IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI LIMBAH PETERNAKAN Limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair yang berasal dari usaha kegiatan peternakan sapi pedaging di MT Farm, Ciampea. Limbah cair yang digunakan berupa urin sapi, air bekas pembersihan sapi dan pembersihan kandang sapi. Volume urin yang dihasilkan oleh sapi pedaging pada kegiatan usaha peternakan sapi MT Farm Ciampea ini 5-10 liter/ekor/sapi.
Menurut Mubaroq
(2009), volume urin dari sapi perah sebanyak 10-20 liter/ekor/hari. Secara garis besar tujuan dari pengolahan limbah cair secara biologis adalah untuk perombakan ikatan karbon (eliminasi BOD atau COD), eliminasi nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi), eliminasi fosfor, pemisahan partikel tersuspensi, dan disinfeksi. Pengolahan limbah cair peternakan ini dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai media kultivasi mikroalga. Sebelum limbah tersebut digunakan dalam penelitian, limbah di-treatment terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan bahan organik dan bau yang ditimbulkan limbah. Limbah di-treatment pada tangki aerator selama lima minggu.
Setelah limbah di-treatment dilakukan karakterisasi limbah untuk
mengetahui kandungan nutrien yang terdapat dalam limbah.
Hasil pengujian
karakterisasi limbah cair peternakan tersaji pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Limbah Cair Peternakan Nilai (mg/L) Parameter
Sebelum
Sesudah
pretreatment
pretreatment
Ortofosfat
12,78
11,12
N-NH3
10,95
4,09
N-NO3
3,54
5,14
N-Organik
13,65
6,82
COD
1846
989
TSS Millipore
385
160
TSS Spektrofotometer
380
100
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat nilai kandungan bahan nutrien dalam limbah cair peternakan berkurang kecuali kandungan N-NO3, jumlahnya meningkat. Kenaikan kadar N-NO3 ini disebabkan adanya reduksi kandungan N-organik dalam limbah menjadi N-NH3 melalui proses hidrolisis. Kadar N-NH3 berkurang karena terjadi proses nitrifikasi yang menghasilkan produk akhir N-NO3 sehingga kadar N-NO3 dalam limbah cair ya di-treatment ini meningkat. Pospat dan N-NO3 menunjukkan kandungan bahan nutrien dalam limbah cair. Dari nilai COD dapat diketahui total kandungan bahan organik termasuk total nitrogen organik yang terdapat dalam limbah cair. Nilai TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi menunjukkan padatan yang tersuspensi di dalam limbah cair berupa bahan-bahan organik dan anorganik. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari/ cahaya ke dalam air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser yang terdapat dalam perairan.
B. KARAKTERISASI PERTUMBUHAN MIKROALGA Mikroalga merupakan tumbuhan air yang berukuran mikroskopik, memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan, baik sebagai sumber pangan, pakan, farmasi, dan saat ini sudah mulai dikembangkan sebagai sumber bahan bakar alternatif (biofuel). Mikroorganisme ini berfotosintesis untuk mengubah cahaya matahari dan karbondioksida menjadi karbohidrat sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidupnya. Budidaya mikroalga sangat menarik karena tingkat pertumbuhan yang tinggi dan cepat, dan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan yang bervariasi. 1.
Karakterisasi Inokulum Mikroalga Mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari air danau LSI
IPB. Pemilihan inokulum dari danau ini karena jumlahnya tersedia dalam jumlah banyak, dan diyakini banyak terdapat mikroalga dalam danau LSI IPB, hal ini dapat dilihat dari penampakan air danau secara fisik yang berwarna hijau seperti pada Gambar 4.1. Jenis mikroalga ini juga sudah beradaptasi dengan iklim lingkungan di Bogor. Hasil pengujian karakterisasi air danau LSI IPB tersaji pada Tabel 4.2 dan
25
hasil analisisi dominasi dan prevalensi konsorsium mikroalga danau LSI IPB tersaji paba Tabel 4.3.
Gambar 4.1. Danau LSI IPB Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi Air Danau LSI IPB Karakteristik
Hasil
Fosfat
10,7 mg/L
N-Organik
4,09 mg/L
N-NH3
2,73 mg/L
N-NO3
0,289 mg/L
COD
4614 mg/L
TSS-millipore
60 mg/L
TSS-spektrofotometer
46 mg/L
Kerapatan sel
361111 ind/ml
(Sumber : Rachmad Danu Subrata, 2010)
Sampel inokulum mikroalga dari danau LSI dilakukan juga analisis prevalensi dan dominansi untuk mengetahuia jenis mikroalga yang terdapat dalam inokulum yang aka digunakan. Hasil pengujian tersaji pada Tabel 4.3. Dari hasil analisis ini terdapat 13 taksa mikroalga yang terdapat dalam konsorsium mikroalga dari air danau LSI IPB. Jumlah total mikroalga yang terdapat dalam sampel yang diuji sebanyak 46.688 individu/liter. keseragaman sebesar 0,73.
Indeks keragaman sebesar 1,87; indeks
Dari hasil nilai perhitungan analisis mikroalga ini,
keragaman mikroalga masih tergolong rendah, ditunjukkan dari nilai keragaman masih dibawah 2,3026
(keterangan nilai ketentuan keragaman dapat dilihat di
Lampiran 2). Nilai keseragaman berkisar antara 0-1, dan dari hasil perhitungan analisis mikroalga ini nilai keseragaman mendekati satu (0,73), maka jumlah setiap spesies/taksa hampir sama.
Dari 13 taksa ini tidak ada jenis mikroalga yang
26
mendominasi, walaupun jumlah Selenastrum sp dan Ankristodesmus lebih banyak dibandingkan jenis mikroalga yang lain, namun kedua jenis mikroalga belum cukup mendominasi dari total seluruh mikroalga yang terdapat dalam konsorsium ini. Hal ini ditunjukkan dari data indeks dominasi yang bernilai 0,206 (masih dibawah 0,5). Untuk ketentuan nilai dan cara pernitungan indeks keragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi tersaji di Lampiran 2.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Prevalensi dan Dominasi Mikroalga dalam Konsorsium Organisme CYANOPHYCEAE Microcystis sp. EUGLENOPHYCEAE Euglena sp. Trachelomonas sp. CHOLOPHYCEAE Ankistrodesmus Dictyosphaerium sp. Gloeocystis Westella sp. Gloeotilla sp. Kirchneriella sp. Selenastrum sp. XANTHOHYCEAE Centritractus sp. CRYPTOPHYCEAE Cryptomonas sp. DINOPHYCEAE Glenodinium sp. Jumlah Taksa Kelimpahan Total (ind/l) Indeks Keragaman Indeks Keseragaman Indeks Dominasi 2.
