39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Kondisi Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung yang beribukota di Bandar
Lampung. Penelitian meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km2. Secara geografis, Provinsi Lampung terletak pada : 1030 40’ – 105050’ Bujur Timur dan 6045’ – 3045’ Lintang Selatan. Topografi Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi, yakni : 1) daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan berkisar 25%, dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut; 2) daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringannya antara 8% sampai 15% dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan laut; 3) daerah dataran alluvial dengan kemiringan 0% sampai 3%; 4) daerah dataran rawa pasang surut dengan ketinggian ½ m sampai 1 m; serta 5) serta daerah river basin. Vegetasi daerah dengan topografi berbukit umumnya didominasi oleh hutan primer dan sekunder yang menghijau sepanjang tahun. Kelompok lainnya adalah daerah perbukitan rendah dan dataran sempit dengan ketinggian 300-500 meter dari permukaan laut, terbentang di bagian barat Kabupaten Lampung Selatan. Daerah ini merupakan penghasil kopi dan cengkeh serta palawija. Kelompok dataran dengan elevasi 25-75 meter dari permukaan laut di bagian timur Lampung membatasi kelompok lain di Pantai Timur yang meliputi daratan rawa-rawa (flat marshes) pasang surut dengan elevasi 0,5-1 meter dari permukaan laut. Sebagian besar lahan di Provinsi Lampung merupakan kawasan hutan yaitu mencapai 833.847 Ha atau 25,26%. Selain itu merupakan daerah perkebunan (20,92%); tegalan atau ladang (20,50%); daerah pertanian, dan pemukiman. Provinsi Lampung beriklim tropis humid. Kelembaban udara rata-rata daerah ini berkisar 80-88 %. Pada bulan Nopember sampai Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut. Sedangkan pada bulan Juli sampai Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Suhu udara daerah Lampung pada ketinggian 30-60 meter rata-rata berkisar antara 26-28oC untuk suhu maksimum adalah 33 oC, sedangkan suhu minimum adalah 22 oC. Beberapa lokasi atau daerah yang mempunyai iklim sejuk adalah : Kota Liwa, daerah perkebunan kopi
40
& sayuran Sekincau Lampung Barat, dengan suhu sekitar 15-22 oC serta daerah Talang Padang & Gisting terletak di kaki Gunung Tanggamus Kabupaten Tanggamus (Pemda Provinsi Lampung, 2011). Pengamatan lapang terbagi menjadi beberapa titik mewakili daerah yang memiliki karakteristik lahan yang berbeda, antara lain : 4 titik di Lampung Tengah, 7 titik di Lampung Timur, 6 titik di Lampung Utara, dan 5 titik di Lampung Selatan. Selain memiliki karakteristk lahan yang berbeda daerah pengamatan yang dipilih merupakan sentra produksi ubikayu.
4.1.1. Lampung Tengah Lampung Tengah dengan ibukota Gunung Sugih meliputi areal dataran seluas 4.789,62 Km². Secara geografis Lampung Tengah terletak pada : 104°35’ - 105°50’ BT dan 04°30’ - 05°15’ LS. Memiliki batas wilayah, antara lain :
Utara berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Utara;
Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Pesawaran;
Timur berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro;
Barat berbatasan dengan : Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. Secara umum Lampung Tengah beriklim Tropis Humid, curah hujan
cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 2.000 –4.000 mm/tahun (Lampiran 8), angin laut bertiup dari Samudera Indonesia dengan kecepatan rata-rata : 5.83 Km/ jam, dan temperatur rata-rata berkisar antara 26°C – 28°C. Topografi Lampung Tengah dapat dibagi dalam 4 (empat) unit topografi, yakni : 1) daerah perbukitan sampai dengan pegunungan; 2) daerah dataran aluvial; 3) daerah Rawa Pasang surut; 4) daerah river basin, yaitu DAS Way Seputih dan Way Sekampung. Geologi daerah penelitian ini sebagian besar didominasi oleh formasi Kasai (Qtk) dan Terbaggi (Qpt) (Lampiran 9). Geomorfologi didominasi oleh Denudasional (Lampiran 10). Jenis tanah yang mendominasi adalah asosiasi Hapludoxs dan Dystrudepts (Lampiran 11). Ketinggian daratan rata-rata < 200 meter dpl. Kemiringan lereng rata-rata 0-3%.
41
4.1.2. Lampung Timur Lampung Timur dengan ibukota Sukadana meliputi areal dataran seluas 5.325.03 Km². Secara geografis Lampung Timur terletak pada
: 104°15’ -
105°20’ BT dan 04°37’ - 05°37’ LS. Memiliki batas wilayah, antara lain :
Utara berbatasan dengan
: Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten
Tulang Bawang;
Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Selatan;
Timur berbatasan dengan : Laut Jawa;
Barat berbatasan dengan : Kota Metro dan Kabupaten Lampung Tengah. Kabupaten Lampung Timur terbagi menjadi lima unit topografi, antara
lain : 1) daerah perbukitan sampai dengan pegunungan ; 2) daerah berombak sampai bergelombang dgn kemiringan 8-15% pada ketinggian 50-200 m dpl.; 3) daerah Alluvial, ketinggian 25-75 m dpl, dengan kemiringan 0-3%; 4) daerah Rawa pasang surut, dengan ketinggian 0.5-1 m dpl; 5) daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu Way Seputih, Way Sekampung dan Way Jepara. Ketinggian daratan di daerah ini rata-rata <200 meter dpl dan memiliki lereng rata-rata 0-3%. Temperatur rata-rata berkisar antara 23°C – 34°C, Curah hujan 2.800 – 2.900 mm/tahun (Lampiran 8). Geologi daerah penelitian ini sebagian besar didominasi oleh formasi Qbs dan Terbanggi (Qpt) (Lampiran 9). Geomorfologi didominasi oleh Denudasional dan Vulkanik (Lampiran 10). Jenis tanah yang mendominasi adalah Asosiasi Hapludoxs & Dystrudepts dan Asosiasi Hapludults & Dystrudepts (Lampiran 11).
4.1.3. Lampung Utara Lampung Utara dengan ibukota Kotabumi meliputi areal dataran seluas 2.725.63 Km². Secara geografis Lampung Utara terletak pada
: 104°30’ -
105°08’ BT dan 04°34’ - 05°06’ LS. Memiliki batas wilayah, antara lain :
Utara berbatasan dengan : Kabupaten Way Kanan;
Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Tengah;
Timur berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Tengah;
Barat berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Way Kanan.
