IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Proses Pengkondisian Grits Jagung
Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH)2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung jagung pada penelitian ini adalah jagung kuning yang telah mengalami pemisahan lembaga, kulit, dan tip cap atau yang biasa disebut sebagai grits jagung. Secara umum pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penggilingan basah dan penggilingan kering. Pada penelitian ini digunakan proses penggilingan kering. Menurut Duensing (2003), metode penggilingan kering dapat dibagi menjadi tiga metode penggilingan, yaitu metode full fat,bolted, dan tempered degermed. Tempered degermed paling umum dilakukan, dengan cara memisahkan bagian endosperma kemudian digiling, dikeringkan, dan diayak. Proses ini menghasilkan tepung jagung dengan ukuran paling halus (Hansen 2004). Perlakuan pengkondisian meliputi jumlah penambahan air yang ditambahkan dan waktu pengkondisian. Jumlah air yang ditambahkan adalah sebesar 10%, 15 %, 20 %, dan 25 %, dan 30% dari berat grits jagung, sedangkan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% dari berat grits jagung. Waktu pengkondisian dilakukan selama 24 jam. Pertamatama, grits jagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan air dan larutan Ca(OH)2 sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar air yang ditambahkan tersebar merata. Kemudian grits jagung dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di kemas untuk menghindari proses penguapan serta agar air dapat meresap ke dalam grits jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam. Pada awal penambahan, air banyak terkumpul di permukaan biji kemudian seiring berjalannya waktu, air mulai masuk ke dalam biji jagung. Air masuk melalui komponen tip cap biji, kemudian air secara cepat melewati tube cells dari perikarp menuju ke bagian atas biji dengan gaya kapiler. Secara perlahan-lahan, air berdifusi dari seed coat dan aleuron ke dalam lembaga dan endosperma biji jagung (Laria 2005). Dengan masuknya air ke dalam endosperma biji, endosperma menjadi lunak dan biji menjadi mudah untuk digiling. Penambahan Ca(OH)2 akan menghancurkan perikarp dari biji jagung dan kemudian akan terbuang selama pencucian. Penambahan Ca(OH)2 juga akan mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Menurut Laria (2007), penambahan larutan Ca(OH)2 ini mampu mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari biji jagung sehingga memudahkan pelepasan perikarp dan melunakkan komponen endosperma biji jagung. Selain itu, penambahan larutan Ca(OH)2 ini juga meningkatkan difusi air dan ion kalsium ke dalam biji. Larutan Ca(OH)2 juga mampu merusak ikatan yang mempertahankan hemiselosa di dalam dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001). Grits jagung yang telah dilakukan pengkondisian segera dilakukan proses penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan pin disc mill. Kemudian hasil penggilingan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 jam. Tepung jagung yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen penggilingan yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan rendemen penggilingan yang dihasilkan dari penggilingan grits jagung dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH)2. Tepung jagung yang telah dikeringkan kemudian diayak dengan mesin pengayak bertingkat tipe RO-TAP model RX-29 masing-masing dengan menggunakan ayakan 60, dan 80 mesh dan ditimbang dari masing-masing ayakan. Proses pengayakan dilakukan secara terpisah. Terlebih dahulu tepung diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh kemudian dilanjutkan pengayakan dengan
20
menggunakan ayakan 80 mesh. Dari hasil pengayakan ini didapatkan empat hasil pengayakan yaitu hasil pengayakan 60 mesh, kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Waktu yang digunakan untuk mengayak masing-masing adalah 15 menit. Tabel 5. Rendemen penggilingan tepung dengan pengkondisian menggunakan air dan Ca(OH)2 Perlakuan Penambahan Air Air 10% Air 15% Air 20% Air 25% Air 30% Penambahan Ca(OH)2 Ca(OH)2 0% Ca(OH)2 0,33% Ca(OH)2 0,5% Ca(OH)2 1,0%
Rendemen Penggilingan (% basis grits jagung awal) 85,26 85,52 83,25 85,21 87,19 79,71 78,67 84,11 83,53
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen penggilingan tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian air dan Ca(OH)2 lebih dari 50%. Jumlah penggilingan tepung yang dihasilkan dari pengkondisian dengan menggunakan air 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% berturut-turut adalah 85,26%, 85,52%, 83,25%, 85,21%, dan 87,19% sedangkan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% berturut-turut adalah 79,71%, 78,67%, 84,11%, dan 83,53%. Perbedaan rendemen tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan karena banyaknya tepung yang tercecer pada saat pengeringan maupun pada saat pengemasan.
