IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pengkajian daya insektisida nabati dilakukan untuk menyeleksi bahan nabati yang memiliki potensi insektisida terhadap serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. Bahan nabati yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya (Carica papaya), daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), daun cente (Lantana camara L.), daun jeruk purut (Citrus hystrix), dan bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Alasan pemilihan bahan nabati tersebut, antara lain karena adanya komponen aktif yang terkandung dalam bahan tersebut yang berpotensi sebagai insektisida seperti senyawa lantaden yang terdapat dalam daun cente. Saponin dan alkaloid yang terdapat dalam daun pepaya dapat menghambat perkembangan Sitophilus zeamais. Selain itu glikosida yang terdapat dalam semua bahan nabati yang diuji serta minyak atsiri yang mengeluarkan bau dan aroma yang khas dapat mempengaruhi perkembangan serangga. Hal ini didukung oleh pernyataan Atmadja (2003) bahwa komponen-komponen seperti alkaloid, kumarin, glikosida dan beberapa sterol serta minyak atsiri yang dapat mengeluarkan bau dan aroma khas dapat mempengaruhi perkembangan serangga. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh bahan nabati yang paling efektif dalam menurunkan populasi serangga turunan pertama, dan kemudian dapat ditentukan rentang konsentrasi bahan nabati yang lebih kecil yang akan diuji pada penelitian utama. Dalam penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap adanya dugaan bahwa bahan nabati yang dujikan mempunyai sifat daya tolak (repellent) dan daya mengurangi makan (antifeedant). Hal ini didukung oleh pernyataan De Luca (1979) bahwa dalam bahan nabati yang memiliki sifat insektisida umumnya disebabkan oleh adanya daya repellent dan antifeedant. Pengaruh daya insektisida nabati terhadap perkembangan serangga Sitophilus zeamais diamati dengan menggunakan media oligidik. Penggunaan media oligidik ini merupakan salah satu metode dalam melakukan screening bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida. Menurut Haryadi dan Suyatma (1993), penggunaan media oligidik sangat cocok untuk menguji daya insektisida bahan nabati terhadap perkembangan
serangga yang berkembang di dalam biji, yaitu serangga yang mempunyai stadia tersembunyi (hidden stages) seperti Sitophilus zeamais. Dengan demikian dapat diketahui daya repellent dan daya antifeedant atau daya bunuh dari bahan nabati yang diuji. Menurut Haryadi (1991) diacu di dalam Asriyanti (2002), tahap-tahap perkembangan serangga dalam biji dapat diketahui dengan metode radiografi. Dengan metode radiografi keberadaan hidden stages di dalam biji dapat diketahui sehingga dapat lebih menjelaskan penyebab menurunnya populasi turunan pertama S.zeamais akibat perbedaan perlakuan konsentrasi yang diberikan. Selain metode radiografi, ada pula metode lain yang digunakan untuk mendeteksi hidden infestation, diantaranya adalah metode translusensi biji, metode pewarnaan ninhidrin, metode pengambangan, pewarnaan penutup lubang telur, metode akustik, pengukuran CO2 dan uji standar. Pada penelitian ini media oligidik ditambah dengan gliserol dan gluten. Menurut Suyatma (1994), penambahan gliserol bertujuan untuk mempertahankan kelembaban media oligidik dan sebagai sumber energi tambahan bagi serangga Sitophilus zeamais Motsch. Penambahan gluten bertujuan untuk mempermudah dalam pembentukan adonan dan agar media yang dihasilkan lebih solid. Media oligidik dibuat berbentuk balok dengan ketebalan sekitar 2 mm dan panjang 5 mm. Tingkat konsentrasi bahan nabati yang ditambahkan ke dalam media oligidik pada penelitian pendahuluan masing-masing adalah 0 % ; 2 % ; 4 % ; 6 % ; 8 % ; dan 10 %. Pemilihan rentang konsentrasi ini didasarkan pada penelitian terdahulu mengenai screening bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida. Dengan rentang konsentrasi tersebut diharapkan tidak mempengaruhi penampakan dan bau ketika diaplikasikan pada beras. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa penambahan tepung daun cente pada konsentrasi 2 % telah menyebabkan kematian terhadap Sitophilus zeamais selama masa infestasi pada media oligidik selama satu minggu. Jumlah serangga yang mati pada media oligidik dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Sitophilus zeamais yang mati selama masa infestasi pada media oligidik. Konsentrasi (%)
Pepaya
0 2 4 6 8 10
0 0 0 0 0 0
Jumlah serangga mati (ekor) Belimbing Cente Jeruk purut wuluh 0 0 0 0 1 0 0 3 0 0 7 0 0 12 0 0 12 0
Bunga kecombrang 0 0 0 0 0 0
