IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak utama pemberian air, faktor anak petak kompos sludge dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi bibit tanaman. Data dari hasil uji lanjut BNT taraf 5 % dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata pertambahan tinggi (cm) bibit kelapa sawit umur 3-6 bulan dengan pemberian kompos sludge pada berbagai taraf pemberian air. Faktor Kompos Faktor Pemberian Air (liter/hari/bibit) Pengaruh Sludge (g) Kompos Sludge A l (0.5) A2(1.0) A3 (1.5) 0(S0) 8.80c 9.26c 9.60d 9.22d 50(SI) 10.26b 10.80b 12.13c 11.06c 100(S2) 10.33b 12.33a 14.66b 12.70b 150(S3) 11.80a 13.10a 15.96a 13.62a 200(S4) 10.73b 12.36a 15.43ab 12.58b Pengaruh 10.38b 11.57ab 13.56a Pemberian Air KKA = 1,53% K K B = 1,04% Ket. Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada taraf A l perlakuan S3 memberikan pertumbuhan tinggi tanaman yang cepat dibandingkan dengan perlakuan SO, SI, S2 dan S4. Pada taraf A2 perlakuan S2, S3, S4 memiliki rerata perlakuan yang sama tetapi berbeda dengan perlakuan SO dan SI. Pada taraf A3 perlakuan S3 dan S4 memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan S2, SI dan SO. Proses pertambahan tinggi bibit kelapa sawit didahului dengan terjadinya pembelahan sel atau peningkatan jumlah sel daun dan pembesaran ukuran. Pada proses ini membutuhkan sintesis protein, dan unsur nitrogen merupakan senyawa yang sangat penting dalam pembentukan asam amino, protein, klorofil dan berperan dalam pembentukan sel-sel baru. Tanaman tidak dapat melakukan metabolismenya
15
jika kekurangan nitrogen sehingga hams mengandung nitrogen dalam membentuk sel-sel baru (Nyakpa dkk, 1988). Nitrogen mempunyai peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan khususnya pertumbuhan batang yang memacu pertumbuhan tinggi tanaman. Sarief (1985) menambahkan akibat adanya proses pembelahan sel yang akan berjalan dengan cepat dengan adanya ketersediaan nitrogen yang cukup. Perlakuan air 1,5 1 + kompos sludge 150 g/bibit (A3S3) memperlihatkan tinggi bibit yang lebih baik dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini karena pemberian A3S3 telah berhasil menyediakan unsur N , P dan K yang diperlukan oleh tanaman untuk melaksanakan metabolismenya. Unsur N, P dan K tersebut diperoleh dari pemberian kompos sludge. Perlakuan air 0,5 1 + tanpa kompos sludge (AISO) mempakan perlakuan yang menghasilkan tinggi tanaman terendah, hal ini dikarenakan unsur hara kurang tersedia bagi bibit kelapa sawit. Hal ini diduga karena unsur hara nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) dari kompos sludge dapat diserap baik oleh akar tanaman, sehingga pertumbuhan bibit kelapa sawit tinggi tanaman dapat berlangsung dengan baik. Nitrogen (N) hams tersedia di dalam tanaman sebelum pembentukan sel-sel bam, karena itu pertumbuhan tidak dapat berlangsung tanpa nitrogen (N). Fosfat (P) sangat berpengamh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, karena fosfat banyak terdapat di dalam sel tanamein, yaitu bempa unit-unit nukleotida. Nukleotida mempakan suatu ikatan yang mengandung (P), sebagai penyusun RNA, DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Kalium (K) berperan sebagai katalisator berbagai reaksi enzimatik dan proses fisiologis dibutuhkan dalam mengatur ketersediaan air dalam sel tanaman, temtama mengatur tegangan turgor sel tanaman, selain itu kalium dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen, dan sintesis protein (Nyakpa dkk, 1988). Lakitan (1996) menambahkan bahwa peranan air adalah sebagai pelamt berbagai senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam tanah ke dalam tanaman, transportasi fotosintat dari sumber {source) ke limbung (sink), menjaga turgiditas sel diantaranya dalam pembesaran sel dan membukanya stomata, sebagai penyusun
16
