IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik
untuk
mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan yang dilakukan selama empat hari, kondisi buah markisa yang disimpan pada suhu ruang tersebut, belum menunjukkan perbedaan yang nyata, seperti warna buah markisa untuk setiap markisa dengan konsentrasi kitosan yang berbeda belum menunjukkan perbedaan atau masih terlihat sama untuk setiap konsentrasi, struktur kulit dari buah markisa juga belum menunjukkan perubahan, dan belum adanya kerutan-kerutan pada kulit buah markisa. Pada pengamatan yang dilakukan hingga 8 hari baru terlihat perbedaan yang nyata dimana warna dan struktur kulit dari setiap markisa berbeda-beda dan terdapatnya kerutan-kerutan pada kulit buah markisa. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada buah markisa kuning yaitu timbulnya kerutan-kerutan pada kulit buah, warna kulit buah yang semakin gelap, penurunan nilai total padatan terlarut, serta kekerasan dari kulit buah markisa kuning yang menurun. Markisa dengan konsentrasi kitosan 1.5% ternyata memiliki daya tahan yang jauh berbeda dengan markisa dengan konsentrasi diatas 1.5% yaitu 2.0% dan 2.5%. Hal ini terlihat dari bentuk fisik dari buah markisa yang masih bagus hingga hari ke-16. Dengan demikian untuk penelitian tahap selanjutnya digunakan konsentrasi kitosan 0.5, 1.0 dan 1.5% (w/v).
B.
KARAKTERISTIK DAN MUTU MARKISA BERLAPIS LILIN
1.
LAJU RESPIRASI Buah markisa yang telah dipetik dari tanaman induknya masih menunjukkan suatu aktivitas
hidup. Suplai energi dibutuhkan untuk memelihara tetap berfungsinya suatu komponen sistem metabilosme sel. Energi dapat diperoleh dari kegiatan respirasi dari buah markisa. Respirasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan energi potensial menjadi energi panas. Proses respirasi tergantung pada suhu penyimpanan, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan proses respirasi berlangsung lebih cepat. Selama penyimpanan konsentrasi CO2 terus bertambah melalui pengukuran sistem tertutup. Peningkatan konsentrasi CO2 tersebut menunjukkan bahwa buah markisa melakukan respirasi sebagai salah satu ciri masih hidup. Besarnya laju respirasi dari buah markisa dapat dihitung dengan mengetahui perubahan konsentrasi gas CO2 tiap satuan waktu pengamatan. Respirasi dapat terjadi secara aerob
28
(dengan udara) dan anaerob (tanpa udara). Pada respirasi aerob karbohidrat sepenuhnya menjadi air dan CO2, sedangkan pada respirasi anaerob pemecahan karbohidrat hanya sebagian dan produksi ATP lebih kecil (Apandi,1984). Proses respirasi pada buah markisa kuning menyebabkan terjadinya perubahan warna pada kulit buah markisa kuning. Hal ini terjadi karena peningkatan laju respirasi buah markisa menimbulkan peningkatan proses pematangan buah yang menyebabkan perubahan warna kulit buah markisa selama proses pematangan. Gambar perubahan buah markisa yang dilapisi kitosan selama penyimpanan pada suhu kamar dan 150C sampai buah rusak dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Buah markisa kuning selama pengukuran dilakukan
Hari ke0
Konsentrasi kitosan (%) 0.5%
1%
1.5%
Kontrol
Sampel
Gambar
1, 2, 3
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
1,2,3
1,2,3
1,2,3
29
4
0.5 %
1%
1.5 %
Kontrol
0.5%
1%
8
1,2,3
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
30
1.5%
1,2,3
Suhu 150C Kontrol
Suhu 150C 0.5%
1%
Kontrol
Suhu Kamar
1,2,3
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
