23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Profil Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (selanjutnya disebut “BRI”) didirikan pada tanggal 18 Desember 1968 berdasarkan undang-undang No. 21 Tahun 1968 dan pada tanggal 29 April 1992, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (Pemerintah) No. 21 Tahun 1992 bentuk badan hukum BRI diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). BRI adalah salah satu bank umum terbesar di Indonesia yang memiliki prestasi yang sangat baik. Menurut Majalah SWA (April 2011) BRI adalah bank yang mencetak laba terbesar untuk tahun 2010 yakni Rp 11,4 triliun atau naik sebesar 56,98% dibandingkan perolehan tahun sebelumnya yaitu Rp 7,3 triliun. BRI berhasil mempertahankan predikat bank dengan pencapaian laba terbesar sejak tahun 2005. 4.1.1 Visi Misi Perusahaan Visi Bank menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan. BRI telah menetapkan tiga misi untuk mencapai visi perseroan,yaitu: 1. Melakukan praktik perbankan terbaik dengan prioritas pada layanan tersebut, Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mendukung ekonomi rakyat. 2. Menyediakan pelanggan dengan layanan terbaik disampaikan melalui jaringan yang luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, sekaligus taat pada praktik Tata Kelola Perusahaan (TKP). 3. Menciptakan nilai yang optimal dan manfaat bagi para stakeholder. 4.1.2 Fokus Bisnis Sejak awal berdiri yaitu pada tahun 1968, BRI memiliki komitmen untuk fokus pada layanan perbankan di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Komitmen ini tercermin dalam alokasi kredit untuk sektor yang mempengaruhi mata pencaharian
24
penduduk dan jasa keuangan lainnya bahwa Bank menawarkan kepada masyarakat. 4.1.3 Jaringan Pada September 2011, BRI melayaninya pelanggan melalui lebih dari 7.000 outlet menyebar di seluruh Indonesia: 1. 1 Kantor Pusat 2. 18 Kantor Wilayah 3. 14 Kantor Audit Daerah 4. 424 Kantor Cabang (termasuk 1 unit khusus dan 3 kantor di luar negeri) 5. 480 Kantor Cabang Pembantu 6. 4.766 BRI Unit (Micro Outlet) 7. 854 Kas Counters 8. 1.195 Teras BRI Sejak 2009, seluruh outlet BRI di atas yang terhubung secara real time online dengan BRINETS. BRI juga menyediakan akses ke layanan perbankan melalui saluran elektronik; 1. 6.773 ATM terkait dengan ATM Bersama, ATM Prima, ATM Link, Cirrus, dan Maestro 2. 18.030 Electronic Data Captures (EDC) 3. 70 Mesin Setoran Tunai (CDM) BRI juga didukung oleh sejumlah besar karyawan yang handal dan kompeten/profesional/berpengalaman. Saat ini mempekerjakan lebih dari 38.000 orang. 4.1.4 Produk dan Jasa BRI Adapun produk dan jasa-jasa keuangan serta layanan yang ditawarkan oleh Bank Rakyat Indonesia antara lain: 1. Produk Simpanan Produk simpanan yang ditawarkan BRI antara lain adalah giro, tabungan dan deposito. Untuk lebih rinci akan dijelaskan mengenai masing-masing produk simpanan sebagai berikut:
25
a. BritAma Tabungan BRItAma merupakan produk unggulan untuk merebut pasar dana pihak ketiga di perkotaan yang menginginkan
kemudahan
dan
kenyamanan
dalam
melakukan transaksi perbankan. Tabungan BritAma tersedia dalam mata uang rupiah dan mata uang asing. b. Giro BRI (GiroBRI) Giro BRI terdiri dari dua jenis, yaitu Giro BRI rupiah dan Giro BRI valas. Giro BRI Rupiah merupakan simpanan pihak ketiga dalam mata uang rupiah, yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu, dengan menggunakan warkat cek atau bilyet giro, surat perintah penarikan lainnya atau pemindahbukuan (overbooking). Nasabah giro dapat berasal dari nasabah perorangan maupun nonperorangan, seperti badan usaha (CV/PT/PMA), yayasan dan institusi atau badan usaha lainnya. Giro BRI Valas merupakan simpanan pihak ketiga dalam valuta asing pada BRI yang setiap saat dapat diambil alih oleh pemegang rekening yang bersangkutan. Rekening Giro BRI Valas dibuka dalam mata uang selain rupiah seperti US Dollar, terbatas pada Euro, SGD dan Poundsterling, dimana terlebih dahulu harus disertakan surat izin untuk pembukaan rekening giro dengan mata uang tersebut. Untuk Giro BRI Valas tidak diperkenankan untuk mengeluarkan cek dan bilyet giro. Penarikan Giro BRI Valas dapat dilakukan dengan cara masuk ke rekening rupiah atau diambil tunai dengan kurs beli devisa, ditransfer ke rekening di bank dengan dikenakan biaya provinsi.
