IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografi dan Oseanografi Kota Makassar merupakan kota pantai yang secara geografi terletak pada 119º24’17,38” BT dan 5º8’6,19” LS.
Di sebelah utara dan timur berbatasan
dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa dan sebelah barat dengan Selat Makassar. Luas wilayah Kota Makassar 175,77 km2 atau 17,577.00 ha. Panjang garis pantai sekitar 32 km dan terdapat sembilan buah pulau kecil. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 – 25 m. Beriklim tropika basah (Am), curah hujan bulanan rata-rata dari tahun 1990-2000 berkisar antara 13 – 677 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata setiap bulannya 2-22 hari. Suhu udara berkisar antara 26,5 – 30,2oC. Pantai Kota Makassar umumnya landai dan berpasir dengan kelandaian 3%. Kondisi pantai di Muara Sungai Jeneberang dengan relatif stabil dan cenderung menjorok ke arah laut. Hal ini terjadi akibat sedimentasi pasir halus yang berasal dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan pantai. Tipe pantai muara Sungai Tallo di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dengan vegetasi mangrove yang minim serta merupakan pantai yang landai.
Pada
bagian barat pantai sudah terdapat kegiatan reklamasi pantai sekitar 200 m sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu. Daerah di muara kanal pada umumnya sudah dikeraskan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di daerah ini merupakan tempat pangkalan pendaratan ikan (PPI Rajawali) dan permukiman pantai. Ombak di perairan pantai Kota Makassar dibangkitkan oleh angin. Tinggi ombak sebagian besar berada pada interval 1,1 – 1,5 meter. Pola arus di perairan pantai Kota Makassar didominasi oleh arus pasang-surut yang bergerak dari arah utara ke selatan dan sebaliknya dari selatan ke utara. Dominasi arus dari selatan ke utara cenderung membawa sedimen ke arah utara. Kecepatan arus susur pantai berkisar antara 0,051 – 0,10 m/detik. Sedimentasi yang terjadi di perairan pantai Kota Makassar berasal dari DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan di beberapa tempat di sepanjang pantai Kota Makassar. Sedimentasi yang berasal dari DAS Jeneberang terangkut sampai Pantai Losari dan dengan dibangunnya
50 DAM Bili-bili, maka sedimen yang sampai ke Pantai Losari semakin berkurang. Sedimentasi dari DAS Tallo umumnya terjadi akibat pembukaan lahan untuk keperluan perumahan. Salinitas perairan pantai Kota Makassar banyak dipengaruhi oleh masuknya aliran sungai dan kanal. Kisaran salinitas yang terukur pada perairan pantai Kota Makassar adalah 30,7 – 35 o/oo. Suhu permukaan perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 30,1 – 30,7 oC . 4.1.2. Kegiatan Pembangunan A. Kependudukan Berdasarkan data penduduk dari tahun 1990 – 2003 jumlah penduduk di wilayah kecamatan pesisir Kota Makassar cenderung mengalami peningkatan. Pertambahan penduduk periode 1990 – 2000 sebesar 1,55% , sedangkan pada periode 2000 mengalami penurunan sebesar 1,53%. Namun pada beberapa kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar dari tahun 1990 – 2003 adalah Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo. Kecamatan Mariso laju pertumbuhan 0,88% menjadi 0,54% per tahun, Kecamatan Tallo dari 0,39% menjadi 2,22% per tahun. Pertambahan penduduk ini erat kaitannya dengan besarnya limbah domestik yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kota Makassar memiliki panjang pantai sekitar 32 km dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berpenduduk sekitar 1.173.107 jiwa terdiri dari 578.416 laki-laki dan 594.691 perempuan dengan 272.727 kepala keluarga. Tabel 4 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005. Tabel 4. Keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005 Jumlah penduduk 1.
1.173.107
a. Laki-laki
578.416
b. Perempuan
594.691
2.
Rasio jenis kelamin
97
3.
Jumlah rumah tangga
272.727
Pertumbuhan penduduk (%) 4.
5.
a. 1990 – 2000
1,55
b. 2000 – 2003
1,53
Kepadatan penduduk/Km2
Sumber : BPS Kota Makassar 2005
6.674
51 Berdasarkan data penduduk tahun 2005 penyebaran penduduk di wilayah Kota Makassar masih terkonsentrasi di Kecamatan Tamalate. Tabel 5 berikut adalah gambaran data penduduk Makasar tahun 2005. Tabel 5. Penduduk Kota Makassar tahun 2005
1
Mariso
Luas (km2) 1,82
2
Mamajang
2,25
58.875
58.875
3
Tamalate
20,21
144.458
7.518
4
Rappocini
9,23
136.725
14.813
5
Makassar
2,52
80.354
31.887
6
Ujung Pandang
2,63
27.921
10.616
7
Wajo
1,99
34.137
17.154
8
Bontoala
2,10
56.991
27.139
9
Ujung Tanah
5,94
43.314
7.292
10
Tallo
5,83
123.091
21.077
11
Panakukang
17,05
129.967
7.614
12
Manggala
24,14
92.524
3.833
13
Biringkanaya
48,22
112.432
2.322
14
Tamalanrea
31,84
79.515
2.497
Total
175,77
1.173.107
6.674
No,
Kecamatan
Jumlah Penduduk 52.803
Kepadatan (Jiwa/km2) 29.013
Sumber: BPS Kota Makassar 2005
Sebagian besar penduduk umumnya bekerja di sektor jasa dan sebagian lain di sektor industri. Kegiatan pembangunan yang merupakan sumber limbah Kota Makassar berasal dari buangan domestik (rumah tangga, perkantoran, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit) dan buangan indutri pengolahan ( Bapedalda Makassar, 2003). B. Pemukiman Makassar merupakan salah satu kota yang padat penduduknya dengan luas wilayah 175,77 km2, pada tahun 2005 jumlah penduduknya 1.173.107 jiwa dengan kepadatan 6,674 jiwa/km2. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 1.804.912 jiwa. Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat yaitu 29.013 dan 21.007 jiwa per km2 (BPS Kota Makassar, 2005)
52 Masalah pemukiman penduduk untuk kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar menjadi penting sebagai tempat tinggal penduduk. Pertambahan penduduk yang tinggi dan terus meningkat, dengan asumsi tiap kepala keluarga (KK) memiliki satu rumah, maka di kecamatan pesisir pada tahun 2003 terdapat perumahan sebanyak 133.981 unit. Besarnya pemukiman ini berkaitan dengan jumlah beban limbah rumah tangga dan sarana umum yang tersedia. Kualitas pemukiman di kecamatan pesisir Kota Makassar di Kecamatan Mariso, Tallo dan Ujung Tanah umumnya semi-permanen dengan fasilitas yang kurang memadai seperti kurangnya air bersih, MCK, sarana kebersihan. Pemukiman dengan kualitas tinggi terdapat di Kecamatan Ujung Pandang, Wajo, Tamalate, Biringkanaya dan Tamalanrea. Akhir-akhir ini wilayah pantai Kota Makassar menjadi menarik untuk dikembangkan menjadi pemukiman modern, tempat rekreasi dan bisnis. Kondisi ini memunculkan usaha reklamasi pantai terutama Pantai Losari yang merupakan kebanggaan masyarakat Kota Makassar. Usaha reklamasi pantai merupakan bagian dari usaha revitalisasi Pantai Losari yang mulai mengalami degradasi. C. Industri Kegiatan perindustrian di wilayah Kota Makassar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu industri makanan, industri minuman, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya, indutri perabot dan kelengkapan rumah tangga serta alat dapur dari kayu, bambu dan rotan, Industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan penerbitan, industri bahan kimia, industri kimia lain, industri pembekuan udang dan ikan, industri karet dan barang dari karet, industri barang dari plastik, industri semen, kapur dan baja, indutri logam dasar besi dan logam, Industri barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya, industri mesin dan perlengkapannya, industri mesin, peralatan dan perlengkapan listrik, industri alat angkutan, indutri pengolahan lainnya. Kegiatan industri ini terbanyak di daerah aliran Sungai Tallo. Berdasarkan data pemerintah daerah Kota Makassar distribusi industri pada tahun 2002 berjumlah 151 industri dan pada tahun 2003 berjumlah 155 industri. Kecamatan yang memiliki jumlah industri cukup besar adalah Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Panakukkang dan Tallo. Industri yang banyak diusahakan adalah
53 industri makanan dan industri kayu, bambu, rotan sebanyak 55 industri dan 33 industri. Dari analisis terhadap data tersebut dapat dijelaskan bahwa di wilayah Kota Makassar terdapat industri yang cukup besar pada daerah aliran Sungai Tallo terutama industri makanan dan dan industri kayu, bambu, rotan. Jumlah industri ini erat kaitannya dengan beban pencemaran dari industri. D. Pariwisata Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar beberapa wilayah pantai di Kota Makassar masih dapat digunakan secara bebas oleh mayarakat seperti pantai Losari. Daerah pantai yang dikuasai dan dikelola oleh swasta dan masyarakat adalah Pantai Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka. Tanjung Bunga dikuasai oleh GMTD (Gowa Makassar Tourism Development) sebagai daerah pemukiman modern, bisnis dan wisata renang. Sedangkan di pantai Tanjung Medeka dan Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah wisata renang dan penginapan. Beberapa lokasi yang berpotensi menjadi tujuan wiasata di wilayah pesisir pantai Kota Makassar
adalah Benteng Roterdam, Museum Lagaligo,
Makam Raja-raja Tallo, Pelabuhan rakyat Panampu dan Benteng Sumba Opu. Tempat-tempat lain yang terletak di pulau-pulau kecil Kepulauan Spermonde seperti Pulau Lumu-lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Samalona, Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae, memiliki kekayaan alam bahari seperti pasir putih, terumbu karang, ikan dan beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk wisata dan olah raga bahari. 4.2. Kebijakan Publik Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Dalam upaya menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan publik, namun seringkali yang terjadi adalah kesenjangan
antara
kejadian
aktual
dengan
kejadian
yang
diinginkan.
Kesenjangan ini merupakan masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan. Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengendalian pencemaran pantai berupa Peraturan Daerah (Perda). Perda nomor 14 tahun 1999 berisi tentang larangan membuang sampah ke pantai. Perda ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1993. Peraturan daerah ini diharapkan mampu mengendalikan tingkat pencemaran pantai, namun pada
54 kenyataannya pencemaran pantai masih terjadi. Pencemaran pantai merupakan proses dinamis bekerja dalam dimensi waktu. Hal ini dipengaruhi oleh sumber pencemar yang jumlahnya meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk mencapai keselarasan antara kejadian aktual dan harapan yang diinginkan diperlukan suatu strategi. Strategi yang merupakan rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan. Strategi yang berbentuk alternatif dari satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi baik bersifat struktural atau fungsional. 4.3. Kondisi Eksisting 4.3.1. Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter fisik kimia merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu perairan pantai. Dari hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar diperoleh data yang disajikan pada Lampiran 3. A. pH pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui aktivitas ion hidrogen. Nilai pH pada perairan laut cenderung bersifat basa. Sedangkan pH air limbah buangan rumah tangga dan industri bersifat asam karena mengandung asam-asam organik dan asam-asam mineral, sehingga dapat menyebabkan nilai pH rendah. Nilai pH perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 7,75 – 8,14 dengan rata-rata 7,94. Berdasarkan baku mutu air laut pH yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah 6 – 9, dengan demikian pH perairan pantai Kota Makassar masih pada keadaan yang mendukung kehidupan biota laut. Gambar 10 memperlihatkan pH sumber limbah yang lebih rendah dari pH perairan pantai. Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asam yang tinggi pada sumber limbah. B. Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen, DO) Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang dikandung di dalam air laut. Konsentrasi oksigen dalam air laut bisa dijadikan sebagai tanda tingkat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar konsentrasi oksigen, maka semakin kecil tingkat pengotoran.
