IV. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa
disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti dinilai berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009) yang disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, rata-rata tanah sawah di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dengan pH (H2O) sebesar 6.20. Kadar C-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 2.14%. N-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 0.21%. Nisbah CN termasuk dalam kategori rendah sebesar 9.90. Kadar Nadd berkategori sedang sebesar 0.57 cmol+ kg-1. Adapun kadar Cadd, Mgdd, KTK dan KB termasuk dalam kategori tinggi secara berturut-turut adalah 15.9 cmol+ kg-1, 7.70 cmol+ kg-1, 32.2 cmol+ kg-1, dan 74.1%. Nilai rata-rata EC sebesar 93.2 dS cm-1. Tanah sawah di Jawa Tengah rata-rata menunjukkan reaksi tanah yang netral dengan pH (H2O) sebesar 6.80. Umumnya memiliki kadar C-total, N-total dan nisbah CN yang rendah masing-masing sebesar 1.84%; 0.18%; dan 10.2. Kadar Nadd termasuk kategori sedang sebesar 0.66 cmol+ kg-1. Kadar Cadd sangat tinggi sebesar 21.2 cmol+ kg-1. Kadar Mgdd tinggi sebesar 7.93 cmol+ kg-1. KTK termasuk dalam kategori tinggi sebesar 29.1 cmol+ kg-1. Sedangkan KB sangat tinggi sebesar 116% dengan rata-rata EC sebesar 129 dS cm-1. Sementara tanah sawah di Jawa Timur, berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tanah sawahnya memiliki reaksi tanah agak alkalin dengan pH (H2O) sebesar 8.00. Umumnya pada tanah sawah tersebut memiliki Ctotal dan N-total berkategori rendah masing-masing sebesar 1.55% dan 0.14%. Nisbah CN sedang sebesar 11.2. Kadar Nadd berkategori sedang sebesar 0.45 cmol+ kg-1. Kadar Mgdd tinggi sebesar 7.13 cmol+ kg-1. Sedangkan kadar Cadd, KTK dan KB termasuk dalam kategori sangat tinggi secara berturut-turut adalah 37.5 cmol+ kg-1, 42.0 cmol+ kg-1, dan 109%. Nilai rata-rata EC pada tanah sawahnya sebesar 116 dS cm-1.
Tabel 3. Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi
pH (H2O)
C-total
N-total
-------(%)------
Nisbah CN
Nadd
Cadd
Mgdd +
KTK
-1
-------------------------(cmol kg )------------------------
KB
EC
(%)
(dS cm-1)
Jawa Barat Karawang
5.40
2.32
0.23
10.1
0.56
16.3
5.14
33.3
67.5
63.0
Jatisari
5.50
2.16
0.22
9.80
0.90
18.0
8.61
37.3
75.0
212
Pamanukan
6.90
2.70
0.25
10.7
0.85
20.1
13.1
39.9
87.2
144
Indramayu
7.00
1.72
0.20
8.70
0.77
19.6
12.6
38.3
88.5
97.8
Palimanan
7.30
0.81
0.08
10.3
0.26
20.0
8.19
32.7
87.7
45.8
Cicalengka
5.40
2.90
0.29
10.0
0.18
7.71
3.58
22.8
51.0
49.2
Cikarawang
6.00
2.36
0.23
10.1
0.47
9.60
2.71
20.8
62.1
40.1
Rata-rata
6.20
2.14
0.21
9.90
0.57
15.9
7.70
32.2
74.1
93.2
Agak masam
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
-
Brebes
7.70
1.31
0.14
9.60
3.41
32.9
19.7
13.5
430
566
Suradadi
7.40
1.60
0.17
9.20
0.38
21.1
17.6
38.9
102
94.0
Batang
5.40
2.99
0.30
10.1
0.14
6.61
1.06
22.1
35.7
30.1
Kendal
6.50
2.40
0.23
10.3
0.40
28.5
8.43
41.2
91.8
95.8
Demak
8.30
1.59
0.16
10.0
1.07
41.0
7.59
38.4
131
291
Jekulo
7.00
1.46
0.14
10.3
0.22
13.6
5.50
30.4
64.6
56.9
Jogjakarta
7.00
0.90
0.10
9.00
0.17
8.32
3.03
14.3
82.0
