IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami peningkatan untuk semua perlakuan. Data susut bobot selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-22. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7. Besarnya susut bobot sesuai dengan adanya transpirasi dan respirasi. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi kandungan O2, CO2 dan uap air di dalam kemasan. Kondisi pengemasan tanpa lubang mampu mempertahankan kualitas seledri lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya sehingga umur simpan lebih panjang. Selain itu, kondisi pengemasan tanpa lubang mampu mencegah susut bobot dengan lebih baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya lubang di kemasan menyebabkan O2 di dalam kemasan lebih sedikit daripada kondisi lainnya sehingga pada akhirnya laju respirasi dapat dihambat. Semakin banyak lubang, susut bobot menjadi semakin besar karena memberikan peluang masuknya O2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat. Selain itu, dengan adanya lubang pada kemasan memungkinkan uap air di dalam kemasan bergerak keluar. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-24. Artinya, perbedaan jenis plastik memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan. Jenis plastik terbaik untuk mempertahankan susut bobot adalah jenis PP. Pada Lampiran 4, jenis plastik PP mampu mencegah susut bobot lebih baik daripada jenis PE. Hal ini dikarenakan permeabilitas O2 plastik PP lebih kecil daripada plastik PE. Menurut Gunadya (1993), pada suhu 25 °C jenis koefisien permeabilitas plastik PP terhadap O2 sebesar 229 ml.mil/m2.jam.atm sementara itu pada jenis plastik PE sebesar 1002 ml.mil/m2.jam.atm. Pada film kemasan jenis PE dan PP memiliki permeabilitas CO2 3 – 5 kali lebih besar dengan permeabilitas O2 sehingga mampu mempertahankan umur simpan dengan lebih baik. Banyaknya O2 yang masuk
21
ke dalam kemasan akan digunakan oleh seledri untuk kegiatan pernapasan sehingga menghasilkan CO2, uap air, C2H4, gas-gas volatil yang lain dan energi panas sehingga susut bobot menjadi lebih besar. Susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Hal ini diperkuat dengan hasil uji ragam yang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-8. Pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C seledri dalam kemasan PP tanpa lubang dapat bertahan dengan lama penyimpanan 25 hari. Pada penyimpanan suhu 10 – 15 °C, seledri dapat dipertahankan kualitasnya sampai hari ke-9 dengan perlakuan 2 dan 4 lubang berjenis plastik PP dan PE. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri paling lama bertahan hanya selama 4 hari dengan perlakuan 2 lubang berjenis plastik PP dan PE. Semakin rendah suhu dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya, proses penuaan karena adanya proses pemasakan, pelunakan, perubahan warna dan tekstur, kehilangan air serta kerusakan karena bakteri, kapang dan khamir. Menurut Winarno (1986), kenaikan suhu 10 °C akan meningkatkan laju penuaan sebesar 2-3 kali lebih cepat. Pada penyimpanan seledri di suhu 0 – 5 °C bertahan paling lama, sekitar 2,78 kali lebih lama jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C. Penyimpanan seledri pada suhu 10 – 15 °C lebih lama 2,25 kali lebih lama daripada penyimpanan pada suhu ruang. Perubahan susut bobot terhadap lamanya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 6. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
22
Berdasarkan Gambar 6, susut bobot seledri yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C, persentase susut bobot terkecil adalah pada kemasan PP dua lubang yaitu sebesar 9,58 % dengan persamaan regresi y = 0,735x + 1,118 dan dalam penyimpanan selama 22 hari. Pada seledri yang dikemas dengan polipropilen dua lubang, terjadi kenaikan susut bobot sebesar 0,735 % dalam setiap hari penyimpanan. Sementara itu, susut bobot terbesar terjadi pada seledri dalam kemasan PE 8 lubang dengan rata-rata susut bobot sebesar 17,74 % selama 16 hari penyimpanan dengan persamaan regresi y = 1,921x + 1,402. Pada kemasan PE 8 lubang, terjadi kenaikan sebesar 1,921 % dalam setiap hari penyimpanan. Desain kemasan yang memiliki umur simpan terpanjang yaitu PP tanpa lubang yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C karena mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Seledri yang dikemas dengan plastik PE tanpa lubang dapat mempertahankan seledri selama 24 hari. Sedangkan dengan kondisi atmosfer lainnya didapatkan hasil yang berkisar antara 16 – 22 hari Hasil persamaan regresi susut bobot selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 7. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Gambar 7 menunjukkan peningkatan persen susut bobot pada suhu 10 – 15 °C berkisar antara 0,6 – 13,9 %. Persen susut bobot terbesar terjadi pada kondisi 8 lubang dengan jenis PE dengan rata-rata susut bobot sebesar 7,85 % dan pada satuan hari penyimpanan terjadi kenaikan sebesar 1,611 %.
23
Sementara itu, susut bobot terkecil terjadi pada kondisi tanpa lubang dengan jenis PP dengan rata-rata susut bobot 2,71 %. Semua perlakuan memiliki umur simpan yang berkisar antara 7 – 9 hari penyimpanan. Pada hari ke-8 seledri yang dikemas dengan PP dan PE vakum mengalami kerusakan. Seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang dan 8 lubang, baik dengan jenis plastik PE maupun PE mengalami kerusakan pada hari ke-9. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Desain kemasan terbaik dalam penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C adalah dengan perlakuan 2 dan 4 lubang, baik menggunakan jenis plastik PE maupun PP karena mempertahankan mutu seledri sampai pada hari ke-9 dan baru mengalami kerusakan pada hari ke-10.
Gambar 8. Perubahan susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Gambar 8. menunjukan persen susut bobot pada suhu ruang berkisar antara 0,9 – 9,7 %. Persen susut bobot terbesar terjadi pada kondisi 8 lubang dengan jenis PE dengan rata-rata sebesar 7,27 % dan lama penyimpanan selama 3 hari. Pada PE 8 lubang, terjadi kenaikan 2,35 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, persen susut bobot terkecil terjadi pada kondisi tanpa lubang PP dengan rata-rata susut bobot sebesar 1,5 % dan mampu mempertahankan seledri selama penyimpanan 3 hari. Pada PP tanpa lubang terjadi kenaikan terkecil jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,45 % setiap hari penyimpanan.
24
Pada suhu ruang, umur simpan seledri berkisar antara 3 – 4 hari. Desain kemasan
terbaik
adalah
dengan
perlakuan
2
lubang
karena
dapat
mempertahankan umur simpan seledri selama 4 hari. Meskipun susut bobot terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa lubang, tetapi desain kemasan ini hanya mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-3. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi (Wills et al., 1981), serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Susut bobot juga disebabkan oleh hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan dan kehilangan CO2 selama respirasi. Potensi kehilangan bobot dipengaruhi oleh jenis plastik, kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan.
B. KADAR AIR Indikasi susut bobot dapat dilihat dengan ciri-ciri batang menjadi kisut dan mengecil, serta kondisi daun yang layu dan cenderung berkerut. Susut bobot pada umumnya disebabkan oleh kehilangan air selama penyimpanan. Seledri mengandung 93 gram air di dalam 100 gram bahan (Ashari, 1995) sehingga susut bobot lebih banyak ditentukan oleh kandungan air yang hilang. Kehilangan susut bobot yang besar pada penelitian ini dapat dilihat dari hasil penimbangan. Susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Susut bobot juga disebabkan oleh hilangnya air dari kemasan ke lingkungan yang disebabkan perbedaan tekanan uap air diantata film kemasan dan kehilangan CO2 selama respirasi. Kehilangan kandungan air berbanding lurus dengan kondisi atmosfer. Pada Lampiran 7 dalam uji ragam fisik, kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-22. Semakin banyak lubang di dalam kemasan, maka jumlah air yang hilang semakin banyak. Banyaknya air yang hilang tergantung adanya proses transpirasi dan respirasi. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi kandungan uap air di dalam kemasan. Kondisi pengemasan
25
tanpa lubang mampu mempertahankan kehilangan air lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya. Pada kemasan tanpa lubang atau vakum, laju respirasi akan terhambat karena aliran udara dari luar ke dalam kemasan terhambat. Semakin banyak lubang, kehilangan air menjadi semakin besar karena memberikan peluang masuknya O2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat dan peluang keluarnya H2O lebih besar. Laju penurunan kadar air berbanding lurus dengan faktor suhu. Pada hasil uji ragam fisik, suhu berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Semakin tingginya suhu yang digunakan dalam penyimpanan, maka seledri akan mengalami penurunan kadar air lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh penguapan air bagian daun dan batang seledri lebih tinggi. Pada uji ragam fisik jenis plastik berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-8, hari ke-10 sampai hari ke-21. Persentase kadar air yang terkandung di dalam seledri yang dikemas dengan jenis plastik PP pada umumnya lebih besar daripada yang dikemas dengan jenis plastik PE. Seperti pada contoh penyimpanan hari ke-16, kadar air pada seledri yang dikemas dengan jenis vakum PE bernilai 71,55 % dan kadar air pada seledri yang dikemas dengan jenis vakum PP bernilai 71,75 %. Dengan penyimpanan vakum, kadar air jenis plastik PP lebih besar daripada kadar air dengan jenis plastik PE. Begitu juga halnya dengan perlakuan tanpa lubang, kadar air pada seledri yang dikemas dengan PE bernilai 73,35 % dan yang dikemas dengan PP bernilai 74,15 %. Kadar air dengan perlakuan lubang 2, 4 dan 8 masing-masing bernilai, 71,35 % (PE2) ; 71,7 % (PP2); 68,25 % (PE4); 68,55 % (PP4); 53,75 % (PE8) dan 54,6 % (PP8). Plastik jenis PP menghambat proses respirasi dan penguapan air, karena permeabilitas terhadap oksigen lebih kecil daripada plastik PE. Penggunaan oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk. Desain kemasan terbaik adalah kemasan tanpa lubang PP yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C karena dapat mempertahankan kualitas seledri hingga 25 hari. Hal ini terjadi karena pada komposisi oksigen rendah, proses respirasi
26
akan terhambat dan akibatnya penguapan air akan berkurang. Kadar oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk. Namun, jika dilihat dari kecilnya jumlah kehilangan air maka desain kemasan yang optimum adalah kemasan dengan perlakuan PE vakum (kadar air daun) dan PP vakum (kadar air batang).