55 Hasil pengukuran terhadap kandungan oksigen terlarut pada perairan pantai Kota Makassar diperoleh nilai berkisar antara 3,8 – 5,1 mg/L, dengan rata-rata 4,7 mg/L. Nilai ini menunjukkan kandungan oksigen terlarut yang masih berada pada nilai yang diharapkan baku mutu air laut (> 4 mg/L). Nilai rata-rata DO memberikan gambaran bahwa perairan pantai Kota Makassar secara umum belum memperlihatkan terjadinya pencemaran bahan organik yang mudah terurai. Namun pada stasiun Sungai Jeneberang diperoleh nilai DO yang rendah 3,8 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada muara Sungai Jeneberang proses fotosintesis terhambat oleh tingginya padatan tersuspensi. Gambar
10
menyajikan konsentrasi oksigen terlarut sumber limbah yang lebih rendah dari pada perairan pantai. Konsentrasi yang rendah umumnya terdapat pada sumber limbah dari kanal. 8.4
6.0
8.2
8.14 5.1 8
8
4.7
pH
7.31 7.23 7.16
7.2
7
6.93
6.92
Oksigen terlarut (mg/L)
4.0 7.6 7.35
4.7 4.2
4.0
7.4
5.0
4.4
7.8
7.75
7.8
5.1
5.0
7.95
8
4.0
3.9
3.8
3.1 3.0
2.0
6.8
6.6
1.0
6.4
6.2
0.0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Pantai
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Pantai
Gambar 10. Sebaran pH dan oksigen terlarut pada tiap stasiun pengamatan. C. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) TSS merupakan jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada dalam air setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Padatan tersuspensi seperti tanah liat, kuarsa. Gambar 11 memperlihatkan nilai parameter TSS pada outlet beban limbah dan perairan pantai. Nilai tertinggi ditemukan pada lokasi muara Kanal Haji Bau sebesar 397,5 mg/L dan terendah di muara Kanal Panampu sebesar 54 mg/L.
56
3 410.0
397.5
2.7
390.0
2.7
2.7
370.0
2.5
350.0
2.5 KOnsentrasi BOD5 (mg/L)
330.0 310.0 Konsentrasi TSS (mg/L)
290.0 270.0 250.0 230.0 210.0 190.0 170.0 140
150.0
2.4
2.4 2.3
2
1.5
110.0 90.0
2.4
2.5
135
127.7
130.0
2.4
2.5
2.5
87.5
86.3 64.6
70.0
54
48.8
50.0
58.2
30.0
30.0
12.5
1
10.0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng
BAKU MUTU =80 mg/L
Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =3 mg/L
Gambar 11. Sebaran TSS dan BOD5 pada tiap stasiun pengamatan Berdasarkan baku mutu air laut, nilai tersebut telah melebihi dari yang diinginkan yaitu sebesar < 35 mg/L. Hal ini menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah tercemar oleh padatan tersuspensi. Pada daerah muara Kanal Haji Bau dan muara kanal Benteng merupakan stasiun-stasiun yang mempunyai nilai TSS yang tinggi. Hal ini disebabkan tingginya tingkat erosi tanah yang ditimbulkan oleh kegiatan konstruksi. D. Kebutuhan Oksigen Secara Biologi (Biological Oxygen Demand, BOD) Nilai BOD5 menggambarkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik (carboneous demand). Parameter ini merupakan salah satu parameter kunci dalam pemantauan pencemaran laut, khususnya pencemaran bahan organik mudah urai. Nilai parameter BOD5 di perairan pantai Kota Makassar (Gambar 11) memperlihatkan bahwa pada aliran limbah kota nilai BOD5 berkisar antara 2,3 – 2,7 mg/L dengan rata-rata 2,5 mg/L. Hal ini menggambarkan kondisi perairan pantai Kota Makassar, khususnya pada perairan yang terkena beban limbah tidak mengalami pencemaran bahan organik mudah urai. Berdasarkan baku mutu air laut nilai yang diharapkan tidak melebihi 3 mg/L. E. Kebutuhan Oksigen Secara Kimia (Chemical Oxygen Demand,COD) Parameter ini menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang sulit terurai. Bahan organik mudah urai umumnya berasal dari limbah domestik atau pemukiman, sedangkan yang sukar terurai umumnya berasal dari dari limbah industri, pertambangan dan pertanian. Nilai COD pada perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 98 – 156 mg/L dengan rata-rata 119,1 mg/L. Nilai yang tinggi ditemukan pada perairan di
57 sekitar muara kanal. Berdasarkan baku mutu air laut, nilai yang disyaratkan adalah sebesar < 80 mg/L. Hal menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran bahan organik yang sulit terurai. Gambar 12 memperlihatkan bahwa pada stasiun kanal Paotere, Haji bau dan Benteng terjadi akumulasi bahan organik yang sulit terurai di perairan pantai. Nilai COD pada sumber limbah lebih rendah dari perairan pantai. F. Amoniak (NH3) Senyawa amoniak yang terdapat pada air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat oleh mikroorganisme. Meningkatnya konsentrasi amoniak dalam air laut erat kaitannya dengan masukknya bahan organik yang mudah urai. Konsentrasi amoniak di perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 0,01 – 0,04 mg/L dengan nilai rata-rata 0,018 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut nilai yang diinginkan tidak melebihi 0,1 mg/L. Dengan demikian secara umum perairan pantai Kota Makassar tidak tercemar amoniak. Perairan pantai Kota Makassar masih mampu mengoksidasi amoniak. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 12 bahwa konsentrasi amoniak tinggi pada sumber limbah dan rendah di perairan 0.008
0.007
180
0.007 164
164
156 154
160
144
0.006
120
118
117.8
112.4 98
100
112.4 98
98
80
Konsntrasi NH3 (mg/L)
Konsentrasi COD (mg/L)
140 0.005
0.004
0.004
0.004
0.004 0.003
0.003
0.003
0.003
60 0.002 0.002
40
0.001
20
0.001
0.001
0.001
0.001
0 Tallo
Panampu
Benteng sungai
Hajibau pantai
Jongaya
Jeneberang
BAKU MUTU =25 mg/L
0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Pantai
Gambar 12. Sebaran COD dan NH3 pada tiap stasiun pengamatan G. Nitrat Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang stabil dengan adanya oksigen bebas dalam air laut. Nitrat merupakan senyawa pengontrol produktivitas primer pada permukaan perairan. Peningkatan konsentrasi nitrat dalam air laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik dan pertanian.
Pada perairan
pantai Kota Makassar konsentrasi nitrat berkisar antara 0,01 – 1,326 mg/L dengan rata-rata 0,258 mg/L. Secara umum konsentrasi nitrat pada tiap stasiun pengamatan telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,008 mg/L. Sumber
58 nitrat terbesar berasal dari Sungai Tallo dan pada aliran ini terdapat budidaya dalam tambak dan kegiatan pertanian (Gambar 13). H. Fosfat Fosfat merupakan salah satu senyawa hara yang penting. Fosfat dalam air atau air limbah ditemukan dalam bentuk senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organik. Dalam air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian yang masuk ke laut melalui sungai atau kanal. Perairan pantai Kota Makassar yang terkena beban limbah kota mengandung fosfat antara 0,09 – 0,224 mg/L dengan rata-rata 0,135 mg/L. Nilai ini telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,016 mg/L. Keadaan ini menunjukkan bahwa fosfat telah mencemari perairan pantai Kota Makassar. Gambar 13 memperlihatkan stasiun pengamatan sebagai sumber limbah fosfat adalah daerah Kanal Jongaya, Haji Bau dan Panampu. Konsentrasi fosfat pada perairan pantai lebih rendah dari sumber limbah. Hal ini menunjukkan perairan masih mampu mengasimilasi fosfat, namun karena konsentrasi beban yang besar maka sebagian terakumulasi di perairan dan melebihi baku mutu yang diharapkan. 2.5 0.7
2
0.663
0.6
1.934
Konsentrasi PO4 (mg/L)
Konsentasi NO3 (mg/L)
0.5
1.5 1.326
1
0.434 0.4
0.377
0.281
0.3
0.224 0.205 0.2
0.5
0.451
0.417
0.411
0.109
0.304
0.1
0.204
0.184 0.01
0.01
0.186 0.166
0.01
0.09
0.09
0.09
0.01
0
0
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,008 mg/L
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Pantai
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,015 mg/L
Gambar 13. Sebaran nitrat dan fosfat pada tiap stasiun pengamatan I.
Logam Timbal (Plumbum, Pb) Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak dan berwarna coklat
kehitaman. Timbal umumnya digunakan pada aki/baterai, cat, pipa dan lain-lain. Logam ini bersifat toksik dan terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup. Pada perairan pantai Kota Makassar, konsentrasi logam timbal berkisar antara 0,115 – 0,415 mg/L dengan rata 0,215 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut nilai ini telah melebihi yang diinginkan yaitu 2 x 10-4 mg/L. Keadaan ini menunjukkan bahwa logam timbal telah mencemari perairan pantai Kota
59 Makassar. Sumber beban limbah timbal berasal dari aliran Kanal Jongaya, Panampu dan Sungai Jeneberang . J. Logam Kadmium (Cadmium, Cd) Logam kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium, digunakan melapisi logam seng, bahan pigmen cat, pembuatan aki atau baterai, fotografi dan percetakan. Di perairan laut, logam kadmium terakumlasi pada jaringan kerang kerangan, krustacea dan ikan. Konsentrasi Cd di perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 0,003 – 0,125 mg/L dengan rata-rata 0,047 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut, nilai ini telah melebihi baku mutu yaitu sebesar < 0,01 mg/L. Konsentrasi Cd rendah ditemukan pada perairan di sekitar muara Sungai Tallo
dan S. Jeneberang.
Konsentrasi Cd yang tinggi ditemukan pada semua perairan muara kanal. 0.14
0.45 0.125
0.415 0.12
0.4
0.117
0.35
0.25 0.219 0.193
0.2
0.201
0.18 0.158
0.167
0.15
Konsentrasi Logam Cd (mg/L)
KOnsentrasi Logam Pb (mg/L)
0.1
0.3
0.084 0.08 0.072
0.06
0.055
0.037
0.04
0.115 0.1 0.073
0.024
0.073
0.021
0.017
0.02
0.05
0.072
0.03 0.003
0.003 0
0.003
0
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng
Kanal Hajibau
BAKU MUTU =0,008 mg/L
Sungai
Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,01 mg/L
Gambar 14. Sebaran logam Pb dan Cd pada tiap stasiun pengamatan K. Logam Tembaga (Copper, Cu) Tembaga merupakan logam yang banyak digunakan oleh manusia pada peralatan elektronik, katalis kimia (aloi), cat anti fouling, algacida dan bahan pengawet kayu. Selain itu, limbah penduduk mengandung sejumlah tembaga. Pada perairan pantai Kota Makassar konsentrasi logam tembaga berkisar antara 0 – 0,011 mg/L. Namun demikian, pada umumnya di beberapa stasiun pengamatan tidak ditemukan tembaga. Tembaga hanya ditemukan pada stasiun muara Kanal Panampu.