4.2
Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Air
Perhitungan rendemen dilakukan terhadap hasil pengayakan kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Hasil pengayakan kurang dari 80 mesh sama dengan hasil pengayakan 60 mesh. Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 4) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 60 mesh, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 4) perlakuan dengan penambahan air 10%, dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga penambahan air 20, 25% dan 30%, menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%. Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 5) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 80 mesh menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen penepungan. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 5) perlakuan dengan penambahan air 10% dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan penambahan air 20%, 25, dan 30% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%.
21
Dari Gambar 7, diperlihatkan bahwa semakin banyaknya penambahan air rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh akan semakin berkurang sedangkan rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan semakin banyaknya penambahan air maka semakin banyak air yang terserap ke dalam grits jagung. Semakin banyaknya air terserap ke dalam grits, membuat grits menjadi semakin lunak, grits menjadi lebih mudah untuk digiling dan tepung yang dihasilkan akan lebih halus. Semakin banyaknya penambahan air, tepung jagung yang dihasilkan akan semakin halus. Semakin halus ukuran tepung maka partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran besar (60 mesh) akan semakin sedikit sedangkan partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran kecil (80 mesh) akan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh dan semakin menurunnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh.
Rendemen Pengayakan
60,00% 50,00%
51,76% b
54,69% b
43,62% b
43,17% b 43,28% b
40,00% 30,00% 21,52% a
20,00% 10,00%
a 20,09% a 21,27%
11,11% a 11,84% a
60 mesh 80 mesh
0,00% Air 10%
Air 15%
Air 20%
Air 25%
Air 30%
Penambahan Air
Gambar 7. Pengaruh pengkondisian air terhadap rendemen pengayakan tepung jagung Waktu pengkondisian juga berpengaruh terhadap rendemen penepungan. Waktu pengkondisian pada penelitian ini adalah 24 jam. Menurut Kweon (2009), waktu pengkondisian selama 24 jam mampu memberikan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengkondisian selama 3 jam. Semakin lama waktu pengkondisian, kadar air biji juga semakin meningkat sehingga membuat biji menjadi lebih lunak dan proses penggilingan menjadi lebih mudah. Waktu pengkondisian selama 18 jam mampu meningkatkan kadar air awal biji jagung menjadi 24% (Pat et al. 1996).
4.3
Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Ca(OH)2
Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji lanjut duncan (lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Hasil pengaruh pengkondisian dengan penambahan jumlah larutan Ca(OH)2 terhadap rendemen pengayakan dapat dilihat pada Gambar 8.
22
Rendemen Pengayakan
70,00% 60,00%
61,91% a 56,10% a
57,95% a
55,15% a
50,00% 40,00% 30,00% 20,00%
17,26% a
20,14% a
20,90% a
19,08% a
60 mesh 80 mesh
10,00% 0,00% Ca(OH)2 0%
Ca(OH)2 0,33%
Ca(OH)2 0,5%
Ca(OH)2 1,0%
Penambahan Ca(OH)2 Gambar 8. Pengaruh pengkondisian larutan Ca(OH)2 terhadap rendemen pengayakan tepung jagung Rendemen tertinggi pada tepung jagung yang diayak 80 mesh adalah tepung yang tidak ditambahkan (larutan 0%) CaOH2 (61,91%). Namun, berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji lanjut duncan ( lampiran 7), menunjukkan bahwa nilai rendemen tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf signifikansi 5% dengan rendemen tepung yang ditambahkan larutan Ca(OH) 2 0,33% (56,10%), larutan CaOH2 0,5% (55,15%), dan larutan CaOH2 1,0% (57,95%).