1,2,3
12 1.5%
Suhu Kamar
1,2,3
1,2,3
1,2,3
31
16
0.5%
1%
1.5%
16
Kontrol
0.5%
1,2,3
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
Suhu 150C
Suhu Kamar
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
Suhu 150C 1%
1,2,3
Suhu 150C
32
1.5%
1,2,3
20
Suhu 150C Kontrol
1,2,3
Suhu 150C 24
0.5%
1,2,3
Suhu 150C 24
1%
1,2,3
Suhu 150C 1.5%
1,2,3
Suhu 150C Kontrol
1,2,3
Suhu 150C
33
Pada penyimpanan suhu ruang, buah markisa yang disimpan mengalami respirasi lebih cepat dibandingkan dengan penyimpanan buah markisa pada suhu dingin (150C). Gambar memperlihatkan pada pengamatan tiga jam pertama buah markisa kontrol (penyimpanan suhu ruang) mengalami respirasi tertinggi 123.22 ml/kg.jam CO2. Secara umum terdapat kecenderungan pada awal penyimpanan laju respirasi buah markisa masih tinggi, hal ini juga terjadi di beberapa jenis buah seperti pisang. Peningkatan laju respirasi pada awal penyimpanan disebabkan oleh adanya usaha untuk mempertahankan tetap berfungsinya organ-organ respirasi, setelah berpisah dari tanaman induknya. Disamping itu laju produksi karbondioksida awal penyimpanan memiliki nilai besar disebabkan oleh suhu buah pada awal penyimpanan masih tinggi karena belum menyesuaikan dengan kondisi ruang penyimpanan, suhu awal buah ditambah dengan dari panas lapang menyebabkan produk memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi (1992) yang menerangkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi pada buah-buahan akan meningkat sama dengan dua setengah kalinya untuk kenaikan suhu sebesar 10 0C yang menunjukkan adanya pengaruh proses biologi maupun kimia. Buah dengan perlakuan pelapisan kitosan 1.5% mengalami laju respirasi yang paling lambat pada awal penyimpanan yaitu 69.19 ml/kg.jam CO2. Pengukuran laju respirasi dilakukan setiap 3 jam untuk hari pertama dan 6 jam untuk hari kedua dan ketiga serta setiap 18 jam. Perhitungan laju respirasi didasarkan pada jumlah CO2 yang dihasilkan, karena selama berespirasi buah markisa mengeluarkan CO2. Bila dibandingkan dengan buah markisa pada penyimpanan suhu ruang maka buah markisa pada penyimpanan suhu dingin mengalami respirasi yang jauh lebih rendah. Berdasarkan hasil perhitungan yang dirata-ratakan didapatkan laju respirasi buah markisa pada suhu ruang selama 21 hari sebagai berikut 740.21 ml/kg.jam CO2 untuk markisa kontrol, 481.00 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan 0.5%, 493.65 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan 1% , 517.97 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan dengan 1.5% kitosan. Pada penyimpanan buah markisa dengan konsentrasi pelapisan kitosan 0.5% dan bersuhu ruang konsentrasi CO2 berubah dari 0.03% menjadi 12.2% dengan laju produksi CO2 sebesar 481.00 ml/kg.jam. Sedangkan konsentrasi O2 berubah dari 21% menjadi 11.6% dengan laju konsumsi O2 sebesar 375.44 ml/kg.jam. Pada perlakuan pelapisan kitosan 1% dan bersuhu ruang terjadi perubahan konsentrasi CO2 dari 0.03% menjadi 16.82% dengan laju produksi CO2 sebesar 493.65 ml/kg.jam. Sedangkan konsentrasi O2 menurun dari 21% menjadi 11.9% dengan laju konsumsi O2 sebesar 349.32 ml/kg.jam. Penyimpanan buah markisa pada suhu dingin dilakukan selama 26 hari di dalam lemari pendingin bersuhu 150C, sesuai dengan suhu yang umum dipakai di berbagai supermarket yang menjual berbagai jenis buah-buahan. Selama penyimpanan 26 hari tersebut masih tetap dilakukan pengukuran laju respirasi buah markisa, hal ini dilakukan karena buah markisa yang disimpan pada suhu dingin dengan kondisi tertutup di dalam toples mengalami proses pematangan yang lebih lambat daripada sampel yang disimpan