31.8
Borobudur
6.10
1.47
0.15
9.70
0.15
6.41
1.71
11.1
76.1
56.7
Status Hara Jawa Tengah
14
Lanjutan Tabel 3….. Nama Lokasi
Ph (H2O)
C-total
N-total
-------(%)------
Nisbah CN
Na dd
Ca dd
Mg dd
KTK
-------------------------(cmol+ kg-1)------------------------
KB
EC
(%)
(dS/cm)
Kutoarjo
6.80
1.86
0.18
10.2
0.61
27.5
8.99
37.6
99.4
63.3
Karanganyar
6.50
1.98
0.19
10.4
0.29
31.3
8.26
39.0
103
60.8
Buntu
5.80
2.70
0.26
10.2
0.46
16.2
5.38
33.3
67.5
76.9
Rata-rata
6.80
1.84
0.18
10.2
0.66
21.2
7.93
29.1
117
129
Netral
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
-
Bojonegoro
7.60
1.82
0.16
11.5
0.43
48.9
8.43
60.1
96.6
69.2
Tambak Rejo
8.50
1.08
0.09
12.6
0.22
63.6
2.46
55.4
120
139
Nganjuk
8.10
1.49
0.14
11.0
0.39
30.5
10.2
39.5
105
138
Jombang
8.10
0.98
0.10
10.1
0.44
13.7
4.77
17.2
110
84.4
Ponorogo
7.70
2.38
0.22
11.0
0.77
31.1
9.78
37.6
112
151
Rata-rata
8.00
1.55
0.14
11.2
0.45
37.5
7.13
42.0
109
116
Agak alkalin
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sangat tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
-
Status Hara Jawa Timur
Status Hara
Keterangan : Status hara berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009).
15
Hasil evaluasi sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa, rata-rata di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang bereaksi netral dan agak alkalin. Hal ini mungkin disebabkan karena curah hujan di Jawa Barat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Soepardi (1983) menyatakan bahwa keadaan masam merupakan hal yang biasa pada tanah yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi. Menurut Nurwadjedi (2011), distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering sehingga pencucian di Jawa Barat lebih intensif bila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, KB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat. Tidak adanya pencucian secara intensif menyebabkan jumlah basa tanah demikian tinggi (Soepardi 1983). 4.2.
Hasil Analisis Fraksi-fraksi Kalium Tanah Sawah di Pulau Jawa
4.2.1. K-dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis Kdd menunjukkan bahwa kadar Kdd di Jawa Barat berkisar antara 0.13 cmol+ kg-1 sampai dengan 0.94 cmol+ kg-1. Kadar Kdd Jawa Tengah berkisar antara 0.08 cmol+ kg-1 sampai dengan 2.03 cmol+ kg-1. Kadar Kdd Jawa Timur berkisar antara 0.09 cmol+ kg-1 sampai dengan 0.64 cmol+ kg-1. Brebes memiliki kadar Kdd tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan Kdd sebesar 2.03 cmol+ kg-1. Sementara Batang memiliki kadar Kdd terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan kadar Kdd sebesar 0.08 cmol+ kg-1. Brebes dan Batang merupakan daerah satu provinsi yaitu Jawa Tengah namun memiliki kadar Kdd yang sangat jauh berbeda. Perbedaan kadar Kdd tersebut mungkin dapat disebabkan karena jenis tanah di kedua lokasi tersebut berbeda. Brebes mempunyai jenis tanah Inceptisols sedangkan Batang mempunyai jenis tanah Ultisols. Menurut Karama et al. (1992), Ultisols merupakan tanah mineral masam dengan tingkat kesuburan marginal, kahat hara esensial salah satunya hara K merupakan kendala utama pada tanah tersebut. Sementara tanah muda seperti Inceptisols umumnya menyediakan cukup K (Odjak 1992). Selain karena jenis tanahnya, kadar Kdd paling tinggi di Brebes