42
Kabupaten Lampung utara memiliki topografi yang merupakan rangkaian Bukit Barisan yang terdiri dari Lereng-lereng curam dan terjal (7% dari luas Kabupaten Lampung Utara) dengan ketinggian mulai dari 450-1.500 meter dpl. Kawasan tersebut ditutupi oleh vegetasi hutan primer/sekunder. Di bagian Timur tertutup vulkanis awan gelap, terbentang daerah persawahan dan perkebunan. Di bagian utara terdapat lapisan sedimen vulkanis dan celah (fisaves errution) yang menghasilkan minyak bumi di dalam 4 seri lapisan pelembang (Pelembang Bed) yang ditandai dengan singkapan endapan tufa masam. Temperatur rata-rata berkisar antara 30°C, Curah hujan 2300 – 2400 mm/tahun (Lampiran 8), curah hujan tertinggi di Kec. Bukit Kemuning dan terendah di Kecamatan Kotabumi Utara. Geologi daerah penelitian ini sebagian besar didominasi oleh formasi Palau Sebesi (Qhv) dan Kasai (Qtk) (Lampiran 9). Geomorfologi didominasi oleh Denudasional dan Vulkanik (Lampiran 10). Jenis tanah yang mendominasi adalah Asosiasi Hapludoxs & kandiudults dan Asosiasi Hapludoxs & Dystrudepts (Lampiran 11).
4.1.4. Lampung Selatan Lampung Selatan dengan ibukota Kalianda meliputi areal dataran seluas 2.109.74 Km². Secara geografis Lampung Selatan terletak pada
: 105°08’-
105°45’ BT dan 05°15’-06º10’ LS. Memiliki batas wilayah, antara lain :
Utara berbatasan dengan : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur;
Selatan berbatasan dengan : Selat Sunda.
Timur berbatasan dengan : Laut Jawa;
Barat berbatasan dengan : Samudera Hindia. Kabupaten Lampung Selatan memiliki topografi yang dibagi menjadi 3
bagian : dataran rendah umumnya terletak di daerah sekitar pantai; Tanah rawa terletak di daerah-daerah pesisir pantai Timur, dan pantai Timur Palas; Dataran tinggi yang bergunung-gunung, hampir bagian terbesar terletak di sebelah Selatan. Curah hujan rata-rata 2100 – 2800 mm/tahun (Lampiran 8). Geologi daerah penelitian ini sebagian besar didominasi oleh formasi Lampung (QTI) (Lampiran 9). Geomorfologi didominasi oleh Denudasional dan Fluvial (Lampiran 10). Jenis tanah yang mendominasi adalah Asosiasi Hapludoxs &
43
Dystrudepts , Asosiasi Hapludoxs & Kandiudults, dan Asosiasi Hedraquents dan Sulfaquents (Lampiran 11).
4.2.
Analisis Usahatani Analisis usahatani diperlukan agar mendapatkan titik impas atau Break
Event Point. Hal ini berarti pada produksi tersebut usaha budidaya tanaman ubikayu tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Kondisi ini merupakan batas bawah produksi dari kelas kesesuian lahan Sesuai Marjinal (S3). Asumsi yang digunakan dalam usaha analisis ubikayu sebagai berikut : Tabel 13. Analisis Usahatani Ubikayu Provinsi Lampung Biaya Produksi
Harga satuan
Jumlah unit
1
Sewa lahan/ha
Rp 3.500.000
1
2
Bibit/stek
Rp
3
Pupuk
-
Biaya Total Rp 3.500.000
50
10.000
Rp
500.000
Organik ton/ha
Rp 1.000.000
1.0
-
Urea kg/ha
Rp
2.000
200
Rp
400.000
-
Sp-36 kg/ha
Rp
2.500
100
Rp
250.000
-
Kcl kg/ha
Rp
3.500
150
Rp
525.000
4
Pestisida kg/ha
Rp
50.000
2
Rp
100.000
5
Pajak dan peralatan
Rp 500.000
1
Rp
500.000
6
Tenaga kerja
-
Pengolahan lahan per hari kerja
Rp
30.000
70
Rp 2.100.000
-
Penanaman per hari kerja
Rp
30.000
15
Rp
-
Pemupukan per hari kerja
Rp
30.000
35
Rp 1.050.000
-
Penyiangan dan pembubunan per hari kerja
Rp
30.000
40
Rp 1.200.000
Rp 1.000.000
450.000
Rp 11.575.000
Jumlah Biaya Produksi Pendapatan Rata-rata produksi umbi aktual (ton/ha)
Rp 800.000
21,98
Rp 17.581.091
Rata-rata produksi pati aktual (ton/ha)
Rp 4.000.000
8,83
Rp 35.315.070
Produksi umbi teraan maksimum (ton/ha)
51,41
Rp 41.130.842
Produksi pati teraan maksimum (ton/ha)
13,77
Rp 11.016.934
Keuntungan Parameter Kelayan (B/C ratio)
Rp 29.555.842 2,55
BEP umbi (ton/ha)
14,47
BEP pati (ton/ha)
2,89
BEP umbi teraan maksimum (%)
28,14%
BEP pati teraan maksimum (%)
21,01%
Berdasarkan perhitungan analisis usahatani ubikayu yang disajikan pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa persentase kelas kesesuaian lahan Sesuai
44
Marjinal (S3) untuk produksi umbi dan pati tidak jauh berbeda, yaitu 28,14% dan 21,01%. Nilai tersebut didapatkan dari hasil perbandingan tingkat titik impas (BEP) dengan produksi teraan.
4.3.