26
c. Simpedes Simpedes merupakan simpanan pihak ketiga untuk segmen mikro. Target pasar utama dari produk ini adalah kalangan menengah ke bawah di wilayah pedesaan dan sub-urban. Tabungan simpedes telah diakui dunia sebagai pelopor tabungan di sektor microfinance. d. DepoBRI DepoBRI adalah simpanan berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Jangka waktu yang ditawarkan produk ini mulai dari 1 (satu) sampai 24 bulan. Keunggulan DepoBRI diantaranya adalah suku bunga yang kompetitif, tersedia dalam berbagai jenis pilihan mata uang, dapat dicairkan diseluruh unit kerja BRI dan dapat dijadikan sebagai agunan kredit (cash colateral). e. Tabungan Haji Tabungan haji adalah produk tabungan khusus bagi nasabah yang ingin melaksanakan ibadah haji. Produk ini membantu
nasabah
dalam
mempersiapkan
biaya
penyelenggarakan ibadah haji (BPIH), baik BPIH biasa maupun BPIH khusus/haji plus. f. BritAma Junio BritAma Junio adalah tabungan yang memiliki tagret pasar khusus anak-anak yang berusia 17 tahun ke bawah, namun seiring dengan meningkatnya permintaan akan BritAma Junio, nasabah yang berusia di atas 17 tahun juga dapat memiliki produk ini. Tujuan dari tabungan ini adalah untuk memperkenalkan perbankan sejak dini dan menanamkan rasa gemar menabung kepada anak. 2. Produk Pinjaman a. Kredit Mikro, produk pinjaman mikro BRI terdiri kupedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro. Kupedes adalah
27
kredit mikro BRI dengan plafon pinjaman sampai dengan Rp 100 Juta yang dilayani BRI unit dan Teras BRI. Sedangkan KUR mikro adalah kredit komersial yang diberikan kepada mereka yang memiliki kelayakan usaha (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan perbankan atau belum bankable. b. Kredit Kecil/Ritel Kredit ritel komersil yang dipasarkan oleh BRI berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pelaku bisnis usaha kecil di semua sektor ekonomi. Selain produk kredit investasi dan kredit modal kerja, BRI memiliki alternatif skema kredit sesuai kebutuhan dan karakteristik usaha nasabah. c. Kredit Konsumer BRI membangun jaringan kerja operasional yang fokus melayani kredit konsumer melalui sentra kredit konsumer (SKK) dan Point of Sales (POS). d. Kredit Program Kredit Program BRI dibedakan menjadi Kredit Program Komersial (Commercial Program Loan), Kredit Program Bersubsidi (Subsidized Program Loan), dan Kredit Kelolaan (Channeling Loan), Kredit program komersil dan kredit program
bersubsidi
dicatat
secara
on-balance
sheet,
sedangkan kredit channeling dicatat secara off-balance sheet karena BRI hanya memberikan jasa sebagai penyalur kredit yang bersumber dari dana pemerintah dan tidak memiliki risiko kredit. Kredit program komersial ditujukan untuk debitur usaha mikro, kecil, dan koperasi yang layak dibiayai namun tidak bisa mendapatkan pembiayaan skema program bersubsidi atau komersial (belum bankable). Salah satu kredit program komersial adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang
28
mengalami perubahan sangat pesat sejak pertama kali diluncurkan pada November 2007. e. Kredit Menengah/Korporasi Sasaran kredit ini adalah perusahaan swasta atau non-BUMN (Badan Usaha Milik Pemerintah) dengan besar pinjaman diatas Rp 50 miliar sampai dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK). Kredit ini terbagi dalam dua segmen utama yaitu Kredit Agribisnis dan Kredit Bisnis Umum (Non Agribisnis). 3. Jasa Perbankan a. BRI Priority Banking BRI prioritas merupakan kegiatan pelayanan dan jasa perbankan yang diberikan secara eksklusif kepada nasabah kalangan affluent dan high net worth individual, meliputi pelayanan dan jasa perbankan umum, jasa konsultasi perencanaan keuangan dan investasi, asuransi, maupun perencanaan pensiun. b. Cash Management System Semakin ketatnya persaingan di perbankan dan semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis menuntut BRI untuk selalu dapat menyediakan fitur-fitur cash management yang relevan dan menjadi solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi nasabah. Fitur-fitur Cash Management System BRI meliputi: 1) Account Information 2) Reporting 3) Transfer Antar Rekening BRI 4) Mass Fund Transfer 5) Payroll 6) Transfer Antar Bank 7) Bill Payment
29
8) Liquidity Management System (Pooling). Fitur transfer otomasits pada beberapa rekening milik client antara lain terdiri dari fitur Fixed Balance Account, Fitur Range Balance Account, Fitur Fill Defisit, Fitur Value Based Pooling, dan Fitur Target Balance Account. c. Salary Crediting Pembayaran gaji adalah fasilitas pengkreditan gaji secara otomatis dari rekening individu atau perusahaan ke rekening simpanan karyawan sesuai tanggal yang telah disepakati. d. Layanan Treasury Aktivitas Treasury di BRI merupakan salah satu fungsi yang sangat strategis dalam pengelolaan aset dan kewajiban bank. e. Layanan Internasional BRI menyediakan berbagai macam produk dan layanan untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabah termasuk produk dan layanan trade finance. Trade Finance memberikan kontribusi terhadap bisnis BRI termasuk Fee-Based Income