Kelimpahan (ind/l) 4444 356 178 8800 5600 266 4622 3733 2311 18400 89 711 178 13 49688 1.87 0.73 0.206
Pertumbuhan Mikroalga pada Limbah Cair Peternakan Mikroalga merupakan komponen dasar dalam rantai makanan dalam
lingkungan air. Organisme ini menyimpan energi selama fotosintesis dan berguna sebagai produsen dalam jaring-jaring makanan. Pertumbuhan adalah bertambahnya 27
susbtansi sebagai akibat dari metabolisme biota tersebut. Menurut Dwidjoseputro (1986), pertumbuhan untuk organisme bersel satu (unisel) diartikan sebagai pertambahan jumlah sel. Laju pertumbuhan untuk organisme bersel satu adalah jumlah sel persatuan waktu. Laju pertumbuhan mikroalga akan membentuk kurva pertumbuhan mulai dari fase lag (fase adaptasi), fase eksponensial, fase penurunan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian.
Pertumbuhan mikroalga
dipengaruhi oleh konsentrasi DO, pH, suhu, kekeruhan, keadaan di permukaan air, dan ketersediaan nutrien dalam air tersebut. Pola pertumbuhan mikroalga pada penelitian ini diketahui dengan cara menghitung jumlah sel dibawah mikroskop dengan menggunakan hemasitometer. Untuk mengetahui pola dan waktu pertumbuhan mikroalga pada limbah cair peternakan, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan, yaitu kultivasi pada skala kecil dengan menggunakan bak aquarium. Pada penelitian pendahuluan ini ada dua perlakuan konsentrasi: bak I (75% limbah : 25% mikroalga), bak II (50% limbah : 50% mikroalga). Pada penelitian pendahuluan ini perhitungan jumlah sel dilakukan pada hari pertama dan setelah media mulai terlihat berwarna hijau.
Hasil
perhitungan dari sampel yang diamati tersaji pada Lampiran 4. Kurva pertumbuhan mikroalga dalam penelitian pendahuluan ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. 2,000,000
Kerapatan sel (ind/ml)
1,800,000 1,600,000 1,400,000
1L
1,200,000 1,000,000
2L
1L
800,000
75%:25% 50%:50%
600,000 400,000 200,000 0 0
5
10
15
20
25
Hari ke-
Gambar 4.2. Kurva Pertumbuhan Mikroalga dalam Media Limbah Cair Peternakan Keterangan :
= pemanenan mikroalga = pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
28
Sel mikroalga sangat tahan dalam kondisis lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan optimumnya, karena dapat membentuk spora dorman terhadap kodisi lingkungan yang buruk.
yang tahan
Hal ini ditunjukkan dapat bertahannya
kultur mikroalga pada media limbah cair, saat fase adaptasi mulai dari H-0 sampai H-11. Pada penelitian pendahuluan ini setelah terjadi pertumbuhan mikroalga yang mulai melimpah dilihat dari penampakan fisik seperti pada Gambar 4.3, dilakukan pemanenan mikroalga yang tumbuh dipermukaan media mulai H-13 tanpa penambahan nutrien dan juga pada H-17. Setelah mikroalga dipanen dilakukan pengadukan media, supaya nutrien yang mengendap dibagian bawah tercampur keseluruh bagian media. Teknik pemanenan seperti ini dilakukan untuk memastikan nutrien yang tersedia dalam media sudah berkurang sampai batas minimum kemampuan mikroalga hidup. Pemanenan mikroalga di bagian atas juga bertujuan membantu penetrasi cahaya ke dalam media.
Pada H-19 dilakukan pemanenan
diikuti dengan penambahan nutrien. Dari grafik kelimpahan mikroalga terlihat setelah pemanenan mikroalga tanpa penambahan nutrien pertumbuhan mikroalga semakin menurun (memasuki fase kematian),
hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan nutrien pada media semakin sedikit. Sementara pemanenan yang diikuti dengan penambahan nutrien pada H-19, terlihat lagi pertumbuhan mikroalga (memasuki fase eksponensial). Pada bak I kelimpahan mikroalga lebih banyak dibandingkan bak II. Dari dua perlakuan konsentrasi ini, bak I menjadi pilihan untuk penelitian utama karena kelimpahan mikroalga lebih banyak dibandingkan dengan bak II, selain itu juga jumlah limbah yang didegradasi lebih banyak, sehingga lebih banyak manfaatnya untuk penanganan limbah cair peternakan. Pengukuran biomassa pada penelitian ini didasarkan pada biomassa kasar, karena teknik kultur alga murni sulit diterapkan, khusunya pada skala besar (skala lapangan). Biomassa kasar masih mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, bakteri serta mikroorganisme lainnya seperti jamur dan kadang-kadang protozoa. Selain dari perhitungan kerapatan sel dengan hemasitometer, kelimpahan mikroalga juga dapat diketahui dengan menghitung total suspenden solid (TSS) pada media ini. TSS adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45μm. Data
29
hasil pengamatan pada kultivasi mikroalga skala kecil dapat dilihat di Lampiran 3. Untuk TSS pada kedua perlakuan ini tersaji pada Gambar 4.4 dan 4.5.
Gambar 4.3. Pertumbuhan Mikroalga pada Skala Kecil.
2500
TSS (mg/L)
2000 1500 Millipore
1L 2L
1L
1000
Spektrofotometer
500 0 0
5
10
15
20
25
Hari keKeterangan :
= pemanenan mikroalga = pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.4. Kurva Total Suspended Solid pada Bak I (75% : 25%)
30
TSS (mg/L)
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
75% Limbah (Bak I)
1L
0
5
10
1L
50% Limbah (Bak II)
2L
15
20
25
Hari ke-
Keterangan :
= pemanenan mikroalga = pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.5. Kurva Total Suspended Solid pada Bak II (50% : 50%)
Cahaya dan klorofil merupakan faktor penting dalam proses fotosintesis mikroalga. Mikroalga mampu mengasimilasi karbon inorganik untuk dikonversi menjadi senyawa-senyawa organik. Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan intensitas cahaya, serta periode pencahayaan dalam sistem kultur mikroalga. Keberadaan cahaya menentukan bentuk kurva pertumbuhan mikroalga yang melakukan fotosintesis. Kebutuhan cahaya tergantung pada kedalaman dan kepadatan kultur, semakin dalam kultur
dan semakin tinggi
kepadatan kultur,
intensitas cahaya yang dibutuhkan semakin tinggi. Pada penelitian ini yang terlihat secara fisik adalah pertumbuhan mikroalga hijau. Mikroalga hijau akan melimpah pada kondisi suhu dan cahaya yang tinggi. Suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga berkisar antara 20-300C.
Suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia yang terjadi dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya.
Peningkatan suhu air dapat meningkatkan
aktifitas mikroalga, karena reaksi kimia dan biokimia yang terjadi dalam tubuh mikroalga semakin cepat. Dalam penelitian ini suhu media pertumbuhan mikroalga cenderung fluktuatif yaitu berada pada kisaran 24-320C, hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan lapangan, jadi sangat tergantung dengan suhu lingkungan. pH optimum untuk pertumbuhan mikroalga berada pada kisaran 4-11.
31
12
30
10
25
8
20
pH
Suhu ( °C)
35
15
6 4
10 5
2
0
0 0 2 4 6 8 1012141618202224
0 2 4 6 8 1012141618202224
Hari ke-
Hari ke-
Gambar 4.6. Suhu dan pH media kultivasi
Dalam penelitian ini pH media pertumbuhan mikroalga berada pada kisaran 7-11, dan pH media pertumbuhan mikroalga cenderung naik (data hasil pengukuran pH tersaji di Lampiran 6).