Hubungan antara Produksi dan Umur Contoh Tanaman Adanya keragaman antara umur contoh tanaman dan produksi, sedangkan
produksi sebagai fungsi dengan umur, dimana produksi yang satu dengan yang lainnya akan diperbandingkan yaitu sebagai dependent variabel, maka produksi perlu ditera oleh umur tanaman. Hubungan antara produksi dan umur tanaman digambarkan pada diagram sebar yang tertera pada Gambar 2. Grafik hubungan ini didapatkan dari membandingkan data produksi aktual umbi dengan data sebaran umur (Lampiran 3). Setelah mendapatkan gafik hubungan produksi dan umur maka akan diketahui sebaran data yang diperoleh sehingga dapat diketahui garis fungsi dari sebaran data tersebut. Peneraan dilakukan untuk membangun model hubungan antara produktivitas ubikayu dengan karakteristik biofisik
Produksi umbi (Ton/ha)
lingkungan. y = 4,439x0,7676 R² = 0,056
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
2
4
6
8
10
8
10
Umur (bulan)
Produksi umbi tera (Ton/ha)
(a) y = -0,483ln(x) + 25,061 R² = 5E-05
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
2
4
6
Umur (bulan)
(b) Gambar 2. Hubungan Produksi Umbi Aktual (a) dan Teraan Ubikayu (b) dengan Umur Tanaman.
Produksi pati umbi (Ton/ha)
45
y = 0,6956x2 - 8,2535x + 31,725 R² = 0,3611
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
2
4
6
8
10
8
10
Umur (bulan)
Produksi pati tera (Ton/ha)
(a) y = 0,0291ln(x) + 8,7714 R² = 3E-06
15,00 10,00 5,00 0,00 0
2
4
6
Umur (bulan)
(b) Gambar 3. Hubungan Produksi Pati Aktual (a) dan Teraan (b) Ubikayu dengan Umur Tanaman. Dari Gambar 2a koefisien determinan R2 sangat kecil namun cenderung produksi umbi dan pati dipengaruhi oleh umur dengan pola kurva kuadratik. Sedangkan Gambar 2b menunjukan produksi umbi yang telah ditera dengan umur, sehingga variasi produksi tidak dipengaruhi oleh umur namun dipengaruhi oleh faktor lingkungan semata. Dengan menggunakan persamaan y = 4,439x0,7676 pada produksi, maka akan didapatkan produksi tera berdasarkan rumus : Yti = 24,12 + ( Yi – 4,439x0,7676) Yti = Produksi teraan ke- i Yi = Produksi aktual pada umur ke- i X= Umur (bulan) Begitu juga untuk produksi pati tera Gambar 3a, dengan menggunakan persamaan y = -0,483ln(x) + 25,061, maka didapat persamaan Yti = 8,83 + (Yi – 0,483ln(x) - 25,061). Gambar 3b menunjukan produksi pati yang telah ditera
46
dengan umur. Hasil perhitungan produksi umbi dan pati teraan disajikan pada Lampiran 3. Untuk menentukan kualitas lahan yang dipersyaratkan untuk kesesuaian lahan, maka sekat produksi umbi untuk Kelas S1 (sangat sesuai) adalah = 80% dari produksi tera maksimum yaitu 41,13 ton/ha, sekat produksi untuk S2 (kelas cukup sesuai) adalah = 60% dari produksi tera maksimum yaitu 30,85 ton/ha, dan sekat produksi untuk S3 (kelas agak sesuai/sesuai marginal) adalah = 28,14% dari produksi maksimum yaitu 18,08 ton/ha. Sedangkan untuk sekat produksi pati Kelas S1 (sangat sesuai) adalah = 80% dari produksi tera maksimum yaitu 11,02 ton/ha, sekat produksi untuk S2 (kelas cukup sesuai) adalah = 60% dari produksi tera maksimum yaitu 8,26 ton/ha, dan sekat produksi untuk S3 (kelas agak sesuai/sesuai marginal) adalah = 21,01% dari produksi maksimum yaitu 7,26 ton/ha (Tabel 14). Kelas kesesuaian lahan didapatkan berdasarkan perhitungan analisis usahatani yang dibatasi oleh S3 (kelas kesesuian lahan Sesuai Marjinal) dengan nilai persentase umbi dan pati sebesar 28,14% dan 21,01%. Nilai tersebut didapatkan dari hasil perbandingan produksi teraan dengan tingkat titik impas (BEP). Tabel 14. Sekat Produksi Umbi dan Pati untuk Batas Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
Persentase
Umbi Sangat sesuai/Cukup sesuai S1/S2 80% Cukup sesuai/Sesuai marjinal S2/S3 60% Sesuai marjinal/Tidak sesuai S3/N 28% 4.4.
Produksi Tera Ton/ha
Pati 80% 60% 21%
Umbi 41.13 30.85 18.08
Pati 11.02 8.26 7.26
Pengembangan Model Kesesuaian Lahan Kualitas lahan yang akan dinilai dalam model kesesuaian lahan, yaitu :
1. Zona perakaran, meliputi : Tekstur. 2. Retensi hara, meliputi : KTK, pH tanah dan C-Organik. 3. Toxisitas, meliputi : Kejenuhan Al. 4. Ketersediaan hara, meliputi : P2O5, N-Total dan K2O. 5. Kondisi terain, meliputi : Lereng. Model ini dikembangkan dari kerangka berpikir Walworth et al., (1986) yang menjelaskan bahwa para peneliti/ahli tanah Amerika telah mencoba selama
47
bertahun-tahun untuk mengidentifikasi dan mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan produksi tanaman. Mereka memiliki alasan jika suatu hubungan yang unik antara faktor tumbuh tunggal dengan hasil panen atau kualitasnya dapat ditentukan, maka dengan faktor yang optimal akan mendapatkan produksi tanaman yang jauh lebih baik. Akan tetapi, kebanyakan hubungan dengan penetapan nilai kritis untuk tujuan diagnosa seringkali berada pada kondisi-kondisi yang tidak berbeda yaitu hanya satu faktor tumbuh yang divariasikan sedangkan faktor lainnya sama. Oleh karena itu, penetapan dengan nilai kritis tidak bersifat universal untuk diterapkan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut digunakan persentase hasil (produksi relatif), karena kombinasi hasil dari tanah yang berbeda atau tempat yang berbeda lebih menunjukkan kompleksnya hubungan antara faktor tumbuh tanaman dengan lingkungan. Jika satu satuan tentang berbagai variasi faktor pertumbuhan yang dapat diatur pada banyak tempat, maka kumpulan data yang ditemukan dari pengamatan bervariasi dapat dihasilkan. Diagram sebaran hasil yang direncanakan untuk mengatasi faktor pertumbuhan tanaman untuk data seperti itu pada umumnya mencapai puncak pada tingkat optimum dari faktor tumbuhan tertentu. Hal tersebut harus cocok dengan garis yang membatasinya, dengan begitu dapat memisahkan data dari situasi nyata (yang mungkin diperoleh) dan tidak nyata (tidak mungkin diperoleh). Garis Batas (Boundary Line) ini yang kemudian membatasi suatu kasus. Penggambaran seperti ini akan sangat bermanfaat dalam mendiagnosa kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat ditentukan. Itu merupakan suatu hal yang sederhana untuk menempatkan puncak dari garis tersebut, dimana sesuai dengan tingkatan optimal dari faktor tumbuh yang sedang dinilai. Pada hubungan produksi umbi dan kualitas lahan maupun hubungan antara produksi biomassa pati dan kualitas lahan menunjukkan adanya keterkaitan yang bersifat sangat nyata (**), nyata (*) dan tidak nyata. Penentuan keterkaitan ini didasarkan pada jumlah nyata (N) pada masing-masing hubungan dan tabel nilainilai nyata r dan R dalam Steel dan Torrie (1991) dengan satu peubah bebas, dimana nilai R2 tergantung dari banyaknya N.