16
diduga karena pupuk K diberikan dalam jumlah yang banyak pada tanah sawah tersebut. Berdasarkan nilai rata-rata Kdd pada setiap provinsi, kadar Kdd tertinggi terdapat di Jawa Tengah sedangkan terendah di Jawa Timur. Kadar rata-rata Kdd Jawa Barat sebesar 0.45 cmol+ kg-1. Kadar rata-rata Kdd Jawa Tengah sebesar 0.50 cmol+ kg-1. Sementara kadar rata-rata Kdd Jawa Timur sebesar 0.30 cmol+ kg-1. Rata-rata Kdd Jawa Tengah lebih tinggi dibanding dengan Jawa Barat diduga karena pencucian di Jawa Barat lebih intensif dibandingkan dengan Jawa Tengah. Menurut Soepardi dan Ismunadji (1987), secara umum dapat dikatakan di daerah beriklim basah ditemukan tanah dengan kahat kalium lebih tinggi. Pelapukan yang kurang intensif tidak memberikan peluang tercucinya kalium dari profil tanah. Sementara rata-rata Kdd Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur diduga karena pemupukan K di Jawa Tengah lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan Jawa Timur. istribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering. Meskipun demikian hasil menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki kadar Kdd paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Begitu juga dengan hasil survai yang dilakukan oleh Partohardjo et al. (1977) dan Sudjadi et al. (1985) yang menyebutkan bahwa kadar K juga dipengaruhi oleh air irigasi, diperoleh kadar rata-rata air sungai atau irigasi sebesar 2.60 ppm K untuk Jawa Barat, 3.10 ppm K untuk Jawa Tengah, dan 5.20 ppm K untuk Jawa Timur. Kadar rata-rata K air sungai atau irigasi di Jawa Timur yang tinggi tersebut tidak menunjukkan kadar Kdd Jawa Timur tinggi pada penelitian ini. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), meskipun tanah memiliki kadar liat yang kaya akan K tetapi apabila tanah-tanah ini ditanami secara intensif tanpa penambahan pupuk K secara cukup, maka lambat laun akan kekurangan K. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat pengambilan contoh tanah terhadap petani setempat, pemupukan K tidak memiliki pola. Jumlah pupuk K yang diberikan hanya tergantung kepada kemampuan petani. Hasil analisis Kdd pada tanah sawah di Pulau Jawa selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
17
Tabel 4. Hasil Analisis Kdd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi
Ordo Tanah (USDA 2010)
Kdd
(cmol+ kg-1)
Jawa Barat Karawang
Inceptisols
0.45
Jatisari
Inceptisols
0.45
Pamanukan
Inceptisols
0.78
Indramayu
Inceptisols
0.94
Palimanan
Inceptisols
0.26
Cicalengka
Inceptisols
0.17
Cikarawang
Ultisols
0.13
Rata-rata
0.45
Jawa Tengah Brebes
Inceptisols
2.03
Suradadi
Inceptisols
0.62
Batang
Ultisols
0.08
Kendal
Inceptisols
0.50
Demak
Vertisols
0.53
Jekulo
Vertisols
0.36
Jogjakarta
Vertisols
0.20
Borobudur
Inceptisols
0.18
Kutoarjo
Inceptisols
0.32
Karanganyar
Inceptisols
0.23
Buntu
Inceptisols
0.45
Rata-rata
0.50
Jawa Timur Bojonegoro
Vertisols
0.34
Tambak Rejo
Vertisols
0.19
Nganjuk
Vertisols
0.24
Jombang
