IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu gambir adalah kadar air, kadar abu, kadar katekin, kadar tanin, kadar bahan tidak larut alkohol, dan kadar bahan larut alkohol. Hasil analisis kemudian dibandingkan terhadap SNI 01-3391-2000 seperti dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir Asalan Sebagai Bahan Baku Penelitian No. Jenis Uji Satuan Contoh Uji Persyaratan Mutu 1 Mutu 2 1 Keadaan -Bentuk Pecah dan Utuh Utuh Utuh -Warna Hitam Kuning sampai Kuning kecoklatan Kecoklatan kuning kecoklatan sampai kuning kehitaman -Bau Khas Khas Khas 2 Kadar Air (b/b) % 13,89 Maks. 14 Maks. 16 3 Kadar Abu (b/b) % 3,69 Maks. 5 Maks. 5 4 Kadar Katekin (b/b) % 42,5 Min. 60 Min. 50 5 Kadar Bahan Tidak % 11,46 Maks. 7 Maks. 10 Larut Air 6 Kadar Bahan Tidak % 11,63 Maks. 12 Maks. 16 Larut Alkohol Kadar air gambir asalan yang digunakan adalah 13,89%, sedangkan kadar abu adalah 3,69%. Kadar air dan kadar abu pada gambir asalan yang digunakan masih memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia yaitu maksimum 16% untuk kadar air dan 5% untuk kadar abu. Pengujian kadar air pada gambir bertujuan untuk mengetahui umur simpan dan daya tahan gambir terhadap serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah terserang jamur (Zulnely et al., 1994). Kadar abu menunjukkan kandungan unsur-unsur mineral dalam bahan yang diperoleh sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar hingga bebas karbon. Menurut Soebito (1988), abu adalah komponen yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2009), penggunaan air perebusan berulang dan cairan sisa penirisan untuk perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukan mutu gambir yang semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Kandungan katekin dalam gambir merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu gambir. Semakin tinggi kadar katekin, mutu gambir semakin baik. Dari hasil pengujian (Tabel 7) diperoleh kadar katekin pada gambir asalan yang digunakan sebesar 42,5%. Kadar katekin gambir asalan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 50% (mutu2) dan minimal 60% (mutu1). Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna tekstil dan menghasilkan warna kecoklatan (Gove dan Webster, 1966).
26
Menurut Burkill (1935), gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,46%. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan mutu I dan II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir maksimal 7% dan 10%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan dapat disebakan oleh adanya kotoran – kotoran seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang tidak terendapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang tidak larut di dalam air (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,63%. %. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI 01-3391-2000 dimana persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol gambir minimal 12% dan 16%. Menurut Sudibyo et al. (1988), kadar bahan tidak larut alkohol yang tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan gambir. Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin tinggi kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti kotoran, dinding sel daun, dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari ekstrak gambir (Agriawati, 2003).
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama ialah pewarnaan kain mori dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari gambir dengan campuran pigmen warna dari secang dan kunyit. Pewarnaan kain mori diawali dengan pembuatan larutan pewarna alami, proses pewarnaan kain mori, dan terakhir dilakukan uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan keringat. 1. Penentuan Konsentrasi Larutan Pewarna Untuk Pewarnaan Kain Penentuan konsentrasi larutan pewarna bertujuan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi larutan pewarna yang terbaik yang dapat mewarnai kain. Perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pewarna yang digunakan dalam larutan pewarna adalah 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100%. Perbandingan konsentrasi yang sama juga dilakukan dalam pembuatan larutan pewarna gambir dengan kunyit. Larutan warna yang dihasilkan kemudian akan dilakukan pengukuran terhadap nilai pH dan viskositas larutan. Pengujian nilai pH dan viskositas dimaksudkan untuk mengetahui sifat larutan warna yang digunakan untuk mewarnai kain dan melihat kesesuaian penggunaan jenis serat kain dengan sifat yang dimiliki zat warna yang digunakan (Karyana, 2005). Nilai pH dan viskositas larutan larutan warna yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
27
5,51 5,7
6 5
4,37
4,45 4,4 4,41 4,48 4,37
4,73 4,86
4 nilai pH 3 Gambir:Kunyit 2
Gambir:Secang
1 0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Gambar 15. Nilai pH Larutan Warna pada Konsentrasi Perbandingan Gambir:Secang dan Gambir:Kunyit yang Bervariasi 18
17 17
16
Viskositas (cP)
14
12
12
11
10
8
8
7
7
Gambir:Kunyit
6
Gambir:Secang 3
4 2
2
2
0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Gambar 16. Nilai Viskositas Larutan Warna pada Konsentrasi Perbandingan Gambir:Secang dan Gambir:Kunyit yang Bervariasi a. Nilai pH pada Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Nilai pH larutan warna pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai pH larutan warna pada konsentrasi gambir dengan secang 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 4,37, 4,46, 4,54, 4,98, dan 5,74. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa larutan warna gambir 100% memiliki pH yang cenderung lebih asam dibandingkan semua larutan dan nilai pH meningkat seiring penurunan konsentrasi gambir yang digunakan dalam larutan warna.