4.3.2. Struktur Komunitas Makrozoobentos
60 Makrozoobentos dapat digunakan sebagai Indikator biologi kestabilan suatu ekosistem perairan pantai akibat dari pencemaran. Sebagai organisme bentik yang hidup dan menetap di dasar perairan, maka makrozoobentos mudah terkena bahan pencemar dan mengalami perubahan struktur komunitas. Komposisi jenis dan kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur perubahan struktur komunitas makrozoobentos. A. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan pada enam stasiun pengamatan diperlihatkan pada Gambar 15 sampai dengan 17. Pada stasiun muara Sungai Tallo ditemukan 8 jenis dengan komposisi yang relatif sama berkisar antara 6 -17%, kelimpahan rata-rata sebesar 34 individu/m2 . Sementara pada stasiun muara Kanal Panampu ditemukan 5 jenis makrozoobentos, jenis makrozoobentos Mya arenaria merupakan penyusun terbesar yaitu sebesar 73%, kelimpahan rata-rata sebesar 93 individu/m2 (Gambar 15). Keadaan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan ekosistem pada perairan di muara Kanal Panampu. Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Sungai Tallo Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Panampu
Pholas dactylus 6%
Eunice harastii 12% Calappa granuliata 17%
Bittium reticulatum 12%
Apseudes latreillei 3% Pholas dactylus Venerupis pullastra 18%
3%
Ceritium vulagatum 3%
Mya arenaria 12% P
Apseudes latreillei 12% Anadara sp 17%
Montacuta ferruginosa 12%
Mya arenaria 73%
Gambar 15. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun muara Sungai Tallo dan Kanal Panampu Gambar
16
memperlihatkan
komposisi
jenis
dan
kelimpahan
makrozoobentos stasiun muara Kanal Benteng. Terdiri 6 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar jenis Bitium tericulatum sebesar 30%, namun tidak mendominasi jenis yang lain. Stasiun muara Kanal Haji Bau terdapat 7 jenis, komposisi terbesar jenis Venerupis pullastra dan Montacuta veruginosa. Kondisi komunitas makrozoobentos pada stasiun ini stabil.
61
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Benteng
Phyllodoce maculata 8%
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Haji Bau
Astarta borealis 8%
Tellina distorta 23%
Pholas dactylus 7% Mya arenaria 7%
Phyllodocea lamelligera 14%
Bittium reticulatum 30%
Haliporides sibogae 21%
Mya arenaria 8% Clathus clathus 23%
Venerupis pullastra 22% Anadara sp 7%
Montacuta ferruginosa 22%
Gambar 16. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun muara Kanal Benteng dan Kanal Haji Bau Sementara
pada
Gambar
17
diperlihatkan
komposisi
jenis
makrozoobentos pada stasiun muara Kanal Jongaya dan Sungai Jeneberang. Pada muara Kanal Jongaya ditemukan 7 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar adalah Mya arenaria sebesar 33%. Kelimpahan organisme makrozoobentos pada stasiun ini sebesar 34 individu/m2. Pada muara Sungai Jeneberang komposisi jenis disusun oleh 6 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar adalah jenis Ceritum vullagatum, kelimpahan per meter persegi pada stasiun ini sebesar 37 individu/m2.
Komposisi Jenis Nakrozoobentos Muara Kanal Jongaya
Castalia puncata 7%
Anadara sp 7%
Eunice harastii 7%
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Sungai Jeneberang
Pholas dactylus Ceritium vulagatum 7% 7%
Ceritium vulagatum 29%
Anadara sp 29%
Tellina distorta 7% Bittium reticulatum 32% Mya arenaria 33%
Astarta borealis 7% Bittium reticulatum 14%
Mya arenaria 14%
Gambar 17. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun Muara Kanal Jongaya dan Sungai Jeneberang B. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Jenis Hasil
perhitungan
indeks
keanekaragaman,
keseragaman
serta
dominansi jenis makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan diperlihatkan pada Gambar 18 serta Lampiran 4.
62
Struktur Komunitas Makrozoobentos Perairan Pantai Kota Makassar 2.5
2
2.0337 1.87 1.67
1.63
1.7
1.5
1 0.89
0.82
0.76
0.79
0.59
0.785 0.645
0.5 0.558 0.22
0.135
0.28 0.17
0.25
0 Tallo
Panampu
Benteng
Keseragaman
Haji bau
Keanekaragaman
Jongaya
Jeneberang
Dominansi
Gambar 18. Struktur komunitas makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan Berdasarkan Indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos, stasiun muara Sungai Tallo, Kanal Benteng, Haji Bau, Jongaya dan Sungai Jeneberang dikategorikan dalam keadaan tercemar sedang, sementara stasiun muara Kanal Panampu mempunyai nilai keanekaragaman lebih kecil daripada 1 yaitu 0,89, yang menunjukkan bahwa perairan di muara Kanal Panampu telah mengalami pencemaran berat. Apabila ditinjau dari indeks keseragaman jenis makrozoobentos (Gambar 18), maka stasiun muara Kanal Panampu dan Jongaya berada dalam keadaan labil dengan nilai 0,59 dan 0,645, sementara pada muara Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, Kanal Benteng dan Haji Bau berada dalam keadaan stabil. 4.3.3. Status Pencemaran Perairan Pantai Kota A. Beban Pencemaran a. Perhitungan Beban Pencemaran dari Sungai dan Kanal Secara umum sumber pencemaran yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar berasal dari limbah domestik dan industri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Bapedalda Kota Makassar (2004) terindikasi bahwa sumber pencemaran terhadap pantai Kota Makassar berasal dari kegiatan rumah tangga (domestik) dan industri pengolahan. Perhitungan beban pencemaran ditujukan untuk mengetahui sumber pencemaran, jenis bahan pencemar dan besarnya beban pencemaran yang masuk ke dalam perairan pantai Kota Makassar. Namun sumber pencemaran
63 tidak dibedakan apakah berasal dari non-point source atau point source. Sumber pencemaran yang dimaksud adalah berasal dari aliran beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Perhitungan beban limbah erosi tanah (TSS), organik (BOD5 dan COD), hara (nitrat, amoniak, fosfat) dan logam berat (Pb, Cd dan Cu) diperoleh dari perkalian bulanan debit sungai (m3/bulan) dengan konsentrasi parameter di sungai atau kanal yang diukur. Beban limbah tahunan dihitung melalui penjumlahan beban limbah bulanan. Sementara total beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar dari daratan dihitung dengan menjumlahkan beban dari dua sungai besar yaitu Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo dan empat kanal yaitu Kanal Panampu, Kanal Benteng, Kanal Haji Bau dan Kanal Jongaya. Perhitungan beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar melalui sungai dan kanal diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Total beban pencemaran (ton/tahun) dari daratan (land based sources) ke perairan pantai Kota Makassar Stasiun
Beban Limbah NO3 NH3
COD
BOD
822596.1
1563218.6
22876.3
18520.3
38.1
1582.2
28.6
1115.2
1687.1
27625.2
65855.7
1069.0
130.0
29.9
144.1
31.2
15.8
32.9
479.4
3759.1
92.0
16.0
0.1
28.3
2.8
0.6
0.0
1459.6
4768.3
131.3
21.9
0.1
13.6
1.4
1.1
0.0
K.Jongaya
56134.9
105212.9
1539.7
130.8
1.9
425.3
128.9
46.1
70.5
S.J.Berang
2653.9
2428180.7
45528.3
6930.4
33.7
3136.4
2218.3
1416.4
0.0
910949.4
4170995.4
71236.9
25749.5
104
5330.1
2411.4
2595.5
1790.6
S.Tallo K.Panampu K.Benteng K.H.Bau
Jumlah
TSS
PO4
Pb
Cd
Cu
Sumber: Pengolahan Data 2005
Beban pencemaran terbesar yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar adalah bahan organik yang sukar terurai (nilai COD). Jumlah beban sebesar 4.170.995,4 ton per tahun sebagian besar disumbangkan oleh Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Parameter lain yang cukup besar jumlahnya adalah padatan tersuspensi (nilai TSS) yaitu 910.949,4 ton per tahun, sebagian besar melalui Sungai Tallo dan Kanal Jongaya. Beban limbah cair dari bahan organik yang terurai secara biologi (nilai BOD5) masuk ke perairan pantai sebesar 71.236,9 ton per tahun. Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo merupakan pemasok terbesar jenis limbah ini. Beban pencemaran hara nitrat lebih banyak disumbangkan oleh Sungai Tallo sebesar 18.520,3 ton per tahun, sementara fosfat oleh Sungai Jeneberang sebesar 3.136,4 ton per tahun. Beban pencemaran logam Pb dan Cd sumber terbesar berasal dari Sungai Jeneberang
64 sebesar 2.218,3 ton per tahun dan 1.416,4 per tahun. Beban pencemaran Cu berasal dari Sungai Tallo sebesar 1.687,1 ton per tahun. b. Perhitungan Beban Limbah Berdasarkan Aktivitas Penduduk Hasil perhitungan beban pencemaran yang berasal dari aktivitas penduduk (point source) diperoleh dari perkalian antara jumlah orang dari aktivitas di sekitar daerah aliran limbah dengan konstanta beban limbah g/kapita/tahun. Jumlah beban limbah cair dari aktivitas penduduk per tahun dari masing-masing aliran diperlihatkan pada Lampiran 12, 13 dan 14. Beban limbah cair domestik umumnya berupa bahan organik dan hara. Parameter untuk mengukur beban limbah adalah nilai BOD5, nilai COD, N total dan P (PO4). Daerah aliran kanal di wilayah Kota Makassar menjadi tempat aktivitas penduduk. Diperkirakan aktivitas penduduk pada kanal ini menyumbang beban limbah cair cukup besar. Kanal melalui daerah pemukiman dengan jumlah penduduk 336036 jiwa, jumlah hotel sebanyak 38 dengan jumlah kamar 1982 buah. Jumlah pengunjung per tahun sebesar 393552 orang. Daerah aliran ini diperkirakan memberikan beban limbah cair sebesar 9294,124 ton BOD5 per tahun; 17823,18 ton COD per tahun, 3981,172 ton N per tahun; 665,89 ton P per tahun. Daerah aliran Sungai Tallo melalui pemukiman dengan jumlah penduduk sebesar 48.892 jiwa, jumlah hotel 1 buah dengan jumlah kamar 22 buah dan pengunjung 9.504 orang per tahun. Diperkirakan beban limbah cair yang dihasilkan sebesar 1.023,528 ton bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 per tahun; 1.962,083 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun, 438,379 ton N per tahun; 73,385 ton P per tahun. Aliran Sungai Jeneberang melalui daerah pemukiman di wilayah Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. Pemukiman yang dilalui memiliki jumlah penduduk sebesar 636.148 jiwa dan 7 buah hotel dengan jumlah kamar 153 buah dan jumlah pengunjung sebesar 66.096 orang per tahun, maka beban limbah cair yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 702,6873 ton bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 per tahun; 1.347,302 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun, 300,9817 ton N per tahun; 50,36191 ton P per tahun. Limbah domestik sebagian besar bersumber dari aktivitas penduduk Kabupaten Gowa yaitu berjumlah 552.293 jiwa. Berdasarkan kedua perhitungan beban limbah tersebut menunjukkan bahwa aktivitas penduduk dari pemukiman dan hotel sangat kecil sumbangannya
65 terhadap beban pencemaran secara keseluruhan. Sebagai contoh Kanal memberi beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai COD sebesar 179.596 ton per tahun, sementara dari aktivitas penduduk hanya sebesar
17823,18 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun. Kemudian Sungai Tallo memberi beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai COD sebesar 1.563.218,6 ton per tahun, sementara dari aktivitas penduduk hanya sebesar 1.962,083 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu upaya lain untuk menekan beban pencemaran. Tidak hanya kepada penduduk di sekitar daerah aliran limbah, tetapi membuat pengolahan limbah cair dari sumber pencemar sebelum masuk ke perairan pantai. Hal ini akan menekan beban pencemaran yang masuk ke dalam sungai secara nyata. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kecenderungan peningkatan konsentrasi parameter pencemar yang telah melebihi baku mutu air laut dari tahun 2003-2005 diperlihatkan pada Gambar 19 s/d Gambar 21. Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran COD pada Tahun 2003 -2005
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran TSS pada Tahun 2003 -2005
140
50 126
45
120
44.4
40 35
80
TS S(m g/L)
C O D (m g /L )
100
60
30 25
24.375
20 17.83
40
15 33.18
20
10
22.27
5 0
0 2003
2004 Tahun
(A)
2005
2003
2004
2005
Tahun
(B)
Gambar 19. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemar TSS (A) dan nilai COD (B) pada perairan Pantai Kota Makassar tahun 2003-2005
66
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Nitrat pada Tahun 2003 -2005
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Fosfat pada Tahun 2003 -2005
0.9
0.3
0.803 0.8
0.267 0.25
0.7
0.2 PO 4 (m g/L)
Nitrat (mg/L)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
0.195
0.15
0.1 0.19
0.178 0.05 0.038
0.1 0
0 2003
2004
2005
2003
Tahun
2004
2005
Tahun
(A)
(B)
Gambar 20. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemaran nitrat (A) dan fosfat (B) pada perairan pantai Kota Makassar tahun 2003-2005 Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Pb pada Tahun 2003 -2005 0.12
0.098 0.1
0.079
P b(mg/L)
0.08
0.06
0.04
0.037
0.02
0 2003
2004
2005
Tahun
Gambar 21. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemaran logam Pb (B) pada perairan pantai Kota Makassar tahun 2003-2005 Gambar 19 memperlihatkan bahwa parameter TSS cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya parameter TSS menunjukkan terjadinya kegiatan konstruksi di sekitar daerah aliran sungai dan kanal yang menimbulkan erosi tanah. Terjadi pula kecenderungan peningkatan nilai COD dan Fosfat yang berasal dari limbah industri dan domestik. Hal
ini menunjukkan penggunaan
detergen yang sulit terurai masih cukup tinggi untuk wilayah Kota Makassar. Gambar 20 memperlihatkan peningkatan nitrat dari sumber limbah domestik dan pertanian cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsentrasi beban limbah parameter logam berat khususnya Pb dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan berada di atas baku mutu lingkungan. B. Kapasitas Asimilasi Kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oleh morfologi dan dinamika perairan tersebut serta jenis dan jumlah limbah (total pollutant load)
67 yang masuk ke perairan (Goldberg, 1992). Penentuan kapasitas asimilasi dihitung secara tidak langsung (Indirect approach) yaitu dengan metode hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter di perairan pesisir dengan total beban limbah di muara sungai. Kemudian hasil ini dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH No. 51/MenKLH/2004. Apabila kapasitas asimilasi telah terlampaui, berarti beban yang masuk ke perairan pantai tergolong tinggi. Hal ini ditandai oleh konsentrasi eksisting parameter yang telah melebihi nilai ambang baku mutu air laut. Sebaliknya apabila kapasitas asimilasi belum terlampaui, berarti beban limbah masih rendah dan bahan-bahan yang masuk ke perairan pantai telah mengalami proses-proses difusi dan lain-lain. Beberapa parameter beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar telah melampaui kapasitas asimilasinya yaitu berdasarkan batas baku mutu air laut. Adapun parameter yang telah melebihi baku mutu adalah COD, TSS, Nitrat, Fosfat, dan logam berat. Sementara parameter BOD5 belum melampaui baku mutu. Hubungan antara beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 di muara dengan nilai BOD5 di perairan pantai Kota Makassar di perlihatkan pada Gambar 22. KAPASITAS ASIMILASI BOD5 3.2
Baku mutu BOD5
Konsentrasi BOD5 (mg/L)
3
2.8
y = 6E-06x + 2.4145 2 R = 0.6673
2.6
2.4
2.2
2 0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
BEBAN LIMBAH (ton/tahun)
Gambar 22.