Inceptisols
0.09
Ponorogo
Vertisols
0.64
Rata-rata
0.30
4.2.2. K-tidak Dapat Dipertukarkan Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar Ktdd di Jawa Barat berkisar antara 0.07 cmol+ kg-1 sampai dengan 0.91 cmol+ kg-1. Kadar Ktdd di Jawa Tengah berkisar antara 0.09 cmol+ kg-1 sampai dengan 3.13 cmol+ kg-1. Kadar Ktdd di Jawa Timur berkisar antara 0.22 cmol+ kg-1 sampai dengan 0.46 cmol+ kg-1. Jika dibandingkan dengan semua lokasi di Pulau Jawa, Jekulo memiliki kadar Ktdd tertinggi sebesar 3.13 cmol+ kg-1. Sementara Cicalengka memiliki kadar Ktdd 18
terendah dibandingkan dengan lokasi lainnya dengan kadar Ktdd sebesar 0.07 cmol+ kg-1. Kadar Ktdd tertinggi di Jekulo mungkin disebabkan karena jenis tanah di Jekulo Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols memiliki kemampuan mengikat K. Soepardi (1983) menyebutkan bahwa K yang berasal dari pupuk seperti kalium klorida (KCl) tidak saja menjadi terjerap, tetapi juga dapat terikat oleh koloid tanah. Ion K yang mempunyai ukuran yang pas untuk ruangan yang terdapat antara kristal, sehingga kristal tersebut menahannya. Pada waktu bersamaan, menjadi tidak dapat dipertukarkan atau diikat untuk sementara waktu. Nilai rata-rata Ktdd pada setiap provinsi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Jawa Tengah memiliki kadar Ktdd tertinggi sedangkan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata Ktdd Jawa Barat sebesar 0.40 cmol+ kg-1. Kadar rata-rata Ktdd Jawa Tengah sebesar 0.83 cmol+ kg-1. Kadar rata-rata Ktdd Jawa Timur sebesar 0.32 cmol+ kg-1. Jawa Tengah memiliki Ktdd paling tinggi diantara provinsi lainnya. Selain diduga karena terdapat mineral liat tipe 2:1 (berada di lokasi Demak, Jekulo, dan Jogjakarta) diduga juga karena pemupukan K pada tanah sawah di Jawa Tengah diberikan dalam jumlah yang sangat banyak. Menurut Soepardi (1983), selain sifat koloid tanah, pembasahan dan pengeringan, faktor lain yang mempengaruhi jumlah K yang diikat adalah adanya K berlebihan. Sementara Jawa Timur memiliki kadar rata-rata Ktdd paling rendah dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Jawa Timur, meskipun contoh tanah sawahnya ada yang berjenis tanah Vertisols yaitu di Bojonegoro, Nganjuk, dan Ponorogo. Namun kadar Ktdd pada provinsi tersebut rendah. Kadar Ktdd rendah di Jawa Timur mungkin disebabkan karena pupuk K yang diberikan dalam jumlah sedikit. Hasil analisis kadar Ktdd tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.
19
Tabel 5. Hasil Analisis Ktdd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi
Ordo Tanah (USDA 2010)
Ktdd
(cmol+ kg-1)
Jawa Barat Karawang
Inceptisols
0.20
Jatisari
Inceptisols
0.39
Pamanukan
Inceptisols
0.91
Indramayu
Inceptisols
0.76
Palimanan
Inceptisols
0.35
Cicalengka
Inceptisols
0.07
Cikarawang
Ultisols
0.12
Rata-rata
0.40
Jawa Tengah Brebes
Inceptisols
0.94
Suradadi
Inceptisols
0.81
Batang
Ultisols
0.09
Kendal
Inceptisols
1.11
Demak
Vertisols
1.27
Jekulo
Vertisols
3.13
Jogjakarta
Vertisols
0.40
Borobudur
Inceptisols
0.49
Kutoarjo
Inceptisols
0.33
Karanganyar
Inceptisols
0.30
Buntu
Inceptisols
0.29
Rata-rata
0.83
Jawa Timur Bojonegoro