34
terbuka di dalam lemari pendingin (cold storage). Penyimpanan buah markisa pada suhu dingin (150C) jauh lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan markisa pada suhu ruang. Penyimpanan markisa pada suhu dingin (150C) mencapai 24 hari sedangkan penyimpanan buah markisa pada suhu ruang hanya mencapai 18 hari. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan suhu penyimpanan buah markisa. Besar laju respirasi buah markisa pada suhu dingin (150C) yaitu 373.96 ml/kg.jam CO2 untuk markisa kontrol (tanpa perlakuan pelapisan kitosan), 330.85 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan 0.5%, 292.52 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan 1%, 275.91 ml/kg.jam CO2 untuk perlakuan pelapisan kitosan 1.5%. Ada kecenderungan semakin besar konsentrasi lapisan lilin yang diberikan maka laju respirasi akan semakin rendah. Pada perlakuan pelapisan kitosan 0.5% dan bersuhu dingin (150C) terjadi perubahan konsentrasi CO2 dari 0.03% menjadi 10.11% dengan laju produksi CO2 sebesar 330.85 ml/kg.jam. Sedangkan konsentrasi O2 menurun dari 21% menjadi 12.1% dengan laju konsumsi O2 sebesar 245.82 ml/kg.jam. Konsentrasi O2 buah markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1% dan disimpan pada suhu dingin berubah dari 21% menjadi 14.6% dengan laju konsumsi O2 sebesar 197.31 ml/kg.jam. Sedangkan konsentrasi CO2 berubah dari 0.03% menjadi 6.82% dengan laju produksi CO2 sebesar 292.52 ml/kg.jam. Kurva respirasi mencerminkan proses-proses yang terjadi pada buah markisa, baik perubahan fisik maupun perubahan kimia. Pada awal penyimpanan perubahan kurva respirasi terjadi secara lambat, tetapi semakin lama waktu penyimpanan kurva respirasi cenderung meningkat.
Gambar 4. Grafik laju respirasi CO2 buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
35
Gambar 5. Grafik laju respirasi CO2 buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
Dari Gambar 4 terlihat bahwa baik pada penyimpanan kondisi dingin maupun kondisi ruang, buah yang dilapisi kitosan dengan konsentrasi 1%, 1.5% laju repirasinya jauh lebih rendah dibandingkan kontrol, sedangkan pada konsentrasi 0.5% laju respirasinya hampir mendekati kontrol. Hal ini disebabkan karena konsentrasi kitosan 0.5% terlalu tipis sehingga kurang efektif dalam menghambat laju respirasi buah markisa. Hal ini sesuai dengan pendapat Roosmani (1975) yang mengatakan bahwa pelapisan lilin dapat memperpanjang kesegaran buah-buahan karena dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Meyer, Anderson (1960) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi laju respirasi jaringan antara lain kondisi protoplasma, suhu, substrat untuk respirasi, konsentrasi CO2 dan O2, luka, sinar, efek mekanis serta komponen kimia tertentu. Grafik respirasi CO2 pada suhu ruang dan suhu dingin memperlihatkan bahwa pada akhir penyimpanan, laju respirasi buah markisa yang tidak dilapisi lilin masih cenderung lebih tinggi daripada yang dilapisi lilin. Hal ini dapat terjadi karena buah markisa telah benar-benar mengalami pembusukan. Buah markisa yang disimpan memiliki laju respirasi yang lebih tinggi sehingga membuat buah markisa jauh lebih cepat busuk daripada buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C).
36
1.
SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah markisa. Perubahan
terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan. Semakin lama buah markisa disimpan maka bobot buah markisa semakin berkurang. Sedangkan besar penyusutannya berbeda-beda tergantung pada perlakuan yang diberikan pada buah markisa. Menurut Wijandi (1981), penurunan bobot pada komoditi setelah panen disebabkan oleh hilangnya air dari jaringan-jaringan hidup selama proses transpirasi. Susut bobot juga disebabkan oleh terurainya glukosa menjadi CO2 dan air selama proses respirasi, walaupun dalam jumlah yang kecil. Pengukuran susut bobot pada buah markisa dilakukan setiap 2 hari sekali menggunakan timbangan digital merk Mettler tipe PM4800 Delta Range dengan skala gram. Berdasarkan hasil perhitungan yang dirataratakan dari setiap pengukuran susut bobot yang dilakukan pada buah markisa didapatkan besar susut bobot buah markisa yang disimpan pada suhu ruang yaitu 0.053% (markisa kontrol), 0.055% untuk markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 0.5%, 0.071% untuk markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1%, dan 0.082% untuk markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1.5%. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa markisa yang diberi perlakuan pelapisan kitosan 1.5% yang disimpan pada suhu ruang memiliki persentase susut bobot paling besar pada setiap hari penyimpanan. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa konsentrasi kitosan yang diberikan pada buah markisa berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah markisa baik yang disimpan pada kondisi dingin maupun kondisi ruang. Pada hari kedua dan hari keempat, markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1% dan 1.5% yang disimpan pada suhu ruang tidak menunjukkan perbedaan yang begitu signifikan, hal ini terlihat dari persentase susut bobot markisa kedua konsentrasi tersebut. Namun pada hari ke-12 dan ke-14 terjadi perbedaan yang nyata antara markisa perlakuan pelapisan kitosan 1% dan markisa perlakuan pelapisan kitosan 1.5%. perbedaan ini terlihat pada data yang diperoleh selama penelitian dilakukan. Grafik dari susut bobot buah markisa dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
37
Gambar 6. Grafik susut bobot buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Gambar 7. Grafik susut bobot buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
Pada penyimpanan kondisi dingin, susut bobot yang terjadi realtif lebih kecil dibandingkan dengan yang disimpan pada kondisi ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedibyo (1979) yang mengatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sebagai akibatnya ketahanan simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu masih baik dan pasaran tetap tinggi. Menurut hasil dari pengolahan data ke dalam bentuk
38
data statistik dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi lapisan kitosan yang diberikan pada markisa yang disimpan pada suhu ruang tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan bobot buah markisa yang disimpan pada suhu ruang. Mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-18, perbedaan konsentrasi lapisan kitosan tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap susut bobot buah markisa yang disimpan pada suhu ruang. Perbedaan konsentrasi lapisan kitosan tidak memberikan suatu perbedaan yang menonjol pada susut buah markisa yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan untuk markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) perbedaan konsentrasi lapisan kitosan pada buah markisa memberikan dampak yang signifikan terhadapa perubahan bobot markisa mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-8. Sedangkan mulai hari ke-10 hingga hari ke-22, perbedaan konsentrasi lapisan kitosan sudah tidak lagi memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan bobot markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C).
2.
KEKERASAN KULIT BUAH Kekerasan adalah komponen kualitas dan merupakan indeks kematangan pada buah-buahan dan
sayuran segar (Santoso et al,. 1997). Pada buah markisa, kekerasan kulit marupakan salah satu indikator kerusakan buah markisa. Kulit buah markisa yang semakin lunak menyebabkan buah mudah rusak dalam pengemasan dan memudahkan organism perusak untuk masuk kedalam buah markisa. Buah markisa mengalami penurunan kekerasan Selama penyimpanan dilakukan pada suhu ruang dan suhu dingin. Hal ini mengindikasikan bahwa proses-proses biologis telah terjadi pada saat pematangan. Menurunnya kekerasan buah markisa manandakan bahwa mutu buah markisa juga mengalami perubahan. Menurut Pantastico (1986), melunaknya buah selama pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalaktrunase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat. Pengukuran kekerasan kulit buah markisa dimulai pada hari ke-0 dimana pada waktu itu buah markisa belum terlalu matang. Pengukuran kekerasan buah markisa dilakukan dengan menggunakan rheometer. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan beban penusukan seberat 2 kg dan kedalaman penusukan 15 mm. Penusukan dilakukan dengan jarum penusuk rheometer berdiameter 0.05 mm. Besar nilai kekerasan kulit buah markisa sangat beragam dan fluktuatif dikarenakan struktur dari kulit dan ketebalan dari masing-masing buah markisa yang diteliti berbeda-beda. Semakin lama hari dilakukannya pengukuran, nilai kekerasan kulit buah markisa semakin lama semakin menurun meskipun mulai dari hari pertama hingga hari terakhir nilai kekerasan buah markisa tetap fluktuatif. Hal ini dapat kita lihat pada data pengukuran kekerasan kulit buah markisa baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin (150C). Disamping itu, diperolehnya hasil pengukuran kekerasan buah markisa yang fluktuatif disebabkan juga oleh belum adanya ketentuan tersendiri untuk pengaturan alat