28
Dengan demikian larutan gambir 100% memiliki pH terendah yaitu 4,37 dan larutan secang 100% memiliki pH tertinggi yaitu 5,74. Secang memiliki pH berkisar 6-7 dan memiliki warna merah menyala, sedangkan warna merah muda hingga merah keunguan pada pH 3-5(Oliveira et al., 2002). Nilai pH larutan warna pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar15. Nilai pH larutan warna pada konsentrasi gambir dengan kunyit 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 4,39, 4,45, 4,52, 4,89, dan 5,37. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa larutan warna gambir 100% memiliki pH yang cenderung lebih asam dibandingkan semua larutan dan nilai pH meningkat seiring penurunan konsentrasi gambir yang digunakan dalam larutan warna. Dengan demikian larutan gambir 100% memiliki pH terendah yaitu 4,39 dan larutan kunyit 100% memiliki pH tertinggi yaitu 5,37. Kunyit merupakan indikator asam basa alami yang biasa digunakan untuk menunjukkan sifat asam atau basa suatu larutan, kunyit sendiri memiliki pH asam (Rukmana, 1994). b. Nilai Viskositas pada Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Menurut Yani (2009), viskositas adalah sifat cairan yang berhubungan dengan kemudahannya untuk mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi berupa cairan yang kental, apabila cairan dituangkan akan sukar mengalir dengan sendirinya. Viskositas larutan warna yang baik digunakan untuk mewarnai kain tidak terlalu tinggi (kental), karena larutan warna yang kental akan menghambat penyerapan warna oleh serat yang digunakan (Riawan et al., 2006). Nilai viskositas larutan warna yang digunakan dengan perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai viskositas (cP) larutan warna pada konsentrasi gambir dengan secang 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 17, 11, 8, 7, dan 2. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa larutan gambir 100% memiliki viskositas paling tinggi dan larutan secang 100% memiliki viskositas paling rendah. Viskositas larutan warna menurun seiring dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan. Viskositas larutan warna dengan perbandingan gambir dan kunyit dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai viskositas (cP) larutan warna pada konsentrasi gambir dengan kunyit 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 17, 11, 7,4, dan 2. Gambir memiliki kandungan lilin dan fixed oil (Thorpe & Whiteley, 1921) yang menyebabkan larutan gambir yang dihasilkan memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dan penurunan nilai viskositas larutan warna perbandingan gambir dan secang seiring penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan. c. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Dari tabel Anova (Lampiran 2 dan Lampiran 3) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai pH dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut yaitu hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pada semua level memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai pH dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Hasil pengujian ragam sidik diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit pada alfa 5% memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai pH dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dan kunyit pada semua level perlakuan memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Djufri et al. (1978) dalam Riawan et al (2006), pH larutan warna yang baik untuk mewarnai
29
serat selulosa tidak terlalu asam, yaitu dengan nilai pH di atas 4. Dengan demikian semua larutan yang dihasilkan baik digunakan sebagai pewarna pada serat selulosa. d. Nilai L dan C pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Kemampuan larutan dalam mewarnai kain diukur melalui nilai kecerahan warna (L*) dan ketajaman warna (C) yang dihasilkan. Diagram perbandingan nilai L* dan nilai C yang dihasilkan dari larutan pewarna dengan konsentrasi yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 17. 60 Nilai Hasil Pencelupan