Perubahan pH media disebabkan oleh penyerapan
komponen tertentu. Penyerapan garam-garam atau ion ammonium sebagai sumber nitrogen menyebabkan penurunan pH (media terlalu asam). Penyerapan ion nitrat menyebabkan peningkatan pH, tetapi hal ini dapat disangga dengan pengambilan CO2 oleh media, sehingga jarang mempengaruhi pertumbuhan. Keterbatasan CO2 merangsang penggunaan bikarbonat dalam fotosintesis yang dapat meningkatkan pH media hingga pH 11 atau lebih sehingga pertumbuhan mikroalga terhenti. Peningkatan nilai pH ini disebabkan oleh penurunan kandungan CO2. Kandungan CO2 berkurang karena proses fotosintesis mikroalga menggunakan CO2 yang terlarut dalam air limbah.
C. ELIMINASI NUTRIEN DARI LIMBAH CAIR PETERNAKAN Nutrien merupakan substansi yang dibutuhkan organisme untuk bertahan hidup atau yang dibutuhkan untuk sintesis komponen organik sel (pertumbuhan sel). Nutrien yang dibutuhkan mikroalga untuk pertumbuhan sel ada unsur hara makro (C, H, N, P, K, S, Mg, dan Ca) dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn, dan Si).
Diantara unsur makro ini N dan P sering menjadi faktor pembatas
pertumbuhan mikroalga (Reynolds, 1990).
32
1.
Eliminasi Nitrogen Nitrogen merupakan unsur makronutrien yang berpengaruh terhadap kegiatan metabolisme sel yaitu proses transportasi, katabolisme, asimilasi, dan khusunya biosintesis protein
(Agustini dan Kabinawa, 2002).
Nitrogen merupakan
nutrien, karenanya mikroorganisme hadir dalam proses penanganan yang akan mengasimilasi amonia-nitrogen dan memasukkannya ke dalam massa sel. Nitrogen yang terdapat dalam berbagai bentuk di alam seperti nitrogen organik, amonia (NH3), ion amonium (NH4+), ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), merupakan nutrien yang harus dibatasi jumlahnya dalam air limbah (air buangan), supaya pertumbuhan alga dapat dikontrol dalam badan air. Kandungan nitrogen dalam badan air perlu dibatasi karena N-NH3 dalam jumlah yang tinggi bersifat racun bagi ikan, NH3 dalam jumlah rendah dan NO3merupakan nutrien untuk pertumbuhan alga yang melampaui batas, dan konversi NH4+ menjadi NO3- mengkonsumsi DO dalam jumlah yang tinggi. Eliminasi nitrogen di alam dapat terjadi secara kimia dan biologis. Mekanisme eliminasi nitrogen yang terdapat dalam limbah tergantung dari bentuk nitrogen yang ada (nitrogen organik, amonia, atau nitrat). Eliminasi nitrogen dapat terjadi melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi adalah oksidasi ammonium dan nitrat ke nitrit, karena ammonium merupakan polutan pengkonsumsi oksigen dan penghasil racun bagi ikan, jika pH>7. Nitrat bersifat relatif tidak toksik. Dasar-dasar nitrifikasi Hirolisis N-organik + H2O
NH4+ + OH-
Nitrifikasi tahap I oleh nitrosomonas NH4+ + 1.5 O2
NO2- + 2H+ + H2O + energi
Nitrifikasi tahap II oleh nitrobakter NO2- + 0.5O2
NO3- + energi
Reaksi total NH4+ + 2O2 NO3- + 2 H+ + H2O + energi Nitrat adalah indikasi terjadinya nitrifikasi yaitu amonia dalam air limbah dioksidasi menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Nitrat merupakan produk
33
akhir dekomposisi aerobik dari senyawa nitrogen organik.
Menurut
Sastrawijaya (1991) nitrat air terbanyak diproduksi oleh mikrooragnisme. Kadar nitrat yang tinggi dapat disebabkan oleh pembusukan sisa tanaman dan hewan, limbah industri, kotoran hewan, dan pengotor dari lahan pertanian. Eliminasi nitrogen dalam bentuk nitrat dengan mengkonversi menjadi gas nitrogen dapat dicapai pada kondisi anoksik (kondisi tidak adanya oksigen terlarut). Proses ini dikenal sebagai denitrifikasi. Tahap denitrifikasi adalah produksi nitrik oksida, nitrous oksida, dan gas nitrogen. Reaksi penguraian adalah sebagai berikut: NO3Beberapa
NO2-
NO
N2O
mikroorganisme
Achromobacter,
N2
yang
Aerobacter,
terlibat
Alcaligenes,
dalam
denitrifikasi
Bacillus,
adalah
Brevibacterium,
Flavobacterium, Lactobacillus, Micrococcus, Proteus, dan Spirillum. (Metcalf dan Eddy, 1991). Kondisi temperatur mempengaruhi laju eliminasi nitrat dan laju pertumbuhan mikroorganisme, karena mikroorganisme sensitif terhadap perubahan temperatur. Eliminasi nitrat dalam media kultivasi ini terjadi karena mikroalga yang tumbuh mengikat nitrat yang tersedia dalam lingkungannya. Nitrat menjadi sumber nutrien utama dalam pertumbuhan mikroalga, berperan dalam pembentuka protein sel. Nitrogen yang ada dalam komponen organik bisa dikatakan nitrogen organik. Nitrogen tersebut termasuk
nitrogen dalam asam amino, amida, imida,dan
turunan nitro (Sawyer et al., 2001). Nitrogen organik bisa berhubungan dengan padatan tersuspensi dalam air limbah dihilangkan dengan sedimentasi dan filtrasi. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang larut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas amonium (NH4+) (Metcalf dan Eddy, 1991). Selama proses penguraian mikrobiologis baik secara alamiah di dalam air sungai, maupun diatur dalam
sistem pengolahan air
buangan, zat organik tersebut melepaskan nitrogen sebagai amonia (NH3). Nitrogen dalam air limbah umumnya dalam bentuk N-organik dan Namonium (N-NH4+).
N-organik dan NH4+ merupakan bahan pengkonsumsi
oksigen, sehingga mengganggu kesetimbangan ekosistem badan air. Nitrogen terlarut dalam limbah cair akan dikonversi menjadi beberapa bentuk yaitu
34
amonia (NH3), ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-) dan molekul organik seperti asama amino. Pada sistem perairan alami, nitrat merupakan senyawa yang paling dominan dan selanjutnya amonia dan nitrit. Pada penelitian ini jenis nitrogen terlarut dalam limbah cair peternakan yang diuji adalah N-organik, NNH3, dan N-NO3. Dari ketiga jenis nitrogen ini pada H-0 kadar N-organik paling tinggi yaitu 5,46 mg/L, namun untuk data secara keseluruhan selama kultivasi mikroalga pada limbah cair peternakan kandungan N-nitrat lebih tinggi diantara ketiga jenis nitrogen yang diuji ini. Data hasil pengujian nitrogen tersaji pada Lampiran 7. 15.00
konsentrasi (mg/L)
12.00 9.00
25 L
6.00
75 L
3.00 0.00 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.7. Kurva Eliminasi Nitrat dari Limbah Cair Peternakan
Nitrat merupakan nutrien utama untuk pertumbuhan tanaman air.