39
dalam mengukur kekerasan buah markisa. Pengukuran kekerasan kulit buah biasanya dilakukan pada buah-buah yang memiliki daging buah sehingga data yang diperoleh juga tidak fluktuatif sedangkan buah markisa bagian dalamnya adalah cairan bukan daging buah sehingga nilai kekerasan buah markisa sedikit fluktuatif bila dibandingkan dengan buah lainnya. Grafik dari kekerasan buah markisa baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin (150C) dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Grafik kekerasan kulit buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Gambar 9. Grafik kekerasan kulit buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
40
Berdasarkan data yang telah diolah dengan metode statistik, dapat diketahui bahwa pada markisa yang disimpan di suhu dingin (150C) konsentrasi lapisan kitosan yang diberikan pada buah markisa tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai kekerasan buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C). Sedangkan untuk buah markisa yang disimpan pada suhu ruang, konsentrasi lapisan kitosan yang diberikan pada buah markisa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai kekerasan buah markisa hanya pada hari ke-12 dan hari ke-14. Sedangkan untuk beberapa hari lainnya tidak memberikan dampak terhadap nilai dari kekerasan buah markisa yang disimpan pada suhu ruang.
3.
TOTAL PADATAN TERLARUT Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer, nilai hasil
pengukuran dinyatakan dalam brix. Brix adalah satuan yang menunjukkan nilai dari total padatan terlarut yang terdapat dalam suatu larutan. Pengukuran total padatan terlarut pada buah markisa dilakukan setiap 2 hari sekali dengan cara meneteskan cairan buah markisa pada refraktometer dengan tiga buah markisa pada masing-masing konsentrasi lapisan kitosan. Sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian, diketahui bahwa buah markisa yang disimpan pada suhu kamar memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi daripada buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C). Hal ini disebabkan oleh adanya proses pematangan buah yang jauh lebih cepat pada buah markisa yang disimpan pada suhu ruang dan buah yang disimpan pada suhu dingin (150C) proses pematangan buah ditekan oleh suhu yang dingin dan dihambat oleh pelapisan kitosan tersebut. Nilai total padatan terlarut buah markisa cukup tinggi karena buah markisa tergolong buah yang memiliki banyak kandungan gula. Markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C), meskipun sudah disimpan cukup lama di dalam lemari pendingin, namun tetap saja nilai total padatan terlarutnya cukup tinggi. Besarnya nilai total padatan terlarut buah markisa ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah markisa sejak awal pengukuran dilakukan hingga akhir pengukuran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada buah markisa kuning ternyata nilai dari total padatan terlarut dan kadar sukrosa buah markisa mengalami penurunan selama proses pematangan buah markisa. Hal ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Pruthi (1963), yang menyatakan bahwa markisa menunjukkan kandungan sukrosa yang tinggi pada saat proses pematangan. Dari penelitian yang telah dilakukan ternyata buah markisa tidak dapat digolongkan ke dalam buah klimaterik karena kandungan sukrosa dan total padatan terlarutnya mengalami penurunan terus-menerus selama proses pematangan buah markisa terjadi. Berdasarkan hasil data yang diolah menggunakan metode statistik, besarnya nilai dari total padatan terlarut buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) tidak begitu dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi kitosan yang diberikan pada buah markisa. Besarnya konsentrasi lapisan kitosan
41
tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap total padatan terlarut buah markisa pada suhu dingin (150C). Sedangkan untuk buah markisa yang disimpan pada suhu ruang, konsentrasi lapisan kitosan berpengaruh secara signifikan pada hari ke-0 dan hari ke-10, namun untuk hari ke-18, hari ke-16, hari ke14, hari ke-12, hari ke-8, hari ke-6, hari ke-4, dan hari ke-2 tidak berpengaruh secara signifikan. Grafik dari total padatan terlarut buah markisa baik pada suhu ruang dan suhu dingin (150C) dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik total padatan terlarut buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
Gambar 11. Grafik total padatan terlarut buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
42
4.