yang
sangat mendukung upaya peningkatan pendapatan non bunga. 4.2. Struktur Modal BRI Struktur modal BRI mengalami perubahan sejak tanggal 3 Oktober 2003 berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB). Pemegang saham BRI memutuskan hal-hal sebagai berikut: 1. Restrukturisasi modal BRI per 30 Juni 2003 yang timbul dari dana rekapitalisasi senilai Rp 29.063.531 untuk meningkatkan modal ditempatkan dan disetor penuh oleh Negara Republik Indonesia dari Rp 1.728.000 yang terdiri dari 1.728.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per lembar saham, menjadi Rp 5.000.000 yang terdiri dari 5.000.000 lembar saham dengan nilai nominal yang sama per lembar sahamnya, serta sisa sebesar Rp 25.791.531 menjadi tambahan modal disetor.
30
2. Saham dibagi dengan perubahan nilai nominal saham dari Rp 1.000.000 menjadi Rp 500,00. 3. Peningkatan modal dasar BRI dari Rp 5 triliun, terbagi 5.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per saham, menjadi
Rp 15 triliun
yang terbagi 30.000.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 500 (Rupiah penuh) per saham. 4. Pemanfaatan cadangan umum dan khusus pada tangal 30 Juni 2003 sebesar Rp 1.386.616 untuk menutupi akumulasi kerugian per tanggal 30 Juni 2003. 5. Rencana kuasi-reorganisasi BRI pada tanggal 30 Juni 2003 untuk menghilangkan akumulasi kerugian sebesar Rp 24.699.387 terhadap tambahan modal disetor. 6. Tindak lanjut atas perubahan Anggaran Dasar : a. Menyetujui perubahan status BRI menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas Terbuka, yang setelah itu nama BRI akan diubah menjadi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. b. Menyetujui untuk mengubah semua ketentuan dalam anggaran dasar BRI dengan revisi sesuai denganUU No 8 tahun 1995 tentang “Pasar Modal” dan ketentuan-ketentuan lainnya. 7. Berdasarkan surat dari Ketua Bapepam Mo S-2646/PM/2003 tanggal 31 Oktober
2003,
pernyataan
pendaftaran
disampaikan
oleh
BRI
sehubungan dengan IPO saham BRI dari 3.811.765.000 Seri B saham biasa yang terdiri dari 204.706.000 saham seri B yang umum dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan 1.764.705.000 seri B baru saham biasa diterbitkan dengan nilai nominal Rp 500 (rupiah penuh) per saham dan harga penawaran awal Rp 875 (rupiah penuh) setiap saham kepada masyarakat yang berlaku efektif pada tanggal 31 Oktober 2003. Dengan ini, secara bersamaan seluruh saham BRI telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia. 4.2.1
Keadaan Struktur Modal BRI PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk mengelola sumbersumber dana dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Sumber dana
31
yang menyusun struktur modal tersebut terdiri dari ekuitas dan hutang. Puspopranoto (2004) menjelaskan bahwa bank mempunyai karakterikstik tertentu yang memberikan warna pada kegiatan operasionalnya, dan karena itu mudah dibedakan dari jenis usaha lainnya. karakteristik dari usaha bank adalah sebagai berikut: a. Modal yang relatif sangat kecil, ini berarti rasio modal/aktiva total bank sangat rendah. Pada kenyataannya, kredit yang diberikan
bank
bersumber
dari
dana
milik
pihaklain
(masyarakat). Pada umumnya rasio modal/aktiva dibawah indikator perbankan global (10%). Dengan rasio tersebut, berarti jika bankir menanamkan seluruh dananya pada obligasi dan harganya merosot 10% atau mengalokasikannya dalam bentuk kredit dan hanya 90% yang dibayar kembali, maka bank akan bangkrut, karena itu manajemen bank terkenal konservatif karena kekeliruan dalam membuat langkah/kebijakan usaha akan berisiko besar. b. Sebagian besar pasiva berupa kewajiban yang mudah dicairkan. Dana pihak lain ini sebagian besar bersifat jangka pendek. Ini berimplikasi bahwa pada setiap hari kerja sejumlah deposan bank bisa datang dan menarik semua uang miliknya atau mentransfer ke bank lain. Jadi, bank tidak hanya meminjamkan dana milik orang lain, tetapi juga memberikan kesempatan kepada orangorang tersebut menarik kembali dananya pada setiap saat. Kedua aspek tersebut di atas membawa implikasi bahwa masalah sentral dari manajemen bank adalah bagaimana merekonsiliasi sasaran bank yang dapat saling berbenturan, yaitu solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas. Dengan solvabel berarti tidak bangkrut dan ini merupakan masalah yang akut karena kecilnya modal. Dengan likuid berarti bank mampu membayar apa yang diminta para deposan. Tentu saja karena bank adalah perusahaan bisnis, ia harus memperoleh keuntungan untuk kepentingan pihak pemegang saham.