Kematian Sitophilus zeamais Motsch dalam media oligidik diduga disebabkan oleh adanya senyawa yang bersifat racun yang terkandung di dalam daun cente (Lantana camara). Menurut Djauhariya dan Hernani (2004), pada daun cente terdapat minyak atsiri, lantaden A, lantaden B, asam lantanolat, dan asam lantat. Berdasarkan data yang diperoleh, semakin tinggi konsentrasi daun cente yang ditambahkan, jumlah serangga yang mati semakin banyak. Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa penambahan tepung daun cente dan tepung daun belimbing wuluh dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam menghambat pertumbuhan serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Pada penambahan tepung daun cente sebanyak 4 % jumlah serangga turunan pertama yang muncul adalah 0. Hal ini membuktikan bahwa pada konsentrasi 4 % tepung daun cente sudah mampu menghambat pertumbuhan Sitophilus zeamais secara total. Hasil pengamatan populasi kumulatif akibat penambahan tepung bahan nabati yang diujikan dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap jumlah turunan pertama serangga Sitophilus zeamais dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian pendahuluan Konsentrasi (%)
Pepaya
0 2 4 6 8 10
65.33 a 32.67 b 53.00 a 54.33 a 58.33 a 29.00 b
Jumlah populasi turunan pertama (NF1) Belimbing Jeruk Bunga Cente wuluh purut kecombrang 35.33 a 45.00 a 58.33 a 45.33 a 31.33 a 4.67 b 27.67 ab 41.00 a a b b 28.67 0.00 14.00 13.00 b 6.00 b 0.00 b 43.33 ab 20.67 ab b b ab 0.33 0.00 42.67 9.33 b 2.33 b 0.33 b 19.00 b 28.00 ab
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Penambahan tepung daun pepaya, tepung daun jeruk purut, dan tepung bunga kecombrang tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi turunan pertama. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah populasi F1 tidak berbeda nyata dengan jumlah populasi pada kontrol. Oleh karena itu, pengujian terhadap ketiga bahan nabati ini tidak dilanjutkan pada penelitian utama.
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan untuk memperoleh konsentrasi terkecil dari bahan nabati hasil screening pada penelitian pendahuluan yang berpotensi sebagai insektisida berdasarkan jumlah populasi serangga turunan pertama. Tingkat konsentrasi tepung bahan nabati pada penelitian utama masing-masing adalah 0 % ; 1.2 % ; 2.4 % ; 3.6 % ; 4.8 % ; dan 6.0 % untuk tepung daun belimbing wuluh, sedangkan konsentrasi tepung daun cente masing-masing adalah 0 % ; 0.8 % ; 1.6 % ; 2.4 % ; 3.2 % ; dan 4.0 %. Komposisi media oligidik yang digunakan pada penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun belimbing wuluh Konsentrasi (%) 0.0 1.2 2.4 3.6 4.8 6.0
Tepung nabati (g) 0.00 0.12 0.24 0.36 0.48 0.60
Tepung beras (g) 10.00 9.88 9.76 9.64 9.52 9.40
Gliserol (ml) 1 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 5 5 5 5 5 5
Gluten (g) 1 1 1 1 1 1
Tabel 6. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun cente Konsentrasi (%) 0.0 0.8 1.6 2.4 3.2 4.0
Tepung nabati (g) 0.00 0.08 0.16 0.24 0.32 0.40
Tepung beras (g) 10.00 9.92 9.84 9.76 9.68 9.60
Gliserol (ml) 1 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 5 5 5 5 5 5
Gluten (g) 1 1 1 1 1 1
1. Efektivitas Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh dan Tepung Daun Cente Metode pengamatan pada penelitian utama ini didasarkan pada lima parameter yaitu, jumlah serangga turunan pertama (F1), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Perbandingan pengaruh kedua bahan nabati yang diujikan terhadap parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan efektivitas insektisida tepung daun belimbing wuluh dibandingkan dengan tepung daun cente. Bahan Nabati
Konsentrasi (%) 0.0 1.2 Daun 2.4 Belimbing 3.6 Wuluh 4.8 6.0 0.0 0.8 1.6 Daun Cente 2.4 3.2 4.0
NF1
D
ID
Rm
λ
83.00 a 79.80 a 47.25 bc 54.80 ab 37.25 bc 21.60 c 77.20 a 58.20 ab 47.80 b 12.60 c 6.00 c 0.60 c
27.42 a 29.17 a 32.49 b 31.83 b 35.39 c 36.30 c 27.75 a 30.57 ab 36.01 b 44.20 c 49.68 c -
16.19 a 15.40 a 12.34 b 13.08 b 10.84 bc 9.49 c 16.04 a 13.82 b 11.07 c 6.99 d 5.60 d -
0.54 a 0.52 a 0.36 b 0.41 ab 0.30 bc 0.22 c 0.54 a 0.44 b 0.32 c 0.12 d 0.06 d -
1.74 a 1.69 ab 1.45 cd 1.50 bc 1.36 cd 1.25 d 1.72 a 1.55 b 1.39 c 1.13 d 1.06 d -
Jumlah serangga turunan pertama (F1) adalah jumlah keseluruhan serangga yang muncul dari saat pengambilan serangga induk yang diinfestasikan (sekitar tiga minggu), yang dihitung setiap hari sampai tidak ada lagi serangga turunan pertama yang muncul selama lima hari berturut-turut. Jumlah serangga turunan pertama ini dihitung secara kumulatif. Data hasil pengamatan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa jumlah turunan pertama pada media dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berbeda nyata dengan jumlah turunan pertama pada media kontrol. Pada penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 6.0 % jumlah serangga turunan pertama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan jumlah serangga turunan pertama pada kontrol. Jumlah serangga turunan pertama pada media yang ditambahkan tepung daun cente memperlihatkan perbedaan yang paling nyata dengan jumlah serangga turunan pertama pada media kontrol pada konsentrasi 2.4 %. Periode perkembangan adalah lama waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai titik tercapainya 50 % total populasi turunan pertama (F1) dari Sitophilus zeamais. Penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 2.4 % atau lebih tinggi pada media oligidik secara nyata memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais. Pada media yang ditambahkan