Nitrat
adalah senyawa stabil dan merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis protein dalam tumbuhan dan hewan. Jenis nitrogen yang langsung diikat oleh mikroalga adalah dalam bentuk nitrat. Kadar N-NO3 yang tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan jenis nitrogen lain, akan menyebabkan mikroalga terbiasa terlebih dulu menggunakan N-NO3 sebagai sumber nitrogen utama untuk pertumbuhan sel. Pada awal kultivasi (H-0) kandungan nitrat pada media kultivasi 4,54 mg/l dan pada H-12 kandungan nitrat pada media turun menjadi 3,68, terjadi penurunan kadar nitrat sebesar 18,9% selama 12 hari.
35
Seperti yang tersaji pada Gambar 4.7 (data hasil pengukuran kadar nitrogen tersaji pada Lampiran 7).
Kurva kadar nitrat pada media ini cenderung
menurun. Pada H-14 dan H-18 terjadi kenaikan kurva nitrat karena adanya penambahan limbah cair peternakan (sebagai nutrien untuk kultivasi mikroalga) sebanyak jumlah yang dipanen yaitu 25 liter pada H-12 dan 75 liter pada H-16. Dari H-18 dengan kadar nitrat 4,02 mg/L sampai H-24 dengan kadar nitrat 3,33 mg/L terjadi penurunan kadar nitrat sebesar 17,2% selama 6 hari. Berdasarkan hasil pengukuran, penurunan kadar nitrat pada penelitian ini dipengaruhi oleh waktu detensi.
12
kadar N (mg/L)
10
25 L
8
75 L
N-organik N-NH₃
6
N-NO₃
4
Total Nitrogen 2 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.8. Kurva Eliminasi Nitrogen dari Limbah Cair Peternakan
Persensate penurunan mulai kadar nitrogen pada percobaan I yaitu mulai H-0 sampai H-12 sebesar 50,8%, pada percobaan kedua yaitu H-14 sampai ke-16 sebesar 11,1 %, dan pada percobaan ketiga yaitu mulai dari H-18 sampai H-24 sebesar 39,3%. Data hasil pengujian nitrogen tersaji pada Lampiran 7. Dari data ini terlihat perbedaan persentase penurunan kadar nitrogen dari media limbah cair pada masing-masing percobaan. masing-masing percobaan juga berbeda.
Hal ini terjadi karena waktu
Rata-rata laju penurunan kadar
nitrogen dari media limbah cair peternakan ini yang digunakan untuk kultivasi mikroalga mulai dari H-0 sampai H-24 sebasar 5,45%/hari atau 0,44 mg/hari. 36
Transformasi bentuk senyawa nitrogen dapat dijadikan sebagai prinsip untuk penyisihan nutrien secara biologis. Amonia merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah dan disebut amonium.
Amonia dapat
mengakibatkan keadaan kekurangan oksigen pada air karena konversi amonia menjadi nitrat membutuhkan 4,5 bagian oksigen untuk setiap bagian amonia. Dengan keadaan tersebut maka kadar oksigen terlarut dalam cairan akan turun. Dari data hasil pengamatan seperti yang tersaji pada Lampiran 7, terlihat penurunan kadar N-NH3 dari 1,40 mg/l menjadi 0,56 mg/l (pengurangan sebesar 60%). Penurunan kadar NH3 ini karena terjadinya proses nitrifikasi sehingga terbentuk NO3 yang menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan mikroalga.
2.
Eliminasi Fosfat Fosfor di dalam limbah cair terdapat dalam bentuk ortofosfat (PO43-), polifosfat, dan fosfor yang terikat secara organik.
Mikroorganisme
menggunakan fosfor selama sintesa sel dan transport energi berlangsung. Fosfor merupakan bagian dari unsur hara anorganik sebagai unsur pembatas yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh dan berproduksi.
Fosfor diperoleh
mikroalga dari senyawa fosfor organik (ion ortofosfat) dan ada juga dari fosfor organik terlarut. Fosfor berperan dalam proses pembentukan sel mikroalga dan juga dalam proses pengalihan energi di dalam sel. Menurut Krisanti, 2003 kekurangan fosfor akan mengakibatkan kekerdilan dan kematangan tertunda. Fosfor yang tersedia dalam limbah cair akan diikat oleh mikroalga untuk kebutuhan pembentukan, pertumbuhan, dan pematangan sel. Pada awal percobaan pada penelitian utama terjadi penurunan kadar orfosfat media sebesar 3,26% yaitu dari H-0 (10,42 mg/L) menjadi (10,08 mg/L) pada H-12, dan pada H-12 dilakukan pemanenan sebanyak 25% secara semi kontinu yaitu dengan penambahan nutrien kedalam media sebanyak jumalah yang dipanen.
Data
penurunan kadar ortofosfat tersaji pada Lampiran 8 dan Gambar 4.9.
37
10.80 10.60
konsentrasi (mg/L)
10.40
25 L 10.20
75 L
10.00 9.80 9.60 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.9. Kurva Eliminasi Ortofosfat dari Media
Dari hasil analisis ini terlihat penurunan kandungan ortofosfat, karena dalam media ini jumlah mikroalga semakin banyak yang tumbuh sehingga kebutuhan akan nutrien fosfor juga semakin besar. Pada H-12kadar ortofosfat meningkat karena penambahan nutrien sebanyak 25%, setelah dilakukan pemanenan pada H-12. Dari H-14 sampai H-16 penurunan kadar ortofosfat sebesar 1,49%. Pada H-16 dilakukan lagi pemanenan sebanyak 75% secara semi kontinu, dan pada H18 terlihat peningkatan kadar orfofosfat dari 9,93 mg/l (H-16) menjadi 10,57mg/l (H-18).
Pengamatan dilakukan sampai terlihat pertumbuhan
mikroalga pada media sudah sangat sedikit (berada pada fase kematian) yaitu pada H-24, dan kadar ortofosfat pada H-24 sebesar 10,15 mg/l. Dari data ini penurunan kadar ortofosfat mulai dai H-18 samapi H-24 sebesar 3,97%. Penurunan kadar ortofosfat terlihat paling tinggi pada percobaan III (pemanenan sebanyak 75%), hal ini dapat disebabkan karena pertumbuhan mikroalga pada percobaan III ini lebih melimpah dibandingkan percobaan I dan II, dan juga karena mikroalga yang digunakan sudah beradaptasi dengan media limbah cair peternakan. Laju penurunan kadar ortofosfat dari limbah cair peternakan yang
38
digunakan sebagai media kultivasi mikroalga sebesar 0,34%/hari atau 0,06 mg/hari. Untuk data lengkap hasil pengukuran analisis kadar ortofosfat dapat dilihat pada Lampiran 8.