Gambar 9. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Gambar 9 dan 10 menunjukkan hubungan tingkat kadar air terhadap lama penyimpanan. Grafik memiliki kecenderungan turun. Artinya jumlah kadar air yang terkandung di dalam seledri mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Kadar air yang terkandung di bagian batang dan di bagian daun berbeda. Hal ini disebabkan karena batang memiliki kambium sehingga memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada daun. Sementara itu, laju penurunan kadar air lebih besar terjadi pada bagian daun dikarenakan permukaan bagian daun lebih lebar daripada batang. Kehilangan bobot sayuran, terutama disebabkan oleh kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan air tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Pada Gambar 9, kadar air daun seledri terkecil adalah seledri yang disimpan dengan PP 8 lubang dengan rata-rata sebesar 72,73 % dan terjadi 27
penurunan sebesar 0,002 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan PE vakum dengan rata-rata sebesar 75,5 %. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri mampu bertahan antara 16 – 25 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 10. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 –5 °C
Pada Gambar 10 kadar air batang seledri berkisar antara 57,3 – 89 %. Kadar air batang terkecil adalah seledri yang disimpan dengan PE 8 lubang dengan rata-rata sebesar 71,66 % dan terjadi penurunan sebesar 0,002 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, penurunan kadar air dengan perlakuan lainnya sama, yaitu 0,001 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan PP vakum dengan rata-rata sebesar 79,37 %. Pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C, desain kemasan terbaik adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan PP tanpa lubang. Sementara itu, kadar air daun terbesar ditemukan pada seledri yang dikemas dengan PE vakum dan kadar air batang terbesar terdapat pada seledri yang dikemas dengan PP vakum. Hal ini berarti, kemasan vakum dapat mempertahankan kadar air seledri lebih baik daripada perlakuan lainnya.
28
Gambar 11. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Pada Gambar 11, kadar air daun seledri segar adalah 82 %, kemudian terjadi penurunan sebesar 0,003 – 0,005 % setiap hari penyimpanan. Kadar air daun terkecil adalah seledri yang disimpan dengan PE 4 lubang dengan ratarata sebesar 74,71 %. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan PP tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 79,54 %. Pada suhu 10 – 15 °C, seledri mampu bertahan antara 7 – 9 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri pada penyimpanan suhu 10 – 15 °C dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 12. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
29
Pada Gambar 12, kadar air batang pada seledri segar adalah sebesar 89 %, kemudian terjadi penurunan sebesar 0,003 – 0,005 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang dari yang terkecil sampai terbesar secara berurutan adalah PE 4 lubang dengan rata-rata sebesar 81,17 % ; PE 8 lubang dengan rata-rata sebesar 81,39 % ; PP 8 lubang dengan rata-rata sebesar 82,08 % ; PP 4 lubang dengan rata-rata sebesar 82,77 % ; PE 2 lubang dengan ratarata sebesar 83,67 % ; PP 2 lubang dengan rata-rata sebesar 84,17 % ; PE vakum dengan rata-rata sebesar 85,64 % ; PP vakum dengan rata-rata sebesar 85,99 %; PE tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 86,34 %; PP tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 86,71 %. Desain kemasan terbaik pada suhu 10 – 15 °C adalah pengemasan dengan perlakuan 2 lubang PE dan PP serta 4 lubang PE dan PP karena mampu mempertahankan seledri selama 9 hari penyimpanan. Namun, kadar air daun dan batang seledri terbesar adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan PP tanpa lubang.
Gambar 13. Perubahan kadar air daun terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Pada Gambar 13, kadar air daun seledri berkisar antara 76,6 – 82 % dan terjadi penurunan sebesar 0,007 – 0,010 % setiap hari penyimpanan. Kadar air daun terkecil adalah seledri yang disimpan dengan PE 8 lubang dengan ratarata sebesar 75,82 % dan laju penurunan sebesar 0,010 % setiap hari penyimpanan. Sementara itu, kadar air daun seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dengan PP tanpa lubang dengan rata-rata sebesar 80,12 % dan laju penurunan sebesar 0,009 %. Pada suhu ruang, seledri mampu bertahan
30
antara 3 – 4 hari penyimpanan. Seledri yang sudah rusak tidak dapat diukur. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 14. Perubahan kadar air batang terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Pada Gambar 14, kadar air batang pada seledri segar adalah berkisar antara 79,8 – 89 %. Seledri segar memiliki kandungan kadar air batang sebesar 89 % kemudian terjadi penurunan sebesar 0,006 – 0,009 % setiap hari penyimpanan. Kadar air batang seledri terkecil adalah pada pengemasan PE 8 lubang sebesar 82,22 % dengan laju penurunan sebesar 0,009 %. Kadar air batang seledri terbesar adalah pada pengemasan PP tanpa lubang sebesar 87,15 % dengan laju penurunan sebesar 0,008 %. Desain kemasan terbaik pada suhu ruang adalah pengemasan dengan perlakuan 2 lubang PE dan PP karena mampu mempertahankan seledri selama 4 hari penyimpanan. Namun, kadar air daun dan batang seledri terbesar pada suhu ruang adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan PP tanpa lubang.
C. TINGKAT KERUSAKAN Persentase kerusakan dalam penanganan pasca panen sangat penting sebab menentukan efektivitas cara penanganan yang dipakai. Dalam perdagangan produk hortikultura, pada umumnya besar kerusakan sudah dinilai beresiko tinggi apabila telah mencapai persentase lebih dari 20 % dan kesukaran akan dialami dalam pengambilan contoh untuk analisis (Rinanto,
31
1993). Pada penelitian ini, persentase kerusakan semakin meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Data persentase kerusakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-22. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Besarnya tingkat kerusakan dapat dipengaruhi oleh adanya respirasi. Laju pernapasan yang tinggi biasanya menyebabkan berkurangnya daya simpan produk dikarenakan penurunan mutu. Sebagian besar perubahan fisikokimiawi yang terjadi pada sayuran setelah panen berhubungan dengan metabolisme oksidatif. Setiap sayuran dan buah-buahan mempunyai batas minimum untuk penurunan O2 dan batas maksimum untuk meningkatkan CO2 (Kader, 1992). Pengaruh rendahnya O2 dan tingginya CO2 dalam udara penyimpanan dapat memperlambat kerusakan seledri, menurunkan laju respirasi dan menurunkan laju produksi etilen. Dengan adanya perlakuan pengemasan
yang
mengkondisikan
atmosfer
mendekati
sesuai
yang
diharapkan, maka seledri yang disimpan dapat dicegah dari kerusakan fisik. Oleh karena itu, kondisi atmosfer berpengaruh nyata terhadap respon. Desain kemasan terbaik yang mampu mencegah kerusakan adalah PP tanpa lubang suhu 5 °C karena dapat menekan tingkat kerusakan lebih baik daripada desain kemasan lainnya. Selain itu, desain kemasan ini dapat mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Semakin banyak jumlah lubang pada kemasan, maka semakin besar juga tingkat kerusakan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan adalah : 1. Faktor internal seperti tingkat perkembangan dan susunan kimiawi jaringan. 2. Faktor eksternal seperti suhu. Menurut Pantastico (1986), mekanisme dasar yang berkaitan dengan kerusakan akibat pendinginan yaitu penurunan kemampuan komoditas pertanian untuk melakukan fosforilasi oksidatif. Hal ini mengakibatkan jaringan tanaman kekurangan energi tinggi, khususnya ATP yang diperlukan untuk mempertahankan organisasi sel dengan adanya proses-proses enzimatik yang secara terus menerus cenderung mengganggu sistem itu. Hasilnya berupa pembongkaran zat-zat penyusun sel yang kompleks sebagai akibat kekurangan
32
energi. Hilangnya organisasi jaringan yang menyertainya sebagai akibat pendinginan, dapat menerangkan adanya peningkatan permeabilitas membran sel, kerentanan terhadap pembusukan, penimbunan metabolik dan kenaikan penyerapan oksigen. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata pada tingkat kerusakan di hari ke-1 sampai hari ke-4, hari ke-6 sampai ke-21 dan hari ke-24. Artinya, perbedaan jenis plastik memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan. Jenis plastik terbaik untuk mempertahankan tingkat kerusakan pada suhu 0 – 5 °C adalah jenis PE, untuk suhu 10 – 15 °C adalah jenis PP dan untuk suhu 20 25 °C adalah jenis PP. Hasil tingkat kerusakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5, jenis plastik PP mampu mencegah kerusakan dikarenakan permeabilitas terhadap uap air lebih baik daripada jenis plastik PE. Tingkat kerusakan dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang dapat meningkatkan laju transpirasi dan respirasi serta metabolisme sel. Hasil uji ragam yang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada tingkat kerusakan di hari ke-1 sampai hari ke-9. Rata-rata persen kerusakan pada suhu 0 – 5 °C berkisar antara 7,40 – 12,92 %, rata-rata persen kerusakan pada suhu 10 – 15 °C berkisar antara 11,32 – 16,54 %, dan rata-rata persen kerusakan pada suhu ruang berkisar antara 16,96 – 19,52 %. Oleh karena itu, suhu 0 – 5 °C dapat lebih baik mempertahankan kerusakan daripada suhu 10 – 15 °C dan suhu 10 – 15 °C mampu lebih baik mempertahankan kerusakan daripada suhu ruang. Semakin rendah suhu dapat mengurangi kegiatan respirasi, metabolisme lainnya dan proses penuaan. Desain kemasan terbaik yang dapat menekan laju kerusakan adalah PP tanpa lubang yang disimpan pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C. Pada penyimpanan suhu 10 – 15 °C, desain kemasan terbaik yang dapat mencegah kerusakan adalah seledri yang dikemas dengan PP 2 lubang selama penyimpanan 9 hari. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri paling lama bertahan hanya selama 4 hari dengan perlakuan 2 lubang berjenis plastik PP 2 lubang.