32
Perkembangan keadaan struktur modal BRI pada periode 20062011 dapat dilihat pada Gambar 4. 450.00 400.00
Triliun Rp
350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 2006 Ekuitas
2007
2008
Hutang
2009 DPK
2010
2011
Kredit
Gambar 4. Perkembangan Struktur Modal BRI Terlihat pada grafik tersebut, jumlah ekuitas yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 bila dibandingkan dengan jumlah hutang maka nilai ekuitas sangat kecil, hal ini sesuai dengan pendapat Puspopranoto yang telah dijelaskan diatas, bahwa bank memiliki karakteristik unik dalam struktur modalnya. Perbandingan antara rata-rata jumlah ekuitas dengan rata-rata jumlah hutang pada periode ini adalah
9,63% untuk komposisi ekuitas dan 90,37% untuk
komposisi hutang yang digunakan oleh BRI dari total pasiva. Jumlah hutang yang sangat besar dikarenakan oleh kegiatan bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat atau disebut penghimpun dana pihak ketiga (DPK) yang kemudian dianggap hutang oleh bank. Penyaluran kredit yang merupakan bisnis utama BRI selalu mengalami
peningkatan
disetiap
tahunnya.
Perkembangan
penyaluran kredit ini menunjukkan BRI berupaya untuk melakukan ekspansi
kredit.
Upaya
ini
dilakukan
untuk
meningkatkan
profitabilitas. Keuntungan dari kegiatan ini diperoleh dari hasil selisih antara bunga pinjaman dengan bunga simpanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah, setelah dikurangi dengan beban-beban dari kegiatan operasional bank. Pada periode 2006-
33
2011, jumlah kredit yang disalurkan mengalami peningkatan terbesar di tahun 2008 yaitu meningkat sebesar 41.36% dari tahun 2007 dimana jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 161,11 triliun dan pada akhir periode yaitu tahun 2011 jumlahnya mencapai Rp 285,41 triliun. Peningkatan penyaluran kredit sejalan dengan peningkatan penghimpunan dana pada BRI selama periode 2006-2011. Kedua kegiatan ini menunjukkan bahwa BRI setiap tahunnya berusaha meningkatkan fungsi intermediasi yang merupakan fungsi penting perbankan dalam menciptakan kestabilan perekonomian negara. BRI mengelola struktur modal dari berbagai sumber dana untuk memenuhi kebutuhan dananya. Dana yang dihimpun dari dana pihak ketiga terdiri dari tabungan, deposito dan giro yang kemudian disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman untuk konsumsi atau untuk usaha mikro, koperasi dan ritel. Pada periode 2006-2011 BRI menyalurkan kredit per tahun rata-rata sebesar 79.37% dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun. Perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan dengan jumlah dana yang dihimpun per tahunnya dan rasio kredit macet atau NPL dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana dengan Jumlah Penghimpunan Dana dan Nilai NPL BRI Tahun Kredit terhadap DPK (%) NPL (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata
96.02 68.82 79.94 81.29 74.02 76.13 79.37
4.81 3.44 2.80 3.52 2.78 2.30 3.28
Sumber: Annual Report BRI, Diolah
Berdasarkan nilai kredit terhadap dana pihak ketiga dapat dilihat tingkat keefektifan dalam menjalankan fungsi intermediasi perbankan.