Eliminasi Kalium Pada kultur mikroalga kalium dibutuhkan untuk metabolisme karbohidrat . (Becker, 1994). Mulai dari H-0 sampai H-12 seperti yang tersaji pada Gambar 4.11 terlihat penurunan kurva konsentrasi kalium pada media limbah cair peternakan sebesar 36% yaitu dari 698 mg/L pada H-0 menjadi 446 mg/L pada H-12. Data hasil pengujian kadar kalium tersaji pada Lampiran 10. Setelah H12 terjadi kenaikan kurva konsentrasi kalium pada media limbah cair peternakan karena adanya penambahan nutrien (limbah cair peternakan) pada H-12 dan H16 setelah dilakukan pemanenan. Sampel yang diuji untuk analisis kadar kalium pada H-12 dan H-16 adalah sampel sebelum dilakukan penambahan nutrien. Eliminasi kalium berbanding terbalik dengan pertumbuhan mikroalga yang terdapat pada mediakultivasi. Semakin banyak mikroalga yang tumbuh dalam media kultivasi maka metabolisme karbohidrat semakin banyak yang terjadi, dan untuk metabolisme ini sel mikroalga mengikat kalium yang terdapat dalam media pertumbuhannya (limbah cair peternakan).
konsentrasi (mg/L)
3.
800 700 600 500 400 300 200 100 0
75 L
25 L
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.10. Kurva Eliminasi Kalium dari Limbah Cair Peternakan
39
4.
Eliminasi COD Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam perairan secara kimiawi. Kadar bahan organik yang terkandung dalam limbah cair dapat diukur dari nilai COD. Nilai COD akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan organik di perairan. COD merupakan indikator pencemaran di badan air. Nilai COD menunjukkan keberadaan zat-zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis sehingga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di perairan. COD juga menggambarkan banyaknya zat organik yang tidak mengalami penguraian dalam air. Nilai COD yang semakin rendah menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam air tersebut semakin sedikit, dan hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat pencemaran diperairan rendah. Pengurangan kandungan COD dalam limbah cair peternakan dapat dilihat pada Gambar 4.12. Pada kurva ini terlihat nilai COD paling rendah terdapat pada H-8, H-12, H-16, dan H- 24 yaitu sebesar 165 mg/L, untuk data hasil analisis dapat dilihat di Lampiran 9. Pada H-12 dan H-16 dilakukan pemanenan secara semi kontinu, sehingga pada H-14 dan H-18 terjadi kenaikan nilai COD, karena penambahan limbah cair peternakan ke dalam media kultivasi, dengan penambahan limbah cair ini kandungan bahan organik dalam media akan meningkat juga.
Mulai H-18
sampai H-24 kandungan COD dalam media kultivasi limbah peternakan ini semakin menurun terus, ini menunjukkan bahan organik yang tersedia dalam media semakin berkurang terus. Pada H-24 nilai COD mencapai titik terendah lagi,
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik sudah mencapai titik
terendah yang dapat dieliminasi oleh mikroorganisme yang terdapat dalam media kultivasivasi yang sudah tidak terlihat hijau lagi.
Pada titik ini juga
mikroalga sudah berada pada fase kematian, terlihat dari jumlah biomassa, kerapatan sel, dan penampakan media kultur.
Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan mikroalga pada penelitian ini mampu mengurangi kandungan bahan organik pada limbah cair peternakan sampai mencapai titik konsentrasi COD 165 mg/L.
40
800 700
COD (mg/L)
600 500 400
75 L
25 L
300 200 100 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.11. Kurva Eliminasi COD dari Limbah Cair Peternakan
Bahan organik bertindak sebagai donor elektron dalam proses denitrifikasi nitrogen teroksidasi.
Bahan organik adalah senyawa organik yang dapat
bertindak sebagai sumber energi bagi mikroba yang melakukan denitrifikasi (Curds dan Hawkes, 1983). Pada proses anaerobik karbon yang terdapat dalam limbah diubah menjadi asam-asam organik, CO2 dan CH4, pada proses denitrifikasi komponen karbon digunakan sebagai donor elektron, dan pada proses nitrifikasi komponen karbon digunakan untuk pertumbuhan sel organisme. Terjadinya peningkatan kadar COD dalam media kultivasi, seperti yang terlihat pada Gambar 4.11, yaitu pada H-6 dan H-10 tanpa adanya penambahan nutrien, dapat disebabkan meningkatnya kandungan bahan organik yang berasal dari degradasi sel mikroalga yang mati.
D. BIOMASSA ALGA 1.
Jenis Mikroalga Mikroalga sangat toleransi terhadap perubahan lingkungan, namun tidak semua jenis mikroalga dapat tumbuh dalam suatu media.
Mikroalga hasil
kultivasi dengan menggunakan media limbah cair peternakan dianalisis dengan metode pencacahan Strip-SRC di Laboratorium Produktivitas dan lingkungan
41
perairan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan IPB.
Hasil
analisis jenis mikroalga tersaji pada Tabel 4.4 Tabel 4.4. Hasil Analisis Prevalensi Dominansi Kultivasi Mikroalga dari Limbah Cair Peternakan Organisme
Kelimpahan (ind/100 ml sampel)
Euglenophyceae Euglena sp
535.294
Bacillariophyceae Fragilaria sp
110.294
Jumlah taksa
2
Kelimpahan
645.288
Indeks keragaman
0,46
Indeks keseragaman
0,66
Indeks dominansi
0,72
Dari hasil analisis terdapat dua jenis mikroalga yang tumbuh dalam media kultivasi limbah cair peternakan, hal ini menunjukkan bahwa tidak semua jenis mikroalga dapat tumbuh pada suatu jenis media. Pada awal kultivasi mikroaga yang digunakan dari air danau LSI IPB terdapat 13 jenis mikroalga, dan disini mikroalga yang dapat bertahan adalah Euglena sp. Indeks keragaman dengan nilai 0,46 masih tergolong rendah karena berada dibawah 2,3026 (keterangan nilai ketentuan tersaji pada Lampiran 2).
Indeks keseragaman pada jenis
mikroalga ini 0,66 nilai ini mendekati satu, maka jumlah setiap spesies hampir sama.
Indeks dominansi bernilai 0,72 ini menunjukkan adanya jenis
fitoplankton yang mendominasi karena nilai indeks dominansi diatas 0,5. Jenis fitoplankton yang mendominasi adalah Euglena sp.
Perhitungan analisis
mikroalga pada sampel tersaji pada Tabel 4.5 dan rumus untuk perhitungan analisis mikroalga tersaji pada Lampiran 2 dan foto dari sampel mikroalga hasil kultivasi yang dapat bertahan pada limbah cair peternakan dapat dilihat pada Gambar 4.12.
42
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Analisis Mikroalga Kode ORGANISME
Sampel
ni/N
Peternakan
ln (ni/N)
Pi lnPi
Pi*Pi
EUGLENOPHYCEAE Euglena sp
535.294
0,83
-0,19
0,16
0,69
110.294
0,17
-1,77
0,30
0,03
BACILLARIOPHYCEAE Fragilaria sp
Jumlah Taksa Kelimpahan (Ind/sampel)
2 645.588
Indeks Keragaman
0,46
Indeks Keseragaman
0,66
Indeks Dominansi
0,72
Gambar 4.12. Hasil Foto Sampel Mikroalga
2.
