lead time hampir semua tujuan telah mencapai target kecuali untuk tujuan depo Jayapura pada bulan September. Tidak tercapainya target lead time tersebut disebabkan oleh faktor jadwal pelayaran kapal yang tidak pasti karena cuaca yang buruk pada kurun bulan itu. Hal ini menandakan bahwa pemilihan ekspedisi dan cara pengiriman yang dilakukan oleh bagian Shipping sudah tepat sehingga pengiriman suku cadang dapat sampai ke gudang pelanggan sesuai lead time pengiriman yang tergantung pada tipe order dan tempat tujuan. Hal ini didukung dengan komunikasi dan hubungan kerjasama yang baik dengan pihak ekspedisi. Selain itu lead time pemrosesan order yang mencakup area kerja bagian supply operation dan gudang juga dapat dipersingkat dengan implementasi sistem barcode sehingga menghilangkan pengerjaan dan pengecekan secara manual yang menyita banyak waktu. c. Flexibility Variabel flexibility diukur dengan menghitung Supply Chain Response Time (Waktu Merespon Rantai Pasok) yang mengukur banyaknya hari yang digunakan suatu rantai pasok dalam bereaksi terhadap perubahan jumlah
44
permintaan yang nyata (signifikan) yang tidak terduga sebelumnya tanpa biaya tambahan atau denda (meliputi aspek perencanaan, penelusuran pemasok, produksi, dan pengiriman pesanan). Abnormal order dapat terjadi apabila order dari pelanggan sangat besar, melebihi parameter yang telah ditentukan. Penyebabnya terjadinya abnormal order ini berasal dari dealer yang tidak dapat mengatur persediaan dan sistem pengorderannya dengan baik. Selain itu abnormal order dapat terjadi dalam situasi tidak biasa, misalnya ketika perpindahan kantor dan gudang TAMSPLD dari Sunter ke Cibitung pada bulan Desember 2007. Supply chain response time yang dibutuhkan ketika ada perubahan jumlah permintaan yang signifikan (sampai 20%) adalah nol hari. Waktu merespon yang singkat ini dapat dicapai karena TAM-SPLD menggunakan konsep order division untuk menangani order dari pelanggan yang memiliki fluktuasi order yang tinggi, dengan cara melakukan partial supply. Partial supply adalah penyuplaian suku cadang secara bertahap ke satu pelanggan ketika order dari pelanggan tersebut jumlahnya sangat besar. Dengan sistem order division ini, maka TAM-SPLD dapat melayani order dari seluruh pelanggan secara merata dan proporsional dan menghindari fluktuasi pekerjaan di gudang.
Sistem order division ini
diterapkan hanya untuk order penggantian persediaan (stock replenishment order). Waktu merespon yang singkat juga disebabkan oleh adanya komunikasi dan koordinasi yang baik antara bagian Inventory Control sebagai pihak yang melakukan pengadaan suku cadang dengan suppliers dan dengan bagian Order Processing yang menerima order dari pelanggan. Dengan kesamaan informasi yang dimiliki, maka rantai pasok akan cepat tanggap terhadap fluktuasi jumlah permintaan. Bagian Inventory Control melakukan pengawasan persediaan yang sifatnya terus-menerus dengan metode-metode standar yang telah ditentukan dalam sistem persediaan Toyota Genuine Parts (TGP), sehingga dapat mengatur jumlah persediaan untuk setiap jenis part disesuaikan dengan kondisi permintaan dan jenis parts-nya. Inventory Control diperlukan oleh
45
seluruh mata rantai saluran distribusi TGP. Selain itu, bagian Shipping juga harus pandai memilih ekspedisi yang dapat mengirimkan parts kepada pelanggan dengan tepat waktu dan dapat merespon ketika ada perubahan dalam permintaan.
4.4.2. Level 2 (Configuration Level) Setiap proses inti dalam SCOR dapat dijelaskan lebih lanjut berdasarkan tipe proses. Ada tiga Tipe Proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), execution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Tipe proses SCOR pada PT TAM dijelaskan sebagai berikut. a. Planning (Perencanaan) Pelaksanaan proses perencanaan pada TAM-SPLD sudah sangat baik. Dimulai dari perencanaan rantai pasok secara keseluruhan, perencanaan pengadaan suku cadang dari supplier, perencanaan proses pelayanan pelanggan, perencanaan pengelolaan gudang, perencanaan pengiriman suku cadang kepada pelanggan, sampai perencanaan pelayanan claim dari pelanggan.