33
Gambar 15. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Gambar 15 menunjukkan persen kerusakan pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C berkisar antara 0,33 – 71,27 %. Persen kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-9 untuk desain kemasan 8 lubang dengan jenis PP maupun PE. Untuk desain kemasan dengan lubang 4 jenis PP dan PP, kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-10 dan ke-11. Sementara itu, untuk perlakuan dengan vakum, tanpa lubang dan lubang 2, kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke-14 dan ke-15. Rata-rata persentase kerusakan tertinggi adalah seledri yang dikemas dengan PP 8 lubang, sebaliknya seledri yang dikemas dengan PP tanpa lubang memiliki rata-rata persentase terkecil. Pada umumnya kerusakan ini lebih banyak terjadi di bagian daun seledri dengan indikasi daun berwarna kuning kecoklatan. Sementara itu, di bagian batang, kerusakan terjadi lebih lambat dan pada umumnya batang menjadi kisut dan berwarna hijau pucat kecoklatan.
34
Gambar 16. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Pada Gambar 16. persen kerusakan seledri pada suhu 10 – 15 °C berkisar antara 1,17 – 70,93 % selama 9 hari penyimpanan. Persen kerusakan seledri lebih dari 20 % setelah hati ke-4 dan ke-5 pada semua perlakuan dan jenis plastik. Persen kerusakan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan 4 lubang dengan jenis plastik PE sebesar 70,93 % pada hari ke-9. Sementara itu, dengan jumlah lubang yang sama dan menggunakan jenis plastik PP, hasil persen kerusakan tidak jauh berbeda dengan jenis plastik PE, yaitu sebesar 70,25 %. Persen kerusakan terendah terjadi pada perlakuan 2 lubang dengan jenis plastik PP sebesar 63,75 % dan jenis plastik PE sebesar 64,36 %. Jenis plastik PE ternyata memiliki persen kerusakan yang lebih tinggi daripada jenis plastik PP.
Gambar 17. Perubahan tingkat kerusakan terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
35
Gambar 17 menunjukkan persen kerusakan pada suhu ruang berkisar antara 2,51 – 91,59 %. Persen kerusakan lebih dari 20 % terjadi setelah hari ke2 pada semua kondisi perlakuan dan jenis plastik. Persen kerusakan tertinggi terjadi pada kondisi 2 lubang jenis PE yaitu sebesar 91,59 % pada penyimpanan 4,5 hari. Sementara itu,persen kerusakan terendah terjadi pada kondisi tanpa lubang jenis PP sebesar 62,18 % dengan penyimpanan selama 3,5 hari.
D. WARNA Warna pada sayuran merupakan salah satu parameter ukuran mutu pada sayuran. Bila warna pada sayuran kurang baik maka nilainya akan berkurang karena tidak menarik bagi konsumen. Warna dapat meningkatkan daya tarik dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasan, selain itu warna juga berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi dan keutuhan. Pengujian warna menggunakan alat Colortech Colormeter. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam). Semakin besar nilai L menunjukkan sayuran semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai +a (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau.
a. Nilai a Perubahan warna dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-9 dan hari ke-11 sampai hari ke-19. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Semakin tingginya nilai derajat warna hijau, artinya kandungan warna hijau pada daun semakin sedikit. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi metabolisme dalam sel daun. Desain kemasan terbaik pada suhu 0 – 5 °C yang dapat mempertahankan derajat warna hijau adalah PP tanpa lubang. Kondisi 36
pengemasan tanpa lubang dapat menekan laju respirasi dan metabolisme lebih baik daripada desain kemasan yang lain. Hal ini dikarenakan tidak adanya lubang di kemasan menyebabkan O2 di dalam kemasan lebih sedikit daripada kondisi lainnya sehingga pada akhirnya laju respirasi dapat dihambat.
Selain
itu,
kondisi
pengemasan
tanpa
lubang
mampu
mempertahankan kualitas seledri lebih baik daripada kondisi pengemasan lainnya sehingga umur simpan lebih panjang. Pada suhu 10 – 15 °C, desain kemasan yang mampu mempertahankan derajat hijau adalah PP 2 lubang. Sementara itu, pada suhu ruang, desain kemasan terbaik dalam kenaikan nilai derajat hijau adalah seledri yang dikemas dalam PP 2 lubang. Derajat warna hijau semakin meningkat (kandungan warna hijau semakin sedikit) berbanding lurus dengan banyaknya jumlah lubang. Banyaknya lubang memberikan peluang masuknya O2 lebih banyak sehingga proses respirasi meningkat. Pengaruh kondisi atmosfer berlubang yang cukup dapat mempengaruhi permeabilitas O2 dan CO2 secara lebih baik sehingga O2 yang masuk dapat ditekan seminim mungkin, akan tetapi tidak terjadi penimbunan CO2 yang berlebihan di dalam kemasan. Menurut Fahn (1991), klorofil dapat terdegradasi secara kimia yang meliputi reaksi feofitinisasi, reaksi pembentukan klorofilid dan reaksi oksidasi. Reaksi feofitinisasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H. Kecepatan pembentukan feofitin merupakan reaksi orde pertama terhadap konsentrasi asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi hijau kecoklatan karena pemanasan dan penyimpanan. Jenis plastik yang digunakan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Baik jenis plastik PE maupun PP, pada umumnya memiliki hasil yang tidak jauh berbeda sehingga penggunaan plastik kedua jenis ini tidak memiliki pengaruh terhadap kenaikan derajat hijau. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke9. Pada uji lanjut Duncan di Lampiran 7 menunjukkan suhu penyimpanan 0
37
– 5 °C, 10 – 15 °C dan suhu ruang menghasilkan respon yang berbeda, sehingga masing-masing suhu penyimpanan ini berpengaruh nyata terhadap perubahan warna hijau daun. Semakin tinggi suhu, maka derajat warna hijau semakin naik, artinya kandungan warna hijau pada daun semakin sedikit. Pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C seledri dalam kemasan PP tanpa lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 0,305 setiap hari penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 10 – 15 °C, seledri dalam kemasan PP 2 lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 0,744 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, pada suhu ruang, seledri dalam kemasan PP 2 lubang memiliki nilai kenaikan derajat hijau sebesar 1,72 setiap hari penyimpanan. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu, maka laju kenaikan derajat hijau daun semakin besar. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna hijau menjadi hijau pudar, kemudian menjadi kecoklatan. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan derajat hijau merupakan indikasi terjadinya penurunan mutu seledri selama penyimpanan. Adanya perubahan warna pada seledri disebabkan karena terdegradasinya klorofil atau perombakan klorofil selama penyimpanan. Menurut Budi dan Bambang (1995), hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning hingga merah (karotenoid). Temperatur penyimpanan yang lebih tinggi dapat mempercepat kehilangan warna hijau ada sayuran. Menurut Fahn (1991), klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan. Klorofil terletak dalam badan-badan plastid yang disebut kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur. Klorofil berikatan erat dengan lipid, protein dan lipoprotein. Molekul-molekul ini terikat dengan ikatan monolayer. Lipid terikat karena afinitas fitol, sedangkan protein terikat karen afinitas cincin planar porfirin yang hidrofobik. Warna hijau daun pada tanaman pada umumnya adalah klorofil a dan b. Pigmen – pigmen tanaman hijau biasanya dijumpai dalam plastid serta dalam vakuola. Warna hijau ditimbulkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Dalam plastid yang sama juga dijumpai karotenoid, yaitu pigmen kuning sampai merah, tetapi ditutupi oleh klorofil. Karotenoid akan tampak
38
bila hanya terdapat sedikit atau tidak ada klorofil sama sekali, seperti halnya yang terdapat dalam kromoplas (Fahn, 1991). Oleh karena itu, kenaikan derajat hijau daun atau penurunan kandungan warna hijau pada daun ditandai dengan munculnya warna kuning kecoklatan.
Gambar 18. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Berdasarkan Gambar 18, hasil pengukuran derajat hijau pada seledri didapatkan nilai yang berkisar -24,67 sampai -16,22. Nilai derajat hijau terbesar adalah seledri yang dikemas dengan PP tanpa lubang dengan ratarata derajat hijau -18,27 dengan laju kenaikan terkecil yaitu sebesar 0,380. Sementara itu, nilai derajat hijau terkecil adalah seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang sebesar -18,09 dengan laju kenaikan terbesar yaitu 0,638. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Desain kemasan yang paling panjang umur simpannya pada suhu 0 – 5 °C adalah seledri yang dikemas dengan perlakuan tanpa lubang berjenis plastik PP karena mampu mempertahankan kualitas seledri sampai hari ke-25. Selain itu, seledri yang dikemas dengan plastik PE tanpa lubang dapat mempertahankan seledri selama 24 hari. Sedangkan dengan kondisi atmosfer lainnya didapatkan hasil yang berkisar antara 16 – 22 hari. Setelah hari tersebut, seledri tidak dapat diukur dalam derajat hijau karena telah rusak. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4.