UJI WARNA Pada penelitian ini pengujian warna menggunakan alat chromameter. Hasil pengukuran
dinyatakan dalam bentuk variable Y, y dan x. Kemudian besar nilainya dimasukkan ke dalam persamaan sehingga menghasilkan nilai L, a dan b. variable L menyatakan kecerahan warna kulit buah markisa dimana besar nilainya antara 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan warna hitam sedangkan nilai 100 menyatakan warna putih. Koordinat b menyatakan warna campuran kuning dan biru. Warna kuning mempunyai nilai positif sedangkan warna biru bernilai negatif, besar nilai keduanya adalah 0 sampai 70. Koordinat a menunjukkan warna campuran merah dan hijau, dimana nilai positif untuk warna merah dan negatif untuk warna hijau. Perubahan warna terjadi selama penyimpanan buah markisa dilakukan. Pada awal penyimpanan buah markisa berwarna kuning kemudian dengan bertambah lamanya penyimpanan warna buah markisa berubah menjadi agak kehitam-hitaman. Bila dihubungkan dengan proses yang terjadi di dalam buah markisa maka perubahan warna kulit buah markisa dari kuning menjadi kehitam-hitaman menunjukkan proses pematangan dari buah markisa tersebut. Semakin warna buah markisa mendekati warna hitam atau gelap maka hal itu menandakan buah markisa sedang dalam tahap pematangan. Warna alami pada bahan pangan ditimbulkan oleh senyawa organik yang disebut pigmen. Dalam buah-buahan terdapat empat macam pigmen yaitu klorofil, karatenoid, antosianin, dan antoksanin (Muchtadi, 1992). Selama pengukuran warna dilakukan klorofil yang terdapat pada buah markisa mengalami degradasi yang menyebabkan karatenoid yang belum muncul menjadi muncul.
Gambar 12. Grafik perubahan nilai koordinat a warna buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
43
Nilai koordinat a mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-16 semuanya mencapai positif. Sesuai dengan hasil data yang diolah dengan statistik, diketahui bahwa taraf konsentrasi pelapisan kitosan yang digunakan berpengaruh terhadap perubahan nilai koordinat a warna buah markisa pada suhu ruang. Namun pemberian perlakuan penyimpanan pada suhu ruang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai dari koordinat a warna buah markisa.
Gambar 13. Histogram perubahan nilai koordinat b warna buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Pada data lampiran nilai koordinat b semuanya positif, artinya buah markisa berwarna kuning. Perlakuan pada buah markisa yang diletakkan di suhu ruang ternyata tidak mempengaruhi nilai dari koordinat b.
Gambar 14. Histogram perubahan nilai koordinat L warna buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
44
Perubahan nilai L (kecerahan) yang dialami buah markisa relative sedikit. Nilai L buah markisa mengalami penurunan yang tidak begitu jauh, namun agak sedikit fluktuatif.
5.
UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap mutu buah
markisa karena perlakuan pelilinan selama penyimpanan. Penilaian secara visual terhadap buah-buahan adalah faktor utama dalam pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Oleh karena itu terhadap buah markisa yang telah diberi perlakuan, diberikan uji hedonik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan kesegaran dengan 7 skala numerik, 7(amat sangat suka), 6(sangat suka), 5(suka), 4(agak suka), 3(agak tidak suka), 2(tidak suka), 1(sangat tidak suka).
1.
Uji organoleptik warna Uji organoleptik terhadap warna pada penyimpanan suhu ruang memperlihatkan bahwa
penerimaan panelis menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan (Gambar 15). Pada perlakuan kontrol penerimaan panelis rata-rata hampir sama saja, tidak terdapat perbedaan yang cukup jauh, dimana para panelis mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-18 memberikan penilaian agak suka. Jadi dapat disimpulkan bahwa hingga hari ke-18, para panelis masih tetap memberikan penilaian yang baik terhadap warna buah markisa kontrol. Warna pada markisa kontrol tidak begitu diminati oleh para panelis, warna markisa yang memperoleh penerimaan terbesar dari panelis yaitu markisa dengan konsentrasi lapisan kitosan 0.5%. Panelis masih menerima buah markisa sampai pada hari ke-18 untuk semua perlakuan. Namun, penilaian panelis untuk masing-masing perlakuan cenderung menurun drastis.