Vertisols
0.46
Tambak Rejo
Vertisols
0.22
Nganjuk
Vertisols
0.30
Jombang
Inceptisols
0.33
Ponorogo
Vertisols
0.31
Rata-rata
0.32
4.2.3. K-total Hasil analisis kadar Kt tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur disajikan pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa kadar Kt di Jawa Barat berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.50%. Kadar Kt di Jawa Tengah berkisar antara 0.03% sampai dengan 0.53%. Kadar Kt di Jawa Timur berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.14%. Berdasarkan hasil analisis Kt tanah sawah dari semua lokasi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa Brebes memiliki kadar Kt 20
tertinggi diantara lokasi lainnya dengan Kt sebesar 0.53%. Sementara kadar Kt terendah yaitu Batang dengan kadar Kt sebesar 0.03%. Tabel 6. Hasil Analisis Kt Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi
Ordo Tanah (USDA 2010)
Kt
(%)
Jawa Barat Karawang
Inceptisols
0.28
Jatisari
Inceptisols
0.39
Pamanukan
Inceptisols
0.39
Indramayu
Inceptisols
0.50
Palimanan
Inceptisols
0.13
Cicalengka
Inceptisols
0.05
Cikarawang
Ultisols
0.04
Rata-rata
0.26
Jawa Tengah Brebes
Inceptisols
0.53
Suradadi
Inceptisols
0.34
Batang
Ultisols
0.03
Kendal
Inceptisols
0.37
Demak
Vertisols
0.42
Jekulo
Vertisols
0.21
Jogjakarta
Vertisols
0.07
Borobudur
Inceptisols
0.06
Kutoarjo
Inceptisols
0.10
Karanganyar
Inceptisols
0.25
Buntu
Inceptisols
0.41
Rata-rata
0.25
Jawa Timur Bojonegoro
Vertisols
0.14
Tambak Rejo
Vertisols
0.10
Nganjuk
Vertisols
0.05
Jombang
Inceptisols
0.04
Ponorogo
Vertisols
0.09
Rata-rata
0.08
Batang memiliki Kt terendah dibandingkan dengan lainnya diduga karena berjenis tanah Ultisols. Adiningsih (1984) menyebutkan bahwa Ultisols merupakan tanah berkadar K rendah karena tingkat pelapukan yang sangat intensif. Selain itu sumbangan K dari pupuk K maupun dari jerami dan sisa-sisa 21
tanaman padi juga diduga sedikit sehingga kadar Kt pada sawah tersebut sangat rendah. Berdasarkan nilai rata-rata Kt pada setiap provinsi, kadar Kt antara Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak berbeda jauh. Kadar rata-rata Kt tertinggi adalah Jawa Barat dan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata Kt Jawa Barat sebesar 0.26%. Kadar rata-rata Kt Jawa Tengah sebesar 0.25%. Kadar rata-rata Kt Jawa Timur sebesar 0.08%. 4.2.4. Perbedaan Kadar Kdd, Ktdd, dan Kt Pada Setiap Lokasi Perbedaan kadar Kdd, Ktdd, dan Kt pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 7. Hasil menunjukkan bahwa uji lokasi tidak nyata secara statistik baik terhadap Kdd, Ktdd, maupun Kt. Hasil uji yang tidak nyata ini diduga karena keragaman antara provinsi yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di setiap lokasi bervariasi, yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 7). Tabel 7. Perbedaan Kadar Kdd, Ktdd, dan Kt Pada Setiap Lokasi (n = 23) Kdd (cmol+ kg-1) 0.45a
Jawa Tengah Jawa Timur
Lokasi Jawa Barat
0.31
Ktdd (cmol+ kg-1) 0.40a
0.50a
0.53
0.30a
0.21
SD
0.32
Kt (%) 0.26a
0.18
0.83a
0.85
0.25a
0.17
0.32a
0.09
0.08a
0.04
SD
SD
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05).
4.3.