39
Gambar 19. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Pada Gambar 19 perubahan derajat hijau seledri berkisar antara 24,665 sampai -16,025. Derajat hijau seledri terkecil adalah seledri yang disimpan dalam kemasan PE 8 lubang dengan rata-rata sebesar -18,86 dan laju kenaikan sebesar 0,177. Sementara itu, derajat hijau seledri terbesar adalah seledri yang disimpan dalam kemasan PP 2 lubang dengan rata-rata sebesar -19,57 dan laju kenaikan terkecil, yaitu sebesar 0,140 setiap hari penyimpanan. Pada suhu 10 – 15 °C, semua perlakuan memiliki umur simpan yang berkisar antara 7 – 9 hari penyimpanan. Pada hari ke-8, seledri yang dikemas dalam kondisi atmosfer PE dan PP vakum telah rusak sehingga derajat hijau hanya dapat diukur sampai hari ke-7. Pada hari ke-9, seledri yang dikemas dalam kondisi atmosfer PE dan PP 8 lubang mengalami kerusakan. Sementara itu, umur simpan yang paling panjang adalah seledri yang dikemas dengan 2 dan 4 lubang (jenis PE maupun PP) mampu mempertahankan seledri sampai pada hari ke-9 dan baru mengalami kerusakan pada hari ke-10. Tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Desain kemasan terbaik dalam penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C adalah dengan perlakuan 2 dan 4 lubang, baik menggunakan jenis plastik PE maupun PP.
40
Gambar 20. Perubahan derajat hijau seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Gambar 20. menunjukan perubahan derajat hijau pada suhu ruang berkisar antara -24,665 sampai -17,16. Derajat hijau terbesar terjadi pada seledri yang dikemas dengan jenis PP 2 lubang dengan rata-rata sebesar 19,41 dan laju kenaikan terkecil sebesar 1,72 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, derajat hijau terkecil terjadi pada seledri yang dikemas dalam PE 8 lubang dengan rata-rata sebesar -18,805 dan laju kenaikan yang paling besar daripada jenis desain kemasan lainnya, yaitu 0,341 setiap hari penyimpanan. Pada seledri yang disimpan di suhu ruang, lama penyimpanan berkisar antara 3 – 4 hari. Desain kemasan terbaik adalah dengan perlakuan 2 lubang karena dapat mempertahankan umur simpan seledri selama 4 hari. Hal ini berbanding dengan hasil perubahan derajat hijau pada suhu ruang, dimana hasil terbaik diperoleh oleh perlakuan PP 2 lubang.
b. Nilai L Nilai L merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan sayur. Semakin tinggi nilai L yang ditunjukkan oleh Chromameter maka warna seledri semakin cerah dan semakin rendah nilai L maka sebaliknya. Berdasarkan data pada Lampiran 5, diketahui pengukuran terhadap nilai L selama penyimpanan semakin meningkat. Hal ini akan berakibat pada tingkat kecerahan seledri.
41
Perubahan kecerahan dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan suhu penyimpanan. Uji ragam menunjukkan bahwa kondisi atmosfer berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-9 dan hari ke-11 sampai hari ke-19. Hasil uji ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Semakin turun nilai kecerahan, artinya seledri mendekati kerusakan karena seledri yang segar pada umumnya memiliki kecerahan. Kondisi atmosfer dapat mempengaruhi metabolisme dalam sel daun. Jenis plastik yang digunakan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Baik jenis plastik PE maupun PP, pada umumnya memiliki hasil yang tidak jauh berbeda sehingga penggunaan plastik kedua jenis ini tidak memiliki pengaruh terhadap kecerahan. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke9. Pada uji lanjut Duncan di Lampiran 9 menunjukkan suhu penyimpanan 0 – 5 °C, 10 – 15 °C dan suhu ruang menghasilkan respon yang berbeda, sehingga masing-masing suhu penyimpanan ini berpengaruh nyata terhadap perubahan kecerahan hijau daun. Semakin tinggi suhu, maka laju penurunan kecerahan semakin tinggi. Penurunan tingkat kecerahan seledri menjadi cokelat dan gelap dapat terjadi secara enzimatis yaitu dengan adanya enzim polifenol oksidase. Enzim polifenol oksidase membuat warna menjadi kecoklatan apabila ada oksigen. Hal ini disebabkan senyawa fenol dikatalisis
oleh
enzim
polifenol
oksidase
menjadi
quinon
dan
berpolimerisasi mejadi o-quinon sehingga menghasilkan warna coklat.
42
Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Grafik pada Gambar 21 menunjukkan tingkat kecerahan seledri yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C yang cenderung menurun. Desain kemasan dengan penurunan kecerahan terbesar adalah PP 8 lubang dengan laju penurunan sebesar 0,188 setiap hari penyimpanan. Desain kemasan PE vakum mampu mencegah penurunan kecerahan lebih baik daripada desain kemasan lainnya yaitu sebesar 0,056 setiap hari penyimpanan. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada suhu 0 – 5 °C, umur simpan terpanjang adalah 25 hari dengan menggunakan kemasan PP tanpa lubang. Sementara itu, dengan desain kemasan lain, seledri mampu bertahan selama 16 – 24 hari. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 22. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C 43
Pada grafik yang ditunjukkan Gambar 22, kecerahan seledri mengalami penurunan. Seledri diamati selama 7 – 9 hari penyimpanan, setelah itu seledri tidak dapat diamati karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Penurunan tertinggi adalah seledri yang disimpan di dalam kemasan PE 8 lubang dengan laju penurunan sebesar 0,640 setiap hari penyimpanan. Sementara itu, desain kemasan PP vakum mampu mencegah penurunan kecerahan lebih baik daripada desain kemasan lainnya, yaitu sebesar 0,168 setiap hari penyimpanan. Namun, seledri yang dikemas dalam PP vakum hanya dapat bertahan sampai hari ke-7.
Gambar 23. Perubahan tingkat kecerahan seledri terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Gambar 23. menunjukan grafik perubahan tingkat kecerahan seledri pada suhu ruang. Kecerahan seledri berkisar antara 41,65 sampai 35,05. Laju penurunan kecerahan berkisar antara 0,785 sampai 1,251 setiap hari penyimpanan. Penurunan kecerahan tertinggi adalah seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang dengan persamaan regresi y = -1,251x + 39,04. Hasil persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Sementara itu, desain kemasan PP tanpa lubang mampu mencegah penurunan kecerahan dengan lebih baik, tetapi dengan lama penyimpanan 3 hari. Namun, desain kemasan PP dan PE dengan 2 dan 4 lubang mampu mempertahankan umur simpan seledri lebih baik daripada desain kemasan lainnya yaitu selama 4 hari.
44
E. TRAKSI DAUN Pada penyimpanan seledri, yang diukur nilai traksinya adalah potongan daun secara vertikal dan horizontal. Ukuran rata-rata daun yang diuji adalah 0,5 cm (lebar) dan 2 cm (panjang). Tujuan dari uji traksi adalah sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada seledri, dimana semakin kecil nilai traksi daun seledri maka semakin besar tingkat kerusakannya dan tidak disukai konsumen. Adanya penyimpanan dengan pengemasan atmosfer termodifikasi dharapkan dapat mempertahankan mutu dari seledri. Bourne (1981) menjelaskan buah-buahan dan sayur-sayuran akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menurunnya kekerasan yang disimpan disebabkan oleh terdegradasinya hemiselulosa dan pektin. Pantastico (1986) melaporkan bahwa air sel yang menguap menjadikan sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Ketegaran daun dipengaruhi oleh faktor kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu penyimpanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji sidik ragam pada Lampiran 7. Kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada ketegaran daun secara vertikal pada hari ke-1 sampai hari ke-21, tetapi pada hari ke-22 kondisi atmosfer tidak berpengaruh nyata karena F hitung lebih besar daripada F tabel. Begitu juga dengan pengamatan secara horizontal, kondisi atmosfer berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-21. Menurut hasil uji lanjut Duncan, secara umum kondisi atmosfer 2 lubang memiliki nilai ketegaran yang paling baik di antara kondisi atmosfer lainnya. Sebaliknya, nilai ketegaran daun yang paling kecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan 8 lubang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak lubang maka semakin kecil pula nilai traksi yang dihasilkan. Kehilangan air yang cukup besar menjadi sebab utama nilai ketegaran daun. Pada kemasan yang berlubang, laju respirasi dan transpirasi menjadi lebih cepat, kemudian H2O yang dihasilkan juga lebih banyak dan pada akhirnya akan menguap seiring dengan banyaknya jumlah lubang. Pada kemasan tanpa lubang, H2O tidak dapat keluar dari
45
kemasan dengan baik sehingga terkondensasi dan pada umumnya membuat daun menjadi basah dan lebih layu. Jenis plastik yang digunakan berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati secara vertikal pada hari ke-1 sampai hari ke-13 dan hari ke-16. Selain daripada itu, jenis plastik tidak berpengaruh nyata karena F hitung lebih besar daripada F tabel. Pada pengamatan secara horizontal, jenis plastik berpengaruh nyata dari hari ke-1 sampai hari ke-21. Jenis plastik PP lebih baik daripada plastik PE dalam hal permeabilitas terhadap H2O. Koefisien permeabilitas terhadap H2O pada jenis plastik PP memiliki nilai 680 mL (STP) cm cm-2 s-1 (cm Hg-1) dan jenis plastik PE memiliki nilai sebesar 800 mL (STP) cm cm-2 s-1 (cm Hg-1). H2O akan lebih cepat keluar pada jenis kemasan PE. Pertimbangan lain adalah koefisien permeabilitas terhadap O2 dan CO2 pada plastik PE lebih besar daripada plastik PP, sehingga laju respirasi akan lebih besar dan akan lebih cepat mengalami kerusakan. Menurut hasil uji lanjut Duncan, nilai ketegaran daun yang dikemas menggunakan jenis plastik PP hasilnya lebih baik daripada daun yang dikemas dengan jenis plastik PE. Pada pengamatan daun seledri secara vertikal, penggunaan suhu berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Selanjutnya, pada pengamatan daun seledri secara horizontal memiliki hasil yang sama dengan pengamatan secara vertikal, suhu berpengaruh nyata pada hari ke-1 sampai hari ke-9. Semakin tinggi suhu maka nilai traksi akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena suhu berpengaruh terhadap hilangnya H2O yang menguap.