50,105 50
49,27
47,23
45,56
42,18
40 30
35,44 24,45
24,52
27,21
29,86 Nilai L
20
Nilai C
10 0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Gambir : Secang Gambar 17. Diagram Nilai L* dan Nilai C Kain Hasil Pewarnaan pada Konsentrasi Perbandingan Gambir dengan Secang yang Bervariasi Nilai L* yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai L* hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan secang 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 50.105, 49.27, 47.23, 45.56, dan 42.18. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin kecil jumlah konsentrasi gambir yang digunakan maka semakin kecil nilai L* atau kecerahan yang dihasilkan. Dengan demikian konsentrasi gambir 100% (konsentrasi secang 0%) memberikan warna yang paling cerah pada kain, sedangkan konsentrasi gambir 0% (konsentrasi secang 100%) memberikan nilai L* paling rendah yang artinya warna pada kain yang dihasilkan paling tua atau gelap. Nilai C yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai C hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan secang 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 24,45, 24,52, 27,21, 29,86, dan 35,44. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai C atau ketajaman warna yang dihasilkan dari pewarnaan kain meningkat dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan, dimana pada konsentrasi gambir 100% (konsentrasi secang 0%) memiliki nilai C yang paling rendah dan pada konsentrasi secang 100% (konsentrasi gambir 0%) memiliki ketajaman warna yang paling tinggi. Pada Gambar 17 juga dapat dilihat bahwa nilai C meningkat seiring penurunan nilai L* yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Semakin tinggi nilai L* atau warna kain semakin cerah maka nilai ketajaman warna pada kain semakin rendah.
30
e. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Dari tabel Anova (Lampiran 4) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai L* dan nilai C pada kain hasil pewarnaan. Dari hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pada level gambir 75% dan secang 25% memiliki nilai kecerahan (L*) yang paling baik dalam mewarnai kain dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi. Pada level konsentrasi gambir 0% dan secang 100% memiliki nilai ketajaman warna terbaik pengaruhnya dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi gambir dan secang. Namun, pada level konsentrasi gambir 100% :secang 0% dan gambir 75% : secang 25% tidak dapat dibedakan pengaruh level perbandingan konsentrasi gambir dan secang terhadap nilai kecerahan (L*) dan ketajaman warna (C) yang dihasilkan pada kain hasil pencelupan. Menurut Luftinor (1997), semakin besar jumlah molekul zat warna dalam larutan maka akan semakin tua warna yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Secang memiliki warna yang lebih tua dibandingkan gambir sehingga kecerahan warna (nilai L*) pada kain semakin rendah dengan pertambahan konsentrasi secang yang digunakan dalam larutan pewarna. f. Derajat Hue pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Derajat Hue didapat dari arctan perbandingan nilai b dan a yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Suatu warna tidak selalu diperoleh dari satu warna saja seperti merah, kuning, hijau, atau biru saja tetapi dapat diperoleh dari kombinasi warna. Kombinasi warna dapat merupakan kombinasi dari warna-warna utama seperti merah, hijau, kuning, dan biru yang dipadukan sehingga diperoleh variasi warna-warna baru (Adrosko, 2006). Namun terdapat perbedaan warna antara hasil interpretasi bola Munsell dengan warna yang dilihat mata secara visual. Hal ini dikarenakan interpretasi warna pada Munsell hanya warna-warna utama atau warna dasar saja. Selain itu, pencampuran warna pada pewarna alami tidak