Status Hara Kalium Penetapan status hara K dinilai dari hasil analisis Kdd. Hal ini dikarenakan
Kdd merupakan K yang tersedia, labil dan merupakan faktor kapasitas (Leiwakabessy et al. 2003). Status hara K tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan lokasi yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Di Jawa Barat menurut kriteria Puslittanak (1992) Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Karawang, Jatisari, dan Palimanan berstatus hara K sedang. Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR
22
(2004), Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Palimanan berstatus hara K sedang. Karawang, Jatisari, Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Status hara K di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Status Hara Kalium Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi
Status Hara K
Ordo Tanah
Kdd
(USDA 2010)
(cmol+ kg-1)
Puslittanak (1992)
FDALR (2004)
Jawa Barat Karawang
Inceptisols
0.45
Sedang
Tinggi
Jatisari
Inceptisols
0.45
Sedang
Tinggi
Pamanukan
Inceptisols
0.78
Tinggi
Tinggi
Indramayu
Inceptisols
0.94
Tinggi
Tinggi
Palimanan
Inceptisols
0.26
Sedang
Sedang
Cicalengka
Inceptisols
0.17
Rendah
Rendah
Cikarawang
Ultisols
0.13
Rendah
Rendah
0.45
Sedang
Tinggi
Rata-rata Jawa Tengah Brebes
Inceptisols
2.03
Tinggi
Tinggi
Suradadi
Inceptisols
0.62
Tinggi
Tinggi
Batang
Ultisols
0.08
Rendah
Rendah
Kendal
Inceptisols
0.50
Sedang
Tinggi
Demak
Vertisols
0.53
Tinggi
Tinggi
Jekulo
Vertisols
0.36
Sedang
Sedang
Jogjakarta
Vertisols
0.20
Rendah
Sedang
Borobudur
Inceptisols
0.18
Rendah
Rendah
Kutoarjo
Inceptisols
0.32
Sedang
Sedang
Karanganyar
Inceptisols
0.23
Rendah
Sedang
Buntu
Inceptisols
0.45
Sedang
Tinggi
0.50
Sedang
Tinggi
Rata-rata Jawa Timur Bojonegoro
Vertisols
0.34
Sedang
Sedang
Tambak Rejo
Vertisols
0.19
Rendah
Rendah
Nganjuk
Vertisols
0.24
Rendah
Sedang
Jombang
Inceptisols
0.09
Rendah
Rendah
Ponorogo
Vertisols
0.64
Tinggi
Tinggi
0.30
Sedang
Sedang
Rata-rata
23
Berdasarkan Tabel 8, di Jawa Tengah, menurut kriteria Puslittanak (1992) Batang, Jogjakarta, Borobudur, dan Karanganyar termasuk dalam status hara K rendah. Kendal, Jekulo, Kutoarjo, dan Buntu berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, dan Demak termasuk dalam status hara K tinggi. Menurut FDALR (2004), Batang dan Borobudur berstatus hara K rendah. Jekulo, Jogjakarta, Kutoarjo, dan Karanganyar berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, Demak, Kendal, dan Buntu termasuk dalam status hara K tinggi. Sementara di Jawa Timur, menurut Puslittanak (1992) Tambak Rejo, Nganjuk, dan Jombang termasuk dalam status hara K rendah. Bojonegoro berstatus hara K sedang dan Ponorogo berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR (2004), Tambak Rejo dan Jombang berstatus K rendah. Bojonegoro dan Nganjuk berstatus hara K sedang. Ponorogo berstatus hara K tinggi. Sebaran status hara K pada tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan kriteria Puslittanak (1992) dan FDALR (2004) dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2-3. Rachim (1995) menyatakan bahwa kelas status hara K rendah mengindikasikan kebutuhan pupuk K yang banyak, respon pemupukan K tinggi, tanpa pupuk gejala kahat pasti muncul, pertumbuhan tanaman tanpa pupuk tidak normal, kemungkinan mati kecil meskipun tidak berubah. Kelas status hara K sedang menunjukkan bahwa kebutuhan hara K sedang, respon pemupukan K sedang, tanpa pupuk pertumbuhan tanaman kurang normal, gejala kahat tidak muncul, dan produksi rendah. Sedangkan untuk kelas status hara K tinggi tidak memerlukan pupuk, respon pemupukan rendah dan kebutuhan pupuk hanya untuk pemeliharaan. Berdasarkan nilai rata-rata pada setiap provinsi, menurut kriteria Puslittanak (1992), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berstatus hara K sedang. Sementara menurut kriteria FDALR (2004), Jawa Barat dan Jawa Tengah berstatus hara K tinggi sedangkan Jawa Timur berstatus hara K sedang. 4.4.
Hubungan Jenis Tanah dengan Ketersediaan Kalium Contoh tanah sawah yang diambil di Pulau Jawa mempunyai jenis tanah
berbeda-beda yang terdiri dari Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols. Gambar 4 menunjukkan kadar Kdd tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar Kdd
24
Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.53 cmol+ kg-1, +
-1
+
-1
0.11 cmol kg , dan 0.36 cmol kg .