46
Gambar 24.
Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Berdasarkan grafik pada Gambar 24, seledri yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C selama 16 – 24 hari penyimpanan, nilai traksi daun seledri secara vertikal adalah sebesar 0,045 kgf pada hari ke-0. Pada penyimpanan pada suhu ini, nilai traksi yang diperoleh berkisar antara 0,045 kgf sampai dengan 0,004 kgf. Nilai traksi selama penyimpanan mengalami penurunan. Hasil nilai traksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada penyimpanan suhu 0 – 5 °C, nilai traksi terbesar adalah seledri yang dikemas dengan PP 2 lubang dengan nilai rata-rata sebesar 0,0227 kgf dan laju penurunan sebesar 0,001 kgf setiap hari penyimpanan. Breaking point terjadi pada saat nilai traksi bernilai 0,015 kgf. Artinya, setelah nilai ini, traksi daun seledri secara vertikal mengalami sedikit penurunan karena kekuatan daun sudah melemah. Dengan kemasan PP 2 lubang yang disimpan di dalam suhu 0 – 5 °C, seledri memiliki umur simpan selama 22 hari. Sementara itu, PE 8 lubang memiliki laju penurunan terbesar yaitu 0,002 kgf dengan nilai 0,006 kgf sampai terjadinya breaking point. Nilai traksi rata-rata seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang sebesar 0,0189 kgf dengan umur simpan selama 16 hari. Desain kemasan lain memiliki penurunan nilai sebesar 0,001 kgf sampai 0,002 kgf. Persamaan regresi dari nilai traksi dapat dilihat pada Lampiran 6.
47
Gambar 25.
Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu 0 – 5 °C
Grafik pada Gambar 25 menunjukkan perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal yang cenderung menurun mulai dari 0,037 kgf sampai 0,001 kgf. Nilai traksi secara horizontal terkecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang yang memiliki rata-rata 0,011 kgf dan laju penurunannya adalah nilai terbesar jika dibandingkan dengan desain kemasan lain yaitu sebesar 0,002 kgf setiap hari penyimpanan. Semakin besar laju penurunan nilai traksi, maka kekuatan daun semakin melemah, atau dengan kata lain nilai ini menunjukkan penurunan kualitas seledri. Nilai traksi terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dengan PE 2 lubang karena memiliki nilai laju penurunan terkecil sebesar 0,001 kgf dan memiliki rata-rata 0,018 kgf yang merupakan nilai rata-rata terbesar di antara desain kemasan lainnya. Pada traksi daun secara horizontal, didapatkan nilai yang lebih kecil daripada traksi daun secara vertikal. Hal ini disebabkan karena struktur daun secara vertikal lebih kuat daripada secara horizontal.
48
Gambar 26.
Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Berdasarkan grafik pada Gambar 26, seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C laju penurunan ketegaran daun secara vertikal berkisar antara 0,003 kgf sampai 0,005 kgf. Laju penurunan berdasarkan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada penyimpanan pada suhu ini, nilai traksi yang diperoleh mulai dari 0,045 kgf, kemudian menurun sampai dengan 0,010 kgf. Hasil nilai traksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada penyimpanan suhu 10 – 15 °C, nilai traksi daun secara vertikal terbesar adalah seledri yang dikemas dengan PE 2 lubang dengan nilai rata-rata sebesar 0,0225 kgf dan laju penurunan sebesar 0,004 kgf setiap hari penyimpanan. Umur simpan seledri yang dikemas dengan PE 2 lubang dan disimpan pada suhu 0 – 5 °C adalah selama 9 hari. Laju penurunan terbesar adalah seledri yang dikemas dengan kondisi vakum, yaitu sebesar 0,005 kgf setiap hari penyimpanan. Sementara itu, nilai rata-rata traksi terkecil adalah pada daun seledri vertikal yang dikemas dengan PE 8 lubang yaitu sebesar 0,019 kgf.
49
Gambar 27.
Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu 10 – 15 °C
Berdasarkan Gambar 27, grafik menunjukkan nilai ketegaran daun yang diukur secara horizontal pada suhu 10 – 15 °C. Semakin lama umur simpan seledri, maka nilai ketegaran daun akan semakin kecil. Laju penurunan ketegaran daun yang diukur secara horizontal pada suhu 10 – 15 °C berkisar antara 0,003 kgf sampai dengan 0,005 kgf. Nilai rata-rata traksi terbesar didapatkan dari seledri yang dikemas dengan PP 2 lubang sebesar 0,016 kgf dan laju penurunan nilai ketegaran yang paling kecil jika dibandingkan dengan desain kemasan lainnya yaitu sebesar 0,003 kgf. Sementara itu, nilai rata-rata ketegaran daun terkecil adalah seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang yaitu sebesar 0,012 kgf dan laju penurunan sebesar 0,004 kgf.
50
Gambar 28.
Perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Grafik pada Gambar 28 menunjukkan perubahan nilai ketegaran daun secara vertikal pada suhu ruang. Nilai ketegaran daun menurun mulai dari 0,045 kgf sampai dengan 0,014 kgf. Nilai breaking point masing-masing perlakuan berkisar antara 0,018 kgf sampai 0,025 kgf. Nilai traksi secara vertikal terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dengan PP 2 lubang yang memiliki nilai rata-rata sebesar 0,025 kgf dan memiliki laju penurunan terkecil yaitu 0,003 kgf setiap hari penyimpanan. Sementara itu, nilai ketegaran daun secara vertikal pada suhu ruang adalah seledri yang dikemas dengan PE vakum yang memiliki rata-rata 0,022 kgf dan memiliki laju penurunan terbesar yaitu 0,005 kgf. Laju penurunan dapat mengindikasikan penurunan kualitas daun seledri. Seledri diamati sampai pada hari ke-3 dan 4, karena setelah itu daun seledri telah layu dan rusak. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4.
51
Gambar 29.
Perubahan nilai ketegaran daun secara horizontal terhadap lama penyimpanan pada suhu ruang
Berdasarkan Gambar 29, grafik menunjukkan nilai ketegaran daun seledri yang diukur secara horizontal pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan sampai pada hari ke-3 dan 4, karena setelah itu seledri sudah sangat rusak. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada pengamatan dengan daun yang dipotong horizontal, didapatkan laju penurunan yang berkisar antara 0,003 kgf sampai dengan 0,005 kgf. Nilai rata-rata terbesar diperoleh dari seledri yang dikemas dalam PP 2 lubang yaitu sebesar 0,019 kgf. Sementara itu, nilai rata-rata terkecil diperoleh dari seledri yang dikemas dengan PE 8 lubang yaitu sebesar 0,015 kgf.
F. TOTAL MIKROBA (TOTAL PLATE COUNT) Hasil analisis nilai TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba seledri yang diuji pada hari ke-0 memiliki nilai 315 x 10-1 koloni/gram dan 336 x 10-1 koloni/gram. Uji total mikroba dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-12 untuk mengetahui peningkatan mikroba dalam kurun waktu tersebut sehingga keamanan pangan dapat terjamin. Uji total mikroba dilakukan pada hari ke-12 karena merupakan nilai tengah dari lamanya penyimpanan. Pada Tabel 7, seledri yang dikemas dengan berbagai desain kemasan pada suhu 0 – 5 °C menunjukkan hasil total koloni mikroba yang cukup besar. Menurut SNI (1995), batas maksimum jumlah mikroba dalam sayuran untuk konsumsi 52
manusia sampai 105 koloni per gram produk. Untuk dapat menekan tingginya total mikroba, perlu dilakukan penanganan pasca panen yang tepat terutama pada saat perlakuan desinfektasi seledri.
Tabel 7. Hasil Total Koloni Mikroba No.