48
Dalam menetapkan Kelas Kesesuaian Lahan untuk tanaman Ubikayu, diambil kriteria hubungan yang paling baik dari produksi terrain dan produksi pati (pati) dengan Zona Perakaran, Retensi Hara, Ketersediaan Hara dan Kondisi Terrain, yaitu kriteria yang dapat memenuhi kebutuhan minimal dari salah satu produksi. 4.4.1.
Hubungan antara Produksi dan Zone Perakaran Hubungan antara produksi dan zone perakaran yaitu : kelas tekstur yang
tertera pada Gambar 4. Berdasarkan hubungan antara produksi dengan kelas tekstur, didapat persamaan untuk produksi tera y = -0,483ln(x) + 25,061 dan persamaan produksi pati tera y = 0,0291ln(x) + 8,7714, sedangkan sekat produksi umbi untuk S1-S2 = 80%, S2-S3 = 60%, S3-N = 28%, dan sekat produksi pati untuk S1-S2 = 80%, S2-S3 = 60%, S3-N = 21%. Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan tekstur adalah parabola. Hal ini dikarenakan tekstur memiliki titik optimum. Untuk hubungan antara produksi dengan tekstur, pada pasir di dapat persamaan produksi tera y-left = 21,834ln(x) - 20,435 dan y-right = -0,8001x + 73,476, sedangkan persamaan produksi pati tera y-left = 1,4105x2 - 19,89x + 77,629 dan y-right = -1,0466x + 77,525. Pada liat persamaan produksi tera y-left = 0,8695x + 2,8734 dan y-right = -0,0354x2 + 2,7564x + 8,133 sedangkan persamaan produksi pati teranya y-left = 1,2395x0,6721 dan y-right = -0,4016x + 35,323. Sekat batas untuk tekstur berdasarkan produksi umbi disajikan pada Tabel 15 dan 16.
49
Tabel 15. Selang nilai fraksi pasir dan liat untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan
Umbi Sangat sesuai/Cukup sesuai S1/S2 80% Cukup sesuai/Sesuai marjinal S2/S3 60% Sesuai marjinal/Tidak sesuai S3/N 28%
Pati 80% 60% 21%
Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan Sangat sesuai/Cukup sesuai S1/S2 Cukup sesuai/Sesuai marjinal S2/S3 Sesuai marjinal/Tidak sesuai S3/N
Umbi 80% 60% 28%
Pati 80% 60% 21%
Fraksi Pasir (%) Umbi 8 63 5 66 1 70
Pati 9 61 6 65 2 71
Fraksi Liat (%) Umbi 29 65 18 73 13 76
Pati 12 64 9 72 5 75
Tabel 16. Selang nilai tekstur untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Kelas Kesesuaian Lahan Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/ Tidak sesuai
Persentase Umbi
Pati
S1/S2
80%
80%
S2/S3
60%
S3/N
28%
Kelas Tekstur Umbi C, SC, SiC, SiCL, Si, L, CL
Pati C, SC, SiC, SiCL, Si, L, CL
60%
SCL, SL
SCL, SL
21%
LS, C, S
LS, C, S
Keterangan : C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam); pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat Berpasir; SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL = Lempung berdebu.
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
50
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
y = 21,834ln(x) - 20,435 R² = 0,9809
0
20
y = -0,8001x + 73,476 R² = 0,9978
40
60
80
Pasir (%)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y=
15,00
y = -1,0466x + 77,525 R² = 1
1,4105x2
- 19,89x + 77,629 R² = 0,9058
10,00 5,00 0,00 0
20
40
60
80
Pasir (%)
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
(b) Gambar 4. Hubungan antara Produksi Umbi Tera (a) dan Produksi Pati (b) Tera dengan Tekstur Pasir y = -0,0354x2 + 2,7564x + 8,133 R² = 0,9217
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
y = 0,8695x + 2,8734 R² = 0,9974
0
20
40
60
80
Liat (%)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = -0,4016x + 35,323 R² = 0,9724
y = 1,2395x0,6721 R² = 0,9905
15,00 10,00 5,00 0,00 0
20
40
60
80
Liat (%)
(b) Gambar 5. Hubungan antara Produksi Umbi Tera (a) dan Produksi Pati (b) Tera dengan Tekstur Liat
51
4.4.2.