4.4
Warna Tepung Jagung
Warna tepung jagung diamati secara kuantitatif menggunakan Chromameter CR-200 dengan metode Hunter akan memberikan tiga nilai pengukuran yaitu L, a, dan b. Nila L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur, maka nilai L akan mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap sampel, nilai L akan mendekati 0. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Bila a bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. Sebaliknya, bila a bernilai negatif, sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru. Bila b bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning dan bila b bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna biru (Hutching 1999). Hasil pengukuran warna pada tepung jagung proses pengkondisian dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Hasil pengukuran warna pada tepung jagung dengan proses pengkondisian air Penambahan Air 10% 15% 20% 25% 30%
Nilai Hunter L 58,70 ± 0,28a 59,11 ± 0,14b 59,41 ± 0,11b 60,10 ± 0,41c 60,60 ± 0,04c
a +2,78 ± 0,00c +2,55 ± 0,13bc +2,13 ± 0,23ab +1,94 ± 0,22a +1,91 ± 0,19a
b +21,78 ± 0,14d +20,68 ± 0,45c +19,16 ± 0,25b +18,47 ± 0,20ab +18,11 ± 0,62a
23
Tabel 7. Hasil pengukuran warna tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 Penambahan Ca(OH)2 0% 0,33% 0,5% 1,0%
L 60,13 ± 0,04b 59,71 ± 0,01a 59,61 ± 0,28a 59,52 ± 0,11a
Nilai Hunter a +1,96 ± 0,01d +1,65 ± 0,00c +1,51 ± 0,04b +1,39 ± 0,01a
b +17,34 ± 0,18a +17,55 ± 0,43ab +18,16 ± 0,07bc +18,34 ± 0,06c
Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% Berdasarkan Tabel 6, tingkat kecerahan tepung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi air yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai L. Penambahan air 25% dan 30%, menghasilkan nilai L paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan dengan penambahan air 25% dan 30% ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan dari tepung jagung yang ditandai dengan tingginya nilai L. Menurut Singh (2009), nilai L akan semakin meningkat dengan semakin halusnya tepung dan ukuran partikel yang semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 6, nilai a dan b masing-masing mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya konsentrasi air. Nilai a yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna merah yang semakin berkurang sedangkan nilai b yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna kuning yang semakin menurun. Penambahan air 25% dan 30% masing-masing memberikan nilai a dan b yang semakin menurun. Dengan penambahan air 25% dan 30%, ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka nilai a dan b akan semakin berkurang (Singh 2009). Berdasarkan Tabel 7, sampel tepung dengan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 memiliki nilai L yang semakin menurun dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2 dan nilai b yang semakin meningkat yang berarti dengan penambahan Ca(OH) 2, tepung jagung yang dihasilkan menjadi semakin berwarna kuning. Menurut Dedeh (2004), nilai L dari jagung yang dilakukan dengan perlakuan alkali akan semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi alkali. Sampel dengan warna yang semakin gelap (nilai L rendah) memliki nilai pH yang semakin meningkat yang dihasilkan dari banyaknya jumlah alkali yang diserap. Semakin meningkatnya konsentrasi Ca(OH)2, akan semakin meningkatkan warna kuning dari tepung jagung (Dorado 2008).
