IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemberian pakan buatan di BBAP Situbondo dilakukan bulan Oktober sampai Desember 2008. Sedangkan untuk pada bulan Agustus-September induk diberi perlakuan pakan rucah yaitu berupa ikan segar atau cumi dan bulan September-Oktober induk sudah mulai diberi perlakuan pakan buatan oleh BBAP Situbondo. Data perlakuan pakan rucah didapatkan dari data sekunder yang sudah ada di BBAP Situbondo. Berikut merupakan data jumlah telur, Fertilization Rate (FR) atau banyaknya telur yang dibuahi, Hatching Rate (HR) atau banyaknya telur terbuahi yang menetas menjadi larva, panjang larva awal (d1) dan juga data diameter telur dari induk kerapu tikus yang didapatkan dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2008 (seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini). Tabel 5. Jumlah telur, FR, HR, jumlah larva yang menetas, panjang larva awal dan diameter telur. Bulan
Hasil Jumlah telur (butir) x 10
3
FR(%) HR(%) Jumlah larva yang menetas (ekor) x 10 Panjang larva D1 (mm) Diameter telur (μm)
3
Agus-Sep*
Sep-Okt**
Okt-Nov***
Nov-Des***
6.750,0
7.810,0
7.750,0
5.930,0
-
-
92.5
92.7
65,0
66,8
70,0
71,5
4.387,5
5.213,2
5.425,0
4.240,0
2,3 + 0,11
2,4 + 0,16
2,3 + 0,21
2,3 + 0,01
826,7 + 15,28
841,7 + 14,43
860,0 + 12,91
857,5 + 18,77
Ket: * hasil dari perlakuan pakan rucah di BBAP Situbondo. ** hasil dari perlakuan pakan buatan milik BBAP Situbondo. *** hasil dari penelitian pakan buatan di BBAP Situbondo. Dari hasil pengamatan di atas, diketahui bahwa jumlah telur yang didapatkan selama penelitian mengalami penurunan. Jumlah telur yang didapatkan dari bulan Agustus-September, September-Oktober, Oktober-November, dan November-Desember secara berurutan yaitu 6.750.000, 7.810.000, 7.750.000, dan 5.930.000 butir. Jumlah telur terendah terdapat pada bulan perlakuan pakan buatan yaitu bulan November-Desember sebanyak 5.930.000 butir, sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan pakan rucah bulan September-Oktober yaitu sebanyak 7.810.000 butir.
FR atau fertilization rate adalah perbandingan antara banyaknya telur yang dibuahi terhadap jumlah telur yang dikeluarkan. Nilai FR dari pakan buatan yang didapatkan bulan Oktober-November 92,48% dan pada bulan NovemberDesember 92,72%. Berdasarkan data yang didapatkan diketahui bahwa telah terjadinya peningkatan nilai FR selama penelitian dilaksanakan sebesar 0,24%. Nilai FR dari pakan rucah tidak diketahui, karena tidak ada dilakukan pengamatan nilai FR pada bulan tersebut. Hatching Rate adalah perbandingan antara banyaknya jumlah telur terbuahi yang menetas terhadap jumlah telur yang ditebar. Nilai HR yang didapatkan pada bulan Agustus-September 65%, September-Oktober 66,75%, Oktober-November 70% dan November-Desember sebesar 71,50%. Nilai HR yang tertinggi didapatkan dari perlakuan pakan buatan pada bulan NovemberDesember yaitu 71,50%. Peningkatan nilai HR antara perlakuan pakan buatan dengan pakan rucah yaitu 3-4%. Peningkatan nilai HR akan berbanding lurus dengan banyaknya jumlah telur yang menetas menjadi larva. Jumlah larva pada bulan Agustus-September sebanyak
4.387.500,
September-Oktober
5.213.175,
Oktober-November