menghailkan warna yang sama dengan pencampuran warna pada pewarna sintetik karena warna yang dihasilkan pada pewarna alami tidak identik ato sama cerahnya dengan pewarna sintetik. Derajat Hue yang diperoleh dari kain hasil pewarnaan dengan larutan warna gambir:secang menunjukan interpretasi warna dari merah hingga merah-ungu. Semakin tinggi konsentrasi larutan secang yang digunakan, maka interpretasi warna semakin mengarah ke warna merah-ungu. Nilai derajat Hue dan interpretasi warna dalam bola imajiner Munsell yang didapat pada kain hasil pewarnaan dapat dilihat pada Tabel 8. Penampakan kain mori hasil pewarnaan dapat dilihat pada Gambar 18 dan penampakan bola imajiner Munsell dapat dilihat pada Gambar 19. Tabel 8. Derajat Hue dan Interpretasi Warna dalam bola imajiner Munsell pada Kain Hasil Pewarnaan Konsentrasi Nilai Nilai Hue Interpretasi Gambir : Secang a* b* Warna 100% : 0% 21,63 11,398 27,79 (Kuadran I) Merah 75% : 25% 21,78 11,254 27,33 (Kuadran I) Merah 50% : 50% 24,93 10,903 23,62 (Kuadran I) Merah 25% : 75% 27,91 10,611 20,82 (Kuadran I) Merah-Ungu 0% : 100% 33,99 10,031 16,44 (Kuadran I) Merah-Ungu
31
(a)
(b) (c) (d) (e) Gambar 18. Penampakan Kain Mori Hasil Pewarnaan (a). A1(Gambir 100%), (b). A2 (Gambir 75%:Secang25%), (c). A3( Gambir 50%:Secang 50%), (d). A4 ( Gambir 25%: Secang 75%), (e). A5 (Secang 100%) g. Nilai L dan C pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Nilai L* yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai L* hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan kunyit 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25% : 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 50,11, 53,66, 55,59, 57,88, dan 58,45. Gambar 19 dapat dilihat bahwa semakin kecil jumlah konsentrasi gambir yang digunakan maka semakin besar nilai L* atau kecerahan yang dihasilkan. Maka konsentrasi gambir 100% (konsentrasi kunyit 0%) memberikan warna yang paling gelap pada kain, sedangkan konsentrasi gambir 0% (konsentrasi kunyit 100%) memberikan nilai L* paling tinggi yang artinya warna pada kain yang dihasilkan paling cerah atau terang. 70 Nilai Hasil Pencelupan
60 50,11
58,45
57,88
55,59
53,66
50 40 30
24,45
25,28
25,66
25,97
26,85
Nilai L Nilai C
20 10 0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Gambir : Kunyit Gambar 19. Diagram Nilai L* dan Nilai C Kain Hasil Pewarnaan pada Konsentrasi Perbandingan Gambir dengan Kunyit yang Bervariasi Nilai C yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai C hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan kunyit 100% : 0%, 75%: 25%, 50%:50%, 25%
32
: 75%, dan 0% : 100% masing-masing adalah 24,45, 25,58, 25,66, 25,97, dan 26,85. Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa nilai C atau ketajaman warna yang dihasilkan dari pewarnaan kain meningkat dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan, dimana pada konsentrasi gambir 100% (konsentrasi kunyit 0%) memiliki nilai C yang paling rendah dan pada konsentrasi kunyit 100% (konsentrasi gambir 0%) memiliki ketajaman warna yang paling tinggi. Pada Gambar 19 juga dapat dilihat bahwa nilai C meningkat seiring peningkatan nilai L* yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Semakin tinggi nilai L* atau warna kain semakin cerah maka nilai ketajaman warna pada kain semakin tinggi. h. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Dari tabel Anova (Lampiran 5) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai L* pada kain hasil pewarnaan. Dari hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit pada level gambir 0% dan kunyit 100% memiliki nilai kecerahan (L*) yang paling baik dalam mewarnai kain dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi. Pada level konsentrasi gambir 25% dan kunyit 75% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 50% dan kunyit 50%. Pada level konsentrasi gambir 50% dan kunyit 50% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 