tepung daun cente pengaruh yang nyata dalam memperpanjang periode perkembangan terlihat mulai konsentrasi 1.6 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente secara nyata dalam menurunkan indeks perkembangan. Indeks perkembangan disebut juga indeks kepekaaan (index of susceptibility) merupakan suatu nilai yang menunjukkan kemampuan suatu bahan untuk menghambat perkembangan serangga. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais terlihat nyata mulai pada konsentrasi 2.4 % sedangkan pada media yang ditambahkan tepung daun cente pada konsentrasi 0.8 % sudah menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol dalam menurunkan laju perkembangan
intrinsik
dan
kapasitas
multiplikasi
mingguan.
Laju
perkembangan intrinsik menunjukkan laju perkembangan serangga pada suatu bahan sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media perkembangan
serangga.
Kapasitas
multiplikasi
mingguan
merupakan
parameter yang menunjukkan kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Berdasarkan data pada Tabel 7, penambahan tepung daun belimbing wuluh menunjukkan perbedaan yang nyata dalam menurunkan laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan mulai konsentrasi 2.4 %. Penambahan tepung daun cente pada media oligidik sebesar 0.8 % telah dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik S. zeamais. Berdasarkan uji statistik nilai laju perkembangan intrinsik menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Begitu pun dengan nilai kapasitas multiplikasi mingguan. Perbedaan yang nyata ditunjukkan mulai konsentrasi 0.8 %. Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter-parameter yang diamati, tepung daun cente dapat mengendalikan populasi serangga Sitophilus zeamais dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi tepung daun belimbing wuluh. Pada konsentrasi yang sama yaitu 2.4 %, pengaruh penambahan tepung daun cente tetap memberikan hasil yang lebih baik
terhadap semua parameter yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa daya insektisida dari tepung daun cente lebih efektif dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh.
2. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh a. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serangga turunan pertama muncul pada hari ke-18 pada media oligidik yang ditambahkan dengan tepung daun belimbing wuluh. Jumlah populasi serangga turunan pertama secara kumulatif akibat penambahan tepung bahan nabati ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Laju perkembangan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada
Jumlah populasi F1 kumulatif
Gambar 9.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
1 2 3 4
0.0%
5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1.2%
Waktu pengamatan (hari) 2.4% 3.6% 4.8%
6.0%
Gambar 9. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh Menurunnya jumlah serangga turunan pertama menunjukkan bahwa daun belimbing wuluh memiliki daya insektisida. Daya insektisida tersebut adalah daya repellent dan daya antifeedant. Daya repellent menyebabkan serangga tidak mau bertelur atau menghambat peletakkan telur oleh induk betina pada media oligidik. Menurut Atkins (1980) serangga tidak akan bertelur pada sembarang tempat, namun pada tempat-tempat yang nantinya
cocok untuk makanan keturunannya. Penghambatan peletakkan telur diduga karena adanya komponen aktif yang memiliki bau atau aroma yang tidak disukai serangga, sehingga serangga menjauh dari media dan menghambat peletakkan telur. Cyntia (2006) melaporkan bahwa komponen kimia yang teridentifikasi dalam ekstrak daun belimbing wuluh dengan menggunakan alat GC – MS adalah p-nitro-m-methyl phenyl benzenesulfonate (C13H11NO5S), acetic acid ethyl ester (C4H8O2), acetic acid propyil ester (C5H10O2), butyl etyl ether (C6H14O), methyl benzene (C7H8), dan 1,2-benzenedicarboxyllic acid diethyl ester (C12H14O4). Senyawa ester yang sebagian besar terdeteksi merupakan senyawa aromatik yang dapat menimbulkan aroma khas pada daun. Daya repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Semakin lama serangga turunan pertama muncul maka daya repellent dari suatu bahan semakin kuat. Kemunculan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh. Ulangan 1 2 3 4 5 Rataan
0.0 % 18 18 18 19 18 18.2
Muncul F1 hari ke1.2 % 2.4 % 3.6 % 19 21 20 20 20 20 21 20 19 20 21 18 19 20 19.2 20 20.4
4.8 % 21 22 23 23 22.2
6.0 % 21 23 22 21 24 22.2
Daya antifeedant menyebabkan serangga tidak mau makan, sehingga tidak mempunyai energi untuk perkembangannya. Selain itu kegiatan metabolismenya
akan
terhambat
yang
mengakibatkan
periode
perkembangan menjadi lebih lama sehingga munculnya turunan pertama dari Sitophilus zeamais menjadi lambat.