TAM-SPLD telah dapat menyeimbangkan permintaan dan
penawaran agregat dalam bisnis penyampaian suku cadangnya sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan. b. Execution (Pelaksanaan) Pelaksanaan proses-proses SCOR pada TAM-SPLD juga sudah sangat baik.
Departemen Parts Control telah membuat proses penjadwalan
pengadaan suku cadang dengan baik sehingga dapat menyediakan parts yang tepat dengan jumlah dan waktu yang tepat dari pemasok dengan persediaan yang minimum untuk meminimalisir biaya pergudangan dan menjalin hubungan yang baik dengan pemasok. Bagian Order Processing dan Shipping di Departemen Supply Operation juga telah melayani pesanan pelanggan dengan baik dan melakukan pengiriman yang bekerjasama dengan perusahaan ekspedisi dengan tepat waktu sesuai lead time yang ditetapkan. Prosedur untuk pelayanan Parts Claim dan Parts Warranty Claim dari pelanggan juga telah dibuat dan dijalankan dengan baik.
46
c. Enable Sistem informasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sangat penting. TAM-SPLD telah memiliki sistem manajemen informasi yang baik dengan supplier dan dealer-dealer Toyota maupun di dalam TAM itu sendiri. Sistem baru yang terkait dengan implementasi Sistem Barcode menghilangkan proses pengecekan manual, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan akurasi. Sistem yang terkait dengan persediaan, order parts dan pengiriman juga telah dimiliki oleh TAM-SPLD, yaitu TOPAS.
Selain itu untuk
mewujudkan manajemen informasi yang baik, perlu adanya komunikasi dan hubungan yang baik dengan supplier, dealer dan antar departemen dalam perusahaan. TAM juga memberikan pelatihan kepada para dealer Toyota, terutama jika ada perubahan dalam sistem. Dengan melihat hubungan antara Proses SCOR dengan Tipe Proses dalam SCOR Configuration Toolkit (Gambar 10), maka proses dalam sebuah rantai pasok pada perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi 30 Kategori Proses inti pada Level 2 (Gambar 11). Perusahaan menerapkan strategi operasi sesuai bentuk rantai pasoknya.
Gambar 10. SCOR Configuration Toolkit
47
Gambar 11. Kategori Proses dalam SCOR Level 2
Berikut adalah penjelasan masing-masing untuk tipe proses planning dan execution. Model SCOR menguraikan dari lima proses level 1 (plan, source, make, deliver, dan return) menjadi 12 (dua belas) tipe proses pelaksanaan (execution) dan lima tipe proses perencanaan (planning) (Bolstorff and Rosenbaum, 2003).
48
1. Plan Plan supply chain (P1) adalah proses mengambil data permintaan aktual dan membangun suatu rencana supply untuk rantai pasok, didefinisikan oleh ruang lingkup rencana rantai pasok. Tipe proses planning ini berhubungan dengan memulai praktek perencanaan operasi dan penjualan. Langkah-langkah dasar memerlukan:
Unit peramalan yang biasa untuk pemasaran dan penjualan
Rencana supply yang membatasi peramalan berdasarkan ketersediaan atau sumber daya, seperti persediaan, kapasitas produksi dan transportasi
Suatu langkah seimbang dimana pengecualian demand/supply diselesaikan dan diperbarui pada sistem Plan source (P2) adalah proses membandingkan persyaratan total
material dengan batasan peramalan P1 yang dibuat dan membangun sebuah perencanaan sumber daya persyaratan material berdasarkan P3 untuk memuaskan landed cost dan tujuan persediaan menurut tipe komoditas. Perubahan bentuk menjadi suatu material ini melepaskan jadwal yang membiarkan pembeli mengetahui berapa banyak produk yang harus terbeli berdasarkan order yang biasa, persediaan, dan persyaratan ke depan. Hal ini dilakukan untuk item pada tagihan material dan dikelompokkan berdasarkan supplier atau tipe komoditas. Tipe proses planning ini berhubungan dengan memulai praktek perencanaan persyaratan material. Plan make (P3) adalah proses membandingkan pesanan produksi aktual sekaligus pesanan replenishment yang berasal dari P4 terhadap perkiraan terbatas P1 yang telah dihasilkan dan menghasilkan rencana sumber jadwal induk produksi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan tujuan persediaan. Ini berarti bahwa keperluan material, P2, berdasarkan item dan jadwal induk produksi. Hal ini dilakukan untuk setiap plant location dan bisa digabungkan berdasarkan tipe daerah atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini sangat dekat dengan praktek-praktek penjadwalan induk produksi. Plan deliver (P4) adalah proses membandingkan pesanan aktual yang telah disepakati dengan P1 dan mengembangkan rencana sumber distribusi untuk memenuhi
pelayanan, biaya dan inventory goal.