BRI
cenderung
memiliki
penurunan
keefektifan
penyaluran kredit terhadap jumlah dana yang dihimpun. Nilai NPL
34
sebagai rasio kredit macet dikelola BRI sehingga pada periode 20062011 nilai NPL tidak melebihi standar yang diberlakukan BI yaitu 5%. Menurut Dendawijaya (2005) yang termasuk kategori kredit macet adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan. Proporsi rata-rata jumlah ekuitas yang terdiri dari modal saham, laba ditahan, dan sumber modal lainnya seperti agio saham dan cadangan-cadangan, serta jumlah hutang yang terdiri dari DPK dan kewajiban lainnya seperti pinjaman subordinasi, pinjaman antar bank, kewajiban derivatif dan lain-lain yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Rata-rata Proporsi Struktur Modal (Miliar Rp) Deskripsi Ekuitas
Hutang
Modal Saham Laba Ditahan Modal Lainnya Total DPK
Jumlah Rata-Rata Proporsi 6.161 2% 19.287 6% 3.290 1% 237.626 79%
Kewajiban Lain
32.915
12%
Sumber: Annual Report BRI, Diolah
Jumlah unsur inti struktur modal sepanjang periode 2006-2011 mengalami perubahan, namun komposisinya tetap yaitu dengan jumlah hutang yang jauh lebih besar dibandingkan jumlah ekuitas. Jumlah hutang didominasi oleh total jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BRI dengan kontribusi rata-rata adalah sebesar 79% dari total struktur modal. Jumlah rata-rata proporsi struktur modal dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 5. 2%
7%
11%
1%
Modal Saham laba ditahan Modal lainnya
79%
Total DPK kewajiban lainnya
Gambar 5. Grafik jumlah rata-rata proporsi struktur modal
35
Tiap unsur struktur modal masing-masing memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap jumlah total struktur modal. Kontribusi terkecil dalam struktur modal adalah modal lainnya yang terdiri dari agio saham dan cadangan-cadangan modal rata-rata sebesar 1 persen. Peningkatan ekuitas pada setiap tahunnya didominasi oleh jumlah laba ditahan yang kontribusinya rata-rata sebesar 7 persen yang diputuskan oleh BRI agar mampu menjaga kondisi ketahanan dan keamanan dalam risiko penyaluran kredit. Selanjutnya untuk lebih menggambarkan keadaan struktur modal BRI akan dilihat dari nilai-nilai parameter strutur modal dan didukung oleh beberapa rasio keuangan. 4.2.2
Capital Ratio (CR) Capital Ratio digunakan untuk menggambarkan kemampuan struktur modal bank dalam mengatasi risiko tidak kembalinya kredit yang disalurkan. Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai CR BRI pada periode 2006-2011. Tabel 4. Perhitungan Nilai Capital Ratio BRI (Miliar Rp) 2006
2007
2008
2009
2010
2011
90.283
113.973
161.108
208.123
246.964
285.410
6.718
6.958
8.005
11.368
13.991
15.952
16.879
19.438
22.357
27.257
36.673
49.820
CR (%) 26.14 23.16 18.85 Sumber : Annual Report BRI 2006-2011, diolah.
18.56
20.51
23.04
Deskripsi Total Kredit yang diberikan Penghapusan kerugian kredit yang diberikan Ekuitas
Nilai CR yang dimiliki BRI pada periode 2006-2009 cenderung menurun dan kembali meningkat pada tahun 2010 dan 2011. Secara umum, penurunan rasio disebabkan karena peningkatan pemberian kredit tidak sebanding dengan kenaikan ekuitas dan penghapusan kerugian kredit. Penurunan ini dapat diartikan bahwa kemampuan struktur modal BRI dalam mengatasi risiko tidak kembalinya kredit menurun pada periode 2006-2009, namun kembali meningkat pada tahun 2010 dan 2011. Perkembangan nilai CR yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Gambar 6.
36
CR (%) 30 25 20
26.14
23.16
15
18.85
18.56
2008
2009
20.51
23.04 CR (%)
10 5 0 2006
2007
2010
2011
Gambar 6. Grafik Perkembangan Nilai CR BRI 2006-2011 Pada periode 2006-2008 penurunan yang terbesar terjadi pada tahun 2008 dengan nilai CR yaitu sebesar 18.85 persen sedangkan pada tahun 2007 BRI memiliki nilai CR sebesar 23.16 persen. Penurunan ini disebabkan oleh nilai pada komponen kredit yang diberikan sedang mengalami kenaikan terbesar pada periode 20062011, dimana pada tahun 2007 nilai kredit yang diberikan sebesar Rp 113,97 triliun meningkat menjadi Rp 161,11 triliun pada akhir tahun 2008 atau mengalami peningkatan sebesar 41.36 persen. sedangkan pada tahun tersebut kenaikan ekuitas yang terjadi hanya sebesar 15.02 persen dengan nilai Rp 19,44 triliun pada tahun 2007 menjadi Rp 22,35 triliun pada tahun 2008. 4.2.3
Capital Adequancy Ratio (CAR) CAR merupakan rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko. CAR juga sering disebut sebagai rasio kecukupan modal yang harus dipenuhi oleh bank sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yaitu PBI No. 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 dengan perbaharuan yaitu Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 yang berisikan mengenai bank dengan kriteria khusus tertentu harus memasukkan risiko pasar dalam perhitungan CAR dengan memasukkan komponen modal pelengkap tambahan. Risiko pasar merupakan risiko kerugian yang timbul karena adanya pergerakan faktor pasar yang meliputi suku bunga dan nilai