4.5
Sifat Reologi Tepung Jagung
Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat adalah melalui profil gelatinisasinya. Pengukuran profil gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Brabender Visco-amilograph, Rapid Visco Analyzer (RVA), dan Rotational Viscometers (Singh et al 2003). Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA lebih praktis digunakan karena waktu pengukuran lebih singkat dan jumlah sampel yang digunakan lebih sedikit. Analisis dilakukan pada sampel tepung sebelum dilakukan pengayakan. Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain, suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas panas, viskositas dingin,
24
viskositas breakdown, dan viskositas setback. Data hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Air Penambahan Air
Suhu Gelatinisasi (oC)
Viskositas Puncak (cP)
Viskositas Panas (cP)
Viskositas Breakdown (cP)
Viskositas Dingin (cP)
Viskositas Balik (cP)
10% 15%
79,90b 79,95b
1873,50a 2013,50a
1597,00a 1687,50ab
276,50a 326,00a
3844,50a 3938,00a
2247,50a 2250,50a
20% 25% 30%
76,08a 75,25a 75,48a
2658,50b 3196,00c 2804,00bc
1817,50b 2006,50c 1793,50b
841,00b 1189,50b 1010,50b
4369,50bc 4572,00c 4041,00ab
2552,00b 2565,50b 2247,50a
Tabel 9. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 Penambahan Ca(OH)2 0%
Suhu Gelatinisasi (oC) 75,50b a
Viskositas Puncak (cP) 2625,00a 2916,00
b
Viskositas Panas (cP) 1596,50a 1607,00
Viskositas Breakdown (cP) 1028,50a
a
1309,00
b
Viskositas Dingin (cP)
Viskositas Balik (cP)
4307,50b
2711,00b
b
2653,50b
0,33%
74,08
4260,50
0,5%
75,34b
2722,00a
1809,50b
912,50a
3859,50a
2050,00a
1,0%
75,36b
2611,50a
1724,50ab
887,00a
3777,50a
2053,00a
Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% a) Suhu gelatinisasi Suhu gelatinisasi atau pasting temperature (PT), menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas pati saat dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 75,25-79,90oC (Tabel 8). Proses pengkondisian dengan penambahan air ternyata menurunkan suhu gelatinisasi dari tepung jagung. Namun penurunan itu baru terjadi pada pengkondisian dengan penambahan air 20%. Hal ini disebabkan dengan penambahan air yang semakin banyak, endosperm dari grits jagung menjadi lebih mudah untuk dihancurkan pada proses penggilingan sehingga tepung yang dihasilkan menjadi lebih halus. Menurut Muhandri (2007), bahwa semakin besar ukuran tepung, maka semakin tinggi pula suhu gelatinisasi. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga waktu yang digunakan untuk memulai proses gelatinisasi menjadi lebih singkat dan suhu yang dibutuhkan untuk gelatinisasi akan semakin berkurang. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena mampu menghemat energi pemasakan. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 74,08-75,50oC. Dari Tabel 9, proses pengkondisian Ca(OH)2 menghasilkan nilai suhu gelatinisasi yang semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2. Kenaikan suhu gelatinisasi baru terjadi pada proses pengkondisian dengan Ca(OH)2 sebesar 0,5%. Pembentukan inklusi antara lemak dan amilosa terjadi pada saat gelatinisasi setelah amilosa keluar. Menurut Aini (2010) pada saat amilosa keluar dari granula selama proses
25
gelatinisasi, lemak membentuk kompleks dengan amilosa tersebut, kemungkinan di permukaan granula dan menghambat pengembangan sehingga suhu gelatinisasi meningkat. b) Viskositas puncak Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas puncak merupakan kriteria yang dipakai untuk melihat kemampuan suatu tepung atau pati dalam mempertahankan granulanya akibat proses pemanasan. Dari Tabel 8, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 1873,50-3196 cP. Proses pengkondisian air hingga taraf 25% secara signifikan mampu meningkatkan viskositas puncak dari suspensi tepung jagung. Namun demikian penambahan air yang semakin tinggi (30%) cenderung menurunkan kembali viskositas puncak tersebut (Tabel 8). Proses pengkondisian air hingga taraf 25% mampu menghasilkan ukuran tepung yang halus. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga nilai viskositas maksimum tepung dengan ukuran lebih kecil (halus) akan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung kasar (Muhandri 2007). Hal ini juga diungkapkan oleh Fonseca (2009), yang menyatakan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai viskositas puncak yang lebih tinggi sedangkan ukuran partikel berukuran kasar menghasilkan nilai viskositas yang lebih rendah. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 2611,50-2916,00 cP. Nilai viskositas puncak mengalami penurunan pada pengkondisian Ca(OH)2 0,5%, dan cenderung tetap nilainya hingga pengkondisian Ca(OH)2 1,0%. Penurunan nilai viskositas puncak ini dijelaskan juga oleh Karim et al (2007) yang melaporkan terjadinya penurunan nilai viskositas puncak pada pati yang diberi perlakuan alkali. Pati yang diberi perlakuan alkali, daerah amorf yang mengandung amilosa sebagian besar dirusak oleh perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula. Dengan lemahnya struktur granula, maka granula tidak mampu mempertahankan kapasitas pembengkakan maksimum sehingga viskositas puncak semakin menurun. c) Viskositas panas dan breakdown Viskositas panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan o 95 C. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui kemampuan granula pati dalam mempertahankan diri maupun viskositasnya selama pemanasan. Proses pengkondisian baik dengan penambahan air maupun Ca(OH)2, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang tahan terhadap panas selama pemasakan, maka viskositas panas yang tinggi merupakan hasil yang diharapkan. Breakdown merupakan nilai penurunan ketika suspensi pati dipanaskan pada suhu 95oC. Breakdown menunjukkan stabilitas adonan selama proses pemasakan. Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan viskositas panas. Viskositas panas tepung jagung dengan penambahan air berkisar antara 1597,00-2006,50 cP dan breakdown tepung jagung berkisar antara 276,50-1189,50 cP. Pada Tabel 8, nilai viskositas panas dan breakdown tepung jagung meningkat seiring dengan penambahan air. Penambahan air mampu meningkatkan tepung jagung yang memiliki partikel yang berukuran kecil sehingga viskositas menjadi meningkat. Semakin kecil ukuran tepung, semakin besar luas permukaan sehingga penyerapan airnya semakin besar (Aini 2010). Hal ini akan meningkatkan nilai dari viskositas panas dan breakdown tepung jagung. Pada Tabel 8, viskositas panas mengalami penurunan dengan penambahan air 30%. Penurunan viskositas panas ini diduga berkaitan dengan keberadaaan dan interaksi protein dengan pati. Keberadaan protein dapat menurunkan viskositas karena protein mempunyai pengaruh menghambat
26
pengembangan granula pati dan mengurangi nilai viskositas (Liang 2003). Menurut Aini (2010) penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak mengakibatkan peningkatan pengembangan granula sehingga semakin kecil kadar protein semakin besar pengembangan granula yang meningkatkan viskositas panas dan breakdown tepung jagung. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas panas dan breakdown tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 159,50-1809,50 cP dan 887,00-1309,00 cP. Proses pengkondisian tepung jagung dengan Ca(OH)2 mengalami penurunan viskositas namun nilai penurunan baru terlihat dari proses pengkondisian dengan Ca(OH)2 0,5%. Hal ini diakibatkan juga karena adanya pelunakan struktur dari granula pati dengan adanya perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula (Karim et al 2007). Dengan lemahnya struktur granula, kestabilan pati selama proses pemanasan menjadi berkurang