Hubungan antara Produksi dan Retensi Hara Hubungan antara Produksi tanaman Ubikayu dan retensi hara seperti : C-
organik, pH H2O, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) ditunjukkan Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapatkan persamaan produksi tera untuk C-organik y = 7,2525x2 + 28,925x - 16,578 dan produksi pati tera y = 11,189x2 + 40,369x - 23,754. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk C-organik adalah 1,01 %, S2 dan S3 adalah 0,40 %, dan S3 dengan N adalah 0 %. Sedangkan sekat batas produksi pati tera S1 dan S2 adalah 1,08 %, S2 dan S3 adalah 0,53 %, S3 dan N adalah 0 % (Tabel 17). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan C-organik adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh C-organik terhadap produksi adalah positif. Pada pH, persamaan yang diperoleh untuk produksi umbi tera y-left = 31,274x - 119,34 dan y-right = -49,223x + 315,87, sedangkan produksi pati tera yleft = -7,7428x2 + 83,507x - 211,16 dan y-right = -12,011x + 79,831. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk pH adalah 4,71 atau 5,62, S2 dan S3 pada 4,47 atau 5,87, dan S3 dengan N 4,38 atau 5,97. Sedangkan sekat batas produksi pati S1 dan S2 pada pH 4,77 atau 5,55, S2 dan S3 pada 4,54 atau 5,84, S3 dan N adalah 4,42 atau 5,95 (Tabel 18). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan pH adalah parabola. Hal ini dikarenakan pH memiliki titik optimum. Persamaan produksi tera untuk KTK adalah y = 8,0507x - 46,305 dan produksi pati tera y = -0,1686x2 + 5,7096x - 27,644. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk KTK adalah 9,33 me/100g, S2 dan S3 adalah 6,97 me/100g, S3 dan N adalah 3,67 me/100g, sedangkan sekat batas produksi pati tera S1 dan S2 adalah 9,52 me/100g, S2 dan S3 adalah 7,32 me/100g, dan S3 dengan N adalah 4,08 me/100g (Tabel 19). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan KTK adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh KTK terhadap produksi adalah positif.
52
Tabel 17. Selang nilai C-organik untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/Tidak sesuai
S1/S2 S2/S3 S3/N
Umbi 80% 60% 28%
Pati 80% 60% 21%
C-org (%) Umbi 1,01 0,40 0,00
Pati 1,08 0,53 0,00
y = 7,2525x2 + 28,925x - 16,578 R² = 0,9154
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
5
6
C-org (%)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = -11,189x2 + 40,369x - 23,754 R² = 0,9334
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0
1
2
3
4
C-org (%)
(b) Gambar 6. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan COrganik Tabel 18. Selang nilai pH untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/Tidak sesuai
S1/S2 S2/S3 S3/N
Umbi 80% 60% 28%
Pati 80% 60% 21%
pH Umbi Pati 4,71 5,62 4,77 5,55 4,47 5,87 4,54 5,84 4,38 5,97 4,42 5,95
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
53
y = 31,274x - 119,34 R² = 0,9784
60,00 50,00
y = -49,223x + 315,87 R² = 0,9862
40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
pH H2O
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
y = -7,7428x2 + 83,507x - 211,16 R² = 0,977
4
4,5
5
y = -12,011x + 79,831 R² = 0,9622
5,5
6
6,5
7
pH H2O
(b) Gambar 7. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan pH Tabel 19. Selang nilai KTK untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu KTK Persentase (me/100g) Kelas Kesesuaian Lahan Umbi Pati Umbi Pati Sangat sesuai/Cukup sesuai 80% 80% S1/S2 9,33 9,52 Cukup sesuai/Sesuai marjinal 60% 60% S2/S3 6,97 7,32 Sesuai marjinal/Tidak sesuai 28% 21% S3/N 3,67 4,08
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
54
60,00 y = 8,0507x - 46,305 R² = 0,9579
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
5
10
15
20
15
20
KTK (me/100g)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
y = -0,1686x2 + 5,7096x - 27,644 R² = 0,9606
0
5
10 KTK (me/100g)
(b) Gambar 8. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan KTK 4.4.3.
Hubungan antara Produksi dengan Ketersediaan Hara Hubungan antara produksi Ubikayu dengan ketersediaan hara, yaitu : N
total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar (K-dd) ditunjukkan Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapat persamaan produksi tera untuk N-total y = -4130x2 + 1816,7x - 128,17 dan produksi pati tera y = -437,56x2 + 209,62x - 9,7867. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk N-total adalah 0,10 %, S2 dan S3 adalah 0,05 %, S3 dan N adalah 0 %, sedangkan sekat batas produksi pati S1 dan S2 adalah 0,11 %, S2 dan S3 adalah 0,06 %, S3 dan N adalah 0 % (Tabel 20). Untuk P-tersedia, persamaan produksi tera y = 4,8122x + 10,199 dan produksi pati tera y = 3,2494x - 1,8877. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk Ptersedia adalah 5,63 ppm, S2 dan S3 adalah 4,17 ppm, S3 dan N adalah 2,68 ppm, sedangkan sekat batas produksi pati S1 dan S2 adalah 5,93 ppm, S2 dan S3 adalah 4,44 ppm, S3 dan N 2,85 ppm (Tabel 21). Dan persamaan produksi tera K-dapat
55
ditukar y = 323,35x - 5,4651, sedangkan produksi pati tera y = 86,422x + 2,4597. Hasil proyeksi perpotongan garis sekat produksi dengan garis batas, maka didapat sekat batas produksi tera S1 dengan S2 untuk K-dapat ditukar adalah 0,15 %, S2 dan S3 adalah 0,06 %, S3 dan N adalah 0,02 %, sedangkan sekat batas produksi pati tera S1 dan S2 adalah 0,17 %, S2 dan S3 adalah 0,07 %, S3 dan N adalah 0,02 % (Tabel 22). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan ketersediaan hara dalam hal ini N, P, dan K adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan pengaruh N, P, dan K terhadap produksi adalah positif.
Tabel 20. Selang nilai N-total untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/Tidak sesuai
S1/S2 S2/S3 S3/N
Umbi 80% 60% 28%
Pati 80% 60% 21%
N-total (%) Umbi 0,10 0,05 0,00
Pati 0,11 0,06 0,00
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
56
y = -4130x2 + 1816,7x - 128,17 R² = 0,972
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
N-Total (%)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = -437,56x2 + 209,62x - 9,7867 R² = 0,9065
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
N-Total (%)
(b) Gambar 9. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan NTotal Tabel 21. Selang nilai P-tersedia untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu P-tersedia Persentase (ppm) Kelas Kesesuaian Lahan Umbi Pati Umbi Pati Sangat sesuai/Cukup sesuai 80% 80% S1/S2 5,63 5,93 Cukup sesuai/Sesuai marjinal 60% 60% S2/S3 4,17 4,44 Sesuai marjinal/Tidak sesuai 28% 21% S3/N 2,68 2,85
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
57
60,00
y = 4,8122x + 10,199 R² = 0,994
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
12,00
14,00
16,00
P-Tersedia (ppm)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = 3,2494x - 1,8877 R² = 0,9728
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
P-Tersedia (ppm)
(b) Gambar 10. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan P-Tersedia Tabel 22. Selang nilai K dapat ditukar untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu K-dd Persentase (me/100g) Kelas Kesesuaian Lahan Umbi Pati Umbi Pati Sangat sesuai/Cukup sesuai 80% 80% S1/S2 0,15 0,17 Cukup sesuai/Sesuai marjinal 60% 60% S2/S3 0,06 0,07 Sesuai marjinal/Tidak sesuai 28% 21% S3/N 0,02 0,02
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
58
y = 323,35x - 5,4651 R² = 0,9485
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,60
0,70
0,80
K-dd (me/100g)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
y = 86,422x + 2,4597 R² = 0,9073
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
K-dd (me/100g)
(b) Gambar 11. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati Tera (b) dengan K-dapat ditukar 4.4.4.