Pertumbuhan serangga juga menyebabkan peningkatan kadar air pada media
oligidik.
Menurut
Kusumaningrum (1997),
serangga
dapat
mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan yang disimpan dan juga dapat meningkatkan suhu secara lokal yang dapat mengakibatkan kerusakan. Sementara itu Hall (1970) menyebutkan bahwa kenaikan kadar air pada bahan pangan yang disimpan dapat disebabkan oleh infestasi serangga, tungau dan kapang, metabolisme dari biji-bijian yang disimpan, serta migrasi air dari lingkungan. Kenaikan kadar air pada media oligidik dapat dilihat pada Lampiran 31.
b. Periode Perkembangan (D) Periode perkembangan disebut juga siklus hidup, yaitu waktu yang diperlukan oleh seekor serangga untuk berkembang dari telur menjadi imago. Menurut Golebiowska (1969), pada suhu 25°C dan kelembaban nisbi udara 75 % periode perkembangan dari telur sampai imago berkisar antara 30 – 39 hari. Selanjutnya Christensen (1975) menyatakan bahwa pada suhu 25°C - 30°C serta kelembaban nisbi udara 80 – 90 % perkembangannya berkisar antara 25 – 30 hari, sedangkan Cotton (1963) dan Kranz et al. (1980) menyatakan bahwa pada kelembaban nisbi udara antara 70 – 80 % pada kisaran suhu yang sama perkembangan S. zeamais adalah 25 – 27 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun belimbing wuluh memberikan pengaruh yang nyata dalam memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Parameter yang mempengaruhi periode perkembangan ini adalah antifeedant. Daya antifeedant
dapat
mengurangi
selera
makan
serangga
sehingga
perkembangan stadium larva menjadi terhambat. Konsumsi makanan yang berkurang dari serangga menyebabkan kegiatan metabolisme serangga menjadi terhambat dan pertumbuhannya menjadi lambat. Nilai periode perkembangan untuk setiap ulangan akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Lampiran 15, sedangkan hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Pengaruh
penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan
Periode Perkembangan (D)
Sitophilus zeamais Motsch dapat dilihat pada Gambar 10.
40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000
27.420
29.174
0.00
1.20
32.493
31.826
2.40
3.60
35.393
36.296
4.80
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 10. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. c. Indeks Perkembangan (ID) Indeks perkembangan selain merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian serangga dengan media, juga dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu bahan insektisida. Parameter ini sangat penting dari aspek teknis. Semakin kecil nilai indeks perkembangan (ID) suatu
insektisida
maka
semakin
baik
daya
hambatnya
terhadap
perkembangan serangga. Dua parameter yang sangat mempengaruhi nilai indeks perkembangan adalah jumlah turunan pertama (F1) dan periode perkembangan (D). Jumlah turunan pertama dipengaruhi oleh efek repellent dari bahan nabati, sedangkan periode perkembangan lebih dipengaruhi oleh efek antifeedant, sehingga secara tidak langsung nilai indeks perkembangan dipengaruhi oleh daya repellent dan daya antifeedant. Penambahan tepung daun belimbing wuluh pada media oligidik dengan konsentrasi 2.4 % secara nyata dapat
menurunkan nilai indeks
perkembangan. Hal ini menunjukkan bahwa media dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh tidak sesuai untuk pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais Motsch. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing
wuluh terhadap indeks perkembangan S. zeamais dapat dilihat pada Gambar
Indeks Perkembangan (ID)
11.