5.425.000 dan bulan November-Desember 4.239.950 ekor. Jumlah larva yang paling banyak terdapat pada perlakuan pakan rucah pada bulan OktoberNovember yaitu sebanyak 5.425.000 ekor, dan yang terendah pada bulan AgustusSeptember sebanyak 4.387.500 ekor. Panjang awal larva kerapu tikus yang ditunjukkan pada Tabel 5 di atas yaitu pada bulan Agustus-September 2,25 mm, bulan September-Oktober 2,39 mm, bulan Oktober-November 2,33 mm dan November-Desember sebesar 2,28 mm. Diketahui bahwa panjang larva awal dari pakan buatan mengalami penurunan dibandingkan dengan panjang larva awal dari perlakuan pakan rucah. Diameter telur kerapu pada bulan Agustus-September 826,67 μm, bulan September-Oktober 841,67 μm, Oktober-November
860 μm dan bulan
November-Desember sebesar 857,50 μm. Diameter telur yang terbesar terdapat pada bulan Oktober-November yaitu 860 μm. Sedangkan diameter terkecil pada bulan Agustus-September 826,67 μm. Dari data di atas diketahui bahwa nilai
diameter telur dari induk yang diberi perlakuan pakan buatan lebih bagus dari pada induk yang diberi pakan rucah. Hasil analisa asam lemak telur antara induk yang diberi pakan buatan dengan induk yang diberi pakan rucah dapat diketahui pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Hasil analisa asam lemak telur kerapu tikus. Hasil (%) Nama Sampel
Komponen asam lemak
Telur kerapu tikus
Asam Lemak Jenuh Laurat Miristat Palmitat Stearat Asam Lemak Tidak Jenuh Oleat Linoleat(ω6) Linolenat(ω3)
Pakan rucah
Pakan buatan
0 2.510 13.451 8.141
0.364 4.144 44.047 0.735
35.308 16.593 2.324
32.862 9.655 1.875
Nilai asam lemak telur yang diberi perlakuan pakan buatan yaitu laurat 0,364%, miristat 4,144%, palmitat 44,047%, stearat 0,735% (asam lemak jenuh), oleat 32,862%, linoleat 9,655%, dan linolenat 1.875% (asam lemak tidak jenuh). Sedangkan, nilai asam lemak telur yang diberi perlakuan pakan rucah yaitu miristat 2,510%, palmitat 13,451%, stearat 8,141% (asam lemak jenuh), oleat 35,308%, linoleat 16,593%, linoleat 2,324% (asam lemak tidak jenuh). Nilai asam lemak jenuh dari perlakuan pakan buatan lebih tinggi dari asam lemak jenuh dari perlakuan pakan rucah. Sedangkan nilai asam lemak tidak jenuh dari perlakuan pakan buatan lebih rendah dari perlakuan pakan rucah.
4.2 Pembahasan Sumber nutrisi pakan yang baik atau lengkap sangat menentukan dalam proses pematangan gonad induk. Sehingga akan menentukan keberhasilan selama proses pemijahan. Semakin baik nutrisi pakan induk, maka kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan akan semakin baik. Dengan kata lain, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan kepada induk kerapu tikus sangat mempengaruhi produksi telurnya, baik jumlah telur, FR, HR, diameter telur dan juga panjang larva awal. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terjadi penurunan jumlah telur yang cukup signifikan pada bulan November-Desember. Hal ini terjadi bukan disebabkan oleh jeleknya kualitas pakan buatan yang diberikan karena dilihat dari nilai FR, HR, dan diameter telurnya justru mengalami peningkatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan yaitu tingginya frekuensi turunnya hujan pada bulan tersebut (selama induk memijah, rata-rata hujan turun 3 kali dalam 1 minggu), dimana air hujan dapat mempengaruhi kualitas dari air laut khususnya nilai pH air laut akan semakin menurun. Telur-telur kerapu tikus yang terkena air hujan pasti banyak yang mengendap (berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kepala BBAP Situbondo). Banyaknya jumlah telur yang mengendap dapat dilihat pada Lampiran 5. Menurut Akbar (2001), faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah telur kerapu tikus adalah kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, metode penanganan induk serta faktor non teknis meliputi iklim, letak geografis dan kondisi lingkungan. Fertilization Rate (FR) dan