Kelimpahan Mikroalga Kelimpahan mikroalga dapat dilihat dari penampakan fisik, pengujian TSS, dan perhitungan kerapatan sel. Perkembangan kelimpahan mikroalga dilihat dari perubahan kelimpahan setiap 2 hari pengamatan. Dari penampakan secara fisik dalam penelitian utama pertumbuhan mikroalga sudah mulai terlihat pada H-4
43
pada permukaan media, dan kelimpahan paling tinggi pada H-12, dimana permukaan media sudah dipenuhi dengan mikroalga dan media pertumbuhan terlihat lebih hijau dibandingkan hari sebelumnya. Perubahan warna media mulai dari H-0 sampai H-24 dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Sampel Perubahan Warna Media Kultivasi Mikroalga
Tabel 4. 6. Hasil Analisis TSS pada Media Kultivasi Mikroalga Hari
TSS-Peternakan (mg/L)
Keterangan
Spektrofotometer Millipore
0
32
100
2
31
92
4
36
192
6
192
416
8
268
532
10
346
616 Pemanenan dan penambahan
12
1350
14
870
2135 nutrient (limbah) 1200 Pemanenan dan penambahan
16
850
380 nutrient (limbah)
18
162
210
20
1450
1500
22
138
205
24
63
115
44
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti cahaya, pH, suhu, DO, ketersediaan unsur hara (seperti nitrat dan fosfor), dan lain-lain.
Tidak semua jenis mikroalga dapat tumbuh pada satu kondisi
lingkungan.
Jadi hanya jenis mikroalga tertentu yang dapat tumbuh pada
lingkungan tertentu juga. Dari penampakan secara fisik jenis mikroalga yang tumbuh pada media limbah cair peternakan ini didominasi oleh mikroalga hijau. Pengujian kelimpahan mikroalga dengan TSS menggunakan kertas saring millipore, kelimpahan paling banyak pada H-12 dan H-20. Ini merupakan titik pertumbuhan maksimum mikroalga, seperti yang tersaji pada Gambar 4.14. Pada H-12 saat pertumbuhan maksimum dilakukan pemanenan sebanyak 25% yang diikuti dengan penambahan nutrien (limbah cair peternakan) sebanyak yang dipanen, disini masih terlihat pertumbuhan mikroalga namun tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan, hal ini dapat disebabkan karena nutrien yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan mikroalga secara maksimal. Pada H-16 dilakukan lagi pemanenan secara semi kontinu sebanyak 75%, dan dari hasil percobaan ini terlihat pertumbuhan mikroalga yang sangat cepat dan tinggi yaitu pada H-20 (H-4 dari percobaan III), dan setelah titik maksimum ini pertumbuhan mikroalga langsung menurun drastis berada pada fase kematian, hal ini disebabkan karena kebutuhan nutrien yang tersedia dalam media limbah cair peternakan sudah semakin sedikit. 25 L
2500
TSS (mg/L)
2000 1500
75 L
1000
Millipore Spektrofotometer
500 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.14. Kurva TSS Pada Media Kultivasi Mikroalga 45
Kelimpahan mikroalga juga dihitung dengan mengetahui kerapatan sel menggunakan metode haemasitometer yaitu mengitung jumlah sel dibawah mikroskop. Pada penelitian utama seperti tersaji pada Gambar 4.15 fase lag terlihat mulai dari hari pertama sampai H-8, H-8 sampai H-12 merupakan fase pertumbuhan eksponensial. Pada H-12 dilakukan pemanenan sebanyak 25% (25 liter) kemudian ke dalam media kultivasi mikroalga ditambahkan limbah cair peternakan sebanyak 25 liter.
Setelah pemanenan terlihat penurunan
pertumbuhan mikroalga mulai dari H-12 sampai H-16. Pada fase ini masih tetap terjadi pertumbuhan mikroalga, namun jumlah mikroalga yang mati lebih banyak dibandingkan jumlah mikroalga yang tumbuh. Hal ini dapat disebabkan karena sudah mulai terjadi kekurangan nutrien dalam media.
Pada H-16
dilakukan lagi pemanenan sebanyak 75% (75 liter), setelah pemanenan ditambahkan limbah sebanyak 75 liter ke dalam bak media kultivasi mikroalga. Pada H 18 mulai terlihat lagi pertumbuhan mikroalga. Dari kurva ini terlihat fase lag pada H-16 sampai H-18. 18,000,000 16,000,000
kerapatan sel (ind/ml)
14,000,000 12,000,000 10,000,000
25 L
8,000,000 6,000,000
75 L
4,000,000 2,000,000 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Hari ke-
Keterangan
= pemanenan mikroalga dan penambahan nutrien
Gambar 4.15. Kurva Pertumbuhan Mikroalga dalam Media Limbah Cair Peternakan
46
Adaptasi mikroalga di dalam media terlihat lebih cepat pada percobaan ke-2 dibandingkan dengan percobaan pertama, hal ini dapat disebabkan karena mikroalga yang terdapat dalam media sudah beradaptasi dengan limbah cair peternakan. Fase eksponensial terjadi pada H-18 sampi H-20, dimana pada fase ini terlihat pertumbuhan mikroalga terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan mikroalga yang mati.
Mulai H-20 sudah memasuki fase kematian, yaitu fase
dimana jumlah mikroalga yang mati lebih banyak dibandingkan yang tumbuh. Jumlah kerapatan sel paling tinggi dari keseluruhan kurva pertumbuhan mikroalga ini adalah pada H-12 yaitu sebanyak 4.972.222 individu/ml, dan pada H-20 sebanyak 16.944.444 individu/ml (data hasil pengujian TSS dan kerapatan sel tersaji pada Lampiran 10). Terdapat perbedaan nilai kelimpahan konsorsium mikroalga yang terdapat dalam media kultivasi limbah dengan metode TSS millipore dan dengan metode hemasitometer.
Pada metode TSS dengan menggunakan kertas millipore
kelimpahan paling banyak terdapat pada H-12 yaitu 2135 mg/l sementara pada H-20 1500 mg/l. Dari cara ini kita dapat mengetahui biomassa sel mikroalga. Dengan menggunakan
metode hemasitometer jumlah sel paling banyak
terdapat pada H-20 yaitu 16.944.444 individu/ml, sementara pada H-12 sebanyak 4.972.222 individu/ml. Perbedaan ini dapat disebabkan karena ukuran sel mikroalga pada sampel hasil kultivasi pada H-12 lebih besar dari pada ukuran mikroalga pada sampel H-20, sehingga dengan ukuran sel yang lebih besar, maka massa mikroalga akan lebih besar juga.