Tingginya kadar Ktdd pada Inceptisols diduga karena pada tanah Inceptisols perkembangan tanahnya belum begitu matang apabila dibandingkan dengan tanah matang seperti Ultisols (Nurwadjedi 2011) sehingga kadar Kdd lebih tinggi dibanding dengan Ultisols. Rayes (2000) melaporkan hasil penelitiannya tentang genesis tanah sawah berbahan volkan merapi, yang termasuk dalam ordo Inceptisols. Sementara Sofyan et al. (1992) menyatakan bahwa lahan-lahan sawah yang berstatus K tinggi umumnya terdapat pada lahan sawah intensifikasi dengan sistem irigasi teknis serta lahan sawah dengan bahan induk volkan. Tanah Ultisols mengalami pencucian intensif dari unsur pembentuk basabasa (kejenuhan basa < 35%). Tanah dengan jenis Ultisols secara umum mempunyai produktivitas yang rendah hingga sedang dan miskin akan unsur hara yang salah satunya hara K (Suwardi dan Wiranegara 2000). Selain itu, tanah Ultisols banyak mengandung mineral kaolinit, sehingga umumnya mempunyai kapasitas fiksasi rendah (Arifin et al. 1973). Oleh karena itu selain memiliki kadar Kdd rendah, Ultisols juga memiliki kadar Ktdd rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Jenis tanah yang mempunyai kadar Ktdd tertinggi yaitu Vertisols dan terendah Ultisols. Kadar Ktdd Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturutturut adalah 0.52 cmol+ kg-1, 0.11 cmol+ kg-1, dan 0.87 cmol+ kg-1. Hasil menunjukkan bahwa kadar Ktdd tertinggi umumnya berjenis tanah Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols umumnya mempunyai KTK, K-fiksasi serta kadar Kt tinggi. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisols mempunyai kapasitas fiksasi K dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi. Pemberian pupuk K selalu meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk Ktdd, tetapi tidak selalu memberikan kenaikan terhadap ketersediaan K (Kdd dan Kl) karena tergantung pada daya sangga K dalam Tanah (Ravoniarijaona 2009). Fiksasi K dapat menyebabkan kekahatan K bagi tanaman, namun demikian secara umum fiksasi ini juga berguna karena membantu proses retensi dan siklus K melalui sistem organik dan inorganik (Metson 1980). Dengan
25
demikian dapat dikatakan bahwa fiksasi K merugikan dalam jangka pendek tetapi bermanfaat dalam jangka panjang karena K-terfiksasi merupakan K cadangan bagi tanaman. Sementara jenis tanah yang mempunyai kadar Kt tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar Kt pada jenis tanah Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.28%, 0.03%, dan 0.15%.
Kdd Pada Setiap Jenis Tanah cmol+ kg‐1
0,60 0,40 0,20 0,00 K‐dd
Inceptisols
Ultisols
Vertisols
0,53
0,11
0,36
cmol+ kg‐1
Ktdd Pada Setiap Jenis Tanah 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 K‐tdd
Inceptisols
Ultisols
Vertisols
0,52
0,11
0,87
Kt Pada Setiap Jenis Tanah 0,30 %
0,20 0,10 0,00 K‐total
Inceptisols
Ultisols
Vertisols
0,28
0,03
0,15
Gambar 4. Kdd, Ktdd, dan Kt Pada Setiap Jenis Tanah
Hasil uji Tukey (P < 0.05) menunjukkan bahwa jenis tanah tidak nyata secara statistik baik terhadap Kdd, Ktdd maupun terhadap Kt. Hal ini diduga karena keragaman kadar Kdd, Ktdd, dan Kt pada setiap jenis tanah yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di
26
setiap jenis tanah tidak sama atau bervariasi yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 9). Perbedaan kadar Kdd, Ktdd, dan Kt pada setiap jenis tanah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbedaan Kadar Kdd, Ktdd, dan Kt Pada Setiap Jenis Tanah (n = 23) Jenis Tanah
Kdd +
-1
(cmol kg )
SD
Ktdd +
-1
(cmol kg )
SD
Kt (%)
SD
Inceptisols
0.53
0.49
0.52
0.32
0.28
0.17
Ultisols
0.11
0.03
0.11
0.01
0.03
0.01
Vertisols
0.36
0.17
0.87
1.06
0.15
0.13
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05).
27