Hubungan antara beban limbah yang dilihat dari nilai BOD5 di muara dengan konsentrasi BOD5 perairan pantai Kota Makassar
68 Grafik hubungan diatas memperlihatkan bahwa perairan pantai Kota Makassar masih mampu untuk mengurai bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis (nilai BOD5). Dengan nilai baku mutu yang ditetapkan sebesar 3 mg/L, dan persamaan yang dihasilkan yaitu y = 6E-06x + 2,4145. maka perairan pantai Kota Makassar mampu menguraikan bahan organik mudah urai sebesar 96.666 ton per tahun. C. Tingkat Pencemaran Penentuan tingkat pencemaran suatu perairan pantai perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari limbah yang berasal dari daratan terhadap perairan pantai. Penggunaan metode indeks pencemaran (Pollution Index) ditujukan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Metode ini memberikan masukan kepada pengambil keputusan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi penurunan kualitas perairan. Hasil penentuan tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar menggunakan ideks pencemaran (IP) berdasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/Men-KLH/2004 tentang baku mutu air laut yang sesuai untuk tingkat nasional adalah sebagai berikut: Tabel 7. Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar tahun 2005 No.
Stasiun
IP Maks
IP Ratarata
IP
Kategori
1
Muara Sungai Tallo
2,56
1,14
1,98
Tercemar Ringan
2
Muara Kanal Panampu
2,45
1,27
1,95
Tercemar Ringan
3
Muara Kanal Benteng
2,02
1,11
1,63
Tercemar Ringan
4,48
1,69
3,39
Tercemar Ringan
2,14
133
1,78
Tercemar Ringan
2,28
1,02
1,77
Tercemar Ringan
4 5 6
Muara Kanal Haji Bau Muara Kanal Jongaya Muara Sungai Jeneberang
Sumber: Pengolahan Data 2005
Tabel 7 dan Lampiran 15 memperlihatkan bahwa perairan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran ringan oleh beberapa parameter kimia beban pencemaran. Kondisi berbeda ditemukan pada tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman makrozoobentos. Perairan pantai Kota
69 Makassar telah mengalami pencemaran sedang sampai berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Numerow mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Namun fakta tersebut telah membuktikan dan menjadi alasan yang kuat untuk melakukan pengendalian pencemaran terhadap perairan pantai Makassar. 4.3.4. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat serta Kejasama kelembagaan dalam Pengendalian Pencemaran Pantai A. Karakteristik Responden Untuk
mengetahui
persepsi
dan
partisipasi
masyarakat
terhadap
pengendalian pencemaran pantai diperlukan informasi yang akurat. Sebagai responden pada penelitian ini dipilih masyarakat yang berada di tiga lokasi yaitu: sekitar aliran Sungai Tallo, aliran Kanal dan aliran Sungai Jeneberang. Jumlah responden sebanyak 150 orang dengan karakteristik yang diamati adalah umur, pendidikan, pendapatan. Adapun sebaran karakteristik responden ditiga lokasi penelitian diperlihatkan pada Lampiran 16. - Tingkat Umur Gambar 23 memperlihatkan bahwa umur responden berkisar antara 19-70 tahun. Berdasarkan sebaran sampel, umur responden dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok usia muda (<19 tahun), kelompok usia dewasa (20-55 tahun) dan kelompok usia tua (>56 tahun).
Usia produktif dalam
penelitian ini menggunakan indikator usia ketenagakerjaan yaitu 15-55 tahun. Persentase kelompok umur yang terbesar terdapat pada kelompok umur dewasa (74,7%), kelompok umur tua (24,6%), dan kelompok usia muda (0,7%). - Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal responden dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu rendah untuk responden yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sedang untuk responden yang berpendidikan SLTP-SLTA, dan tinggi untuk responden yang berpendidikan Diploma-Sarjana.
Gambar 23 menunjukkan pendidikan formal
masyarakat terbesar termasuk kategori rendah (79%), sedang (60%), dan tinggi (11%).
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pada tiga
tipologi tersebut diperkirakan dapat membaca dan menulis.
70 Umur Responden
Pendidikan Responden
41
45
40
38
40
31
35
33
29
30 J u m la h r e s p o n d e n
35 J u m la h r e s p o n d e n
36
30
25
25
17
20
17
20
14
12
15
9
15
11
10
4
5
2
10
5
1
0
5
0 0 Rendah
0 Rendah
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tallo Kanal Jeneberang
Tallo Kanal Jeneberang
Gambar 23. Sebaran umur dan pendidikan responden pada daerah aliran beban limbah Kota Makassar - Pekerjaan Gambar 24 memperlihatkan bahwa pekerjaan responden pada umumnya sebagai nelayan (30%), wiraswasta (30,7%) dan buruh (13,3%).
Data ini
memperlihatkan bahwa masyarakat sangat erat kehidupannya dengan perairan pantai. Dalam keseharian aktivitas masyarakat dilakukan pada siang hari, sehingga
mempengaruhi
partisipasinya
pada
berbagai
kegiatan
sosial
kemasyarakatan. - Tingkat Pendapatan Pendapatan responden perbulan dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu rendah
(
(>Rp.950.000).
sedang
(Rp.475.000-Rp.950.000),
dan
tinggi
Lampiran 16 memperlihatkan bahwa tingkat pendapatan
responden di tiga lokasi penelitian umumnya kurang dari Rp.475.000 (kategori rendah). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendapatan masyarakat masih relatif rendah. Rendahnya rata-rata tingkat pendapatan masyarakat di tiga lokasi pantai Kota Makassar yang diteliti, berkaitan dengan pekerjaan mereka yang umumnya sebagai nelayan dan buruh. Akibat ketidakmampuan secara ekonomi dilihat dari pendapatan yang rendah, menyebabkan masyarakat tidak dapat menyediakan tempat pembuangan sampah, MCK dan fasilitas sanitasi lainnya. Keadaan ini berdampak pada pencemaran perairan pantai tempat mereka tinggal.
71
Pendapatan Responden
Pekerjaan Responden 25 38
25
40
22
34
35 20
27
15
13
J u m la h r e s p o n d e n
J u m la h r e s p o n d e n
30 13 10
10 9
8
8
10
7
6
6 3
5
4
4
25
19 16
20
10
15 10
4
4
2
1
5
1
0
0
0 Nelayan
Buruh
Pedagang
Tallo
PNS
Kanal
Wiraswasta
Rendah
Lainnya
Sedang
Tallo
Jeneberang
Kanal
Tinggi
Jeneberang
Gambar 24. Sebaran pekerjaan dan pendapatan responden pada daerah aliran beban limbah Kota Makassar B. Persepsi Masyarakat Pantai Tentang Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Makassar Persepsi responden tentang pengendalian pencemaran pantai di kota Makassar diukur dari tiga jenis persepsi yaitu persepsi tentang pencegahan, persepsi tentang penanggulangan dan persepsi tentang partisipasi.
Pada
Lampiran 17 diperlihatkan persepsi masyarakat pada tiap aliran beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Analisis ini dilakukan untuk memudahkan upaya mengendalikan pencemaran perairan pantai. Pada umumnya masyarakat memiliki persepsi yang tinggi terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai baik yang menetap di sekitar muara sungai maupun kanal. Sehingga pemerintah sebaiknya perlu melakukan upaya mempertahankan pemahaman masyarakat tentang pengendalian pencemaran. Gambar 25 memperlihatkan responden masyarakat di muara Sungai Tallo yang
memiliki
penanggulangan
persepsi (92%)
pencemaran pantai (92%).
tinggi dan
tentang
perlunya
perlunya partisipasi
pencegahan dalam
(90%),
pengendalian
72
90 92 92
100 80 60 40 20
4
4
4
6
4
4
0 Rendah Pencegahan
Sedang
Tinggi
Penanggulangan
Partisipasi
Gambar 25. Persentase persepsi masyarakat Tallo tentang pengendalian pencemaran perairan pantai Data pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah aliran beban limbah Sungai Tallo memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 91,3 persen, sisanya 4,7 persen termasuk pada kategori sedang dan 4 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Gambar 26 memperlihatkan responden masyarakat di muara Kanal memiliki
persepsi
penanggulangan
yang (92%)
tinggi dan
tentang
perlunya
perlunya partisipasi
pencegahan dalam
(90%),
pengendalian
pencemaran pantai (92%).
120 100
94 96 96
80 60 40 20
0
0
0
6
4
4
0 Rendah Pencegahan
Sedang Penanggulangan
Tinggi Partisipasi
Gambar 26. Persentase persepsi masyarakat di daerah kanal tentang pengendalian pencemaran perairan pantai
73 Pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
di
daerah aliran beban limbah kanal memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 95,3 persen, sisanya 4,7 persen termasuk pada kategori sedang dan 0 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Gambar 27 memperlihatkan responden masyarakat di Muara Sungai Jeneberang memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pencegahan (80%), penanggulangan
(88%)
dan
perlunya
partisipasi
dalam
pengendalian
pencemaran pantai (90%).