sehingga mengurangi nilai viskositas. d) Viskositas dingin dan viskositas balik Viskositas dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50oC. Viskositas dingin merupakan parameter yang digunakan untuk melihat perilaku gel dari suatu jenis pati pada kondisi dingin (50oC). Proses pengkondisian dengan penambahan air dan Ca(OH) 2 diharapkan mampu menghasilkan pati dengan viskositas dingin yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan tepung jagung dengan dengan proses pengkondisian ini diharapkan mampu mencegah terjadinya proses sineresis atau keluarnya air dari matrix gel suatu produk olahan. Viskositas balik atau setback yaitu selisih nilai viskositas dingin dengan viskositas panas merupakan parameter untuk mengetahui sifat gel. Nilai viskositas balik yang tinggi menunjukkan bahwa gel cenderung mengeras pada akhir proses pemasakan, sehingga produk olahannya tidak mudah hancur. Semakin tinggi nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi. Nilai viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan pengkondisian air berkisar antara 3844,50-4572,00 cP dan 2247,50-2552,00 cP. Dengan semakin bertambahnya konsentrasi air, maka grits jagung menjadi semakin lunak. Grits jagung yang lunak akan semakin mudah untuk digiling sehingga tepung yang dihasilkan akan lebih halus. Semakin halus dan semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kemungkinan terjadinya retrogradasi. Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin luas permukaan sehingga lebih besar kemungkinan terjadinya leaching amilosa. Semakin banyak terjadinya leaching meningkatkan retrogradasi adonan jagung (Aini 2010). Kemampuan tepung jagung dalam beretrogradasi semakin rendah dengan pengkondisian air 30%. Hal ini dapat dilihat dengan nilai viskositas setback tepung jagung yang mengalami penurunan dengan pengkondisian air 30%. Nilai viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 377,50-4307,50 cP dan 2050,00-2711,00 cP. Nila viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan penambahan Ca(OH)2 mengalami penurunan viskositas seiring dengan meningkatnya konsentrasi Ca(OH)2. Penurunan viskositas, khususnya selama periode pendinginan kemungkinan dapat disebabkan oleh jenuhnya gugus hidroksil pati oleh ion Ca2+ dan Ca(OH)+ sehingga mencegah penggabungan kembali molekul-molekul pati dan menghasilkan viskositas pasta dingin yang rendah (Dedeh 2004).
27
4.6
Sifat Kimia Tepung Jagung
Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, menunjukkan kadar air pada tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 8,07-9,52% bk, sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 8,20-8,64% bk. Menurut Yaseen et al (2010), kadar air pada tepung jagung adalah 12,5% bk. Apabila dibandingkan dengan tepung jagung yang dianalisis oleh Yaseen, maka kadar air tepung dari masing-masing proses pengkondisian kurang dari kadar air tepung jagung yang dianalisis Yaseen et al. Nilai kadar air yang rendah ini berkaitan dengan keberadaan air Tipe II dalam tepung jagung. Menurut Winarno (2008), jika kadar air Tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7%. Penghilangan sebagian air tipe II ini akan mengakibatkan penurunan aw (water activity) sehingga mampu mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan pangan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Andarwulan 2011). Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, kadar abu dari proses pengkondisian air berkisar antara 0,35-0,38% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 0,37-0,62% bk (Tabel 11). Tabel 10. Komposisi kimia tepung jagung dengan proses pengkondisian Air Penambahan Air
Air (%bk)
Abu (%bk)
Protein (%bk)
Lemak (%bk)
Karbohidrat (%bk)
10%
8,07±0,09
0,35±0,02
7,17±0,02
2,30±0,04
90,17±0,04
15%
8,42±0,17
0,35±0,01
7,10±0,02
2,38±0,15
90,18±0,22
20% 25%