Hari ke-
Kondisi Atmosfer
1
0
Bahan segar
Jenis Plastik
PE 2
12
Vacuum PP PE
3
12
Tanpa Lubang PP PE
4
12
2 Lubang PP PE
5
12
4 Lubang PP PE
6
12
8 Lubang PP
Ulangan
Pengenceran 10-1
10-2
10-3
1
315
102
21
2
336
112
22
1
TBUD
212 X 4
116 X 4
2
TBUD
238 X 4
104 X 4
1
TBUD
220 x 4
358
2
TBUD
237 x 4
340
1
TBUD
192 X 4
85X4
2
TBUD
198 X 4
231
1
263 x 4
280 x 4
373
2
265 x 4
260 x 4
97 x 4
1
TBUD
234 x 4
103 x 4
2
TBUD
241 x 4
114 x 4
1
TBUD
315 x 4
147 x 4
2
TBUD
333 x 4
153 x 4
1
TBUD
471 x 4
236 x 4
2
TBUD
435 x 4
315 x 4
1
TBUD
TBUD
317 x 4
2
TBUD
TBUD
332 x 4
1
TBUD
TBUD
TBUD
2
TBUD
TBUD
TBUD
1
TBUD
TBUD
TBUD
2
TBUD
TBUD
TBUD
Selama penyimpanan, seledri menunjukkan peningkatan nilai TPC. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Peningkatan nilai TPC ini berarti total mikroba seledri mengalami peningkatan seiring lamanya penyimpanan. Peningkatan total mikroba seledri selama penyimpanan disebabkan oleh faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba. Purnomo (1995) menjelaskan bahwa faktor-faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
53
antara lain suplai zat gizi, waktu, air dan water activity (aw), pH, RH, suhu, oksigen, serta mineral. Menurut Fardiaz (1989), pengaruh suhu rendah mempengaruhi aktivitas enzim yang mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Permeabilitas uap air PP sebesar 680 mL (STP) cm cm-2 s-1 (cm Hg1
), nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan permeabilitas uap air plastik
PE yaitu sebesar 800 mL (STP) cm cm-2 s-1 (cm Hg-1) (Robertson, 1993). Oleh karena itu, kemasan PP mampu menahan laju masuknya uap air lebih baik daripada kemasan PE. Sedikitnya konsentrasi uap air yang dapat masuk ke produk pangan maka sedikit pula faktor yang mampu mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dalam aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisma mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw = 0.90; khamir aw = 0.80 – 0.90; kapang aw = 0.60 – 0.70 (Tahnidarto, 1989) Pada saat pengamatan, terdapat uap air yang merupakan hasil samping respirasi. Kondensasi disebabkan oleh suhu penyimpanan yang cukup rendah. Uap air akan menyebabkan seledri mudah ditumbuhi mikroorganisme. Selain itu, seledri yang dikemas dalam waktu tertentu mengeluarkan bau menyengat dan hal ini merupakan indikasi adanya mikroba.
G. UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji kesukaan terhadap seledri yang dikemas dengan beberapa perlakuan. Dalam uji ini disertakan 30 orang panelis untuk memberikan tanggapannya terhadap tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap warna, aroma, tekstur, kesegaran dan penilaian umum terhadap seledri yang dikemas. Skala organoleptik yang digunakan yaitu 5 skala numerik. Nilai 5 untuk sangat suka, 4 untuk suka, 3 untuk netral, 2 untuk tidak suka, dan 1 untuk sangat tidak suka. Uji
54
organoleptik terhadap seledri terkemas dilakukan setiap 6 hari sekali selama 25 hari penyimpanan. Dalam penilaian uji organoleptik, nilai 3 dijadikan sebagai batas penerimaan konsumen terhadap seledri terkemas karena berada di nilai tengah (netral).
1. WARNA Dalam pengemasan penyimpanan bahan pangan, khususnya seledri, warna menjadi salah satu indikator yang penting. Hal ini dikarenakan warna menjadi indikator awal konsumen dalam memilih seledri. Hasil uji organoleptik terhadap warna pada seledri dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Hasil uji organoleptik warna selama penyimpanan Kondisi atmosfer
Jenis Plastik PE
Vakum PP
PE Tanpa Lubang PP
PE 2 lubang PP
PE 4 lubang PP
PE 8 lubang PP
Hari ke-6
Hari ke-12
Hari ke-18
Suhu °C
Median
Modus
Median
Modus
Median
Modus
5
4
4
3
3
2,5
3
15
2
2
5
4
4
3,5
4
3
3
15
2
2 3
3
3
4
4
3
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
3
3
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
2
2
5
4
4
15
2
2
Hari ke-24 Median
Modus
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3,5
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap warna dari seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C dan 10 – 15 °C. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri
55
memiliki umur simpan sampai hari ke-25 dan pada suhu 10 – 15 °C seledri memiliki umur simpan sampai hari ke-9. Seledri pada suhu ruang tidak dapat diujikan karena mengalami kerusakan pada hari ke-5. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada hari ke-6, uji organoleptik warna seledri dengan semua desain kemasan yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C, penilaian panelis cenderung suka karena berada pada nilai 4. Oleh karena itu, semua desain kemasan yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C masih dapat diterima panelis karena berada di atas batas penerimaan panelis. Batas penerimaan panelis bernilai 3, karena berada pada nilai tengah (netral). Pada hari ke-6, uji organoleptik warna seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C , panelis menunjukkan kecenderungan ke arah tidak suka karena berada pada nilai 2. Nilai ini berada di bawah batas penerimaan panelis. Oleh karena itu, warna seledri yang disimpan pada hari ke-6 dan suhu 10 – 15 °C, tidak dapat diterima panelis. Warna seledri yang disukai panelis adalah warna hijau daun yang segar. Selama penyimpanan, penurunan mutu seledri dapat dilihat dari perubahan warna yaitu menjadi kuning kecoklatan. Hasil analisa KruskalWallis pada hari ke-6 menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, maka perlakuan kemasan mempengaruhi warna seledri pada hari ke-6. Semakin banyak jumlah lubang maka akan mempegaruhi perubahan warna dari seledri. Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-12. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji karena sudah rusak. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada seluruh desain kemasan, warna seledri masih dapat diterima konsumen karena berada diatas penerimaan panelis. Seledri yang dikemas dengan PP tanpa lubang menjadi seledri yang lebih disukai panelis dalam parameter warna karena berada pada nilai 4, yaitu suka. Sementara itu, seledri yang dikemas dengan desain kemasan lainnya berada pada nilai netral.
56
Warna seledri yang disukai panelis adalah warna hijau daun yang segar. Penurunan mutu seledri dapat dilihat dari perubahan warna yaitu menjadi kuning kecoklatan. Pada hari ke-12, analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,008. Nilai ini kurang dari 0,05, sehingga desain kemasan berpengaruh nyata terhadap respon. Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-18. Desain kemasan PE dan PP 8 lubang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Warna seledri dalam berbagai desain kemasan masih dapat diterima panelis karena berada di nilai tengah 3. Pengecualian terjadi pada seledri yang dikemas di dalam PE vakum karena berada pada nilai 2,5 yaitu kecenderungan netral – tidak suka. Analisa Kruskal-Wallis pada hari ke-18 menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, sehingga desain kemasan berpengaruh nyata terhadap respon. Kondisi atmosfer dan jenis plastik yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi warna seledri. Jenis plastik PP lebih kecil daripada PE dalam hal permeabilitas terhadap O2 sehingga laju respirasi dan metabolisme lainnya yang dapat menyebabkan perombakan klorofil dapat lebih dihambat. Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-24. Seledri yang diujikan adalah seledri yang dikemas dalam kemasan tanpa lubang. Seledri yang dikemas dengan desain lainnya tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan. Tandatanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Warna seledri tidak dapat diterima panelis karena berada di nilai 2. Sementara batas penerimaan panelis berada pada nilai 3. Pada hari ke-24, warna hijau daun lebih banyak digantikan oleh warna kuning kecoklatan. Analisa Kruskal-Wallis pada hari ke-24 menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,285. Nilai ini lebih besar dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon.
57
2. AROMA Dalam pengemasan penyimpanan bahan pangan, khususnya seledri, aroma menjadi salah satu indikator yang penting. Hal ini dikarenakan aroma menjadi indikator awal konsumen dalam memilih seledri. Hasil uji organoleptik terhadap aroma pada seledri dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma selama penyimpanan Kondisi atmosfer
Jenis Plastik
PE Vakum PP PE
Tanpa Lubang
PP PE
2 lubang PP PE 4 lubang PP PE 8 lubang PP
Suhu
Hari ke-6
Hari ke-12
Hari ke-18
°C
Median
Modus
Median
Modus
Median
Modus
5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15
3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2
3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
3
3
3
Hari ke-24 Median
Modus
2
1
1
2
2
1
1
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap aroma seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C dan 10 – 15 °C. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri memiliki umur simpan sampai hari ke-25 dan pada suhu 10 – 15 °C seledri memiliki umur simpan sampai hari ke-9. Seledri pada suhu ruang tidak dapat diujikan karena mengalami kerusakan pada hari ke-5. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada uji organoleptik aroma seledri terkemas, penilaian panelis terhadap seledri yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C memperlihatkan nilai netral. Seledri yang dikemas pada semua desain kemasan masih dapat diterima karena berada pada batas penerimaan panelis yaitu bernilai 3. Sementara itu pada suhu 10 –
58
15 °C, seledri yang dikemas dengan semua desain kemasan tidak dapat diterima karena berada pada nilai 2, yaitu tidak suka. Batas penerimaan panelis berada pada nilai 3 yaitu netral. Aroma seledri yang disukai panelis adalah aroma khas seledri yang segar. Selama penyimpanan, penurunan mutu aroma seledri dapat tercium dari perubahan aroma yaitu menjadi bau busuk. Pada hari ke-6, hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, maka perlakuan kemasan mempengaruhi warna seledri pada hari ke-6. Semakin banyak jumlah lubang maka akan seledri semakin cepat menuju kerusakan. Seledri yang mendekati kerusakan juga dapat ditandai dengan perubahan aroma. Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-12. Pada suhu ini, seledri dapat bertahan selama 16 – 25 hari penyimpanan. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji karena sudah rusak. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Aroma seledri pada hari ke-12 masih diterima panelis karena berada di nilai netral. Aroma yang disukai panelis adalah aroma khas seledri yang segar. Penurunan mutu aroma dapat dirasakan dengan terciumnya warna asam atau busuk yang dihasilkan. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,904. Nilai ini lebih dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-18. Desain kemasan PE dan PP 8 lubang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Aroma seledri sudah tidak dapat diterima panelis karena berada pada nilai 2, sementara batas penerimaan adalah 3. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant lebih dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-24. Seledri yang diujikan adalah seledri yang dikemas dalam kemasan tanpa lubang. Seledri yang dikemas dengan desain lainnya
59
tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Aroma seledri pada hari ke-24 tidak dapat diterima karena berada di bawah batas penerimaan. Semakin lama penyimpanan, maka akan terjadi penurunan mutu, salah satunya adalah perubahan aroma. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,545. Nilai ini lebih besar dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon.