100
88 90
80
80 60 40 20
20 0
0
2
12
8
0 Rendah Pencegahan
Sedang Penanggulangan
Tinggi Partisipasi
Gambar 27. Persentase persepsi masyarakat di daerah muara Sungai Jeneberang tentang pengendalian pencemaran perairan pantai Lampiran 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah aliran beban limbah Sungai Jeneberang memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 86 persen, sisanya 13,3 persen termasuk pada kategori sedang dan 0,7 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Persepsi yang tinggi terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai seperti terdapat pada Lampiran 17 menunjukkan keadaan positif untuk melakukan pengendalian pencemaran pantai di Kota Makassar di masa depan. Adanya pemahaman yang tinggi dari masyarakat terhadap pengendalian pencemaran pantai memudahkan upaya pemerintah mengelola perairan pantai yang telah mengalami pencemaran. Masyarakat pantai secara umum telah memiliki persepsi yang tinggi terhadap pengendalian pencemaran pantai, namun tidak sejalan dengan kondisi
74 perairan pantai yang masih tetap mengalami pencemaran. Hal ini disebabkan tidak adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai seperti tidak tersedianya tempat pembuangan sementara (TPS) dan sarana mandi cuci kakus di sekitar pantai. Kondisi ini menyebabkan masyarakat terpaksa membuang limbah di sembarang tempat. C. Partisipasi Masyarakat Pantai dalam Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Makassar Penentuan
tingkat
partisipasi
masyarakat
pantai
terhadap
upaya
pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar didasarkan pada perannya dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran pantai. Hasil yang diperoleh dari responden dapat dilihat Gambar 28 dan Lampiran 18.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
74 62 50 42 26
26 12
8
Tallo
Kanal Rendah
Gambar
28.
0
Sedang
Jeneberang Tinggi
Persentase partisipasi masyarakat tentang pengendalian pencemaran perairan pantai pada Muara Sungai Tallo, Kanal dan Muara Sungai Jeneberang
Masyarakat di daerah aliran beban limbah memperlihatkan
partisipasi
dalam pelaksanaan yang cukup tinggi, namun untuk daerah kanal partisipasi responden terendah sebesar 50%. Keterbatasan waktu yang dimiliki responden untuk terlibat dalam kegiatan merupakan alasan lain tentang rendahnya partisipasi mereka dalam kegiatan pengendalian. Partisipasi tertinggi diperoleh di daerah aliran Sungai Jeneberang sebesar 74%. Tingginya partisipasi masyarakat didukung oleh aktivitasnya sebagai pengelola kawasan wisata pantai. Dari ketiga lokasi penelitian, responden yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan pengendalian ditemukan di daerah Sungai Tallo dan kanal. Rendahnya partisipasi pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran pantai, disebabkan oleh kesibukan sebagian besar masyarakat yang bekerja pada siang hari sebagai nelayan, buruh dan wiraswasta. Umumnya pelaksanaan kegiatan
75 pengendalian yang diupayakan oleh pemerintah daerah biasanya dilakukan pada hari Jum’at pagi. Meskipun partisipasi masyarakat di daerah aliran beban limbah dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran dikategorikan tinggi, namun kenyataan memperlihatkan masih terjadi pencemaran. Hal ini disebabkan oleh partisipasi masyarakat
pelaksanaan
pengendalian
pencemaran
tidak
didasari
oleh
kesadaran, tetapi oleh kegiatan mobilisasi yang dilakukan aparat pemerintah ditingkat kecamatan dan kelurahan. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki fasilitas MCK dan membuang sampah di sekitar rumah mereka. Oleh karena itu maka diperlukan dukungan dari pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan sarana dan prasarana kebersihan serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih. D. Kerjasama Kelembagaan Kota Makassar sebagai kota pantai metropolitan memiliki struktur pemerintahan yang efisien, hal ini nampak dari perampingan yang dilakukan pemeritah kota. Bapedalda Kota Makassar yang pada tahun sebelumnya merupakan lembaga yang mengelola lingkungan hidup digabung ke dalam satu dinas dengan kebersihan dan keindahan kota. Dinas ini secara struktural berada dibawah Walikota Makassar. Pelaksanaan pengendalian pencemaran di Kota Makassar dilakukan dengan memobilisasi aparat pemerintah kota, mulai dari kecamatan dan kelurahan serta lembaga pemberdayaan masyarakat yang ada di kelurahan. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jum’at dengan lokasi yang berpindah-pindah. Secara struktural telah dilakukan upaya pengendalian pencemaran baik lingkungan darat maupun lingkungan laut.
Namun upaya untuk melibatkan
berbagai stakeholders dalam bentuk kelembagaan belum dibentuk. Sehingga perlu upaya membentuk kerjasama kelembagaan dalam merencanakan dan mengatur pelaksanaan pengendalian pencemaran. 4.4. Tipologi Aliran Beban Limbah Analisis tipologi ditujukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik aliran beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Perbedaan yang dicirikan oleh kecederungan variabel-variabel dasar (karakteristik fisik-kimia dan sosialekonomi) untuk menggambarkan tiap tipologi aliran beban limbah. Dalam proses ini
dilakukan
seleksi
variabel
berdasarkan
kemampuan
variabel
dalam
76 menjelaskan keragaman karakteristik pada aliran beban limbah. Peubah yang digunakan adalah duapuluh tujuh variabel yang didapat dari survai lapangan dan data sekunder. Unit yang digunakan adalah tiga aliran beban limbah ke perairan pantai Kota Makassar. Aliran tersebut adalah Kanal, Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang. Seleksi dilakukan melalui teknik analisis komponen utama (principle component analysis). Analisis dilakukan terhadap kondisi fisik-kimia sungai/kanal dan penduduk yang bermukim di sekitar sungai/kanal. Analisis tipologi aliran beban limbah didasarkan pada karakter fisik kimia sungai/kanal dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya dengan variabelvariabel yang dimilikinya. Tinggi rendahnya kondisi fisik kimia di sungai/kanal ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya nilai yang dimiliki. Adapun parameter fisik kimia sebagai indikator karakteristik sebagai berikut: suhu, salinitas, pH, lebar sungai/kanal, kedalaman sungai/kanal, kecepatan arus sungai/kanal, total suspended solid (TSS), oksigen terlarut (DO), BOD5, COD, NH3 , nitrat, fosfat, logam Pb, Cd, Cu. Sementara tinggi rendahnya kualitas sumberdaya sosial di suatu aliran ditunjukkan oleh tinggi rendahnya umur, pendidikan, pekerjaan, lama menetap, pendapatan, jumlah penduduk, jumlah hotel, persepsi dan partisipasi terhadap pengendalian pencemaran pantai. Hasil analisis tipologi aliran beban limbah Kota Makassar menggunakan analisis komponen utama (AKU) menunjukkan variabel fisik kimia menjelaskan keragaman mencapai 100% pada dua sumbu utama (F1 dan F2), dengan akar ciri masing-masing adalah 0,6654 dan 0,3346. Sementara variabel sosial keragaman yang dapat dijelaskan mencapai 100% pada dua sumbu utama (F1 dan F2), dengan akar ciri masing-masing adalah 0,8591 dan 0,4109 (Lampiran 19). Hasil ovelay antara plot sebaran variabel dan observasi pada F1 dan F2 seperti diperlihatkan pada Gambar 29 dan 30. Plot tersebut mengelompokkan aliran beban limbah menjadi tiga tipologi dengan perbedaan variabel fisik kimia dan sosial.
77
Biplot on F 1 and 2 (100% ) 4
-- F2(33%) -->
3
Jeneberang
2 1
8 6
14 0
11
-1
9
5 4 3 2 12 7 10 13 1 15 16
Tallo
-2 Kanal
-3 -4
-2
0
2
4
6
-- F1 (67% ) -->
Keterangan: 1 = suhu 2 = salinitas 3 = pH 4 = lebar sungai 5 = kedalaman 6 = kecepatan arus 7 = oksigen terlarut 8 = biological oxygen demand (BOD)
9 = amoniak 10 = nitrat 11 = fosfat 12 = COD 13 = TSS 14 = Pb 15 =Cd 16 = Cu
Gambar 29. Plot observasi dan variabel fisik kimia aliran beban limbah pada sumbu utama 1 dan 2 Biplot on F 1 and
2 (100% )
4 Tallo
3
-- F2(41%) -->
2
L 1
D B G O
0 -1
M K
N
A
P
CF
J H IE
Jeneberang
-2 Kanal
-3 -4 -4
-2
0
2
-- F1 (59% ) -->
4
6
78 Keterangan: A = muda B = dewasa C = tua D = sd E = smp-sma F = sarjana G = penghasilan rendah H = penghasilan sedang
I = penghasilan tinggi J = nelayan K = buruh L =pedagang M = pegawai negeri sipil N = wiraswasta O = jumlah penduduk P = jumlah hotel
Gambar 30. Plot observasi dan variabel sosial aliran beban limbah pada sumbu utama 1 dan 2 Berdasarkan hasil analisis komponen utama terbentuk tiga tipologi aliran beban limbah dengan karakteristik sebagai berikut: a. Tipologi I Tipologi ini memiliki bentuk buatan/pengerasan. Kecenderungan tipologi ini dicirikan oleh kedalaman dan lebar penampang aliran yang dangkal. Salinitas dipengaruhi oleh air dari darat yang bersalinitas rendah. Kandungan P dalam bentuk fosfat tinggi, pH air rendah menunjukkan air bersifat asam. Kadar COD yang tinggi menunjukkan air mengandung limbah organik sukar terurai cukup tinggi. Pada tipologi ini jumlah penduduk yang bermukim tinggi, Umumnya bekerja sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilan yang rendah. Terdapat hotel yang membuang limbah ke kanal.
b. Tipologi II Tipologi ini memiliki bentuk aliran sungai yang berkelok-kelok. Variabel fisik kimia yang cenderung mencirikan tipologi II adalah adalah nilai nitrat, TSS, suhu air, logam Cd yang tinggi. Masyarakat yang bermukim di aliran ini umumnya bekerja sebagai buruh dan pedagang, umumnya berpendidikan SD. c. Tipologi III Tipologi ini berbentuk aliran sungai yang lurus, sehingga mengakibatkan kecepatan arus yang tinggi. Kandungan bahan organik mudah urai secara biologi (BOD5) cukup tinggi. Logam berat Pb banyak dikandung pada air di aliran ini. Jumlah penduduk rendah dengan penghasilan sedang. Umumnya bekerja sebagai nelayan. Pendidikan yang diselesaikan umumnya tamat SMP.
79 4.5. Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota 4.5.1. Identifikasi Sistem Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah objek atau situasi.
Keterkaitan
antara
sub-sub
model
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar dimodelkan untuk mendapatkan suatu kecenderungan sebuah sistem yang lebih luas. Pencemaran perairan pantai merupakan fungsi limbah domestik, limbah industri dan kemampuan instalasi pengolahan limbah kota. Melalui pendekatan sistem perancangan model disusun berdasarkan empat empat submodel yang terkait erat dengan sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota yaitu: submodel penduduk, submodel hotel, submodel industri dan submodel IPAL yang saling berinteraksi membentuk sebuah sistem pengendalian (Gambar 31 ). - Submodel Penduduk Penduduk merupakan elemen penting dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penduduk difokuskan pada kelurahan atau kecamatan yang berada di daerah aliran sungai atau kanal. Penduduk pada ketiga tipologi aliran beban limbah di wilayah Kota Makassar tersebut memberikan beban pencemaran ke perairan pantai.