18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
16.190
15.396 12.344
0.00
1.20
2.40
13.076 10.844
3.60
4.80
9.494
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 11. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch d. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Laju perkembangan intrinsik (Rm) dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) biasanya digunakan untuk melihat dinamika populasi serangga akibat perlakuan suatu insektisida. Menurut Dobie et al. (1984), nilai laju perkembangan intrinsik dipengaruhi oleh kualitas atau tipe bahan makanan bagi serangga, kondisi habitat hidupnya seperti suhu dan kadar air dan tergantung spesiesnya. Sebagai contoh, Tribolium castaneum, Lasioderma serricorne, dan Trigonogenius globulus pada kondisi lingkungan yang sama dalam gandum memiliki nilai laju perkembangan (Rm) masing-masing 0.1; 0.68; 0.032 per hari. Sementara itu, Sitophilus zeamais pada kondisi normal (tanpa
perlakuan penambahan
bahan
nabati)
memiliki
nilai
laju
perkembangan intrinsik (Rm) 0.62 per minggu. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 2.4 % secara nyata dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik
dan
kapasitas
multiplikasi
mingguan.
Menurunnya
laju
perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat diartikan
bahwa tepung daun belimbing wuluh mampu menurunkan kemampuan menggandakan diri serangga Sitophilus zeamais. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan serangga Sitophilus zeamais Motsch dapat
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
0.600
0.544
0.525
0.500 0.365
0.400
0.409 0.303
0.300
0.220
0.200 0.100 0.000 0.00
1.20
2.40
3.60
4.80
6.00
Konsentrasi (%)
Kapasitas Multiplikasi mingguan (λ)
Gambar 12. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch
1.745 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
1.690 1.450
0.00
1.20
2.40
1.505
3.60
1.356
4.80
1.247
6.00
Konsentrasi (%)
Gambar 13. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch
3. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Cente a. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serangga turunan pertama muncul pada hari ke-19 pada media oligidik yang ditambahkan dengan tepung daun cente.
Jumlah populasi serangga turunan pertama
secara kumulatif akibat penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 12. Penambahan tepung daun cente sebanyak 2.4 % pada media oligidik secara nyata menurunkan jumlah populasi turunan pertama S. zeamais. Jumlah populasi S. zeamais turunan pertama selanjutnya semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi tepung daun cente. Hasil analisis sidik ragam untuk penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 14. Laju perkembangan serangga akibat penambahan tepung daun cente
Jumlah populasi F1 kumulatif
dapat dilihat pada Gambar 14.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Waktu pengamatan (hari) 0%
0.8%
1.6%
2.4%
3.6%
4.0%
Gambar 14. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun cente Penambahan tepung daun cente dengan konsentrasi 4 % dapat menurunkan populasi serangga turunan pertama secara total. Tidak munculnya serangga turunan pertama pada konsentrasi ini membuktikan bahwa tepung daun cente mempunyai efek refellent (daya tolak) sehingga menghambat peletakan telur serangga. Efek refellent hanya berpengaruh terhadap serangga induk saat masa infestasi. Atkins (1980) menjelaskan
bahwa serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terhadap calon makanannya. Bila ditemukan bahan yang akan merugikan dirinya, maka serangga tidak jadi makan dan akan pergi meninggalkannya. Efek repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Kemunculan serangga turunan pertama akibat penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik akibat penambahan tepung daun cente. Ulangan 1 2 3 4 5 Rataan
0.0 % 20 19 20 19 20 19.6
Muncul F1 hari ke0.8 % 1.6 % 2.4 % 20 19 23 20 26 28 21 25 34 20 22 27 21 21 27 20.4 22.6 27.8
3.2 % 32 28 36 30 26 30.4
4.0 % -
b. Periode Perkembangan (D) Berdasarkan hasil pengamatan, daya insektisida yang terdapat pada daun cente dapat memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Nilai periode perkembangan
untuk setiap ulangan akibat
penambahan tepung daun cente dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 18. Pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais dapat dilihat pada Gambar 15.