Sementara ukuran
mikroalga pada H-20 terlihat lebih halus (sangat kecil), jadi walaupun jumlahnya banyak (secara individu) beratnya akan lebih kecil dibandingkan ukuran mikroalga yang lebih besar. Perubahan warna media dan pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Gambar 4.16. Dari Gambar 4.16 terlihat perubahan warna media kultivasi mikroalga pada H-0, media terlihat berwarna coklat, pada H-4 sudah mulai terlihat pertumbuhan mikroalga pada permukaan media sampai H-6 mikroalga sudah mulai menutupi permukaan media. Pada H-8 selain pada permukaan mikroalga sudah mulai tumbuh pada seluruh bagian media, terlihat dari warna media limbah yang sudah mulai hijau
47
H-0
H-2
H-4
H-10
H-12
Setelah di+nutrien 25%
Setelah di+nutrien 75%
H-18
H-20
H-6
H-8
H-14
H-16
H-22
H-24
Gambar 4.16. Perubahan Warna Media Kultivasi Mikroalga Mikroalga dapat mulai tumbuh pada seluruh bagian media karena cahaya sudah mulai dapat menembuh media sapai batas yang lebih dalam, hal ini dapat disebabkan karena permukaan media sudah mulai jernih. Pada H-10 hampir seluruh permukaan media ditumbuhi mikroalga dan pada H-12, mikroalga pada permukaan media mulai berkurang namun larutan media mulai terlihat lebih hijau dibandingkan hari sebelumnya.
Berkurangnya jumlah mikroalga pada
permukaan media menunjukkan bahwa mikroalga pada permukaan ini sudah mulai mati.
Pada H-12 pemanenan secara semi kontinu dilakukan sebanyak
25% (bagian atas media).
Setelah dilakukan penambahan limbah cair
peternakan sebanyak 25% media terlihat agak kecoklatan lagi, pada H-14 mulai terlihat pertumbuhan lagi.
Pada H-16 terlihat pertumbuhan mikroalga yang
melimpah pada permukaan media dan juga warna media secara keseluruhan semakin hijau dibanding H-14, namun tidak lebih hijau dari warna media pada
48
H-12. Hal ini dapat disebabkan karena ketersediaan nutrien dalam media tidak mencukupi untuk perumbuhan mikroalga yang optimum. Pemanenan tahap II dilakukan pada H-16 secara semikontinu sebanyak 75%, setelah dilakukan penambahan limbah cair peternakan sebanyak 75% ke dalam media sisa hasil pemanenan terlihat media kultivasi menjadi coklat kehijauan lagi. Dalam dua hari setelah penambahan nutrien (H-18) sudah mulai terlihat pertumbuhan mikroalga pada permukaan dan juga pada seluruh badan media kultivasi. Saat H-20 pertumbuhan mikroalga mulai terlihat lagi lebih banyak terlihat dari warna media yang lebih hijau, mikroalga lebih banyak tumbuh pada badan media dari pada di permukaan media seperti hari-hari sebelumnya. Pertumbuhan yang cepat ini dapat disebabkan karena mikroalga yang terdapat dalam media kultivasi sudah beradaptasi dengan lingkungannya yaitu limbah cair peternakan yang sudah ditreatment, dan juga jumlah nutrien yang terdapat dalam media mencukupi kebutuhan mikroalga untuk pertumbuhan yang baik dengan penambahan limbah cair yang banyak yaitu 75% sebanding jumlah yang dipanen.
Setelah
H-20
mikroalga memasuki fase kematian dimana
jumlah mikroalga yang mati lebih banyak dibandingkan mikroalga yang tumbuh. Hal ini terlihat dari perubahan warna media yang semakin bening. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa nutrien yang terdapat dalam media sudah mulai habis (tidak mencukupi lagi untuk kelangsungan hidup mikroalga). Metode pemanenan mikroalga untuk mendapatkan biomassanya dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: filtrasi, sentrifugasi, flokulasi, dan suara ultrasonik. Filtrasi adalah pemisihan mikroalga dari kultur media cair dengan menggunakan alat berpori. Teknik penyaringan ini didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Sentrifugasi adalah teknik pemisahan yang digunakan untuk memisahkan suspensi yang jumlahnya sedikit. Kultur mikroalga dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse kemudian diputar dengan kecepatan tinggi. Sentrifugasi yang cepat menghasilkan gaya sentrifugal yang besar sehinggapartikel tersuspensi mengendap di dasar tabung kemudian cairan di bagian atas dipipet. Flokulasi adalah proses pembentukan flok.
Pemisahan menggunakan suara
ultrasonik dengan gelombang pada frekuensi tertentu untuk mengakumulasikan mikroalga, dengan pemisahan dari media kultur.
49
Dari keempat metode pemisahan ini, teknik pemisahan yang dipilih pada penelitian ini adalah teknik sentrifugasi. Sampel mikroalga disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Endapan hasil sentrifugasi dikeringkan untuk
mendapatkan
biomassa mikroalga
untuk
pengujian selanjutnya.
Mikroalga hasil sentrifugasi yang sudah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17. Mikroalga yang Sudah dikeringkan
3.
Proksimat Mikroalga Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terdapat dalam mikroalga hasil kultivasi dari limbah cair peternakan. Mikroalga yang dipanen disentrifuse untuk memperoleh endapan mikrolaga, dan mikroalga hasil sentrifuse dikeringkan di oven pada suhu 650C sampai terlihat tidak ada lagi air. Bahan yang sudah kering ini digunakan sebagai sampel untuk analisis proksimat. Hasil analisis proksimat mikroalga sebagai hasil pemanenan dari kultivasi mikroalga pada limbah cair peternakan disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Analisis Proksimat Mikroalga Parameter
Nilai (% b/b)
Kadar air
7,31
Kadar abu
40,11
Kadar protein
18,27
Kadar lemak
2,09
Kadar serat kasar
6,34
Kadar karbohidrat
25,88
50
Dari hasil analisis proksimat di atas terlihat kadar abu dari konsorsium mikroalga yg dikultivasi pada limbah cair peternakan merupakan persentase yang paling tinggi (40,11% b/b), kadar protein sebesar 18,27% b/b dan kadar minyak sebesar 2,09 % b/b. Abu merupakan zat-zat organik yang berupa logam ataupun mineral-mineral yang terikat di dalam mikroalga yang tidak diharapkan ada didalam mikroalga.
Zat-zat anorganik dan mineral-mineral tersebut
dianggap sebagai pengotor yang bergabung dengan mikroalga pada saat pemanenan. Untuk memperkecil kadar abu, sebaiknya sampel mikroalga yang akan dianalisis dicuci terlebih dahulu supaya garam-garam mineral terlepas dari mikroalga. Besarnya kandungan unsur N pada media pemeliharaan mikroalga mengakibatkan rendahnya kandungan lemak dan sebaliknya apabila ada pembatas unsur N pada media pemeliharaan dalam kondisi terkontrol dapat meningkatkan kandungan lemak (Qin, 2005). Menurut Bezerra et. al (2007) kandungan lipid akan menurun bila intensitas cahaya tinggi. Ketersediaan unsur nutrien yang lengkap pada media pemeliharaan mikroalga khususnya unsur N dan P akan meningkatkan pembentukan protein dalam sel mikroalga (Widianingsih, dkk. 2008). Kadar minyak dari mikroalga hasil pemanenan pada saat TSS media 105 mg/L dan kadar air 98,8% sebesar 0,149 mg/l (12% b/b). Pengujian dilakukan di CDSAP Teknologi Industri Pertanian IPB dengan menggunakan SNI 01,2891.1992.
Kadar minyak ini masihlebih rendah
dibandingkan kadar minyak mikroalga dari kelas Euglenophyceae ( 14-20% b/b) dan Bacillariophyceae (14-38% b/b) (Becker, 1994).