3. TEKSTUR Dalam pengemasan penyimpanan bahan pangan, khususnya seledri, tekstur menjadi salah satu indikator yang penting. Hal ini dikarenakan tekstur menjadi indikator awal konsumen dalam memilih seledri. Hasil uji organoleptik terhadap tekstur pada seledri dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Hasil uji organoleptik terhadap parameter tekstur selama penyimpanan Kondisi atmosfer
Jenis Plastik PE
Vakum PP
Tanpa Lubang
PE PP PE
2 lubang PP PE 4 lubang PP PE 8 lubang PP
Hari ke-6
Hari ke-12
Hari ke-18
Suhu °C
Median
Modus
Median
Modus
Median
Modus
5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15
4 1 4 1,5 4 1,5 4 2 4 2 4 2 4 1,5 4 2 4 1 4 1,5
4 1 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 1 4 2
3
3
1
1
3
3
2
1
3
3
2
3
3
3
Hari ke-24 Median
Modus
2
1
1
2
2
1
1
3
2
2
3
3
2
2
3
3
1
1
3
3
1
1
3
3
3
3
Tabel 10 menunjukkan penilaian panelis terhadap tekstur seledri terkemas pada suhu 10 – 15 °C dan 10 – 15 °C. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri
60
memiliki umur simpan sampai hari ke-25 dan pada suhu 10 – 15 °C seledri memiliki umur simpan sampai hari ke-9. Seledri pada suhu ruang tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan pada hari ke-4 dan hari ke-5. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Tekstur seledri yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C pada hari ke-6 dapat diterima oleh panelis karena berada pada nilai 4, yaitu suka. Tekstur seledri masih dapat diterima karena berada diatas penerimaan panelis. Sementara itu, tekstur seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C pada hari ke-6 tidak dapat diterima oleh panelis karena berada di bawah batas penerimaan. Hal ini dikarenakan penampakan fisik terutama tekstur seledri pada suhu 10 – 15 °C jauh dari segar dan sudah hampir mendekati kerusakan. Tekstur seledri yang disukai panelis yaitu daun bertekstur kuat, utuh (tidak bolong atau mudah robek) dan batang tegak berisi (tidak kisut). Selama penyimpanan, penurunan mutu tekstur seledri dapat dilihat dari perubahan tekstur yaitu daun menjadi lemah dan batang kisut sehingga tidak tegak. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, maka perlakuan kemasan mempengaruhi tekstur seledri pada hari ke6. Kemasan dapat melindungi seledri dengan baik dan memiliki respon yang berbeda-beda pada setiap perlakuannya. Faktor yang mempengaruhi tekstur adalah kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu. Interaksi dari ketiga faktor ini secara langsung mempengaruhi laju metabolisme seledri sehingga respon dari setiap perlakuannya berbeda. Tabel 10 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-12. Seledri yang dikemas pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang telah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat diikutsertakan pada uji organoleptik ini. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri dapat bertahan selama 16 – 25 hari penyimpanan, tergantung dari kondisi atmosfer dan jenis plastik yang digunakan. Tekstur seledri pada hari ke-12 masih dapat diterima panelis karena berada dalam batas penerimaan. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,398. Nilai ini lebih dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon.
61
Tabel 10 menunjukkan penilaian panelis terhadap seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-18. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji dikarenakan telah mengalami kerusakan. Sementara itu, pada suhu 0 – 5 °C desain kemasan PE dan PP 8 lubang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Tekstur seledri sudah tidak dapat diterima panelis karena berada pada nilai 1 dan 2, yaitu sangat tidak suka dan tidak suka. Sementara itu, nilai batas penerimaan panelis adalah 3, yaitu netral. Tidak ada panelis yang menyatakan suka atau sangat suka terhadap tekstur seledri pada hari ke-18. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, sehingga desain kemasan berpengaruh nyata terhadap respon. Kondisi atmosfer dan jenis plastik yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi tekstur seledri karena dapat mempengaruhi laju metabolisme yang menyebabkan perubahan pada sel. Pada hari ke-24, seledri yang diujikan adalah seledri yang dikemas dalam kemasan tanpa lubang. Seledri yang dikemas dengan desain lainnya tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan. Selain itu, seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Tekstur seledri pada hari ke-24 tidak dapat diterima oleh panelis karena berada di nilai 1. Sebanyak 85,00 % panelis menyatakan sangat tidak suka pada tekstur seledri dan sebanyak 15,00 % panelis menyatakan tidak suka pada tekstur seledri. Pada hari ke-24, tekstur seledri yang dikemas dalam plastik tanpa lubang memiliki ciri-ciri mendekati kerusakan, yaitu daun lebih lemas dan batang kisut mendekati lembek. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,720. Nilai ini lebih besar dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap respon.
4. KESEGARAN Dalam pengemasan penyimpanan bahan pangan, khususnya seledri, kesegaran menjadi salah satu indikator yang penting. Hal ini dikarenakan
62
kesegaran menjadi indikator awal konsumen dalam memilih seledri. Hasil uji organoleptik terhadap kesegaran pada seledri dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil uji organoleptik terhadap parameter kesegaran selama penyimpanan Kondisi atmosfer
Jenis Plastik PE
Vakum PP
Tanpa Lubang
PE PP PE
2 lubang PP PE 4 lubang PP PE 8 lubang PP
Hari ke-6
Hari ke-12
Hari ke-18
Suhu °C
Median
Modus
Median
Modus
Median
Modus
5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15
4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 1,5 4 1,5 4 1 4 1
4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 1 4 1 4 1 4 1
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
Hari ke-24 Median
Modus
3
1,5
1
3
3
1
1
3
2
2
3
3
2,5
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
Tabel 11 menunjukkan penilaian panelis terhadap kesegaran seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C dan 10 – 15 °C. Pada suhu 0 – 5 °C, seledri memiliki umur simpan antara 16 – 25 hari. Pada suhu 10 – 15 °C seledri memiliki umur simpan antara 7 – 9 hari. Pada uji organoleptik terhadap kesegaran, seledri pada suhu ruang tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan pada hari ke-4 dan hari ke-5. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Kesegaran seledri pada hari ke-6 yang disimpan pada suhu 0 – 5 °C berada pada nilai 4 yaitu suka. Oleh karena itu, seledri tersebut dapat diterima karena berada diatas batas penerimaan panelis. Sementara itu, seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C tidak dapat diterima oleh panelis karena berada pada nilai 1 dan 2, yaitu sangat tidak suka dan suka. Hal ini dikarenakan kesegaran seledri sudah menurun pada suhu 10 – 15 °C dan sudah hampir mendekati kerusakan. 63
Kesegaran seledri yang disukai panelis meliputi warna daun hijau dan struktur daun serta batang yang kuat. Penurunan kesegaran berbanding lurus dengan lamanya penyimpanan. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, maka perlakuan kemasan berpengaruh nyata terhadap kesegaran seledri pada hari ke-6. Faktor yang mempengaruhi kesegaran adalah kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu. Semakin banyak lubang di dalam kemasan, maka kesegaran menurun. Jenis plastik PP ternyata dapat lebih baik mempertahankan kesegaran daripada jenis plastik PE. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat seledri rusak sehingga laju penurunan kesegaran semakin tinggi. Pada hari ke-12, seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kesegaran seledri pada hari ke-12 secara umum masih dapat diterima oleh panelis karena berada pada nilai batas penerimaan. Kesegaran seledri yang disukai panelis meliputi warna daun hijau dan struktur daun serta batang yang kuat. Pada Lampiran 9, hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,980 dan nilai ini lebih dari 0,05, maka perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kesegaran seledri pada hari ke-12. Tabel 11 menunjukkan penilaian panelis terhadap kesegaran seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-18. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji dikarenakan telah mengalami kerusakan. Sementara itu, pada suhu 0 – 5 °C desain kemasan PE dan PP 8 lubang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Kesegaran seledri dalam kemasan tanpa lubang baik PE maupun PP dapat diterima panelis karena berada pada nilai 3. Sementara itu dengan desain kemasan lainnya tidak dapat diterima karena berada di bawah batas penerimaan. Tidak ada panelis yang menyatakan sangat suka atau sangat tidak suka terhadap kesegaran seledri pada hari ke-18. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kesegaran seledri pada hari ke-18 kurang dari 0,05, sehingga desain
64
kemasan berpengaruh nyata terhadap kesegaran seledri. Faktor yang mempengaruhi kesegaran adalah kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu. Semakin banyak lubang di dalam kemasan, maka kesegaran menurun. Jenis plastik PP ternyata dapat lebih baik mempertahankan kesegaran daripada jenis plastik PE. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat seledri rusak sehingga laju penurunan kesegaran semakin tinggi. Tabel 11 menunjukkan penilaian panelis terhadap kesegaran seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-24. Seledri yang diujikan adalah seledri yang dikemas dalam kemasan tanpa lubang. Seledri yang dikemas dengan desain lainnya tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan. Kesegaran seledri pada hari ke-24 tidak dapat diterima oleh panelis karena berada di nilai 1. Sebanyak 46,67 % panelis menyatakan sangat tidak suka pada kesegaran seledri dan sebanyak 53,33 % panelis menyatakan tidak suka pada kesegaran seledri. Pada hari ke-24, kesegaran seledri yang dikemas dalam plastik tanpa lubang memiliki ciri-ciri mendekati kerusakan sehingga jauh dari penampakan
segar.