Periode Perkembangan (D)
49.676 44.200
50.000 36.008
40.000 30.000
27.750
30.566
20.000 10.000 0.000 0.00
0.80
1.60
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 15. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch. Berdasarkan Gambar 15, semakin tinggi konsentrasi tepung daun cente yang ditambahkan, semakin panjang periode perkembangan Sitophilus zeamais. Pada konsentrasi 4 % periode perkembangan tidak dapat dihitung karena pada tingkat konsentrasi tersebut tidak ditemui lagi turunan pertamanya. Walaupun pada ulangan ke-2 terdapat 3 ekor serangga yang muncul (dapat dilihat pada Lampiran 14), tetapi hal ini diabaikan karena pada ulangan lainnya tidak ada serangga yang muncul. Makin panjangnya periode perkembangan juga disebabkan oleh bertambahnya masa hidup stadium larva. Sukarna (1977) menyatakan bahwa stadium larva disebut juga stadium makan karena stadium ini paling banyak membutuhkan makanan guna memperoleh energi untuk berkembang dan mempersiapkan energi cadangan pada masa stadium selanjutnya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Cotton (1963) bahwa serangga paling aktif
dalam merusak biji-bijian (memakannya) adalah pada stadium larva. Pada stadium larva juga terjadi pergantian kulit sebanyak tiga kali sehingga apabila tidak tersedia energi yang cukup dari makanan maka pergantian kulit akan tertunda. Akibatnya periode stadium larva bertambah lama. Menurut
Andriana
(1999),
bertambah
panjangnya
periode
perkembangan tidak dipengaruhi oleh lama waktu infestasi induk betina. Karena waktu yang diperhitungkan masa hidup induk betina terhadap nilai
perkembangan hanya 3.5 hari atau setengah masa infestasi selama seminggu. Periode perkembangan sangat dipengaruhi oleh lamanya stadia tersembunyi yaitu masa stadia telur, stadia larva, dan stadia pupa.
c. Indeks Perkembangan (ID) Penambahan memperlihatkan
tepung pengaruh
daun yang
cente nyata
pada dalam
media
oligidik
menurunkan
juga indeks
perkembangan S. zeamais. Berdasarkan hasil uji statistik, penambahan tepung daun cente dengan konsentrasi 0.8 % sudah menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Indeks perkembangan semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi tepung daun cente. Hal ini menunjukkan bahwa media dengan penambahan tepung daun cente tidak sesuai untuk pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais Motsch. Penurunan
Indeks Perkembangan (ID)
indeks perkembangan dapat dilihat pada Gambar 16.
18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
16.038 13.822 11.070 6.987
0.00
0.80
1.60
2.40
5.604
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 16. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch d. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Laju perkembangan intrinsik menunjukkan laju perkembangan serangga pada suatu bahan sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media perkembangan serangga. Kapasitas multiplikasi mingguan
merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Penambahan tepung daun cente pada media oligidik sebesar 0.8 % telah dapat menurunkan laju perkembangan intrinsik S. zeamais. Berdasarkan uji statistik nilai laju perkembangan intrinsik menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Begitu pun dengan nilai kapasitas multiplikasi mingguan. Perbedaan yang nyata ditunjukkan mulai konsentrasi 0.8 %. Pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat dilihat
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
pada Gambar 17 dan Gambar 18.
0.600
0.541
0.439
0.500 0.400
0.323
0.300 0.200
0.118 0.063
0.100
0.000 0.00
0.80
1.60
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 17. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch
Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
1.720 1.553 1.391
0.00
0.80
1.60
1.128
1.066
2.40
3.20
4.00
Konsentrasi (%)
Gambar 18. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch Nilai kapasitas multiplikasi mingguan dan laju perkembangan intrinsik dapat digunakan untuk memperkirakan populasi serangga secara teoritis dalam waktu tertentu. Populasi yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga presentase kerusakan bahan pangan yang terjadi. Misalnya, jika dibandingkan antara kontrol dengan media yang ditambahkan tepung daun cente sebanyak 2.4 % maka akan didapatkan nilai sebagai berikut : nilai (λ) pada kontrol adalah 1.720 dan pada media yang mengandung 2.4 % tepung daun cente adalah 1.128. Misalkan jumlah induk adalah 10 ekor maka dalam jangka waktu 12 minggu akan terbentuk serangga sebanyak 6704 ekor pada kontrol dan 42 ekor pada media dengan penambahan tepung daun cente 2.4 %. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa kerusakan yang akan ditimbulkan oleh serangga dapat ditekan dengan penambahan bahan nabati yang mempunyai sifat insektisida.
C. APLIKASI PADA BERAS Beras merupakan komoditi pangan yang penting. Pola konsumsi beras di Indonesia mengalami perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan, pendidikan, dan mudahnya akses informasi. Dewasa ini ada kecenderungan konsumen menilai dan membeli beras sebagai sebuah produk dengan kriteria tertentu, tidak lagi membeli beras semata-mata sebagai komoditas. Atribut-atribut
yang mencirikan preferensi konsumen dari yang semula hanya jenis, kenyamanan dan harga telah berkembang dengan tambahan atribut lain yang lebih rinci seperti kemasan, kualitas, kandungan nutrisi, keamanan pangan dan aspek lingkungan (organik) (Sutrisno, 2007). Melihat kondisi tersebut mutu beras perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi penyimpanannya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas, dan keamanannya (misalnya terhindar dari metabolit beracun dari serangga), serta kehilangan pada saat penyimpanan. Pada tahap aplikasi ini, bahan nabati yang telah melaui tahap screening dan terbukti efektif sebagai insektisida, dicampurkan dengan beras kemudian disimpan dalam waktu 5 minggu pada suhu dan RH ruang. Beras yang digunakan pada tahap aplikasi ini adalah beras pecah kulit varietas Ciherang. Beras pecah kulit lebih mudah terserang hama (serangga) karena lebih banyak mengandung nutrisi. Menurut Le Cato (1975) diacu dalam Luh (1980), beras giling (beras putih, beras sosoh) merupakan media pertumbuhan yang kurang baik untuk serangga penyimpanan karena nutrisi-nutrisi esensial yang ada dalam lapisan aleuron telah hilang. Pengujian daya insektisida alami pada beras meliputi jumlah total populasi serangga dewasa (Nt), persen biji berlubang (% BB), persen kehilangan bobot (% KB), dan persen fraksi bubuk yang timbul (% frass).