75% dan kunyit 25%. Pada level konsentrasi gambir 75% dan kunyit 25% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 100% dan kunyit 0%. Namun, diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit dengan nilai alfa 5% tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketajaman warna (nilai C) pada kain hasil pewarnaan. i. Derajat Hue pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Derajat Hue didapat dari arctan perbandingan nilai b dan a yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Hue merupakan satuan yang digunakan Munsell untuk menterjemahkan warna yang diperoleh dari pencampuran warna yang dilakukan. Namun terdapat perbedaan antara interpretasi warna pada bola imajiner Munsell dengan warna yang ditangkap mata secara visual (secara langsung). Hal ini dikarenakan pada bola imajiner Munsell warna diinterpretasikan ke arah warna-warna dasar seperti merah, kuning, biru, dan hijau (Adrosko, 2006). Derajat Hue yang diperoleh dari kain hasil pewarnaan dengan larutan warna gambir:kunyit menunjukan interpretasi warna merah. Nilai derajat Hue meningkat seiring peningkatan konsentrasi larutan kunyit yang digunakan. Nilai derajat Hue dan interpretasi warna dalam bola imajiner Munsell yang didapat pada kain hasil pewarnaan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pewarnaan kain mori dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 9. Derajat Hue dan Interpretasi Warna dalam Bola Imajiner Munsell pada Kain Hasil Pewarnaan Konsentrasi Nilai Nilai Interpretasi Hue Gambir : Kunyit a* b* Warna 100% : 0% 21,63 11,398 27,79 (Kuadran I) Merah 75% : 25% 22,25 12,011 28,37 (Kuadran I) Merah 50% : 50% 22,48 12,369 28,82 (Kuadran I) Merah 25% : 75% 22,67 12,661 29,18 (Kuadran I) Merah 0% : 100% 23,59 12,829 28,54 (Kuadran I) Merah
33
(a)
(b) (c) (d) (e) Gambar 20. Penampakan Kain Mori Hasil Pewarnaan (a). A1(Gambir 100%), (b). A2 (Gambir 75%:Kunyit 25%), (c). A3( Gambir 50%:Kunyit 50%), (d). A4 ( Gambir 25%: Kunyit 75%), (e). A5 (Kunyit 100%)
B A
Gambar 21. Letak Warna dalam Bola Imajiner Munsell (A). Letak Nilai Hue Pada Gambir : Secang, (B). Letak Nilai Hue Pada Gambir :Kunyit Pada Gambar 21 dapat dilihat letak derajat Hue pada bola imajiner Munsell. Panah A menunjukkan letak nilai Hue dari atas ke bawah ( ditunjukkan dengan garis orange ), yaitu dari konsenrtrasi gambir 100% sampai secang 100%. Letak Hue semakin ke bawah atau ke arah merahungu seiring peningkatan konsentrasi secang yang digunakan pada larutan warna. Panah B menunjukkan letak nilai Hue dari bawah ke atas (ditunjukkan dengan garis kuning), yaitu dari konsentrasi gambir 100% sampai kunyit 100%. Letak Hue semakin ke atas atau ke arah kuning seiring peningkatan konsentrasi kunyit yang digunakan dalam larutan warna. 2. Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian a. Evaluasi Perubahan Warna (Skala Abu-abu) Penilaian skala abu-abu dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbedaan yang sesuai dengan urutan standar perubahan warna yang digambarkan oleh grey scale (Djufri et al., 1973). Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dari kain hasil pencelupan dengan zat warna
34
Skala Perubahan Warna (Gray Scale)
gambir-secang dan gambir-kunyit menunjukkan nilai 4 - 3 pada skala abu-abu. Data hasil penelitian disajikan pada lampiran. Hasil ini menunjukkan bahwa contoh uji memiliki nilai ketahanan luntur yang baik hingga cukup. Hasil konversi nilai skala abu-abu terhadap nilai kromatisitas menunjukkan bahwa pada contoh uji terjadi perubahan warna setelah mengalami pencucian. Perbedaan warna kain sebelum dan sesudah pencucian berkisar pada nilai 1,5 hingga 3. Nilai ketahanan luntur tertinggi adalah 1,5 dengan perbedaan warna sebesar 1,5 diperoleh dari kain yang dicelup pada larutan dengan konsentrasi gambir 100%, secang 100%, dan kunyit 100%. Nilai ketahanan luntur terendah adalah 3 dengan perbedaan