Pada
Lampiran
8,
hasil
analisa
Kruskal-Wallis
menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,608. Nilai ini lebih besar dari 0,05, sehingga pada hari ke-24 desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kesegaran seledri.
5. PENERIMAAN UMUM Dalam pengemasan penyimpanan bahan pangan, khususnya seledri, penerimaan umum menjadi salah satu indikator yang penting. Hasil uji organoleptik terhadap penerimaan umum pada seledri dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan penilaian panelis terhadap penerimaan umum seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C dan 10 – 15 °C. Pada uji organoleptik terhadap penerimaan umum, seledri pada suhu ruang tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan pada hari ke-4 dan hari ke-5. Tanda-tanda kerusakan pada seledri dapat dilihat pada Lampiran 4.
65
Tabel 12. Hasil uji organoleptik terhadap parameter kesegaran selama penyimpanan Kondisi atmosfer
Jenis Plastik PE
Vakum PP
Tanpa Lubang
PE PP PE
2 lubang PP PE 4 lubang PP PE 8 lubang PP
Hari ke-6
Hari ke-12
Hari ke-18
Suhu °C
Median
Modus
Median
Modus
Median
Modus
5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15 5 15
3 2 4 2 3 2 3 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2
4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
3
3
3
Hari ke-24 Median
Modus
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
Penerimaan umum seledri pada suhu 0 – 5 °C dapat diterima karena berada pada nilai 4, yaitu suka. Sementara itu, penerimaan umum seledri pada suhu 10 – 15 °C tidak dapat diterima karena berada di bawah batas penerimaan panelis, yaitu 3. Sebanyak 6,83 % panelis menyatakan sangat suka dan 22,67 % menyatakan suka. Keseluruhan nilai sangat suka dan suka ini merupakan pilihan panelis terhadap penerimaan umum seledri yang dikemas dan disimpan pada suhu 0 – 5 °C. Sementara itu, nilai tidak suka sebesar 31,50 % dan sangat tidak suka sebesar 12,67 %. Nilai tidak suka dan sangat tidak suka merupakan pilihan panelis terhadap penerimaan umum seledri yang dikemas dan disimpan pada suhu 10 – 15 °C. Hal ini dikarenakan kualitas dan penampakan fisik seledri sudah menurun pada suhu 10 – 15 °C jauh dan sudah hampir mendekati kerusakan. Penurunan mutu seledri berbanding lurus dengan lamanya penyimpanan. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant kurang dari 0,05, maka perlakuan kemasan berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum seledri pada hari ke-6. Penerimaan umum seledri meliputi penampakan visual. Faktor yang mempengaruhi penampakan visual seledri
66
adalah kondisi atmosfer, jenis plastik dan suhu. Semakin banyak lubang di dalam kemasan, maka mutu seledri menurun. Seledri yang dikemas dengan jenis plastik PP lebih banyak disukai panelis daripada seledri yang dikemas dengan jenis plastik PE. Semakin tinggi suhu, maka laju penurunan mutu seledri juga semakin cepat sehingga penampakan visual seledri pada suhu yang tinggi pada umumnya tidak disukai panelis. Tabel 12 menunjukkan penilaian panelis terhadap penerimaan umum seledri yang terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-12. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kesegaran seledri pada hari ke-12 secara umum masih dapat diterima oleh panelis karena berada pada nilai batas penerimaan, yaitu 3. Sebanyak 59,00 % panelis menyatakan netral terhadap kesegaran seledri yang terkemas di dalam suhu 5 °C pada hari ke-12. Pada Lampiran 9, hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,934 dan nilai ini lebih dari 0,05, maka perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum seledri pada hari ke-12. Tabel 12 menunjukkan penilaian panelis terhadap penerimaan umum seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-18. Seledri yang disimpan pada suhu 10 – 15 °C dan suhu ruang tidak dapat diuji dikarenakan telah mengalami kerusakan. Pada suhu 0 – 5 °C desain kemasan PE dan PP 8 lubang tidak dapat diuji karena telah mengalami kerusakan. Tanda-tanda kerusakan seledri dapat dilihat pada Lampiran 4. Kesegaran seledri tidak dapat diterima panelis karena berada pada nilai 2. Sebanyak 34,58 % panelis menyatakan netral terhadap penerimaan umum seledri yang telah disimpan 18 hari. Sebanyak 54,17 % panelis menyatakan tidak suka terhadap penerimaan umum seledri pada hari ke-18. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,953 atau lebih dari 0,05, sehingga desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum. Tabel 12 menunjukkan penilaian panelis terhadap penerimaan umum seledri terkemas pada suhu 0 – 5 °C di hari ke-24. Seledri yang diujikan adalah seledri yang dikemas dalam kemasan tanpa lubang. Seledri yang dikemas
67
dengan desain lainnya tidak dapat diujikan karena telah mengalami kerusakan. Penerimaan umum seledri pada hari ke-24 tidak dapat diterima oleh panelis karena berada di nilai 1. Sebanyak 46,67 % panelis menyatakan sangat tidak suka pada penerimaan umum seledri dan sebanyak 53,33 % panelis menyatakan tidak suka pada penerimaan umum seledri. Pada hari ke-24, penerimaan umum seledri yang dikemas dalam plastik tanpa lubang memiliki ciri-ciri mendekati kerusakan sehingga jauh dari penampakan segar atau seledri sudah tidak sesuai dengan harapan panelis. Hasil analisa Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai asymptot significant sebesar 0,608. Nilai ini lebih besar dari 0,05, sehingga pada hari ke-24 desain kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum seledri.
H. PEMBAHASAN UMUM Pengemasan atmosfer termodifikasi pada seledri berguna untuk mempertahankan kualitas seledri sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Seiring dengan lamanya penyimpanan, seledri mengalami penurunan mutu. Parameter yang dapat diuji untuk melihat penurunan mutu adalah susut bobot, kadar air, tingkat kerusakan, warna dan ketegaran daun. Masing-masing desain kemasan memiliki penurunan mutu yang berbeda sehingga mempunyai umur simpan yang berbeda. Data umur simpan seledri dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan umur simpan seledri yang disimpan dengan berbagai desain kemasan. Umur simpan seledri ditentukan berdasarkan penampakan fisik yaitu parameter uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, tekstur, kesegaran dan penerimaan umum. Seledri yang dikemas dengan PP tanpa lubang bersuhu 0 – 5 °C memiliki umur simpan terpanjang daripada seledri yang disimpan dengan desain kemasan lainnya. Desain kemasan tersebut mampu mempertahankan kualitas seledri sampai dengan 25 hari penyimpanan. Hal ini disebabkan karena komposisi udara dalam kemasan mampu menekan berbagai proses respirasi, transpirasi dan oksidasi yang berlangsung pada seledri.
68
Tabel 13. Umur simpan seledri pada berbagai desain kemasan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kondisi Atmosfer
Suhu
Vakum Tanpa lubang 0 – 5 °C
2 lubang 4 lubang 8 lubang Vakum Tanpa lubang
10 – 15 °C
2 lubang 4 lubang 8 lubang Vakum Tanpa lubang
suhu ruang
2 lubang 4 lubang 8 lubang
Jenis plastik PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP PE PP
Umur simpan seledri (hari) 20 21 24 25 21 22 18 19 16 17 7 7 8 8 9 9 9 9 8 8 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3
Setiap parameter uji fisik seledri memiliki keterkaitan. Pengamatan pada salah satu parameter dapat mengindikasikan apa yang terjadi pada parameter lain. Misalnya, besarnya susut bobot dipengaruhi oleh kehilangan kandungan air
seledri.
Selain
itu,
semakin
kecil
nilai
ketegaran
daun
maka
mengindikasikan seledri menuju ke arah kerusakan. Jika susut bobot meningkat berarti telah terjadi penurunan kadar air, meningkatnya tingkat kerusakan, derajat hijau, penurunan kecerahan dan mutu secara keseluruhan. 69
Ciri-ciri kerusakan pada seledri adalah perubahan warna menjadi kuning kecoklatan, perubahan aroma menjadi busuk dan batang menjadi lembek. Ciriciri kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengemasan atmosfer termodifikasi dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan seledri. Dengan adanya lubang pada kemasan, diharapkan dapat menciptakan kondisi atmosfer yang optimal. Kondisi atmosfer yang optimal dapat menekan laju respirasi, transpirasi dan oksidasi sehingga dapat mencegah penurunan mutu. Laju repirasi dapat dihambat dengan membatasi kandungan O2 di dalam kemasan. Permeabilitas plastik dan jumlah lubang dapat mempengaruhi jumlah O2 di dalam kemasan. Penempatan posisi lubang pada permukaan kemasan didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan distribusi gas di dalam kemasan lebih merata.
70