- Submodel Hotel Hotel merupakan elemen dari kegiatan wisata yang berpengaruh terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan pantai kota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hotel difokuskan pada kelurahan atau kecamatan yang berada di daerah aliran sungai atau kanal. - Submodel Industri Submodel industri dibangun berdasarkan keterkaitan antara luas areal Kawasan Industri Makassar (KIMA) yang dimiliki kota Makassar dengan pertumbuhan industri. Luas kawasan ini kurang lebih 200 hektar yang khusus diperuntukkan untuk pembangunan industri. KIMA terletak dekat aliran Sungai Tallo yang memberikan beban limbah terhadap sungai tersebut.
80 - Submodel Pengolahan Limbah Cair Submodel pengolah limbah cair berupa instalasi pengolahan limbah cair kota yang mampu mengolah cair kota hingga memenuhi baku mutu. Beban pencemaran berasal dari berbagai kegiatan di darat seperti pemukiman, hotel dan industri pengolahan. Pada submodel pengolah limbah cair berinteraksi dengan submodel penduduk, submodel hotel dan sub model industri melalui prediksi limbah yang mencemari lingkungan perairan pantai kota. 4.5.2. Validasi Kinerja Model Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model dengan kesesuaian output model dengan sistem. Validasi terhadap perilaku dilakukan untuk menjawab apakah model konsisten terhadap realitas yang digambarkan dan konsisten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkan. Pengujian validasi perilaku model difokuskan pada uji prediksi model di masa depan. Pengujian dilakukan untuk melihat kecenderungan peningkatan jumlah penduduk yang berpengaruh terhadap limbah domestik yang dihasilkan. Validasi kualitatif terhadap perilaku hasil simulasi terhadap submodel penduduk memperlihatkan
kemiripan
dengan
kondisi
sebenarnya
(Gambar
32).
Berdasarkan hasil uji kalman filter (Tabel 8), data hasil simulasi cukup akurat karena mempunyai tingkat kecocokan yang tinggi yaitu sebesar 0.497
81
Jml_Pddk
Urb
Pert_Pddk
Peng_Pddk FPlimb
Fkel
Fkem
Part_Masy Lcp FLcp
NP BM
Fnp
Kap_IPAL
Jml_Limb BL
Jml_limb_direduk Limb_Ind
Lch LcI_IPAL Pert_Htl
Flch IPAL_Ind Jml_Kj
Jml_Ind
Flci
Jml_Htl
Jml_Kmr
Lci
Bangun_I
Fkj
Fki
Tutup_I
Keb_Lhn
Fpi Perm_Lhn
Lhn_per_Ind
Rkm Lhn_Terp Pemb_Lhn Sedia_Lhn
Gambar 31. Model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar Keterangan: Bangun I BL BM FCOD Fkel Fkem Fki Fkj Flch Flci FPlimb Fpi
= Pembangunan industri = Beban limbah = Baku mutu = Fraksi limbah COD per kapita per tahun = Fraksi laju kelahiran penduduk per tahun = Fraksi laju kematian penduduk per tahun = Fraksi pengurangan industri = Fraksi kunjungan hotel per tahun = Fraksi limbah cair hotel = Fraksi limbah cair industri = Fraksi penduduk membuang limbah cair = Fraksi pertambahan industri per tahun
82 Fnp IPAL ind Jml Ind Jml Limb Jml limb direduk Jml Kj Jml Kmr Jml Pddk Kap IPAL Koe Lhn Lch Lci Lci IPAL Lcp Lhn Lhn per ind Lhn Terp Limb Ind Pemb Lhn Peng pddk Perm Lhn Pert htl Pert Ind Pert pddk Rkm Sedia Lhn Tutup I Urb
= Fraksi non point limbah cair = Kapasitas IPAL industri = Jumlah industri = Jumlah Iimbah cair keseluruhan = Jumlah limbah cair direduksi oleh IPAL = Jumlah kunjungan hotel per tahun = Jumlah kamar per hotel = Jumlah penduduk di daerah aliran beban limbah = Kemampuan Instalasi pengolah limbah cair per tahun = Koefisien pertambahan industri berdasarkan luas lahan = Jumlah limbah cair yang berasal dari hotel = Jumlah limbah cair yang berasal dari industri = Jumlah cair industri yang diolah di IPAL = Jumlah limbah cair yang berasal dari penduduk = Kebutuhan lahan industri = Kebutuhan lahan per industri = Luas lahan industri yang terpakai = Limbah industri diolah atau tanpa pengolahan = Pembukaan lahan industri = Pengurangan penduduk oleh kematian = Permintaan lahan industri = Pertambahan jumlah hotel oleh pembangunan per tahun = Pertambahan jumlah industri oleh pembangunan per tahun = Pertambahan jumlah penduduk dari kelahiran dan urbanisasi = Rata-rata jumlah kamar per hotel = Luas lahan yang tersedia untuk industri = Penutupan industri = Urbanisasi
Aktual
Simulasi
1200000
1280000
1180000
1260000
1160000
1240000
1140000
1220000
1120000 1100000 1080000
1200000 y = 15995x + 1E+06 R2 = 0.9738
1180000
1060000
1160000
1040000
1140000
y = 16129x + 1E+06 R2 = 0.9999
1120000
1020000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 32. Validasi kinerja submodel penduduk secara kualitatif
83 Tabel 8. Uji Statistik kalman filter pada submodel penduduk Keterangan
Nilai
Va = varian nilai aktual
1225984820
Vs=varian nilai simulasi
1214226442
KF = Vs/(Vs+Va)
0.497
Setelah model dinyatakan valid, maka selanjutnya disimulasikan pada tiga tipologi aliran beban limbah Kota Makassar. Asumsi-asumsi model Dalam mengeksekusi model untuk melihat gambaran pola perubahan dimasa depan bebera asumsi yang digunakan yaitu: a. Periode simulasi dibatasi sampai 10 tahun yaitu periode jangka menengah pelaksanaan suatu kebijakan. b. Daerah yang dihitung dalam simulasi hanya daerah yang berada dalam wilayah Kota Makassar. c. Migrasi penduduk ke daerah lain tidak diperhitungkan dan dianggap nol d. Pertumbuhan penduduk mengikuti pola laju pertumbuhan pada setiap tipologi aliran beban limbah. e. Limbah yang berasal dari run off atau non point source dianggap stabil, besarnya sesuai tipologi aliran beban limbah. f.
Parameter limbah yang digunakan adalah COD dengan nilai baku mutu sebesar 80 mg/L.
4.6. Implementasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota 4.6.1. Tipologi I A. Penentuan Faktor Kunci (dominan) Hasil simulasi kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini masih memberikan beban pencemaran terhadap perairan pantai Kota Makassar, sehingga dengan demikian perlu dirumuskan suatu skenario strategi yang dapat mengendalikan pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi I didasarkan pada pendapat pakar. Berdasarkan pendapat pakar teridentifikasi
13 faktor yang
84 berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pencemaran pantai. Cara
pengendalian tersebut
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai; (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota. (e) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (f) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai.
85 (g) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (h) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (i) penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (j) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (k) Dukungan perguruan tinggi Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (l)
Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (m) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai. Dari pendapat pakar yang dikumpulkan terhadap tipologi I diperoleh faktor-faktor kunci yang mempengaruhi upaya pengendalian pencemaran. Adapun faktor-faktor tersebut adalah pertumbuhan penduduk, partisipasi masyarakat, dukungan pihak swasta, fasilitas pengolahan limbah kota, biaya lingkungan, Kerjasama lintas sektor, dukungan perguruan tinggi. (Gambar 33).
86 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
1.80
Pertumb Penduduk
1.60
Dukungan Swasta Partisipasi Masy Fasilitas Peng Limb Dukungan Perguruan Kota Persepsi Masy Tinggi
1.40
P e n g a ru h
1.20 1.00
Penegakan Hukum
Dukungan Pemda
0.80
Biaya Lingk 0.60
Kelembagaan APBD Penataan Ruang
0.40
Dukungan LSM
0.20 -
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
Ketergantungan
Gambar 33. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi I Hasil analisis pengaruh langsung antar faktor pada tipologi I diperoleh faktor kunci sebagai berikut: a) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk pada tipologi I saat ini sebesar 0,54% dari jumlah peenduduk sebesar 336.036 jiwa b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat terhadap upaya pengendalian saat ini sebesar 75% dari jumlah penduduk. c) Fasiltas pengolahan limbah cair Fasilitas pengolahan limbah cair kota yang mampu mengolah limbah domestik. B. Pengembangan skenario strategi Skenario strategi yang dikembangkan untuk tiologi I adalah pesimistik, moderat, optimistik. Skenario mengacu pada tiga faktor kunci yang berpengaruh (Tabel 9).
87 Tabel 9. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran pada tipologi I Faktor
Keadaan 1A Tetap 2A Menurun 3A Ada
Pertumbuhan penduduk Partisipasi Masyarakat Fasilitas Pengolah Limbah
1B Meningkat 2B Tetap 3B Tidak ada
1C Meningkat tinggi 2C Meningkat
Tabel 10. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1C-2A-3B
2.
Moderat
1A-2A-3B
3.
Optimistik
1B-2B-3A
C. Implikasi Penerapan Skenario Strategi Tipologi I merupakan tipe aliran limbah yang berpengaruh besar terhadap ekosistem perairan pantai Kota Makassar.
Aliran ini melalui Kota Makassar,
melalui dua kanal utama yaitu Kanal Panampu dan Kanal Jongaya. Kedua kanal ini bermuara di perairan yang relartif tenang, sehingga kemungkinan akumulasi pencemar lebih besar. Muara Kanal Panampu terletak di perairan Paotere, sementara Kanal Jongaya di perairan Pantai Losari. Tabel 9
dan 10
mempelihatkan kedudukan (state) dari faktor-faktor dominan dan skenario yang kemungkinan terjadi di masa depan pada tipologi I. Kemudian pada Tabel 11 diperlihatkan
implikasi
dari
pencemaran untuk tipologi I.
penerapan
skenario
strategi
pengendalian
88 Tabel 11. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I Skenario
State Faktor
Implikasi
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 1,0%
Pesimistik
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 50%
• Beban pencemaran meningkat dan tidak memenuhi baku mutu • Kurangnya partisipasi masyarakat
• Tidak tersedianya fasilitas pengolah limbah cair kota
Moderat
• Pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat pertumbuhan 0,54%
• Beban pencemaran meningkat akibat pertumbuhan penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 75%
• Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Tidak tersedianya fasiltas pengolah limbah cair kota
Optimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 0,75%
• Peningkatan jumlah penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 85%
• Partisipasinya masyarakat meningkat
• Tersedianya fasilitas pengolah limbah cair kota
• Beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai memenuhi baku mutu • Memerlukan anggaran pembangunan IPAL
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi I Skenario Pesimistik Apabila skenario pesimistik yang diterapkan pada tipologi I akan dihasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Pada skenario ini, kondisi
tingkat pertumbuhan penduduk pada laju pertumbuhan
mencapai 1% per tahun dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran
menurun
menjadi
50%.
Kondisi
ini
akan
mengakibatkan
peningkatan beban limbah cukup besar dari tipologi I dan tidak memenuhi baku mutu pada tahun 2015.
89 Gambar 34 memperlihatkan hasil simulasi model terhadap skenario pesimistik sampai tahun 2015. Beban limbah (BL) dari aktivitas pembangunan di Kota Makassar berada di atas baku mutu. Non point source (NP) merupakan sumber limbah cair terbesar untuk tipologi I . Limbah cair dari penduduk (Lcp) dan hotel (Lch) masih berada di bawah baku mutu air. 4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
150,000
1
100,000
2 3 4 50,000
5
1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2,005 2,007 2,009 2,011
1 2 3
1 2 3 2,013
1 2 3
BM Lcp Lch NP BL
1 3 2,015
TAHUN
Gambar 34. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015
Skenario Moderat Pada pengembangan skenario moderat yang didasarkan pada kondisi eksisting saat ini, menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan meningkatnya laju beban limbah
di masa depan. Kondisi
laju pertumbuhan
penduduk sebesar 0,54% per tahun dan 74% penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara masih membuang limbah ke kanal. Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan beban limbah dan belum melebihi baku mutu pada tahun 2015. Hasil simulasi model terhadap skenario moderat diperlihatkan pada Gambar 35. Skenario moderat merupakan kondisi saat ini, di masa depan akan memberikan beban limbah (BL) di atas baku mutu. Limbah cair penduduk (Lcp) dan hotel (Lch) masih berada di bawah baku mutu. Limbah non point merupakan sumber limbah cair terbesar pada tipologi I dan berada di atas baku mutu.