Rencana ini
49
merupakan kebutuhan replenishment yang menginformasikan plant manajer seberapa banyak produk yang direncanakan, P3; dan visibilitas dalam inventory yang telah dijanjikan. P4 dilakukan untuk tiap lokasi gudang dan dapat digabungkan ke tingkat regional atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktik dari perencanaan kebutuhan distribusi. Plan return (P5) adalah proses menggabungkan pengembalian yang telah direncanakan dan menghasilkan rencana sumber pengembalian untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini memiliki arti bahwa kebutuhan pengembalian yang menginformasikan tipe, volume, dan jadwal pengembalian yang telah direncanakan dan pengembalian yang tidak direncanakan tetapi telah diketahui kepada tim pabrikasi, tim perawatan, dan tim logistik. P5 dilakukan untuk tiap gudang dan pengembalian perawatan dan dapat digabungkan pada tingkat regional atau tipe geografi lainnya. 2. Source Tipe proses source level 2, terdiri dari source stocked product (S1), source make-to-order product (S2), dan source engineer-to-order product (S3), mencirikan suatu perusahaan dalam membeli bahan baku dan barang jadi. Faktor utama dalam menentukan tipe proses source memicu kejadian dari proses plan, make, deliver, dan keadaan barang di supplier ketika pemesanan dilakukan. S1, dibuat untuk persediaan, dipacu oleh persyaratan peramalan dari plan, make, atau deliver dan pada supplier telah tersedia item dalam persediaan barang jadi sebelum pesanan pembelian. S2, dibuat untuk pesanan, dipacu oleh persyaratan pesanan pelanggan yang spesifik dari make atau deliver, dan supplier harus mengubah bahan baku atau barang setengah jadi dalam merespon suatu pesanan pembelian. S3, rekayasa untuk pesanan, dipacu oleh pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari make atau deliver. Supplier yang memenuhi syarat harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum pesanan dilakukan. Jumlah pesanan pembeliannya tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan sering hanya sekali dilakukan.
50
Seringkali, pasokan bahan mentah atau barang jadi yang diberikan berubah melalui tiap tipe proses ini selama berjalannya siklus produk itu. Selain itu, suatu lokasi juga sering menggunakan satu, dua, atau ketiga tipe proses source. 3. Make Tipe proses make level 2, yaitu make-to-stock (M1), make-to-order (M2), dan engineer-to-order (M3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengubah status bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan kemudian menjadi barang jadi.
Faktor utama dalam menentukan tipe proses make memicu
kejadian dari plan atau deliver dan keadaan material ketika pemesanan dilakukan. M1 dipicu oleh peramalan atau keperluan penambahan stok dari plan. Proses pengubahan dilakukan sebelum order pelanggan. Jumlah order yang dikerjakan tidak bergantung pada jumlah order pelanggan tertentu, tetapi berkaitan dengan skala ekonomis produksi.