1. Jumlah Total Populasi Serangga Dewasa (Nt) Berdasarkan hasil penelitian, bahan nabati yang paling efektif dalam mengendalikan populasi serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch adalah daun belimbing wuluh dan daun cente. Kedua bahan nabati ini dicampurkan dengan beras pecah kulit dalam bentuk tepung yang sangat halus (100 mesh), tujuannya agar tepung bahan nabati ini dapat menempel pada butir beras. Pada tahap aplikasi konsentrasi yang digunakan adalah 2.4 % untuk daun cente, dan 6.0 % untuk daun belimbing wuluh, karena berdasarkan penelitian utama pada konsentrasi tersebut paling efektif dalam menurunkan populasi serangga S. zeamais. Setelah 5 minggu penyimpanan dihitung jumlah total populasi serangga yang keluar. Pada kontrol (beras tidak mendapatkan perlakuan bahan nabati),
serangga yang keluar rata-rata sebanyak 420 ekor. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 6.0 %, serangga yang keluar sebanyak 262 ekor, sedangkan pada beras yang ditambahkan tepung daun cente dengan konsentrasi 2.4 %, serangga yang keluar sebanyak 181 ekor. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente terhadap total populasi S. zeamais dapat dilihat
Nt
pada Gambar 19.
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
kontrol (0%) 262.2 181.8
belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 19. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap total populasi serangga Sitophilus zeamais Motsch Kemampuan daun belimbing wuluh dan daun cente dalam menurunkan populasi serangga Sitophilus zeamais disebabkan karena daya repellent dan daya antifeedant. Efek repellent dapat menghambat atau mencegah peletakkan telur oleh Sitophilus zeamais. Hal itu kemungkinan disebabkan karena minyak atsiri yang terdapat pada kedua bahan nabati tersebut memiliki aroma yang khas. Adanya bau atau aroma yang khas ini tidak disukai oleh serangga. Menurut Guenther (1988) diacu dalam Regiyana (2000) bahwa beberapa minyak atsiri bersifat toksik terhadap serangga. Banyaknya populasi serangga pada beras dipengaruhi oleh kecepatan perkembangannya. Perkembangan serangga ini dipengaruhi pula oleh kondisi suhu dan RH tempat serangga tersebut hidup. Menurut Hill (1987), serangga dewasa mampu hidup sampai umur 5 bulan , sedangkan siklus hidupnya sekitar 5 minggu pada suhu 30°C dan kelembaban 70 %. Kondisi optimum untuk
perkembangan Sitophilus zeamais adalah pada suhu 27 – 31°C dan kelembaban relatif 70 %. Pada kondisi di bawah atau di atas kondisi optimum maka perkembangan Sitophilus zeamais akan terhambat (tidak sebaik pertumbuhan pada kondisi optimum). Pengukuran suhu dan RH ruang dilakukan selama masa inkubasi pada tahap aplikasi ini. Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari setiap dua hari sekali. Fluktuasi RH selama masa inkubasi dapat dilihat pada Gambar 20.
100
RH (%)
80
60
pagi
40
sore 20
0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Hari ke-
Gambar 20. Fluktuasi RH selama masa inkubasi Pinontoan (1990) melaporkan bahwa kelembaban nisbi udara habitat pada hakekatnya mempengaruhi perilaku, preferensi serangga untuk menentukan tempat hidup, makan, dan berlindung, serta perkembangannya. Selanjutnya serangga S. zeamais membutuhkan kelembaban optimal untuk kelangsungan hidupnya. Perkembangan larva S. zeamais yang menjadi pupa sangat dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara. Presentase S. zeamais yang menjadi pupa bertambah tinggi dengan naiknya presentase kelembaban nisbi udara dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengukuran, RH ruang selama masa inkubasi cenderung naik turun. Fluktuasi RH berkisar antara 56 % - 81 %. Pada hari pertama sampai hari ke-19 RH ruang di atas 70 %. Kondisi ini berada di atas kondisi optimum pertumbuhan S. zeamais. Hal ini dapat memicu pertumbuhan
serangga ini lebih cepat, karena dengan semakin tingginya kelembaban relatif, maka produksi rata-rata telur serangga setiap hari semakin meningkat. Pada hari ke-21 RH mengalami penurunan menjadi di bawah kondisi optimum, tetapi kembali meningkat pada hari ke-29 dan kembali berada di atas kondisi optimum.