utama dari protoplasma serta pengatur suhu bagi tanaman. Apabila air yang tersedia bagi tanaman dalam jumlah sedikit maka transportasi unsur hara ke daun akan terhambat sehingga akan berdampak pada produksi yang dihasilkan. Pengaruh faktor petak utama jumlah air berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi bibit dimana pemberian air secara tetesan hingga mencapai 1,5 1/hari temyata memberikan efek positif Hal ini diduga karena air yang diberikan telah mampu untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Noorhadi dan Sudadi (2003) menyatakan pemberian air secara tetesan lebih efisien karena air yang diberikan secara berkesinambungan, sehingga air yang dibutuhkan tanaman lebih tersedia setiap waktu. Penggunaan air oleh tanaman tidak dapat dilepaskan oleh adanya pengamh suhu, kelembaban dan evaporasi. Diketahui suhu di dalam mmah kaca cukup tinggi sehingga transpirasi pada tanaman akan tinggi yang menyebabkan kehilangan air dalam jumlah yang cukup besar bagi tanaman. Salah satu keuntungan transpirasi bagi tanaman adalah mempercepat laju pengangkutan unsur hara dari akar tanaman ke daun, sehingga unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih cepat dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Suhu
udara
yang
tinggi
akan
menyebabkan
kehilangan
uap
air
(evapotranspirasi) yang tinggi pula. Peristiwa evapotranspirasi ditafsirkan sebagai kehilangan air total sebagai akibat evaporasi dan transpirasi dari permukaan tanah dan vegetasi (Asdak, 2004). Dalam penelitian ini, unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah tinggi rendahnya suhu rumah kaca dari radiasi matahari dan pemberian air terhadap tanaman dari ketersedian air. Lakitan (1996) menjelaskan bahwa defisit air terjadi apabila jumlah permintaan air oleh daun tidak sebanding dengan penyerapan air oleh akar dan kurangnya suplai air di daerah perakaran tanaman. 4.2. Pertambahan Jumlah Pelepah Tanaman (helai) Hasil sidik ragam tinggi tanaman yang disajikan
pada lampiran 9
menunjukkan bahwa faktor petak utama pemberian air, faktor anak petak kompos sludge dan interaksinya berpengamh nyata terhadap jumlah pelepah bibit kelapa
17
sawit. Hasil analisis statistika yang dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata pertambahan jumlah pelepah (helai) bibit kelapa sawit umur 3-6 bulan dengan pemberian kompos sludge pada berbagai taraf pemberian air. Faktor Pemberian Air (liter/hari/bibit) Pengaruh Faktor Kompos Kompos Sludge Sludge (g) A l (0.5) A2 (1.0) A3 (1.5) 3.33c 3.33b 0(S0) 3.00b 3.22d 3.66c 4.33b 3.77d 50 (SI) 3.33b 100(S2) 3.66ab 4.33bc 6.66a 4.88bc 4.33a 6.00a 7.33a 150 (S3) 5.88a 5.33ab 200(S4) 4.66a 6.00a 5.33ab Pengaruh 4.53ab 3.80b 5.53a Pemberian Air KKA = 2,92% K K B = 2,69% Ket. Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada taraf A l perlakuan S2, S3 dan S4 memiliki rata-rata pertumbuhan pelepah daun yang cepat dibandingkan dengan perlakuan SI dan SO. Pada taraf A2 perlakuan S3 dan S4 memiliki rerata pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan perlakuan S2, SI dan SO. Pada taraf A3 perlakuan S2, S3 dan S4 memiliki rerata pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan perlakuan SI dan SO. Pada faktor kompos sludge memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit. Hal ini disebabkan dengan meningkatkan bahan organik yang diberikan sehingga penyerapan unsur hara oleh tanaman akan meningkat. Hasil analisa kompos sludge dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat yaitu C-organik (8,04), N (4,04), dan C/N (1,99). Menurut Musnamar (2003), bahwa aplikasi kompos dengan C/N rasio yang rendah ke tanah akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kompos siap digunakan biasanya memiliki C/N rasio mendekati C/N rasio tanah, yaitu 12-15 dengan suhu hampir sama dengan suhu lingkungan. Perlakuan air 1,5 1 + kompos sludge 150 g/bibit (A3S3) memperlihatkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lain sedangkan
18