M2 dipicu oleh persyaratan
pesanan pelanggan tertentu dari deliver, yaitu pengubahan bahan mentah atau barang setengah jadi dilakukan sebagai reaksi atas pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan sama dengan jumlah pesanan pelanggan. M3 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari deliver. Spesifikasi teknik pabrikasi harus diselesaikan sebelum pengerjaan pesanan dilakukan. Jumlah order yang dikerjakan tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan biasanya dilakukan satu kali. Seperti halnya bahan mentah, item barang setengah jadi dapat berkembang dari tiap tipe proses selama berjalannya siklus hidup produk dan sebuah lokasi dapat menggunakan satu, dua, atau ketiga tipe proses make. 4. Deliver Tipe proses deliver level 2, yaitu deliver stocked product (D1), deliver make-to-order product (D2), dan deliver engineer-to-order (D3), mencoba mencirikan bagaimana suatu perusahaan memproses barang jadi dalam merespon pesanan pelanggan. Proses delivery seringkali terletak pada gudang, tetapi dapat pula dilakukan pengiriman langsung pada pabrik atau supplier.
51
Faktor utama dalam menentukan tipe proses deliver memicu kejadian dari plan atau pelanggan dan keadaan material ketika pemesanan dilakukan. D1 dipicu oleh peramalan dari plan yang menempatkan barang jadi dalam persediaan diatas basis yang dijanjikan ada sebelum pesanan pelanggan. Tingkat persediaan tidak tergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu. D2 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu pada barang jadi yang direncanakan untuk diubah, dikumpulkan atau dibentuk setelah penerimaan pesanan pelanggan.
D3 biasanya dipicu oleh suatu
persyaratan pesanan pelanggan tertentu dan desain atau spesifikasi manufaktur yang sudah lengkap sebelum penjualan pesanan dilakukan. Jumlah penjualan pesanan sama dengan jumlah pesanan pelanggan dan biasanya hanya sekali dilakukan. Item barang jadi dapat berkembang melalui tiap tipe proses selama berjalannya siklus hidup produk dan sebuah lokasi dapat menggunakan satu, dua, atau ketiga tipe proses deliver. 5. Return Tipe proses return level 2, yaitu return defective product (R1), return maintenance, repair and overhaul (MRO) product (R2), dan deliver return excess product (D3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengembalikan barang jadi dalam merespon hak pengembalian pelanggan.
Proses return
seringkali terdapat pada gudang, tetapi dapat pula diterapkan pengiriman langsung pada pabrikan atau supplier. Ada dua perspektif terbentuk dalam tipe proses return, yaitu returns from customer (DRx) dan returns to suppliers (SRx).
Faktor utama dalam
menentukan tipe proses memicu kejadian plan pelanggan dan keadaan barang ketika pesanan pelanggan dilakukan. R1 dipicu oleh warranty claim oleh pelanggan yang skalanya kecil dan product recall oleh sumber daya internal yang skalanya besar. Keduanya, pelanggan dan sumber daya internal, melaksanakan langkah proses dalam plan return. R2 dipicu oleh kejadian pemeliharaan yang direncanakan oleh plan return atau kejadian pemeliharaan yang tidak direncanakan oleh engineering, maintenance, atau technical resources lain. R3 dipicu oleh pengembalian persediaan yang direncanakan berdasarkan perjanjian kontrak dengan
52
pelanggan khusus atau pengembalian persediaan yang tidak direncanakan berdasarkan kategori data manajemen untuk ruang yang tidak dibutuhkan bagi retail atau distributor. Merujuk pada toolkit SCOR Level 2 (perhatikan Gambar 10), PT TAM melakukan proses planning (P1-P5), executing (S1, D1, SR1 dan DR1) dan enabling. Dalam hal ini, TAM-SPLD bergerak di bidang penyampaian (deliver) suku cadang Toyota kepada main dealer sehingga kategori proses yang sangat kritis untuk TAM-SPLD sesuai tujuan perusahaan adalah kategori proses Deliver Stocked Product (D1).
Peta Geografis Aliran Material Gambar 12 menunjukkan letak gudang PT TAM dan gudang-gudang milik main dealer. Perpindahan secara fisik suku cadang terjadi dari gudang PT TAM (warna merah) ke sembilan sub depo milik main dealer (warna hijau). Ini adalah peta yang dilihat dari sisi pelanggan (customer-facing map). Letak gudang milik main dealer: Auto 2000 di Medan, Bandung Surabaya dan Balikpapan, Agung Auto Mall di Pekanbaru, New Ratna Motor di Semarang, Hadji Kalla di Makasar, dan Hasjrat Abadi di Manado dan Jayapura.