45
Gambar 15. Grafik uji organoleptik warna kulit buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Gambar 16. Grafik gabungan uji organoleptik warna dan nilai a uji warna kulit buah markisa kuning terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
46
Gambar 17. Grafik gabungan uji organoleptik warna dan nilai b uji warna kulit buah markisa kuning terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Gambar 18. Grafik gabungan uji organoleptik warna dan nilai L uji warna kulit buah markisa kuning terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan Pada suhu dingin (150C) juga terjadi penurunan penerimaan panelis (Gambar 19). Penilaian setiap panelis untuk masing-masing perlakuan untuk markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) ternyata hampir sama saja, hanya saja semakin lama waktu penyimpanan buah markisa maka semakin menurun penilaian panelis terhadap warna buah markisa. Penilaian panelis mulai menurun sejak hari ke16 hingga hari ke-22 dimana ada beberapa dari panelis yang tidak menyukai warna dari buah markisa tersebut.
47
Gambar 19. Grafik uji organoleptik warna kulit buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
2.
Uji organoleptik aroma Penurunan penerimaan panelis terhadap aroma buah markisa yang disimpan pada suhu ruang
relatif konstan pada hari ke-0 sampai hari ke-8 untuk markisa kontrol dan markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan dengan 0.5% kitosan. Sedangkan untuk markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1% dan 1.5% penerimaan penerimaan panelis terhadap aroma buah markisa relatif konstan pada hari ke-0 sampai hari ke-6. Penurunan penerimaan panelis terhadap aroma buah markisa yang disimpan pada suhu ruang mulai terlihat pada hari ke-10 sampai hari ke-18 untuk markisa kontrol dan markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 0.5%, sedangkan pada markisa dengan perlakuan pelapisan kitosan 1% penerimaan panelis terhadap aroma buah markisa menurun pada hari ke-10 sampai hari ke-18. Berbeda dari tiga markisa tersebut, markisa dengan konsentrasi pelapisan kitosan 1.5% mengalami penurunan penerimaan panelis pada hari ke-16 sampai hari ke-18. Dari data yang diperoleh penerimaan panelis akan aroma buah markisa pada suhu ruang yang paling lama pada markisa dengan konsentrasi pelapisan kitosan 1.5%.
48
Gambar 20. Grafik uji organoleptik aroma buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Pada suhu dingin (150C) nilai penerimaan panelis berubah menurun secara perlahan dan relatif seragam kecuali pada kontrol yang menaik tajam pada hari ke-4 dan hari ke-10. Pada hari ke-22, buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) mengalami pengelupasan pada lapisan kitosannya dan aroma dari buah markisa sudah mulai terasa hambar. Oleh karena itu, pada hari ke-22 penerimaan panelis terhadap aroma buah markisa begitu rendah. Ternyata suhu penyimpanan dan lama penyimpanan buah markisa juga mempengaruhi aroma dari buah markisa yang disimpan. Pada awal penyimpanan aroma buah markisa sangat dirasakan oleh para panelis, namun pada hari ke-18 sampai hari ke-22, aroma dari buah markisa sudah mulai hilang.
Gambar 21. Grafik uji organoleptik aroma buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
49
3.
Uji organoleptik rasa Selama penyimpanan rasa buah markisa mengalami peningkatan. Penerimaan panelis terhadap
rasa buah markisa yang disimpan pada suhu ruang jauh lebih rendah daripada markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C). Penerimaan panelis akan rasa buah markisa yang disimpan pada suhu ruang cenderung seragam kecuali pada markisa dengan konsentrasi perlakuan pelapisan kitosan 1.5% yang pada hari ke-0, k-2, dan ke-8 yang mendapat penerimaan panelis yang begitu tinggi. Rasa buah markisa yang disimpan pada suhu ruang, semakin lama semakin kurang diminati oleh panelis karena semakin lama waktu penyimpanan buah markisa ternyata rasa dari buah markisa semakin kurang manis. Dari hasil data yang diolah dengan statistik menyatakan bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan pada buah markisa yang disimpan pada suhu ruang memberikan pengaruh pada rasa dari buah markisa tersebut. Sesuai hasil data yang diolah dengan statistik perlakuan yang diberikan pada buah markisa yang disimpan pada suhu ruang berpengaruh terhadap rasa buah markisa pada hari ke-0, hari ke2, hari ke-10 dan hari ke-18. Perbedaan konsentrasi lapisan kitosan yang diberikan pada markisa yang disimpan pada suhu ruang mempengaruhi rasa dari buah itu sendiri. Ketebalan dari lapisan kitosan yang sangat mempengaruhi proses pematangan dan rasa dari buah markisa tersebut.