perlakuan air 0,5 1 + tanpa kompos sludge (AISO) merupakan perlakuan yang memperlihatkan jumlah daun paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lain. Sama halnya dengan parameter tinggi tanaman, jumlah daun merupakan parameter vegetatif tanaman yang erat kaitannya terhadap tingkat serapan unsur N , P dan K. Hal ini karena daun merupakan salah satu pusat kegiatan metabolisme yakni tempat terjadinya fotosintesis dan respirasi. Unsur hara nitrogen sangat berguna dalam pembentukan protein dan lemak serta dapat mempercepat pembentukan keseluruhan bagian tanaman. Menurut Suriatna (2002), nitrogen sangat berperan dalam membentuk protein dan lemak serta persenyawaan organik sehingga mempercepat pertumbuhan keseluruhan bagian tanaman (batang, akar dan daun). Selain itu diasumsikan bibit kelapa sawit mengakumulasi hasil fotosintesis {fotosintat) ke bagian vegetatif seperti batang, akar dan tinggi tanaman. Menurut Nyakpa, dkk (1988) proses pembentukan daun tidak terlepas dari peranan unsur hara seperti nitrogen dan fosfat yang terdapat pada medium tanam yang tersedia bagi tanaman dari pemberian kompos sludge. Kedua unsur hara ini berperan dalam pembentukan sel-sel baru dan komponen utama jjenyusunan senyawa organik dalam tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP dan ATP. Apabila tanaman mengalami defisiensi kedua unsur hara tersebut maka metabolisme tanaman akan terganggu sehingga proses pembentukan daun menjadi terhambat. Ketersediaan energi ATP akan meningkatkan serapan K oleh tanaman, dimana serapan unsur K mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan serapan N dan P pada jaringan tanaman. Unsur K memiliki peranan penting dalam transfor unsur hara dan
mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman tersebut akan berlangsung maksimal. Pemberian faktor air memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit. Hal ini diduga transpirasi di rumah kaca cukup tinggi menyebabkan kehilangan air dalam jumlah cukup besar bagi tanaman yaitu mempercepat laju pengangkutan unsur hara dari akar tanaman ke daun, sehingga
19
unsur hara yang tersedia bagi tanaman lebih cepat dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses fotosintesa. Suhu
udara
secara
langsung
mempengaruhi
suhu
tanah,
sehingga
menyebabkan kehilangan uap air {evapotranspirasi) yang tinggi. Besar kecilnya laju tranpirasi secara tidak langsung ditentukan oleh suhu oleh radiasi matahari melalui membuka dan menutupnya stomata daun. Faktor yang dominan yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah radiasi matahari dan suhu, kelembapan atmosfer dan angin, dan secara umum besamya evapotranspirasi potensial akan meningkat ketika suhu, radiasi matahari, kelembapan, dan kecepatan angin bertambah besar (Asdak, 2004). Selain itu, pemberian air dan kompos sludge memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit karena adanya keseimbangan antara kedua perlakuan. Pada kondisi tersebut agregat tanah menjadi lebih baik dari pemberian kompos sludge. Kompos sludge mampu meningkatkan daya simpan air pada koloid tanah dan mensuplai unsur hara, sehingga pemberian kompos sludge dan air telah mencukupi kebutuhan tanaman. Dengan kondisi air yang tidak berlebihan, sirkulasi udara dalam tanah menjadi lebih baik sehingga dengan aerasi yang baik didalam tanah akan mempermudah akar dalam menyerap unsur hara. 4.3. Pertambahan Lilit Bonggol Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan lilit bonggol bibit kelapa sawit setelah disidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak utama pemberian air, faktor anak petak kompos sludge dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap parameter lilit bonggol tanaman. Data dari hasil uji lanjut BNT taraf 5 % dapat dilihat pada Tabel 3.
20
Tabel 3. Rerata pertambahan lilit bonggol (cm) bibit kelapa sawit umur 3-6 bulan dengan pemberian kompos sludge pada berbagai taraf pemberian air. Faktor Pemberian Air (liter/hari/bibit) Pengaruh Faktor Kompos Kompos Sludge A3 (1.5) Sludge (g) A2(1.0) A l (0.5) 0.84c 0.82c 0.77d 0.84c 0(S0) 1.24b 1.08b 0.88c 1.12b 50(SI) 1.30a 1.32a 1.49a 1.09b 100(S2) 1.34a 1.56a 1.37a 1.20a 150 (S3) 1.30a 1.13ab 1.31a 1.46a 200(S4) Pengaruh 1.19ab 1.32a 1.01b Pemberian Air K K B = 1,17% KKA = 2,07% Ket. Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada taraf A l perlakuan S3 dan S4 memberikan pertumbuhan lilit bonggol yang cepat berbeda dengan perlakuan S2, SI dan SO. Pada taraf A2 perlakuan S2, S3 dan S4 memberikan pertumbuhan lilit bonggol yang cepat berbeda dengan perlakuan
SI dan SO. Pada taraf A3 perlakuan S2, S3 dan S4