Gambar 12. Customer-facing map
53
4.4.3. Level 3 (Process Element Level) SCOR Level 3 menampilkan secara detail informasi elemen proses untuk setiap kategori proses level 2 yang meliputi aliran proses, input dan output. Berikut adalah pembahasan kategori proses Deliver Stocked Product (D1) TAMSPLD mengacu pada SCOR Version 5.0 Quick Reference Guide (Bolstorff and Rosenbaum, 2003). D1.1
Process Inquiry and Quote Proses pemeriksaan part number, persediaan dan harga suku cadang yang dipesan oleh pelanggan, melalui System Parts SPLD.
D1.2
Receive, Enter and Validate Order Jika part number yang dipesan pelanggan dikenal dan tersedia dalam persediaan TAM, maka order akan diterima dan diproses oleh bagian Order Processing.
D1.3
Reserve Inventory and Determine Delivery Date Penerimaan order dari pelanggan akan mengurangi persediaan TAM. Dengan mengontrol jumlah persediaan pada System Parts SPLD, bagian Inventory Control membuat jadwal pemesanan dan pengiriman suku cadang dari supplier.
D1.4
Consolidate Orders Order yang masuk dalam System Parts SPLD akan diproses berdasarkan jenis ordernya.
Untuk order tipe 1, order diproses saat itu juga.
Sedangkan order tipe 2 dan tipe 3, data order dimasukkan dalam Allocation Check List (ACL) oleh operator dan akan diproses sesuai dengan cut-off yang telah ditentukan. D1.5
Plan and Build Loads Ada perbedaan prioritas supply terhadap order. Order tipe 1 (emergency order) mendapat prioritas yang lebih tinggi dibanding order tipe 3 (replenishment order).
Waktu pengiriman tergantung pada waktu
pemesanan (lihat Tabel 2, 3 dan 4). D1.6
Route Shipments Pengiriman dilakukan berdasarkan pengelompokkan asal order. Barang disusun dalam alat angkut sesuai dengan jalur yang akan dilalui
54
pengangkut, disusun atau dimasukkan terlebih dulu barang yang akan diturunkan terakhir dan barang yang akan turun pertama sesuai dengan jalur pengiriman dimasukkan paling akhir. D1.7
Select Carriers and Rate Shipments Pemilihan jenis transportasi dan media pengiriman (ekspedisi) berdasarkan tipe order dan wilayah tujuannya yang dilakukan oleh bagian Shipping. Untuk wilayah Jakarta, pengiriman order tipe 1 menggunakan motor (untuk suku cadang berukuran kecil), sedangkan tipe 2 dan tipe 3 menggunakan mobill. Untuk tujuan luar Jakarta, order tipe 1 dikirim melalui udara, sedangkan tipe 2 dan 3 melalui darat dan laut.
D1.8
Receive Product from Source at Warehouse Penerimaan barang atas pergantian stok di gudang TAM, meliputi proses pengecekan kesesuaian barang dengan invoice, dan pengecekan kondisi barang.
D1.9
Issue Product Pengaturan kerja di gudang atas order suku cadang yang diproses yaitu menyiapkan barang pesanan menjadi siap diangkut.
D1.10 Load Vehicle, Generate Shipping Documents, Invoice and Ship Product Pengaturan pengiriman barang dan invoicing, meliputi memasukkan dalam alat angkut dengan menyertakan dokumen pengirimannya. D1.11 Receive and Verify Product at Customer Site Serah terima barang di gudang milik pelanggan. Elemen-elemen proses D1.1 sampai dengan D1.7 dilakukan sebagai respon terhadap adanya order dari pelanggan.
Elemen-elemen proses D1.9 sampai
dengan D1.11 adalah proses memindahkan produk ke gudang pelanggan. Detail aliran proses dan informasi elemen proses Deliver Stocked Product (D1) dimuat pada Gambar 13.