warna sebesar 3 diperoleh dari kain yang dicelup pada larutan dengan perbandingan konsentrasi gambir 50% dan secang 50%. Hasil data anova (Lampiran 6) pada nilai alfa 5% menunjukkan bahwa pada level perbandingan konsentrasi gambir:secang dan gambir:kunyit tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan luntur pencucian. Dengan demikian, level perbandingan konsentrasi yang diberikan memberikan nilai ketahanan luntur pencucian yang sama pada setiap kain yang dihasilkan. Penyerapan molekul zat warna ke dalam serat selulosa yang sebagian besar merupakan proses imbibisi (Luftinor, 1997). Grafik hubungan perbandingan konsentrasi larutan pewarna dengan skala abu-abu dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23. 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
4
4
100 :0
3
3
3
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Konsentrasi Gambir:Secang
Skala Perubahan Warna (Gray Scale)
Gambar 22. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Gambir:Secang dengan Skala Abu-abu 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
4
100 :0
4 3
3
3
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Konsentrasi Gambir:Kunyit Gambar 23. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Gambir:Kunyit dengan Skala Abu-abu
35
Proses imbibisi adalah berpindahnya molekul zat warna dari larutan yang konsentrasi tinggi menuju larutan dengan konsentrasi rendah, yaitu dari larutan pewarna menuju serat (Djufri et al.,1996). Semakin besar konsentrasi zat warna, maka konsentrasi zat warna dalam serat semakin tinggi, sampai terjadi kesetimbangan. Kenaikan konsentrasi hanya menyebabkan zat warna menempel pada permukaan, karena konsentrasi zat warna pada sumbu serat sudah jenuh. Dengan demikian, semakin banyak zat warna yang menempel mengakibatkan nilai tahan luntur warna semakin menurun (Sunarto, 2008). Selain proses imbibisi, pada pencelupan selulosa umumnya terbentuk ikatan hidrogen ataupun ikatan van der Waals. Gaya tarik menarik yang terjadi karena adanya gugus hidroksil pada zat warna yang dapat mengadakan ikatan hydrogen dengan serat. Serat selulosa dalam air bermuatan negatif, demikian juga zat warna alam bermuatan negatif, sehingga tidak mungkin terjadi ikatan ion (Djufri et al., 1996). Molekul-molekul zat warna dan serat mempunyai gugusan hidrokarbon yang sesuai, sehingga waktu pencelupan zat warna mampu lepas dari air dan masuk ke dalam serat selulosa. Gaya tersebut adalah gaya van der Waals yang merupakan gaya dispersi atau ikatan hidrofobik. Zat warna alam yang digunakan masuk ke dalam serat dan kemungkinan menempel pada serat tanpa adanya reaksi, sehingga daya ikatnya lemah. Kelemahan ini dapat diatasi dengan proses fiksasi menggunakan jeruk nipis. Pada penelitian konsentrasi jeruk nipis yang digunakan yaitu 1% meskipun konsentrasi zat warna yang digunakan berbeda-beda. Menurut SNI 105-2010, ketahanan luntur, semakin tinggi nilai ketahanan luntur maka kualitas kain hasil pencelupan semakin baik. Oleh sebab itu, berdasarkan nilai hasil ketahanan luntur, secang 100% memiliki nilai ketahanan luntur terbaik. b. Evaluasi Penodaan (Skala Penodaan) Evaluasi ketahanan luntur terhadap pencucian memerlukan evaluasi terhadap kain pelapis putih yang dicuci bersama dengan kain berwarna. Skala penodaan pada poliester menunjukkan nilai 4,5 sampai 5, sedangkan pada kain kapas berkisar 3,5 hingga 4,5. Hasil konversi skala penodaan terhadap nilai kromatisitas menunjukkan bahwa contoh uji terdapat perbedaan warna kain poliester sebelum dan sesudah pencucian berkisar pada nilai 0 – 4, sedangkan pada kain kapas sebesar 2 – 5,6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa contoh uji memberikan penodaan cukup baik hingga baik pada kain kapas dan baik hingga baik sekali pada kain poliester. Grafik hubungan level perbandingan konsentrasi larutan pewarna dengan evaluasi penodaan dapat dilihat pada Gambar 24 dan Gambar 25.