memberikan pertumbuhan lilit bonggol yang cepat berbeda dengan perlakuan SI dan SO. Untuk perlakuan kompos sludge memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap lilit bonggol tanaman. EM-4 sebagai dekomposer berfungsi sebagai perombak bahan organik sludge pada tanah, sehingga mampu menurunkan C/N tanah. Perombakan yang terjadi menyebabkan unsur hara dari kompos sludge menjadi tersedia untuk bibit kelapa sawit. Unsur hara yang sangat berperan dalam pembesaran lingkar bonggol adalah nitrogen (N) dan kalium (K). Ditambahkan Prihmantoro (1996), bahwa nitrogen berfungsi dalam merangsang pertumbuhan tanaman terutama batang dan daun, kalium berfungsi mempercepat pertumbuhan meristem pada batang tanaman. Perlakuan air 0,5 1 + kompos sludge 150 g/bibit (A3S3) merupakan perlakuan terbaik yang memperlihatkan diameter bonggol terlebar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini karena pemberian kompos sludge 150 g/bibit dapat mendekomposisi tanah sehingga unsur hara N, P dan K tersedia diserap bibit kelapa sawit dalam pembentukan bonggol. Unsur hara yang tersedia dalam jumlah yang
21
cukup untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit menyebabkan kegiatan metabolisme dari tanaman meningkat demikian juga akumulasi asimilat pada daerah batang (bonggol). Jumin (1987) menjelaskan batang merupakan daerah akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya tanaman muda, dengan adanya unsur hara dapat mendorong laju fotosintesis dalam menghasilkan fotosintat, sehingga membantu dalam pembentukan bonggol batang. Pembesaran bonggol bibit kelapa sawit dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) bagi tanaman. Unsur K lebih banyak dibutuhkan dalam pembesaran bonggol kelapa sawit, terutama sebagai unsur yang mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain. Dengan tersedianya unsur K, maka pembentukan karbohidrat akan berjalan dengan baik dan translokasi pati ke bonggol bibit sawit akan semakin lancar, sehingga akan terbentuk bonggol bibit kelapa sawit yang baik. Bonggol akan menopang bibit sawit dan memperlancar proses translokasi hara dari akar ke tajuk. Menurut Leiwkabessy (1988), bahwa unsur kalium sangat berperan dalam meningkatkan diameter bonggol tanaman, khususnya dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun pada proses transportasi unsur hara dari akar ke daun. Selain ketersediaan
unsur hara, faktor pemberian air mempengaruhi
pembentukan lilit bonggol batang yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap lilit bonggol tanaman. Menurut Jumin (2002) air sangat berfungsi dalam pengangkutan atau transportasi unsur hara dari akar ke jaringan tanaman, sebagai pelarut garam-garaman dan mineral, serta yang terpenting air merupakan penyusun dari jaringan tanaman. Menurut Nyakpa, dkk (1988) suhu
secara langsung
mempengaruhi
fotosintesa, respirasi, absorpsi air dan unsur hara serta transpirasi. Suhu udara yang tinggi akan mengakibatkan kehilangan air dalam jumlah yang tinggi, sehingga menyebabkan tanaman akan kehilangan air dalam jumlah yang besar dan tanaman akan menjadi layu. Pengaruh suhu terhadap fotosintesa akan meningkat dengan tingginya suhu. Umumnya respirasi menjeidi lambat pada suhu rendah dan meningkat jika suhu tinggi. Absorpsi air oleh akar tanaman juga dipengaruhi oleh suhu dimana
22
absorpsi air oleh akar akan meningkat dengan tingginya suhu dan sebaliknya. Suhu yang mempengaruhi absorpsi unsur hara tanaman akan terhambat absorpsi haranya jika suhu tanah rendah. Transpirasi atau kehilangan uap air melalui stomata daun juga dipengaruhi oleh suhu. Jumlah tranpirasi rendah pada suhu rendan dan meningkat jika suhu tinggi. Defisit air terjadi apabila jumlah permintaan air oleh daun tidak sebanding dengan penyerapan air oleh akar dan kurangnya suplai air di daerah perakaran tanaman (Lakitan, 1996). 4.4. Rasio Tajuk Akar Hasil sidik ragam rasio tajuk akar yang disajikan pada lampiran 9 menunjukkan faktor anak petak kompos sludge, faktor petak utama pemberian air dan interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter rasio tajuk akar. Hasil rerata rasio tajuk akar disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata rasio tajuk akar (g) bibit kelapa sawit umur 3-6 bulan dengan pemberian kompos sludge pada berbagai taraf pemberian air. Pengaruh Faktor Pemberian Air (liter/hari/bibit) Faktor Kompos Kompos Sludge Sludge (g) A l (0.5) A2(1.0) A3 (1.5) 2.10 2.31 2.73 2.38 0(S0) 2.52 2.80 2.54 2.62 50 (SI) 3.02 2.61 3.42 3.02 100 (S2) 3.00 3.23 3.05 150(S3) 2.93 2.70 200(S4) 3.05 2.67 2.81 Pengaruh 2.92 2.72 2.68 Pemberian Air KKA = 1,20%