Hubungan antara Produksi dan Kondisi Terrain Hubungan produksi Ubikayu dengan kondisi terrain, yaitu : lereng
ditunjukkan Gambar 12. Dengan cara yang sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapat persamaan produksi tera untuk lereng y = -0,8471x2 + 1,8465x + 50,554 dan produksi pati y = -0,5471x2 + 4,0007x + 8,019. Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk lereng adalah 4,22 %, S2 dan S3 adalah 8,86 %, S3 dan N 19,00 %, sedangkan sekat batas produksi pati S1 dan S2 adalah 3,20 %, S2 dan S3 adalah 6,99 %, S3 dan N 15,86 % (Tabel 23). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan kemiringan lereng adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan pengaruh kemiringan lereng terhadap produksi adalah negatif.
59
Tabel 23. Selang nilai lereng untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/Tidak sesuai
Umbi 80% 60% 28%
S1/S2 S2/S3 S3/N
Pati 80% 60% 21%
Lereng (%) Umbi 4,22 8,86 19,00
Pati 3,20 6,99 15,86
y = -0,8471x2 + 1,8465x + 50,554 R² = 0,9597
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
2
4
6
8
10
Lereng
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = -0,5471x2 + 4,0007x + 8,019 R² = 0,9317
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
2
4
6
8
10
Lereng
(b) Gambar 12. Hubungan antara Produksi Umbi (a) dan Pati (b) Tera dengan Lereng 4.4.5.
Hubungan antara produksi dan Toksisitas Hubungan produksi Ubikayu dengan toksisitas, yaitu : ketersediaan Al
ditunjukkan Gambar 13. Dengan cara yang sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapat persamaan produksi tera untuk lereng y = -13,23x + 49,586 dan produksi pati y = -3,2588x + 13,278.
60
Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk lereng adalah 2,30 me/100g, S2 dan S3 adalah 4,53 me/100g, S3 dan N 7,66 me/100g, sedangkan sekat batas produksi pati S1 dan S2 adalah 1,74 me/100g, S2 dan S3 adalah 3,39 me/100g, S3 dan N 5,81 me/100g (Tabel 24). Pola yang didapatkan dari hubungan produksi umbi ubikayu teraan dan produksi pati ubikayu teraan dengan ketersediaan Al adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan pengaruh ketersediaan Al terhadap produksi adalah negatif.
Tabel 24. Selang nilai Al untuk berbagai kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi umbi dan produksi pati ubikayu Persentase
Kelas Kesesuaian Lahan
Produksi umbi teraan (Ton/ha)
Sangat sesuai/Cukup sesuai Cukup sesuai/Sesuai marjinal Sesuai marjinal/Tidak sesuai
S1/S2 S2/S3 S3/N
Umbi 80% 60% 28%
Pati 80% 60% 21%
Al (me/100g) Umbi 2,30 4,53 7,66
y = -13,23x + 49,586 R² = 0,9791
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
2,5
3
Al (me/100g)
Produksi pati teraan (Ton/ha)
(a) y = -3,2588x + 13,278 R² = 0,9753
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0
0,5
1
1,5
2
Al (me/100g)
(b) Gambar 13. Hubungan antara Produksi Umbi dan Pati Tera dengan Al
Pati 1,74 3,39 5,81
61
4.5.
Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Ubikayu Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Ubikayu diambil berdasarkan
persyaratan tumbuh dan studi lapang dari produksi umbi yang disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Ubikayu Berbasis Produksi Umbi Provinsi Lampung Kualitas Lahan/ Karakter Lahan
Sangat Sesuai (S1)
Kelas Kesesuaian Lahan Cukup Sesuai Agak Sesuai (S2) (S3)
Tidak Sesuai (N)
Media perakaran (r ) - Tekstur
C, SC, SiC, SiCL, Si, L, CL
SCL
SL
LS, S
< 4,47 atau > 5,87
-
< 6,97 < 0,40
-
> 4,53
-
Retensi hara (f) - pH
> 9,33 > 1,01
4,47 - 4,71 atau 5,62 5,87 6,97 - 9,33 0,40 - 1,01
< 2,30
2,30 - 4,53
4,71 - 5,62
- KTK - C-organik (%) Toksisitas (x) - Al-dd (me/100g) Hara tersedia (h)
- N total (%) > 0,10 0,05 - 0,10 < 0,05 - P tersedia (ppm) > 5,63 4,17 - 5,63 < 4,17 - K-dd (me/100 g) > 0,15 0,06 - 0,15 < 0,06 Kondisi medan/ terrain (m) - Lereng (%) < 4,22 4,22 - 8,86 8,86 - 19,00 > 19,00 Keterangan : C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam); pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat Berpasir; SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL = Lempung berdebu.
Sedangkan, Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Ubikayu diambil berdasarkan persyaratan tumbuh dan studi lapang dari produksi umbi yang disajikan pada Tabel 26.