F. KAJIAN UMUM Berdasarkan hasil penelitian ini mikroalga merupakan fitoplankton yang baik digunakan untuk penanganan limbah cair peternakan. Perbandingan jumlah volume limbah cair peternakan yang lebih tinggi dari jumlah volume kultur mikroalga, karena hal ini akan meningkatkan kemampuan mikroalga untuk mendegradasi nutrien yang terdapat dalam limbah cair. Euglena sp dan Flagiraria sp adalah dua jenis mikroalga yang ditemukan dalam sampel mikroalga hasil kultivasi, diduga
51
kedua jenis mikroalga ini sebagai mikroalga yang berperan dalam proses stabilisasi limbah cair peternakan. Karakteristik pertumbuhan mikroalga pada penelitian ini dipengaruhi oleh suhu, pH, dan kandungan nutrien yang terdapat pada limbah cair. Ketersediaan nutrien dalam limbah cair peternakan khusunya kadar nitrat dan kadar ortofosfat yang tinggi mendukung pertumbuhan mikroalga dalam media ini. Pada percobaan I fase adaptasi (fase lag) pertumbuhan mikroalga terjadi dari H-0 sampai H-8, fase eksponensial mulai dari H-8 sampai H-12, setelah H-12 terjadi penurunan laju pertumbuhan. Hal ini diakibatkan berkurangnya ketersediaan nutrien dalam media (data pengujian tersaji pada Lampiran 10) dan dapat juga karena kekurangan cahaya. Kultur yang sangat padat menyebabkan media bagian bawah menjadi gelap, sehingga fotosintesis hanya terjadi pada bagian permukaan atas. Dengan sistem semi kontinu fase pertumbuhan akan semakin singkat karena fase lag (adaptasi akan menjadi lebih singkat).
Ini terjadi karena mikroalga yang digunakan untuk percobaan II dan
percobaan III sudah beradaptasi dengan limbah cair peternakan (media pertumbuhannya). Biomassa mikroalga dapat ditingkatkan dengan memodifikasi kultur yaitu penambahan nutrien pada media kultivasi sebanyak 75% dari volume total setelah dilakukan pemanenan mikroalga yang keberadaannya sudah terlihat padat pada media sebanyak 75%. Pemanenan ini juga bertujuan untuk membantu penetrasi cahaya pada media kultivasi. Dari penelitian ini dapat dihitung nilai konversi mg biomassa mikroalga/ mg nutrien yaitu dengan menghitung selisih pertambahan biomassa mikroalga dari nilai TSS dengan menggunakan kertas millipore dan dibagi dengan selisih penurunan kandungan nutrien dalam limbah.
Tabel 4.8. Hasil Analisis Eliminasi Nutrien dan Pertumbuhan Mikroalga Nutrien (mg/L)
Hari
K
N
Biomassa sel (mg/L)
P
0
698
11,4
10,42
100
4
676
5,98
10,37
192
8
602
5,56
10,24
532
12
446
5,61
10,28
2135
52
Perhitungan konversi biomassa mikroalga/kalium mg TSS millipore TSS (H12 − H0) 2135 − 100 mg mikroalga = = = 8,1 mg total kalium K (H0 − H12) 698 − 446 mg kalium 2500
800 700 600 Kalium (mg/L)
TSS (mg/L)
2000
500
1500
400 1000
300 200
500
TSS (mg/L)
100 0
Kalium (mg/L)
0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Hari ke-
Gambar 4.18. Kurva Pertumbuhan Mikroalga dan Eliminasi Kalium Percobaan I
Perhitungan konversi biomassa mikroalga/nitrogen mg TSS millipore TSS (H12 − H0) 2135 − 100 mg mikroalga = = = 351 11,4 − 5,6 mg total nitrogen N (H0 − H12) mg nitrogen 2500
12
TSS (mg/L)
8 1500 6 1000 4 500
TSS (mg/L) Nitrogen (mg/L)
2
0 0
Nitrogen (mg/L)
10
2000
0 2
4
6
8
10 12 14 16 18 20
Hari ke-
Gambar 4.19. Kurva Pertumbuhan Mikroalga dan Eliminasi Nitrogen Percobaan I
53
Perhitungan konversi biomassa mikroalga/ortofosfat mg TSS millipore TSS (H12 − H0) 2135 − 100 = = mg ortofosfat ortofosfat (H0 − H12) 10,42 − 10,08 = 5985
mg mikroalga mg ortofosfat
2500
10.5 10.4 10.3 10.2
1500
10.1 10
1000
9.9 9.8
500
9.7 0
Ortofosfat (mg/L)
TSS (mg/L)
2000
TSS (mg/L) Ortofosfat (mg/L)
9.6 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Hari ke-
Gambar 4.20. Kurva Pertumbuhan Mikroalga dan Eliminasi Ortofosfat Percobaan I
Berdasarkan
penelitian
ini
kebutuhan nutrien unsur kalium
untuk
pertumbuhan mikroalga mulai dari H-0 sampai H-12 adalah 8,1mg mikroalga/mg kalium. Jadi dari hasil penelitian ini dalam kultivasi dengan media limbah cair peternakan dengan pertumbuhan mikroalga sebanyak 8,1 mg mampu mengeliminasi kalium terlarut dalam limbah sebanyak 1 mg. Pada penelitian ini kebutuhan nutrien unsur nitrogen untuk pertumbuhan mikroalga mulai dari H-0 sampai H-12 adalah 351mg mikroalga/mg nitrogen dan kebutuhan nutrien ortofosfat 5985 mg mikroalga/ mg ortofosfat. Jadi dari hasil penelitian ini dalam kultivasi dengan media limbah cair peternakan dengan pertumbuhan mikroalga sebanyak 351 mg mampu mengeliminasi kandungan nitrogen terlarut dalam limbah sebanyak 1 mg. Untuk pertumbuhan 5985 mg mikroalga dapat mengeliminasi kandungan ortofosfat sebanyak 1 mg, atau senilai dengan pertumbuhan mikroalga sebanyak 351 mg mampu mengeliminasi kandungan ortofosfat yang terdapat dalam limbah cair peternakan sebanyak 0,06 mg. Eliminasi nutrien dari limbah cair peternakan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan mikroalga.
Semakin cepat dan semakin banyak pertumbuhan
54
mikroalga maka jumlah nutrien yang dapat dieliminasi akan semakin banyak. Waktu detensi yang terlalu singkat juga akan menghasilkan eliminasi nutrien yang sedikit seperti hasil pada percobaan II (Data tersaji pada Lampiran 10). Dari kurva gambar diatas terlihat perbandingan antara peningkatan pertumbuhan mikroalga dan penurunan nutrien pada media kultivasi limbah cair peternakan berbanding terbalik. Pada H-8 sampai H-12 terlihat pertumbuhan mikroalga paling tinggi (berada pada fase eksponensial. Dalam pemilihan jenis mikroalga yang akan dikultivasi karakteristik yang perlu diperhatikan adalah mikroalga memiliki komponen dasar minyak/protein/karbohidrat yang tinggi (sesuai dengan tujuan pengembangan mikroalga), mampu bertahan dengan baik terhadap perubahan lingkungan, dan tingkat pertumbuhan yang tinggi.
55