37
tukar yang berlawanan dengan posisi yang dimiliki BRI baik posisi yang ada di neraca. Instrumen keuangan yang berbasis suku bunga memiliki risiko karena terdapat potensi perubahan suku bunga yang akan membawa dampak ke arus kas di masa depan. Risiko nilai tukar merupakan risiko yang timbul karena adanya gap posisi valuta asing yang dimiliki BRI yang tercermin dalam Posisi Devisa Neto (PDN) BRI. Secara umum, nilai CAR BRI telah memenuhi standar kesehatan bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia yaitu memiliki nilai CAR minimal 8 persen. Dengan memiliki nilai CAR diatas 8 persen, dapat diartikan bahwa BRI sudah berada dalam kategori bank yang sehat selama periode 2006-2011. Perhitungan CAR pada periode 2006-2011 pun telah memasukkan nilai risiko pasar sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang baru. Perhitungan CAR yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut Grafik perkembangan dan perbandingan Nilai CAR yang dimiliki BRI dan Nilai CAR yang dimiliki sektor Perbankan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 7. 25 20 15
18.82 15.84
10
13.18
13.2
13.76
14.96
2008
2009
2010
2011
5 0
2006 CAR BRI (%)
2007
CAR Sektor Perbankan (%)
Nilai Minimum (%)
Gambar 7. Perbandingan Nilai CAR BRI dengan Perbankan BRI memiliki nilai CAR yang berfluktuatif pada periode 20062011. Cenderung menurun pada tahun 2006-2008 dengan nilai masingmasing yaitu 18.82 persen, 15.84 persen, 13.18 persen dan kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2009-2011 yaitu dari 13.20 persen kemudian 13,76 persen dan menjadi 14.96 persen. Bila dibandingkan
38
dengan nilai CAR perbankan yang dapat dilihat pada grafik diatas, BRI memiliki pola kecenderungan yang sama dengan industri perbankan secara keseluruhan. Tetapi pada tahun 2010 nilai CAR pada industri perbankan menurun yaitu dari 17.42 persen pada tahun 2009 menjadi 17.18 persen pada tahun 2010, sedangkan nilai CAR BRI meningkat dari 13.20 persen pada tahun 2009 menjadi 13.76 persen. Peningkatan
tersebut
disebabkan
oleh
penurunan
nilai
rasio
pembayaran deviden pada tahun 2009 sebesar 35 persen yang ditentukan oleh manajemen BRI serta didukung juga oleh adanya strategi manajemen untuk memperluas kredit berisiko rendah. 4.2.4
Rasio Ekuitas dan Aktiva Produktif (REA) Rasio ini akan melihat persentase modal terhadap aktiva produktif yang digunakan bank. Rasio ini cenderung menurun pada periode 2006-2009, namun meningkat pada 2010 dan 2011. Aktiva produktif terdiri dari penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain, sekuritas, obligasi rekapitalisasi pemerintah, kredit, piutang, dan investasi dalam saham. Perhitungan nilai REA yang dimiliki oleh BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan nilai REA BRI (Miliar Rp) Deskripsi
2006
2007
2008
2009
2010
Total Ekuitas
16,879
19,438
22,357
27,257
36,673
49,820
139,038
169,091
228,781
299,063
379,696
432,647
12.14%
11.50%
9.77%
9.11%
9.66%
11.52%
Aktiva Produktif
REA
2011
Sumber : Annual Report BRI 2006-2011, Diolah.
Penurunan nilai REA terbesar terjadi pada tahun 2008 dengan nilai 11.50 persen pada tahun 2007 menjadi 9.72 persen pada tahun 2008. Perkembangan nilai REA akan digambarkan pada Gambar 8. Peningkatan nilai aktiva produktif pada tahun 2008 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan nilai REA menurun. Aktiva produktif meningkat 34.30 persen pada 2008 menjadi Rp. 228,8 triliun dari Rp 169,1 triliun pada tahun 2007. Total pinjaman BRI yang meliputi pembiayaan syariah memberikan kontribusi terbesar untuk aktiva produktif.
39
14 12 10
12.14
11.52
11.5 9.77
8
9.11
9.66 REA (%)
6 4 2 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 8. Perkembangan Nilai REA BRI 2006-2011 Penurunan nilai rasio REA diartikan bahwa ekuitas yang dimiliki BRI mampu lebih efektif dalam menghasilkan aktiva produktif. 4.2.5
Rasio Likuiditas Rasio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Rasio ini memperhatikan jumlah dana harian
yang tersedia utuk
mengantisipasi penarikan dana yang dilakukan nasabah. Nilai Assets to Loan Ratio (ALR) BRI dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan nilai Assets to Loan Ratio BRI (miliar Rp) Deskripsi
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total Kredit
90.283
113.973
161.108
208.123
246.964
285.410
Total Aset
154.725
203.735
246.077
316.947
404.286
469.899
ALR (%)
58.35
55.94
65.47
65.66
61.09
60.74
Sumber : Annual Report BRI 2006-2011, Diolah.