62
Tabel 26. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Ubikayu Berbasis Produksi Pati Provinsi Lampung Kelas Kesesuaian Lahan Kualitas Lahan/ Karakter Lahan Media perakaran (r ) - Tekstur
Sangat Sesuai (S1)
Cukup Sesuai (S2)
Agak Sesuai (S3)
Tidak Sesuai (N)
C, SC, SiC, SiCL, Si, L, CL
SCL
SL
LS, S
< 4,54 atau > 5,84
-
< 7,32 < 0,53
-
Retensi hara (f) - pH
> 9,52 > 1,08
4,54 - 4,77 atau 5,55 5,84 7,32 - 9,52 0,53 - 1,08
< 1,74
1,74 - 3,39
> 3,39
-
> 0,11 > 5,93 > 0,17
0,06 - 0,11 4,44 - 5,93 0,07 - 0,17
< 0,06 < 4,44 < 0,07
-
< 3,20
3,20 - 6,99
6,99 - 15,86
> 15,86
4,77 - 5,55
- KTK - C-organik (%) Toksisitas (x) - Al-dd (me/100g) Hara tersedia (h) - N total (%) - P tersedia (ppm) - K-dd (me/100 g) Kondisi medan/ terrain (m) - Lereng (%)
Keterangan : C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam); pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat Berpasir; SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL = Lempung berdebu.
Berdasarkan dua kriteria kesesuaian lahan yang telah dibuat (Tabel 25 dan Tabel 26), dapat diketahui bahwa antara kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi umbi dan berbasis produksi pati ubikayu menunjukkan batas-batas kelas kesesuaian yang tidak jauh berbeda dan relatif sama. Hal ini berarti antara produksi umbi dan produksi pati ubikayu memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
4.6.
Analisis Kesesuaian Lahan Penelitian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lampung dan Jawa Barat Untuk Produksi Ubikayu Setelah mendapatkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubikayu
berdasarkan data beberapa sentra penghasil ubikayu di Provinsi Lampung maka dicoba untuk diperbandingkan dengan sampel ubikayu pada beberapa lokasi di Provinsi Lampung. Proses penilaian kesesuaian lahan yakni membandingkan
63
antara sifat dan karakteistik tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman, dimana persyaratan yang digunakan berdasarkan kriteria yang telah dibuat dari penelitian di Provinsi Lampung dan penelitian di daerah lainnya dalam hal ini daerah Bogor dan sekitarnya (berdasarkan Hidayah, 2011). Proses penilaian kesesuaian lahan yang dilakukan berfungsi untuk melihat kelas kesesuaian lahan dari beberapa titik lokasi penelitian. Hal ini disajikan pada Tabel 27 dan Tabel 28. Tabel 27. Kelas Kesesuaian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan Penelitian Lampung Kelas No Kode Lereng pH H2O C-org KTK Al Kesesuaian 1 0,01 5,60 1,35 13,25 0,00 S1 L1 2 0,01 6,20 1,67 11,69 0,00 S3 (f) L2 3 0,02 4,60 1,83 9,47 0,82 S2 (f) L3 4 0,01 5,60 4,00 13,68 0,00 S1 L4 5 0,01 5,40 2,07 11,24 0,38 S1 L5 6 0,07 4,70 4,80 9,90 0,89 S2 (m) L6 7 0,08 5,90 1,20 9,75 0,00 S3 (f) L7 8 0,02 4,50 1,11 5,66 1,62 S3 (f) L8 9 0,02 5,50 1,75 13,91 0,00 S1 L9 10 0,01 6,00 2,07 15,36 0,00 S3 (f) L10 11 0,02 5,80 1,11 12,74 0,00 S2 (f) L11 12 0,02 5,50 0,55 10,26 0,00 S2 (f) L12 13 0,01 5,50 1,83 9,14 0,00 S2 (f) L13 14 0,01 5,10 1,19 7,96 1,16 S2 (f) L14 15 0,02 5,40 0,71 11,43 0,78 S2 (f) L15 16 0,03 5,50 3,83 14,53 0,00 S1 L16 17 0,03 4,80 1,03 9,90 2,04 S1 L17 18 0,06 4,50 2,63 12,48 2,51 S2 (f,x,m) L18 19 0,01 5,10 2,31 14,04 1,46 S1 L19 20 0,02 6,00 2,23 14,75 0,00 S3 (f) L20 21 0,08 5,30 2,40 15,58 0,24 S2 (m) L21 22 0,01 4,30 1,75 8,39 2,42 S3 (f) L22 Berdasarkan Tabel 27, dapat dilihat tanaman ubikayu mayoritas memiliki kelas kesesuaian S2 dengan faktor pembatas retensi hara, kondisi terrain dan toksisitas. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan dan produktivitas tanaman adalah dengan melakukan pengapuran dan penambahan bahan organik. Sedangkan untuk lahan dengan kelas kesesuaian S3
64
dengan faktor pembatas retensi hara usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pengapuran dan penambahan bahan organik dengan dosis yang lebih tinggi.
Tabel 28. Kelas Kesesuaian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan Penelitian Jawa Barat Kelas No KODE Lereng pH H2O C-org KTK Al Kesesuaian 0,01 5,60 1,35 13,25 0,00 N (f) 1 L1 0,01 6,20 1,67 11,69 0,00 N (f) 2 L2 0,02 4,60 1,83 9,47 0,82 S3 (f) 3 L3 0,01 5,60 4,00 13,68 0,00 N (f) 4 L4 0,01 5,40 2,07 11,24 0,38 S3 (f) 5 L5 0,07 4,70 4,80 9,90 0,89 S3 (f) 6 L6 0,08 5,90 1,20 9,75 0,00 N (f) 7 L7 0,02 4,50 1,11 5,66 1,62 N (f) 8 L8 0,02 5,50 1,75 13,91 0,00 N (f) 9 L9 0,01 6,00 2,07 15,36 0,00 N (f) 10 L10 0,02 5,80 1,11 12,74 0,00 N (f) 11 L11 0,02 5,50 0,55 10,26 0,00 N (f) 12 L12 0,01 5,50 1,83 9,14 0,00 N (f) 13 L13 0,01 5,10 1,19 7,96 1,16 S3 (f) 14 L14 0,02 5,40 0,71 11,43 0,78 S3 (f) 15 L15 0,03 5,50 3,83 14,53 0,00 N (f) 16 L16 0,03 4,80 1,03 9,90 2,04 S3 (f) 17 L17 0,06 4,50 2,63 12,48 2,51 N (f) 18 L18 0,01 5,10 2,31 14,04 1,46 S1 19 L19 0,02 6,00 2,23 14,75 0,00 N (f) 20 L20 0,08 5,30 2,40 15,58 0,24 S1 21 L21 0,01 4,30 1,75 8,39 2,42 N (f) 22 L22 Pada Tabel 28, dapat dilihat kelas kesesuaian lahan N yang didapatkan dari kriteria penelitian lain mendominasi pada beberapa titik. Faktor pembatas retensi hara menjadi faktor utama yang mempengaruhi kelas kesesuaian lahan dan produktivitas tanaman. Agar didapatkan produktivitas tanaman dan kelas kesesuaian lahan yang lebih baik dapat dilakukan usaha pengapuran dan penambahan bahan organik dengan dosis yang cukup tinggi. Sedangkan untuk lahan dengan kelas kesesuaian S3 dengan faktor pembatas retensi hara usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pengapuran dan penambahan bahan organik dengan dosis yang lebih rendah dari titik-titik dengan kelas N.