Gambar 22. Grafik uji organoleptik rasa buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan
Penerimaan panelis akan rasa buah markisa pada suhu dingin (150C) cenderung cukup tinggi, hal ini dikarenakan kondisi ruang penyimpanan yang dingin sehingga rasa markisa tidak mengalami
50
perubahan yang drastis. Penerimaan panelis akan rasa buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) untuk setiap perlakuan pada buah markisa hampir semuanya relatif sama, tidak ada penilaian dari panelis yang begitu menonjol. Namun demikian, beberapa dari panelis menyatakan bahwa buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) memiliki rasa yang jauh lebih baik daripada markisa yang disimpan pada suhu kamar. Dari hasil data yang diolah dengan statistik, ternyata perbedaaan perlakuan pada buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasa dari markisa tersebut. Pengaruh yang signifikan tersebut terjadi pada hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, dan ke-14. Dari hasil statistik ini dapat disimpulkan bahwa rasa dari buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) dipengaruhi oleh konsentrasi lapisan lilin yang diberikan pada buah markisa tersebut.
Gambar 23. Grafik uji organoleptik rasa buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150) dan berbagai konsentrasi kitosan
4.
Uji organoleptik keseluruhan
Penerimaan panelis terhadap keseluruhan buah markisa pada suhu ruang relatif sama untuk setiap tingkat konsentrasi lapisan lilin. Penurunan penerimaan panelis yang terjadi juga tidak jauh berbeda atau tidak begitu drastis untuk setiap harinya. Penilaian panelis terhadap keseluruhan buah markisa pada suhu ruang sangat berbeda dengan penilaian panelis terhadap rasa, aroma, dan warna dari buah markisa. Disamping itu juga banyak panelis yang lebih menyukai keseluruhan buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C). Dari hasil pengolahan data dengan statistik, juga dapat diketahui bahwa pada hari ke-10 dan hari ke-18 perlakuan terhadap buah markisa yang disimpan pada suhu ruang mempengaruhi keseluruhan dari buah markisa.Namun untuk hari selain hari tersebut, perlakuan ternyata tidak mempengaruhi keseluruhan dari buah markisa yang disimpan pada suhu ruang. Keseluruhan buah markisa yang disimpan pada suhu ruang kurang begitu diminati oleh para panelis.
51
Gambar 24. Grafik uji organoleptik keseluruhan buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan Penerimaan panelis terhadap keseluruhan buah markisa yang disimpan pada suhu dingin (150C) jauh lebih baik daripada buah markisa yang disimpan pada suhu ruang. Penilaian panelis terhadap keseluruhan buah markisa relatif seragam dan tidak mengalami penurunan yang begitu drastis. Penilaian panelis yang cukup tinggi terhadap keseluruhan buah markisa hal ini disebabkan oleh kondisi ruang penyimpanan buah markisa yang dingin (150C), dimana kondisi ruang penyimpanan yang dingin mampu menjaga keseluruhan dari buah markisa untuk waktu yang cukup lama. Lama penyimpanan pada suhu ruang untuk masing-masing perlakuan adalah 8 hari untuk kontrol dan perlakuan pelapisan kitosan 0.5% , 9 hari untuk perlakuan pelapisan kitosan 1.5% , dan 6 hari untuk perlakuan pelapisan kitosan 1.0%. Lama penyimpanan pada suhu 150C untuk masing-masing perlakuan adalah 14 hari untuk kontrol, pelapisan kitosan 0.5% dan 1.0%, serta 16 hari untuk pelapisan kitosan 1.5%.
52
Gambar 25. Grafik uji organoleptik keseluruhan buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan
53