36
Skala Penodaan
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Gambir : Secang Gambir : Kunyit
100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambar 24. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna dengan Nilai Skala Penodaan Kain 6
Skala Penodaan
5 4 3 Gambir : Secang
2
Gambir : Kunyit
1 0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna
Gambar 25. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna dengan Nilai Skala Penodaan Poliester Dari data Anova (Lampiran 6 dan Lampiran 7) menunjukkan bahwa level perlakuan perbandingan konsentrasi gambir:secang dan gambir:kunyit memberikan pengaruh nyata pada penodaaan kain kapas dan berpengaruh nyata juga pada penodaan poliester. Pada proses pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian mengakibatkan zat warna terlepas dari kain kemudian terlarut dalam larutan sabun dan lebih mudah menodai kain kapas. Berdasarkan uji lanjut Duncan pada penodaan kain kapas untuk larutan gambir:secang dan gambir:kunyit memiliki kesamaan hasil yaitu pada level perbandingan konsentrasi 100%:0%, 75%:25%, dan 0%:100% berbeda nyata terhadap semua level perlakuan. Namun pada level perbandingan konsentrasi larutan warna tidak memberikan perbedaan nyata terhadap penodaan kain dan terhadap poliester. Menurut Sunarto (2008), zat warna alami mudah menodai kain yang berasal dari serat alam seperti wol, sutera, dan kapas. Dengan demikian, kain hasil pewarnaan memiliki
37
nilai penodaan lebih rendah dibandingkan poliester sebagai pembanding yang berasal dari serat sintetik. Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer poliester linier dengan susunan paling sedikit 85% berat senyawa dari dihidroksil alkohol dan asam tereftalat yang menyebabkan serat poliester sulit untuk dicelup (Riawan et al., 2006), sehingga lebih sulit ternodai oleh kain hasil pencelupan dengan zat warna alam. 3. Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan
Skala Penodaan
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan bertujuan untuk menentukan penodaan tekstil berwarna pada kain lain yang disebabkan oleh gosokan. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan dilakukan terhadap gosokan basah dan gosokan kering. Skala penodaan yang dihasilkan dari gosokan kering sangat baik pada kain, yakni tidak ada noda yang ditimbulkan akibat gosokan kering. Gosokan basah menghasilkan nilai penodaan yang lebih rendah dibandingkan gosokan kering dengan nilai 3,5 – 4,5 yang berarti ketahanan luntur gosokan kain bernilai baik hingga cukup baik. Jika dikonversi ke dalam standar kromatisitas Adam, maka nilai perbedaan warna sebesar 2 – 5,6. Hal tersebut disebabkan oleh air yang terserap pada kain penggosok. Menurut Suprijono (1974) dalam Sunarto (2008), air menyebabkan penggembungan pada serat dan membuka pori-pori kain, sehingga molekul zat warna lebih mudah keluar pada saat penggosokan dan mudah menempel ketika digosok secara berulang-ulang. Grafik pengaruh konsentrasi larutan pewarna terhadap ketahanan luntur gosokan basah dapat dilihat pada Gambar 26. 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Gambir : Secang Gambir : Kunyit
100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambar 26. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna terhadap Ketahanan Luntur Gosokan Dari gambir di atas dapat diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir 100%, gambir 75%: secang 25%, kunyit 100% dan secang 100% memiliki nilai ketahanan luntur gosokan terbaik. Dari data anova (Lampiran 8), menunjukkan bahwa level perbandingan konsentrasi gambir:secang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap gosokan basah, sedangkan pada level perbandingan konsentrasi gambir:kunyit memberikat perbedaan yang nyata terhadap ketahanan luntur gosokan. Hasil uji lanjut Duncan konsentrasi kunyit 100% berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Konsentrasi gambir 100% berbeda nyata dengan konsentrasi kunyit 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Konsentrasi gambir 75% : kunyit 25% berbeda nyata dengan konsentrasi gambir 50%: kunyit 50% tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi gambir 25% : secang 75%.