55
56
4.4.4. Level 4 (Implementation Level) Level 4 dan level dibawahnya tidak termasuk dalam model SCOR, melainkan definisi pada perusahaan.
Level 4 menguraikan tugas-tugas yang
merupakan penurunan dari elemen-elemen proses pada SCOR level 3. Perusahaan mengimplementasikan praktek SCM dengan spesifik pada level ini.
Berikut
adalah gambaran umum praktek pemrosesan order suku cadang pada PT TAM menggunakan konsep sistem ordering dan invoicing terkait implementasi sistem barcode di Warehouse TAM-SPLD dalam proses issuing produk. TAM memberikan pelayanan order kepada main dealer yang ditangani oleh bagian Order Processing. Ketika order masuk melalui fax dan POS (Parts Order Sheet), staf bagian Order Processing memeriksa pada sistem apakah part number yang dipesan dikenal atau tidak dan melihat persediaan suku cadang tersebut. Jika memang suku cadang tersebut ada dalam persediaan, maka order diterima dan staf Order Processing memasukkan data pada System Parts SPLD. Jika persediaan di TAM sedang kosong, maka
dealer dapat menunggu sampai parts tersebut
tersedia (back order) atau membatalkan order (cancel). Setelah data order masuk ke dalam sistem, untuk order tipe 1 diproses saat itu juga. Sedangkan untuk order tipe 2 dan tipe 3, data order dimasukkan dalam Allocation Check List (ACL) oleh operator, kemudian diproses sesuai dengan cutoff yang telah ditentukan. Order yang telah diproses akan menghasilkan print-out picking label sebagai perintah pengambilan barang di gudang dan penempelan picking label. Pada parts yang sudah diberi picking label, dilakukan pengecekan pada part number serta jumlahnya dan pengepakan dalam case. Setelah barang dalam case yang sudah diberi case label ditutup dan di-scan, akan keluar print-out packing list secara otomatis. Khusus untuk tujuan Luar Jakarta, dilakukan proses packing, penimbangan dan pengukuran volume case dan proses input data case yang secara otomatis akan menghasilkan print-out packing label. Saat ini status parts adalah ready cargo.
Proses selanjutnya adalah memasukkan nomor case untuk membuat
shipping instruction di supply operation dan diserahkan ke gudang sebagai perintah untuk memindahkan case ke temporary area. Pada temporary area ini
57
persiapan pengiriman barang dan pengangkutan dilakukan (vanning confirmation process).
Setelah barang benar-benar siap untuk dikirim, departemen supply
operation membuat shipping document dan performa invoice. Sedangkan untuk tujuan Jakarta, setelah barang berada dalam case dan dilakukan input data nomor case, performa invoice dan shipping instruction dibuat oleh supply operation secara bersamaan.
Proses pengiriman barang
dilakukan dengan membawa invoice dan shipping document (tujuan luar Jakarta) atau surat jalan (tujuan Jakarta). Gambar 14.
Alur pemrosesan order dapat dilihat pada
58
59
Uraian diatas memperlihatkan bahwa terdapat rincian tugas dalam memproses order dari pelanggan. Merujuk pada elemen proses level 3, maka rincian tugas untuk masing-masing elemen proses D1.4, D1.9 dan D1.10 dalam pemrosesan order pada bagian Supply Operation dan Warehouse adalah sebagai berikut. D1.4
Consolidate Orders : - Allocation and picking label creation
D1.9
Issue Product - Picking - Checking - Packing (khusus luar Jakarta)
D1.10 Load Vehicle, Generate Shipping Documents, Invoice and Ship Product - Shipping Instruction - Transfer Process (khusus luar Jakarta) - Vanning Confirmation (khusus luar Jakarta) - Shipping Document (khusus luar Jakarta) - Invoicing Rincian tugas untuk bagian Supply Operation dan Warehouse beserta penjelasannya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Aliran material dan informasi
pemrosesan order pada bagian Supply Operation dan Warehouse terkait dengan implementasi sistem Barcode dapat dilihat pada Lampiran 4. Level 5 menguraikan kegiatan atau aktivitas yang merupakan penurunan dari tugas-tugas pada level 4. Level 5 dan level dibawahnya tidak akan dibahas lebih lanjut.