K K B = 1,46%
Berdasarkan hasil uji lanjut BNT (Tabel 4) dapat dilihat beihwa pemberian air dan kompos sludge tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar bibit kelapa sawit. Menurut Gardner (1991), proses pertumbuhan dan perkembangan dikendalikan oleh genotipe dan lingkungan, tingkat pengaruhnya tergantung pada karakteristik tanaman tersebut. Menurut Lakitan (2000), tanaman dicirikan dengan penambahan berat kering dan ketersediaan unsur hara yang cukup dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui fotosintesis yang dapat meningkatkan jumlah klorofil yang mendukung
23
peningkatan berat kering tanaman. Berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman, dan berat kering tanaman merupakan indikator yang menentukan baik tidaknya suatu tanaman dan sangat erat kaitannya dengan ketersedian
hara
(Prawiratna dkk, 1981). Perlakuan air 1,5 1 + kompos sludge lOOg/bibit (A3S2) merupakan perlakuan yang memperlihatkan rasio tajuk akar terberat dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini dikarenakan perlakuan A3S2 telah mencukupi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam melakukan metabolisme terhadap rasio tajuk akar. Unsur hara yang dihasilkan berasal dari proses dekomposisi bahan organik oleh kompos sludge dapat menyumbang unsur hara bagi tanah. Tetapi perlakuan pemberian air dan kompos sludge tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter rasio tajuk akar bibit kelapa sawit. Peningkatan laju pembentukan biomassa pada bagian tajuk ini berhubungan dengan laju pembentukan fotosintat yang dihasilkan sebagai pengganti dan penyedia substrat yang hilang akibat pembelahan sel, sehingga alokasi substrat lebih besar digunakan pada bagian tajuk dibanding bagian akar. Dugaan ini sejalan dengan Sitompul dan Bambang (1995) yang menyatakan bahwa translokasi substrat khususnya karbohidrat akan digunakan sebagian besamya untuk pemeliharaan integritas (keutuhan fungsi) organ bersangkutan, sebagian lagi dikonversikan ke bagian yang lain dan sisanya disimpan sebagai cadangan. Lakitan (1996) menambahkan alokasi fotosintat yang besar terdapat pada bagian yang masih aktif melakukan fotosintesis yang diperlihatkan dengan adanya pertambahan luas dan panjang daun, tujuannya agar terjadi efisiensi pembentukan dan penggunaan hasil fotosintesis. Faktor petak utama pemberian air menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap rasio tajuk akar. Bahkan peningkatan jumlah air yang diberikan tidak mendukung terjadinya peningkatan total biomassa. Hal ini disebabkan karena air yang diberikan diduga telah mencukupi kebutuhan tanaman. Selain itu peningkatan pemberian air mengakibatkan jumlah akar yang terbentuk lebih sedikit sehingga
24
terjadi penurunan total biomassa yang terbentuk. Nyakpa (1988) menyatakan bahwa perkembangan akar selain dipengaruhi oleh sifat genetik juga dipengaruhi oleh ketersediaan air dan nutrisi. Noorhadi dan Sudadi (2003) menambahkan dalam keadaan air dan hara yang mencukupi hingga mencapai titik jenuh tanaman cenderung membentuk sistem perakaran yang lebih sedikit dan lebih dangkal. Sitompul dan Bambang (1995) menambahkan
bahwa tanaman
yang
mempunyai nisbah tajuk dengan akar yang tinggi dengan produksi biomassa total yang besar pada kondisi lingkungan yang sesuai secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam penyediaan air dan unsur hara. Peningkatan pemberian air secara tetesan hingga mencapai 1,5 1/hari temyata tidak lagi memberikan efek positif terhadap parameter rasio tajuk akar. Hal ini diduga karena air yang diberikan dalam jumlah yang banyak menyebabkan kondisi medium menjadi jenuh sehingga akan mempengamhi daya jelajah dan sistem penyerapan hara oleh akar. Nyakpa (1988) menyatakan bahwa dalam kondisi jenuh air pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih lambat karena terhambatnya perkembangan akar sebagai akibat kurangnya oksigen di dalam tanah.