90
45
45
45
45
45
45
45
45
45
45
4
150,000
1
100,000
2 3 4 50,000 5
1 1 1 1 1 1 1 32 32 32 32 32 32 32 2,005 2,007 2,009 2,011
1 32
1 32 2,013
1 32
BM Lcp Lch NP BL
1 3 2,015
TAHUN
Gambar 35. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Skenario Optimistik Penerapan skenario optimistik pada tipologi I akan menghasilkan kinerja sistem yang mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pada kondisi pertumbuhan penduduk yang meningkat 0,54% per tahun, dan peningkatan kesadaran penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara untuk tidak membuang limbah ke kanal (85%). Serta adanya upaya pengolahan limbah cair menggunakan instalasi pengolahan limbah cair dengan kapasitas minimal 168.000 ton/tahun, akan menurunkan beban limbah sampai memenuhi baku mutu pada tahun 2015. Gambar 36 memperlihatkan hasil skenario optimistik terhadap model pada tipologi I. Beban limbah (BL) masih berada di atas baku mutu. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat mampu menekan beban limbah, namun belum memenuhi baku mutu. Pembangunan instalasi pengolahan limbah cair mampu menekan beban limbah memenuhi baku mutu.
91
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
150,000
1 100,000
2 3 4
50,000
5 6
1 03 2 2,005
1 6
2
1 1 1 2 2 36 36 36 2,007 2,009
1 1 6 2 26 36 3 3 2,011 2,013
2
BM Lcp Lch NP BL Jml_Limb
12 3 2,015
TAHUN
Gambar 36. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario optimistik sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan ketiga skenario pada Gambar 37, skenario yang paling diharapkan terjadi di masa depan adalah optimistik. Namun demikian pilihan responden menentukan bahwa urutan skenario yang mungkin terjadi di masa depan adalah pesimistik 50%, moderat 30% dan optimistik 20%. Hasil akhir skenario mencerminkan bahwa perlu dilakukan suatu rekayasa sistem agar dapat dicapai kondisi yang diharapkan dengan suatu dorongan kebijakan yang kondusif. Dengan pilihan skenario pesimistik, maka perlu dilakukan usaha
Beban Limbah (ton/tahun)
yang dituangkan dalam bentuk strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I.
200000
172929.85
171353.07
150000 100000 50000 6705.28
10690.86
0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 37. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran tipologi I pada tahun 2015
92 4.6.2. Tipologi II A. Penentuan faktor kunci (dominan) Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi II didasarkan pendapat pakar. Diidentifikasi 14 faktor yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai; (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Pertumbuhan Industri Pertumbuhan industri terjadi akibat bertambahnya industri pengolahan yang menghasilkan limbah indusrtri. Pertumbuhan industri dilihat dari besarnya pertumbuhan tiap tahunnya, pada saat penelitian laju pertumbuhan industri Kota Makassar sebesar 1%. (e) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota.
93 (f) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (g) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. (h) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (i) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (j) Penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (k) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (l) Dukungan perguruan tinggi Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (m) Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (n) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai.
94 Diperoleh tiga faktor yang kunci (dominan) yaitu partisipasi masyarakat, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri. (Gambar 38). Selanjutnya ketiga faktor
yang
berpengaruh
dan
saling
ketergantungan
digunakan
untuk
mendefenisikan dan mengideskripsikan kemungkinan perubahan di masa depan bagi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
2.50
Partisipasi Masy 2.00
P e n g a ru h
Pertumb Penduduk 1.50
Penegakan Hukum Dukungan PEMDA
Persepsi Masy Pertumb Industri
Penataan Ruang Fasilitas Peng Limb Kota Dukungan Swasta Dukungan LSM APBD Kelembagaan Biaya Lingk Dukungan Perguruan Tinggi
1.00
0.50
-
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Ketergantungan
Gambar 38. Gambaran tingkat kepentingan faktor - faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi II Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor sebagai berikut: a) Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran perairan pantai di tipologi II saat ini persentase penduduknya sebesar 62% per tahun. b) Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Jumlah penduduk saat ini sebesar 173.846 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2,22% per tahun. c) Pertumbuhan Industri Pertumbuhan industri terjadi akibat bertambahnya industri pengolahan setiap tahunnya sebesar 1% per tahun. Pembangunan industri dipusatkan di kawasan industri Makassar (KIMA) dengan luas 200 Ha. Memiliki pengolahan limbah 3000 m3/hari yang menghasilkan limbah industri. Jumlah industri pada saat ini sebesar 49 buah
95 B. Pengembangan skenario strategi Skenario strategi yang dikembangkan untuk menekan beban pencemaran dari tipologi II dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar yaitu skenario pesimistik, moderat, optimistik (Tabel 12). Tabel 12. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran tipologi II Faktor
Keadaan
Partisipasi Masyarakat Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan industri
1A Menurun 2A Tetap
1B Tetap 2B Meningkat
3A Tetap
3B Meningkat
1C Meningkat 2C Meningkat tinggi akibat urbanisasi 3C Meningkat tinggi
Tabel 13. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi II No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1A-2C-3C
2.
Moderat
1B-2A-3A
3.
Optimistik
1C-2A-3B
C. Implikasi Penerapan Skenario Strategi Tipe aliran beban limbah tipologi II berpengaruh sedang terhadap ekosistem perairan pantai Kota Makassar. Tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi dan terdapat kawasan industri Makassar (KIMA). Aliran tipologi ini berhulu di Kota Makassar dan merupakan sungai drainase kota. Berdasarkan Tabel 12 dan 13 diperlihatkan faktor-faktor dominan dan kedudukan serta skenario strategi yang mungkin terjadi pada tipologi II di masa depan. Pada Tabel 14 dijelaskan implikasi dari skenario strategi yang dibuat.
96 Tabel 14. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi II Skenario
State Faktor • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 30% per tahun
Pesimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 3% • Pertumbuhan industri meningkat 0,2% per tahun • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 62% per tahun
Moderat
• Pertumbuhan penduduk pada tingkat 2,22% per tahun • Pertumbuhan industri pada tingkat 0,1% per tahun • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 75% per tahun
Optimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 2,5% per tahun • Pertumbuhan industri meningkat 0,2% per tahun
Implikasi • Beban pencemaran yang bersumber dari domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu • Terjadi pencemaran dari industri • Beban pencemaran domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu • Jumlah penduduk meningkat • Terjadi pencemaran dari industri
• Beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai memenuhi baku mutu • Beban pencemaran dari sektor industri menurun • Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian pencemaran pantai
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi II Skenario Pesimistik Penerapan skenario pesimistik pada tipologi II menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Skenario didasarkan pada
pertumbuhan penduduk meningkat melebihi kondisi saat ini. Laju
pertumbuhan penduduk mencapai 3% per tahun mengakibatkan beban limbah meningkat. Menurunnya partisipasi masyarakat menjadi 30% atau dengan kata lain 70% penduduk masih membuang limbah ke sungai, pertumbuhan Industri meningkat menjadi 2% per tahun di kawasan industri tanpa memanfaatkan IPAL
97 akan mengakibatkan peningkatan beban limbah cukup besar diatas baku mutu pada tahun 2015. Gambar 39 memperlihatkan simulasi model terhadap skenario pesimistik pada tipologi II. Sumber limbah non point masih merupakan sumber terbesar beban limbah. Pertumbuhan industri tanpa memanfaatkan pengolahan limbah cair akan menyumbang cukup besar beban limbah cair. Kualitas kedua sumber beban limbah ini berada di atas baku mutu. Limbah cair penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu. Skenario ini memberikan beban limbah di atas baku mutu.
2,500,000
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
2,000,000 1 1,500,000 4
1,000,000
6
4 6
4 6
4 6
4 6
4 6
4 6
4
4
4
4
6
6
6
6
2 3 4 5 6
500,000 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2 2,005 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar 39. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015 Skenario Moderat Skenario moderat pada tipologi II didasarkan pada kondisi eksisting saat ini. Kinerja sistem yang dihasilkan tidak mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk pada tipologi II sebesar 2,22% per tahun dan masih rendahnya partisipasi masyarakat untuk tidak membuang limbah ke sungai, pertumbuhan industri sebesar 1% per tahun di kawasan industri tanpa memanfaatkan IPAL akan mengakibatkan peningkatan beban limbah dan masih berada diatas baku mutu di tahun 2015. Gambar 40 memperlihatkan hasil simulasi model terhadap skenario moderat tipologi II. Sumber non point dan industri merupakan penyumbang
98 terbesar bebal limbah. Kualitas beban limbah ini berada di atas baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan kualitas beban limbah limbah cair penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu.
Serupa dengan skenario pesimistik, skenario ini
memberikan beban limbah di atas baku mutu.
2,500,000 5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
2,000,000 1 1,500,000 4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
6
6
2 3
1,000,000 6
6
6
6
6
6
6
6
6
4 5 6
500,000 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2 2,005 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar
40. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario moderat sampai tahun 2015
Skenario optimistik Skenario optimistik yang diterapkan pada tipologi II menghasilkan kinerja sistem yang mampu menekan meningkatnya beban pencemaran
di masa
depan. Kondisi pertumbuhan penduduk yang melebihi keadaan saat ini yaitu sebesar 2,0% per tahun memberi peningkatan beban limbah, namun dengan peningkatan kesadaran penduduk dari 62% menjadi 75% untuk tidak membuang limbah ke sungai akan menurunkan beban limbah ke sungai, pertumbuhan industri 2% per tahun di kawasan industri dengan memanfaatkan IPAL dengan kapasitas 950.000 ton/tahun akan mengurangi peningkatan beban limbah dan memenuhi baku mutu pada tahun 2015. Hasil simulasi model pada Gambar 41 untuk skenario optimistik akan memberikan beban limbah dari industri, penduduk dan hotel yang memenuhi baku. Sumber non point menyebabkan pencemaran.
masih merupakan beban limbah terbesar yang
99
5 5 1,500,000 4 4
5 4
5
5
5
5
5
5
5
5 4
4
4
4
4
4
4
4
1 1,000,000
2 3 4 5
500,000
6 1
1
1
1
1
1 6
23 2,005
1 6
1
1 6
1 6
6
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
6 6 6 6 6 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar 41. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan terhadap ketiga skenario tersebut, maka skenario yang paling mungkin di masa depan pada tipologi II adalah dengan urutan skenario pesimistik 58%, moderat 30% dan optimistik 12%. Gambar 42 memperlihatkan perbandingan skenario yang terjadi dimasa depan terhadap sistem dalam menghasilkan beban limbah. Skenario optimistik merupakan skenario yang diharapkan terjadi. Pilihan skenario pesimistik mengakibatkan perlu dilakukan usaha-usaha yang dituangkan dalam bentuk strategi-strategi pengendalian pencemaran perairan pantai.