Hatching Rate (HR) dari induk dengan perlakuan pakan buatan juga mengalami peningkatan. Nilai FR pada bulan Oktober-November sebesar 92,5 % meningkat menjadi 92,7 % pada bulan November-Desember. Sedangkan nilai HR dari induk yang diberi perlakuan pakan buatan meningkat kurang lebih sebesar 4 %. Semakin tingginya nilai FR dan HR berarti kualitas telur yang dihasilkan dari induk yang diberi perlakuan pakan buatan lebih bagus dibandingkan dengan induk yang diberi perlakuan pakan rucah. Menurut Minjoyo et al., (2001), induk kerapu tikus mempunyai derajat pembuahan telur 50-70 % dan derajat penetasan telur sebesar 70-90 %. Dengan kata lain, induk yang diberi perlakuan pakan buatan menghasilkan telur yang lebih bagus dari pada induk yang diberi pakan
rucah. Salah satu faktor pendukungnya yaitu karena tercukupinya kebutuhan nutrisi dalam tubuh induk yang berasal dari pakan buatan tersebut. Peningkatan nilai HR berbanding lurus dengan banyaknya jumlah larva yang dihasilkan. Dengan kata lain yaitu semakin tinggi nilai HR, maka semakin banyak pula jumlah larva yang dihasilkan. Rata-rata jumlah larva dari perlakuan pakan rucah sebesar 4.800,4 x 103 ekor dan rata-rata jumlah larva dari perlakuan pakan buatan 4.832,5 x 103 ekor. Jumlah larva yang lebih banyak akan memberikan keuntungan yang lebih banyak pula buat para pembudidaya ikan kerapu tikus. Panjang larva juga dapat dijadikan parameter apakah perlakuan pakan yang diberikan kepada induk kerapu berpengaruh atau tidak. Dari penelitian ini diketahui bahwa panjang larva dari perlakuan pakan buatan mengalami penurunan. Menurut Slamet et al., (1996), larva kerapu tikus yang baru menetas memiliki panjang total 1,69–1,79 mm. Sedangkan menurut Akbar (2001), panjang larva awal larva yang baru menetas yaitu 2,068 mm dengan panjang kuning telur 0,766 mm. Oleh karena itu dilihat dari panjang larva yang didapatkan, perlakuan pakan buatan masih memberikan pengaruh yang baik bagi induk kerapu tikus. Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan diketahui bahwa diameter telur kerapu dari induk yang diberi pakan buatan hasilnya lebih bagus dibandingkan dengan diameter telur dari induk yang diberi pakan rucah. Diameter telur dari perlakuan pakan rucah rata-rata 834,2 μm meningkat menjadi 857,8 μm setelah diberi pakan buatan. Menurut Akbar (2001), telur kerapu tikus berwarna transparan dengan diameter telur sebesar 850 μm. Nutrisi lengkap yang diperoleh dari pakan menyebabkan terjadinya peningkatan diameter telur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pakan buatan yang diberikan dapat meningkatkan besarnya diameter telur yang dihasilkan. Asam lemak dibutuhkan oleh larva untuk pertumbuhan dan perkembangan dari larva nantinya. Nilai dari asam lemak tidak jenuh yang didapatkan dari perlakuan pakan buatan mengalami penurunan. Sedangkan nilai asam lemak jenuh dari pakan buatan mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan tidak terpenuhinya unsur-unsur dari bahan baku pakan yang dapat meningkatkan nilai dari asam lemak tak jenuh tersebut. Selain itu kondisi lingkungan dan kondisi
induk juga dapat mempengaruhi hasil analisa asam lemak dari telur kerapu tersebut. Satoh et al., 1989 dalam Halver dan Hardy (2002) menambahkan bahwa kebutuhan asam lemak esensial n-3 dapat dipenuhi dari 1-2% linolenic acid atau 0,5-0,75% n-3 highly-unsaturated fatty acids (HUFAs) yang berasal dari sumbangan minyak ikan. Sedangkan kebutuhan asam lemak n-6 sekitar 0,5% dapat dipenuhi dari bahan baku tumbuh-tumbuhan dalam pakan.