65
4.7.
Peta Kelas Kesesuaian Lahan Setelah didapatkan kriteria kesesuaian lahan tanaman ubikayu untuk
Provinsi Lampung, data tersebut dapat diaplikasikan kedalam peta menggunakan Arcgis 9. Data dari beberapa lokasi penelitian diplotkan kedalam peta dan dikelaskan menggunakan metode IDW (Inverse Distance Weighting) sehingga menghasilkan peta sebaran kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing kualitas lahan yang akan dinilai (Lampiran 14 dan Lampiran 15). Metode IDW digunakan dalam pembuatan peta ini karena untuk memperoleh sebaran kelas kesesuaian lahan dengan data yang terbatas dan jarak titik yang kurang menyebar. Untuk mengetahui sebaran kelas kesesuaian dengan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat tanah yang relatif, maka pada Gambar 14 akan disajikan peta kesesuaian lahan tanaman ubikayu berdasarkan kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi di Provinsi Lampung dan pada Gambar 15 akan disajikan peta kesesuaian lahan tanaman ubikayu berdasarkan kriteria kesesuaian lahan yang didapatkan dari data penelitian Hidayah (2011). Sedangkan Tabel 29 dan Tabel 30 merupakan tabel luas area & persentase sebaran kelas kesesuaian lahan dari masing-masing peta.
Gambar 14. Peta Kesesuaian Lahan Penelitian Lampung
66
Tabel 29. Luas dan Persentase Kelas Kesesuaian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan Penelitian Lampung NO Kelas Kesesuaian Lahan Luas area (Ha) Persentase 1 S1 21,90% 201033 2 S2 (f) 374707 40,90% 3 S2 (f,m) 15,30% 140168 4 S2 (f,x) 27504 3,00% 5 S2 (f,x,m) 0,40% 3390 6 S2 (m) 24582 2,70% 7 S3 (f) 2,10% 18848 8 S3 (f,m) 795 0,10% 9 S3 (m) 7,30% 66469 10 N (m) 58600 6,40% Berdasarkan Tabel 29 persentase luas area kelas kesesuaian lahan terluas adalah kelas kesesuaian lahan S2 (f) dengan persentase sebesar 40,9%. Kelas kesesuaian S2 (f) merupakan kelas yang cukup sesuai dengan faktor pembatas retensi hara. Sedangkan persentase luas area kelas kesesuaian lahan terkecil adalah S3 (f,m) dengan pesrsentase sebesar 0,1%. Kelas kesesuaian S3 (f,m) merupakan kelas sesuai marjinal dengan faktor pembatas retensi hara dan kondisi terain.
Gambar 15. Peta Kesesuaian Lahan Penelitian Lain Berdasarkan Data Penelitian Hidayah, (2011)
67
Tabel 30. Luas dan Persentase Kelas Kesesuaian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan Penelitian Jawa Barat NO Kelas Kesesuaian Lahan Luas area (Ha) Persentase 1 S1 9244 1,01% 2 S2 (f) 49508 5,40% 3 S2 (f,m) 2632 0,29% 4 S2 (m) 0 0% 5 S3 (f) 480465 52,45% 6 S3 (f,m) 22056 2,41% 7 S3 (m) 1924 0,21% 8 N (f) 346507 37,83% 9 N (f,m) 308 0,03% 10 N (m) 3407 0,37% Berdasarkan Tabel 30 persentase luas area kelas kesesuaian lahan terluas adalah kelas kesesuaian lahan S3 (f) dengan persentase sebesar 52,45%. Kelas kesesuaian S3 (f) merupakan kelas sesuai marjinal dengan faktor pembatas retensi hara. Sedangkan persentase luas area kelas kesesuaian lahan terkecil adalah S2 (m) dengan pesrsentase sebesar 0%. Kelas kesesuaian S2 (m) merupakan kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas kondisi terain.
4.8.
Perbandingan Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Ubikayu Kriteria kesesuaian lahan berbasis produksi yang telah diperoleh Tabel
25, diperbandingkan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah dibuat sebelumnya di daerah Bogor dan sekitarnya Lampiran 5 dengan memplotkan kedua kriteria ini kedalam peta Gambar 14 dan Gambar 15. Terlihat perubahan kelas kesesuaian lahan Tabel 31.
68
Tabel 31. Perbandingan Kelas Kesesuaian Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan Penelitian di Provinsi Lampung dan Penelitian Lain Perbandingan Kriteria NO Luas area (Ha) Persentase Penelitian Penelitian lain 1 N N 7.639 0,83% S3 49.109 5,36% S2 1.844 0,20% S1 0 0% 2 S3 N 27.764 3,03% S3 52.675 5,75% S2 5.348 0,58% S1 325 0,04% 3 S2 N 249.980 27,29% S3 282.376 30,83% S2 34.761 3,79% S1 3.206 0,35% 4 S1 N 64.838 7,08% S3 120.285 13,13% S2 10.187 1,11% S1 5.712 0,62% Keterangan : Penelitian (berdasarkan data kriteria Lampung) dan Penelitian lain (berdasarkan data Kriteria Hidayah, 2011)
Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui perubahan kelas terbesar adalah kelas S2 pada penelitian berdasarkan kriteria Lampung dengan kelas S3 pada penelitian berdasarkan kriteria Hidayah (2011) yang memiliki luas area sebesar 282.376 Ha atau 30,83% dari total luas area penelitian. Kelas kesesuaian lahan yang tidak mengalami perubahan atau memiliki kelas yang sama adalah seluas 100.786 Ha atau 11% dari total luas area penelitian.