100
Beban Limbah (ton/tahun)
700000
645209.28 551111.96
600000 500000 400000
195209.28
300000
238295.52
200000 100000 0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 42. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran tipologi II pada tahun 2015 4.6.3. Tipologi III A. Penentuan faktor kunci (dominan) Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi III didasarkan pendapat pakar. Diidentifikasi 13 faktor yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai
101 (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota. (e) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (f) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. (g) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (h) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (i) penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (j) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (k) Dukungan perguruan tinggi
102 Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (l) Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (m) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai. Diperoleh dua faktor yang kunci (dominan) yaitu pertumbuhan penduduk, dan partisipasi masyarakat. (Gambar 43). Selanjutnya kedua faktor yang berpengaruh dan saling ketergantungan digunakan untuk mendefenisikan dan mengideskripsikan kemungkinan perubahan di masa depan bagi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji 1.80
Pertumb Penduduk
1.60 1.40
Dukungan Perguruan Tinggi
P en g a ru h
1.20 1.00
Partisipasi Masy Dukungan Swasta Persepsi Masy Dukungan Pemda Kelembagaan
Penegakan Hukum
Fasilitas Peng Limb
0.80
Biaya Lingk Kota
0.60
APBD
0.40
Penataan Ruang Dukungan LSM
0.20 -
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
Ketergantungan
Gambar 43. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi III Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor pada tipologi III sebagai berikut: a)
Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh terhadap peningkatan beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Jumlah penduduk pada tipologi III saat ini berjumlah 636.148 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,54% per tahun.
103 b)
Partisipasi masyarakat Keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai yang secara langsung adalah bentuk partisipasi. Partisipasi masyarakat pada tipologi III saat ini sebesar 74%.
B. Pengembangan Skenario Strategi Skenario strategi pesimistik, moderat dan optimistik dikembangkan untuk pencemaran pada tipologi III. Faktor-faktor yang digunakan
menekan beban untuk
mensimulasi
model
adalah
yang
bersifat
kuantitatif.
Tabel
15
memperlihatkan faktor kunci yang berpengaruh pada tipologi III. Tabel 15. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran tipologi III Faktor
Keadaan
Pertumbuhan penduduk Partisipasi Masyarakat
1A Tetap
1B Meningkat
2A Menurun
2B Tetap
1C Meningkat tinggi akibat urbanisasi 2C Meningkat
Tabel 16. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi III No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1C-2A
2.
Moderat
1A-2B
3.
Optimistik
1B-2C
C. Implikasi Skenario Strategi Skenario strategi yang dibuat menggambarkan keadaan yang akan terjadi dimasa depan. Skenario berdasarkan perubahan faktor-faktor dominan pada suatu kedudukan (state). Pada tiap tipologi memiliki skenario startegi yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik kondisi fisik, kimia dan sosial. Tipologi III merupakan tipe aliran limbah yang berpengaruh kecil terhadap perubahan ekosistem.
Pada tipologi ini di wilayah Kota Makassar jumlah
penduduknya rendah dengan tingkat pertumbuhan yang rendah pula. Namun pada aliran tipologi ini yang berhulu dan melalui Kabupaten Gowa mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, areal persawahan dan perkebunan. Kondisi
104 perairan di muara sungai mempunyai arus yang kuat dan ombak cukup besar, sehingga mampu mengurangi beban pencemaran. Berdasarkan Tabel 15 dan 16 diperlihatkan kedudukan dari faktor-faktor dominan dan skenario yang mungkin terjadi di masa depan. Tabel 17 menjelaskan implikasi dari skenario strategi yang dibuat pada tipologi III. Tabel 17. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi III Skenario
Pesimistik
Moderat
Optimistik
State Faktor
Implikasi
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 3%
• Beban pencemaran dari domestik meningkat
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 50%
• Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat pertumbuhan 0,54% • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 74%
• Partisipasi masyarakat rendah • Beban pencemaran dari domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 0,75%
• Peningkatan jumlah penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 85%
• Partisipasi masyarakat meningkat
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi III Menentukan pilihan skenario strategi yang mungkin terjadi di masa depan dapat dilakukan setelah mengetahui implikasi dan hasil simulasi model. Berikut ini dijelaskan simulasi penerapan skenario strategi pada tipologi III. Skenario Pesimistik Penerapan skenario pesimistik pada tipologi III menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Skenario yang didasarkan pada pertumbuhan penduduk meningkat pesat dengan laju pertumbuhan mencapai 2% per tahun. Terjadi penurunan partisipasi masyarakat
105 dalam membuang limbah, sehingga 50% Penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara masih membuang limbah
ke sungai. Kondisi ini akan
mengakibatkan peningkatan beban limbah jauh diatas baku mutu pada tahun 2015. Gambar 44 memperlihatkan hasil simulasi model skenario pesimistik pada tipologi III. Beban limbah (BL) di masa depan akan meningkat terutama yang berasal dari sumber penduduk. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran memberikan dampak yang cukup besar. Skenario ini menghasilkan beban limbah yang melebihi baku mutu. 5 5
2,000,000
5
1,500,000 4
5
4
5
5 4
5 4
5
5
5 4
5
4
4
4
4
4
4 1 2
1,000,000
3 2
5
2
500,000 1
1
1
2 3 2,005
2
2 3
3 2,007
1 2 3
1
2
3 2,009
12 3
1
2
3 2,011
2
4
BM Lcp Lch NP BL
2
1
1
1
1
3
3 2,013
3
3 2,015
TAHUN
Gambar 44. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015 Skenario moderat Skenario moderat didasarkan pada kondisi eksisting saat ini. Kinerja sistem tidak mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk sebesar 0,54% per tahun dan 34% penduduk yang bermukim di daerah aliran beban limbah membuang limbah ke sungai, akan mengakibatkan peningkatan beban limbah sampai tahun 2015. Skenario ini lebih baik dari keadaan skenario pesimistik. Gambar
45 memperilhatkan hasil simulasi model terhadap skenario
moderat pada tipologi III. Beban limbah yang bersumber dari non point masih cukup besar, sedangkan sumbangan limbah cair dari aktivitas penduduk jumlah kecil dan berada di bawah baku mutu.
106
1,500,000 4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4
1,000,000 1 2 3 4
500,000
5 1
2 3 2,005
1
2 3
1
2 3 2,007
1
2 3
1
1
2 3 2,009
2 3
1
2 3 2,011
1
2 3
1
2 3 2,013
1
2 3
BM Lcp Lch NP BL
1
2 2,015
TAHUN
Gambar 45. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Skenario optimistik Perubahan signifikan pada skenario ini, kinerja sistem mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk 0,75% per tahun di tipologi ini menambah beban limbah dibanding skenario moderat, namun upaya peningkatan partisipasi penduduk sebesar 90% untuk tidak membuang limbah ke sungai mengurangi akan beban limbah. Kondisi ini jauh lebih baik dibanding skenario pesimistik dan moderat. Skenario ini diyakini akan menurunkan beban limbah hingga mencapai baku mutu pada tahun 2015. Gambar 46 memperlihatkan hasil simulasi model untuk memprediksi beban limbah di masa depan terhadap skenario optimistik pada tipologi III. Skenario optimistik menghasilkan beban limbah yang tidak jauh berbeda dengan skenario moderat.
Beban limbah yang sebagian besar disumbangkan oleh
sumber non point (NP) berada di atas baku mutu, namun sumber dari aktivitas penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu.
107
1,500,000 4 5
45
45
45
45
45
45
45
45
45
4
1,000,000 1 2 3 4
500,000
5 1
23 2,005
1
23
1
23 2,007
1
23
1
1
23 2,009
23
1
23 2,011
1
23
1
23 2,013
1
23
BM Lcp Lch NP BL
1
2 2,015
TAHUN
Gambar 46. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario optimistik sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan ketiga skenario tersebut serta dengan memperhatikan kajian pemodelan sistem, maka skenario yang paling mungkin di masa depan adalah dengan urutan skenario pesimistik 30%, moderat 68% dan optimistik 12%. Hasil akhir skenario mencerminkan bahwa perlu dilakukan suatu upaya pencegahan agar dapat dicapai kondisi yang diharapkan dengan suatu dorongan kebijakan yang kondusif. Gambar 47 memperlihatkan perbandingan skenario yang terjadi di masa depan terhadap sistem dalam menghasilkan beban limbah. Skenario optimistik merupakan skenario yang diharapkan terjadi, namun pilihan skenario adalah moderat, sehingga diperlukan usaha-usaha yang dituangkan dalam bentuk strategi-strategi pengendalian pencemaran perairan pantai.
108
Beban Limbah (ton/tahun)
1000000 800000
775299.95
600000 10775.59
400000
238295.52 6387.24
200000 0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 47. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran pada tipologi III pada tahun 2015 4.7. Strategi Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Rumusan strategi pengendalian pencemaran yang disarankan pada tiap tipologi adalah: Tipologi I -
Meskipun tingkat pertumbuhan dapat dikatakan rendah yaitu 0,74% per tahun, namun jumlah dan kepadatan penduduk cukup tinggi, sehingga diperlukan upaya untuk mengontrol tingkat pertumbuhan penduduk.
-
Partisipasi masyarakat pada tipologi I masih rendah yaitu sebesar 50%. Maka perlu melakukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat untuk mengurangi beban limbah.
-
Hal yang terpenting untuk menekan beban limbah ke perairan pantai agar memenuhi baku mutu adalah mengupayakan pembangunan instalasi pengolahan air limbah. Kapasitas IPAL yang sarankan minimal 168.000 ton per tahun. Pembangunan dilakukan pada setiap outlet beban limbah.
Tipologi II -
Peningkatan partisipasi masyarakat perlu dilakukan untuk mengurangi beban
limbah.
Partisipasi
masyarakat
sebesar
64%
masih
perlu
ditingkatkan. -
Tingkat pertumbuhan penduduk pada tipologi II cukup tinggi yaitu sebesar 2,22% per tahun. Meskipun jumlah dan kepadatan penduduk rendah, perlu mewaspadai pertumbuhan penduduk dimasa depan dengan mengontrol tingkat pertumbuhannya.
109 -
Sektor industri yang diduga memberikan beban limbah yang besar pada tipologi ini perlu mendapat perhatian. Pertumbuhan yang masih rendah dapat ditingkatkan sebesar 0,2% per tahun. Namun perlu melakukan upaya pengontrolan beban limbah dari kawasan industri.
Tipologi III -
Tingkat pertumbuhan, jumlah dan kepadatan penduduk pada tipologi III dapat dikatakan rendah. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,54% per tahun dapat dipertahankan agar tidak memberikan beban limbah yang besar di masa yang akan datang.
-
Partisipasi masyarakat sudah relatif tinggi yaitu 74%, namun perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Partisipasi melalui pola hidup bersih dengan menerapkan 4R ( reduce, reuse, recycle dan replant) dapat menekan beban limbah ke perairan pantai. Tabel 18 menyajikan hasil kajian dan pilihan responden terhadap prioritas
strategi
pengendalian
pencemaran.
yang
Pemerintah
diterapkan
Kota
pada
Makassar
tiga
perlu
tipolgi
aliran
menerapkan
beban strategi
pengendalian strategi pengendalian yang berbeda untuk tiap tipologi aliran beban limbah. Pada tipologi I adalah membangun instalasi pengolahan limbah cair, karena sumber non point menyumbang limbah terbesar dibanding dari penduduk dan hotel. Pada tipologi II prioritasnya adalah mengontrol limbah dari kawasan industri, karena merupakan sumber limbah terbesar setelah sumber non point. Pada tipologi III prioritas strategi yang diterapkan adalah peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan pencemaran, karena sumber limbah terbesar pada tipologi III berasal dari non point. Tabel 18. Strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar Tipologi
I II
III
Strategi Pembangunan instalasi pengolahan air limbah. Kapasitas IPAL yang sarankan minimal 168.000 ton per tahun. Pembangunan dilakukan pada setiap outlet beban limbah. Pengontrolan beban limbah dari kawasan industri. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi pencemaran pantai melalui pola hidup bersih dengan menerapkan 4R ( reduce, reuse, recycle dan replant).
Pelaksana Pemda, swasta dan perguruan tinggi Pemda dan swasta Pemda, mayarakat, LSM, perguruan tinggi