Berdasarkan tabel di atas, jumlah total aset, total kredit dan nilai assets to loan ratio dapat diperjelas dalam bentuk diagram, pada Gambar 9. Hasil dari perhitungan Assets to Loan Ratio ini menunjukkan angka yang berfluktuatif, perubahan terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu meningkat dari 55.94 persen menjadi 65.47 persen.
40
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
66.0% 64.0% 62.0%
Total Kredit Total Aset ALR
60.0% 58.0% 56.0% 54.0% 52.0% 50.0% 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 9. Diagram Assets to Loan Ratio 2006-2011 Peningkatan pada tahun 2008 ini menandakan bahwa tingkat likuiditas BRI lebih rendah dari tahun sebelumnya. Nilai kredit yang meningkat sangat tinggi pada tahun 2008 menyebabkan likuiditas BRI merendah karena tidak diimbangi dengan kenaikan total aset. Pengelolaan tingkat likuiditas bertujuan untuk memastikan kecukupan dana harian dalam memenuhi kewajiban pada kondisi normal maupun kondisi krisis secara tepat waktu. Menurut Annual Report BRI 2010, BRI melakukan monitoring secara harian atas kemungkinan besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah, melakukan monitoring aset dan kewajiban yang akan jatuh tempo, serta menjaga aset likuid yang cukup untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. 4.2.6
Rasio Solvabilitas Rasio ini akan mengukur apakah permodalan yang dimiliki sudah memadai atau sejauh mana penurunan yang terjadi dalam total aset masih dapat ditutupi oleh capital equity atau untuk melihat kemampuan struktur modal bank dalam mencegah kebangkrutan. Nilai Primary Capital yang dimiliki BRI dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan nilai Primary Ratio BRI (Miliar Rp) Deskripsi
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Ekuitas
16.879
19.438
22.357
27.257
36.673
49.820
Total Aset
154.725
203.735
246.077
316.947
404.286
469.899
PR
10.91%
9.54%
9.09%
8.60%
9.07%
10.60%
Sumber : Annual Report BRI 2006-2010, Diolah
41
Nilai Primary Ratio menunjukkan kecenderungan yang sama dengan Capital Ratio dan REA yakni, menurun pada periode 20062009 dan kembali naik pada tahun 2010 dan 2011. Namun pada rasio ini penurunan terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu dengan nilai 10.91 persen pada tahun 2006 menjadi 9.54 persen pada tahun 2007. Hal ini berarti ekuitas jika dibandingkan dengan total asset yang dimiliki mengalami kenaikan yang tidak seimbang secara signifikan terjadi pada tahun 2007. 4.3. Profitabilitas BRI Rasio rentabilitas yang akan digunakan adalah Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA). ROE akan mengukur kinerja manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba bersih. Semakin besar ROE, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai. ROA akan mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total aset yang dimiliki. Semakin besar ROA, semakin efisien pihak manajemen memanfaatkan aktivitasnya dalam kegiatan operasional. Nilai ROE dan ROA yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan nilai ROA dan ROE BRI periode 2006-2011 Rasio 2006 2007 2008 2009 2010 2011 ROA(%) ROE(%)
4.36
4.61
33.75 31.64
4.18
3.73
4.64
4.93
34.5 35.22 43.83 42.49
Sumber : Annual Report 2006-2011, Diolah
Nilai ROE pada periode 2006-2011 terus mengalami peningkatan dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2011. Pada periode 2006-2011 nilai terendah untuk ROE yang dimiliki BRI adalah sebesar 31.64 persen pada tahun 2007, hal ini menandakan bahwa kinerja BRI pada 2006-2011 sangat baik karena nilai ROE yang dimiliki BRI masih berada di atas standar BI yaitu sebesar 12,5 persen. Mempertahankan pertumbuhan pendapatan bunga bersih, menjaga kualitas aktiva produktif dan meningkatkan efisiensi biaya operasional menjadi kontribusi kenaikan laba bersih di setiap
42
tahunnya, sedangkan kenaikan modal disebabkan untuk mengimbangi kenaikan jumlah kredit yang disalurkan bank agar menjaga tingkat keamanan dan kesehatan bank. Meningkatkan nilai laba ditahan pada tahun sebelumnya dapat menjadi alternatif untuk menaikkan nilai modal. Perkembangan nilai ROE dan ROA yang dimiliki oleh BRI periode 2006-2011 akan digambarkan oleh grafik pada Gambar 10. 50 45 40 35 30 25
ROA
20
ROE
15 10 5 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 10. Perkembangan Nilai ROA dan ROE BRI 2006-2011 Nilai ROA mengalami penurunan pada peroide 2006-2009 dan kembali meningkat pada tahun 2010 dan 2011. BRI memiliki nilai laba sebelum pajak terus meningkat, namun peningkatan total aset yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan nilai kredit mengalami peningkatan yang lebih besar, sehingga nilai ROA menurun. Meskipun nilai ROA BRI menurun pada periode 2006-2009 dengan nilai terendah yang pernah dimiliki BRI yaitu 3.12 persen pada tahun 2009, nilai ini tetap berada diatas standar BI yaitu 1,25 persen untuk nilai ROA, sehingga dapat dikatakan keadaan profitabilitas BRI tergoleng sangat baik. 4.4. Analisis Korelasi antara Struktur Modal dengan Profitabilitas Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar dua peubah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji korelasi adalah: H 0 : ρ = 0 : Tidak ada korelasi antara peubah yang diteliti. H 1 : ρ ≠ 0 : Ada korelasi antara peubah yang diteliti.