9,52±0,23 9,67±0,08
0,36±0,03 0,36±0,02
7,15±0,03 7,10±0,03
2,34±0,07 2,33±0,09
90,15±0,19 90,21±0,09
30%
9,11±0,05
0,38±0,02
7,11±0,03
2,38±0,09
90,12±0,12
Tabel 11. Komposisi kimia tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 Penambahan Ca(OH)2
Air (%bk)
Abu (%bk)
Protein (%bk)
Lemak (%bk)
Karbohidrat (%bk)
0%
8,49±0,16
0,37±0,04
7,08±0,03
2,30±0,03
90,25±0,10
0,33%
8,36±0,31
0,55±0,02
7,16±0,04
2,38±0,10
89,90±0,36
0,5%
8,20±0,18
0,59±0,03
7,46±0,01
2,33±0,16
89,62±0,29
1,0%
8,64±0,26
0,62±0,00
7,59±0,04
2,30±0,07
89,50±0,23
Menurut Yaseen et al (2010), kadar abu dari tepung jagung adalah 2,3% bk. Apabila dibandingkan dengan tepung jagung Yaseen, maka kadar abu tepung dari masing-masing proses pengkondisian memiliki kadar yang lebih rendah. Kandungan abu yang rendah ini disebabkan hilangnya bagian lembaga biji jagung pada saat proses pengkondisian. Kandungan mineral, paling banyak terdapat pada bagian lembaga (10,5%) dari keseluruhan komponen biji jagung (Watson 2003). Kadar abu dengan pengkondisian Ca(OH)2 mengalami kenaikan dengan meningkatnya konsentrasi Ca(OH)2. Kenaikan kadar abu ini disebakan karena adanya penyerapan ion kalsium (Ca2+) pada proses pengkondisian. Kalsium merupakan suatu mineral, sehingga tingginya penyerapan ion kalsium pada
28
tepung jagung juga berpengaruh terhadap kadar abu sampel. Semakin tinggi kadar kalsium, maka semakin tinggi pula kadar abunya. Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, menunjukkan kadar protein dari proses pengkondisian air berkisar antara 7,10-7,17% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 7,08-7,59% bk. Menurut Watson (2003), kadar protein paling tinggi terdapat pada bagian lembaga yaitu sebesar 18,4%. Kadar protein tepung jagung adalah 9,8% bk (Yaseen et al 2010). Kadar protein dari masing-masing pengkondisian masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tepung jagung Yaseen. Rendahnya kadar protein ini disebabkan proses pengkondisian membuat terlepasnya lapisan lembaga dari biji jagung, sehingga mempengaruhi jumlah kandungan protein tepung jagung yang dihasilkan. Kadar protein dengan pengkondisian Ca(OH)2 mengalami kenaikan dengan meningkatya konsentrasi Ca(OH)2. Menurut Dedeh (2004), kandungan protein jagung dapat meningkat dengan adanya penambahan Ca(OH)2. Kadar protein dari 8,4% menjadi 8,5% dengan penambahan konsentrasi 0,5% menjadi 1,0%. Menurut Yaseen et al (2010), kadar lemak dari tepung jagung adalah 4,5% bk. Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, kadar lemak dari proses pengkondisian air berkisar antara 2,302,38% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 2,30-2,38% bk. Rendahnya kandungan lemak pada tepung jagung dengan perlakuan pengkondisian ini disebabkan oleh terlepasnya lapisan lembaga yang kaya akan lemak pada saat proses pengkondisian. Lembaga merupakan komponen biji jagung yang kaya akan lemak. Menurut Watson (2003), lembaga memiliki kandungan lemak sebesar 33,2%. Kadar lemak yang rendah dari tepung jagung diharapkan mampu memperpanjang umur simpan tepung jagung terutama dari ketengikan akibat oksidasi lemak. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode perhitungan by difference. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, kadar karbohidrat dari proses pengkondisian air berkisar antara 90,15-90,21% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 89,50-90,25% bk. Kandungan karbohidrat tepung jagung ini tergolong tinggi, apabila dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan oleh Yaseen et al (2010), yaitu sebesar 81,3% bk. Oleh karena itu, tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian ini besar potensinya untuk dibuat sebagai salah satu produk pangan yang memanfaatkan tepung sebagai bahan bakunya sehingga mampu mengurangi penggunaan dan mengatasi kelangkaan dari tepung terigu.
29