38
4. Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat Pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat bertujuan untuk menentukan penodaan tekstil berwarna pada kain lain yang disebabkan oleh keringat. Ketahanan luntur warna terhadap keringat menggunakan larutan keringat dengan pH 8,8 (basa) karena larutan warna yang digunakan dalam pewarnaan kain bersifat asam. Ketahanan luntur keringat pada kain uji memberikan nilai 2,5 3,5 pada skala penodaan, sedangkan skala penodaan pada poliester semua perlakukan memberikan nilai 5. Hal tersebut disebabkan sifat kain poliester sulit diwarnai oleh pewarna alami. Zat warna yang memiliki pH relatif asam kurang tahan terhadap larutan tandingan basa dan cenderung akan memberikan perubahan warna pada kain, namun penggunaan zat fiksatif yang memiliki pH yang lebih asam dibandingkan pH zat warna akan memperbaiki sifat ketahanan luntur warna pada kain hasil pewarnaan (Riawan et al., 2006). Dengan demikian meskipun zat warna pigmen yang digunakan relatif asam namun warna kain hasil uji ketahanan luntur terhadap keringat basa tidak mengubah warna secara visual karena adanya penggunaan zat fiksatif yaitu larutan jeruk nipis 1%. Grafik pengaruh perbandingan konsentrasi larutan pewarna dapat dilihat pada Gambar 27. 4
Skala Penodaan
3,5 3 2,5 2 Gambir : Secang
1,5
Gambir : Kunyit
1 0,5 0 100 :0
75 : 25
50 :50
25 : 75
0 : 100
Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambar 27. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna terhadap Ketahanan Luntur Keringat Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi gambir 100%, gambir 75%: kunyit 25%, dan gambir 25% : kunyit 75% memiliki nilai ketahanan luntur warna terhadap keringat yang paling baik dalam skala penodaan. Data anova (Lampiran 9) menunjukkan bahwa level perbandingan konsentrasi larutan warna gambir:secang memberikan perbedaan nyata terhadap ketahanan luntur keringat kain. Berdasarkan perhitungan nilai tengah pada uji lanjut Duncan seluruh level perbandingan konsentrasi gambir:secang memberikan perbedaan nyata pada setiap level perlakuan konsentrasi. Namun pada level perbandingan konsentrasi gambir:kunyit tidak memberikan perbedaan nyata pada ketahanan luntur terhadap keringat. Dengan demikian perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan luntur warna terhadap keringat. Gambar 28 menunjukkan penampakan kain hasil analisis ketahanan luntur warna terhadap keringat, gosokan, dan pencucian.
39
Kode dan konsentra si Larutan
Penampakan Hasil Pewarnaan
Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Penampakan Setelah Analisis Ketahanan Ketahanan Luntur Warna Luntur Warna Terhadap Terhadap Gosokan Keringat
A1 (Gambir 100%)
A2 ( Gambir 75%: Secang 25%)
A3 ( Gambir 50% : Secang 50%)
A4 ( Gambir 25% : Secang 75%)
A5 (Secang 100%)
Gambar 28. Penampakan Kain Hasil Pencelupan dan Setelah Analisis Ketahanan Luntur Warna Pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang yang Bervariasi
40
Kode dan konsentra si Larutan
Penampakan Hasil Pewarnaan
Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Penampakan Setelah Analisis Ketahanan Ketahanan Luntur Warna Luntur Warna Terhadap Terhadap Gosokan Keringat
A1 (Gambir 100%)
B2 ( Gambir 75%: Kunyit 25%)
B3 ( Gambir 50% : Kunyit 50%)
B4 ( Gambir 25% : Kunyit 75%)
B5 (Kunyit 100%)
Gambar 29. Penampakan Kain Hasil Pencelupan dan Setelah Analisis Ketahan Luntur Warna Pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit yang Bervariasi 5. Perhitungan Biaya Pencelupan Kain Mori Pada Tabel 10 disajikan perhitungan biaya untuk menghasilkan kain mori hasil pencelupan menggunakan gambir, secang, dan kunyit sebagai pewarna alami. Kebutuhan biaya adalah berdasarkan pertimbangan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pewarnaan kain kapas, yaitu jenis kain yang digunakan adalah kain mori yang terbuat dari serat selulosa, air suling dengan pH netral sebagai pelarut pada proses pembuatan larutan pewarna, gambir, secang, kunyit, jeruk nipis sebagai
41
mordan, tawas dan soda abu sebagai mordan awal pemasakan kain, dan perlakuan panas saat proses pencelupan berlangsung. Tabel 10. Perhitungan Biaya Pencelupan Kain Mori Per m2 Bahan Gambir Secang Kunyit Kain Mori Tawas Jeruk Nipis Soda Abu Aquades
Kebutuhan 100 gram 100 gram 100 gram 30 gram (37 x 50 cm) 8 gram 10 gram 2 gram 4 Liter
Satuan Kg Kg Kg
Harga/Satuan (Rp) 30000 8000 8000
Harga/m2 (Rp) 15000 4000 4000
meter
20000
20000
Kg Kg Kg Liter
8000 6000 10000 1500 Total
320 320 100 30000 73740
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan kain mori yang dicelup dengan menggunakan pewarna alami dari campuran gambir, secang, dan kunyit, biaya per m2 kain mori sebesar Rp 73.740,00.
42