2. Persen Biji Berlubang (% BB) dan Persen Kehilangan Bobot (% KB) Selain jumlah populasi serangga, parameter yang menunjukkan tingkat kerusakan beras adalah persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot. Menurut Pranata (1979), serangan serangga menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang gejalanya dapat terlihat antara lain dengan adanya lubang gerek, lubang keluar (exit holes), garukan pada butir beras serta timbulnya gumpalan (webbing), bubuk (dust powder) dan adanya kotoran (feces). Persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot merupakan parameter yang secara spesifik lebih menguntungkan karena lebih mudah dikenali. Namun kedua parameter ini tidak menunjukkan kehilangan secara lebih spesifik karena adanya hidden infestation. Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente memberikan pengaruh terhadap dua parameter tersebut. Pada kontrol persen biji berlubang adalah 25.74 %, sedangkan pada beras dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh sebanyak 6.0 % adalah 20.46 %. Pada beras dengan penambahan tepung daun cente, persen biji berlubang turun setengahnya dibandingkan dengan kontrol menjadi 12.32 %. Pengaruh penambahan kedua bahan nabati terhadap persen biji berlubang dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen biji berlubang Aktivitas serangga dalam memakan bahan pangan dapat menimbulkan kehilangan bobot. Menurut Husain (1982), kehilangan bobot pada beras akibat infestasi oleh Sitophilus zeamais adalah 14,8 % setelah 3 bulan penyimpanan. Menurut Morallo-Rejesus (1978), dalam jangka waktu 6 bulan Sitophilus zeamais mampu menyebabkan kehilangan bobot bahan sebanyak 5.48 % pada jagung, 6.55 % pada gandum, 0.99 % pada beras giling, dan 0.48 % pada gabah. Berdasarkan hasil penelitian, setelah 5 minggu penyimpanan beras tanpa penambahan bahan nabati (kontrol) mengalami kehilangan bobot sebesar 11.54 %. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh kehilangan bobot sebesar 8.09 %, sedangkan pada beras yang ditambahkan tepung daun cente kehilangan bobot sebesar 5.00 %. Nilai persen kehilangan bobot untuk setiap ulangan dapat dilihat pada Lampiran 34. Pengaruh penambahan kedua jenis tepung bahan nabati terhadap persen kehilangan bobot dapat dilihat pada Gambar 22.
% KB
12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
kontrol (0%)
8.09
5.00
belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 22. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen kehilangan bobot 3. Persen fraksi bubuk yang timbul (% frass) Menurut Hall (1970), adanya biji berlubang mengakibatkan adanya frass. Frass adalah bubuk hasil sisa-sisa makanan serangga dengan berbagai fraksi lain yang dapat diukur dengan menimbangnya dengan neraca. Bubuk atau tepung yang timbul berada diantara butir-butir beras yang masih utuh dan secara fisik beras menjadi keropos karena serangan serangga. Makin banyak biji berlubang maka makin banyak frass-nya. Timbulnya bubuk akan memicu berkembangnya serangga hama sekunder. Sitophilus zeamais mampu menembus kulit biji yang keras. Beras yang terserang hama ini berlubang-lubang tidak beraturan (diameternya 1,5 mm). Adanya serangga ini ditandai dengan timbulnya bubuk (frass) di antara butir beras dan beras tersebut menjadi keropos (Cahyana, 1982). Penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente mampu menurunkan nilai % frass. Pada beras yang ditambahkan tepung daun belimbing wuluh nilai % frass adalah 0.91 %, sedangkan pada beras dengan penambahan tepung daun cente nilai % frass adalah 0.44 %. Pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente terhadap nilai % frass dapat dilihat pada Gambar 23.
1.60
kontrol (0%)
1.40
% frass
1.20 1.00
0.91
0.80 0.60
0.44
0.40 0.20 0.00 belimbing wuluh 6.0 %
cente 2.4 % Perlakuan
Gambar 23. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati terhadap persen frass Berdasarkan parameter-parameter yang diamati, tepung daun cente dapat mengurangi tingkat kerusakan beras akibat serangan serangga dengan lebih baik dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh. Dengan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh, tepung daun cente lebih efektif dalam mengendalikan serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. Hal ini memperkuat hasil pada penelitian utama bahwa daya insektisida dari tepung daun cente lebih efektif dibandingkan dengan daya insektisida tepung daun belimbing wuluh.