43
Daerah penolakan H 0 adalah p-value < α (Iriawan dan Astuti, 2006). Analisis ini memperoleh nilai korelasi antara peubah bebas dan peubah terikat. Nilai korelasi antara peubah bebas dan peubah terikat dapat melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara keduanya. Adapun nilai korelasi dapat ditingkatkan menjadi beberapa kelas, yakni: Tabel 9. Interpretasi Nilai Korelasi Nilai Korelasi
Interpretasi
0
Tidak berkorelasi
0,01-0,25
Korelasi sangat rendah
0,25-0,5
Cukup
0,5-0,75
Kuat
0,75-0,99
Sangat kuat
1
Korelasi sempurna Analisis korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan software
MINITAB 16. Hasil dari analisis korelasi ini dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 dibawah ini menunjukkan nilai korelasi antar peubah struktur modal dengan peubah profitabilitas. Peubah yang akan dilihat tingkat keeratannya adalah laba bersih sebagai peubah terikat serta modal saham, laba ditahan, modal lainnya, jumlah dana pihak ketiga (DPK) dan hutang lainnya sebagai peubah bebas. Tabel 10. Nilai korelasi dan p-value antar peubah Peubah
Laba Bersih
Modal Saham
Laba ditahan
Modal Lainnya
Modal Saham
0.669 0.146 0.997 0.000 0.680 0.137 0.950 0.004 0.502 0.310
0.685 0.133 0.132 0.803 0.856 0.030 -0.215 0.683
0.673 0.143 0.951 0.004 0.492 0.321
0.529 0.281 0.651 0.162
Nilai Korelasi p-value Laba Nilai Korelasi Ditahan p-value Modal Nilai Korelasi Lainnya p-value DPK Nilai Korelasi p-value Hutang Nilai Korelasi Lain p-value
Sumber: Hasil output MINITAB 16
DPK
0.287 0.581
44
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 10, nilai korelasi dan p-value antara unsur ekuitas yaitu modal saham, laba ditahan dan modal lainnya terhadap laba bersih masing-masing sebesar 0.669 dan 0.146 untuk modal saham, 0.997 dan 0.000 untuk jumlah laba ditahan serta 0.680 dan 0.137 untuk modal lainnya, sedangkan nilai korelasi dan p-value antara unsur hutang yaitu jumlah dana pihak ketiga dan hutang lainnya terhadap laba bersih adalah 0,050 dan 0.004 untuk jumlah DPK serta 0.502 dan 0.310 untuk hutang lainnya. Nilai korelasi kelima peubah terhadap laba bersih menunjukkan tanda positif yang artinya bila terjadi peningkatan pada peubah bebas, maka peubah terikat akan meningkat pula dan apabila peubah bebas menurun maka jumlah peubah terikat akan menurun juga. 4.4.1 Hubungan Modal Saham dengan Laba Bersih Berdasarkan nilai korelasi yang dimiliki modal saham sebesar 0.669 menujukkan tingkat korelasi yang kuat dan positif, artinya modal saham memiliki hubungan searah dengan laba bersih, meningkatnya modal saham, maka laba bersih akan meningkat pula, namun karena nilai p-value yang dimiliki modal saham yaitu sebesar 0.146 atau lebih besar dari α, maka dapat ditarik kesimpulan hubungan korelasi yang dimiliki oleh modal saham dengan laba bersih tidak signifikan atau tidak nyata hubungannya. Saham BRI terdiri dari 3.811.765.000 seri B saham biasa pada 2003 dengan pembagian 204.706.000 saham seri B yang umum dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan 1.764.705.000 seri B baru saham biasa diterbitkan dengan nilai nominal Rp 500 per lembar saham dan harga penawaran awal Rp 875 per lembar saham yang ditawarkan kepada masyarakat berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003. Modal saham merupakan modal inti yang dimiliki BRI. Nilai dari modal saham BRI pada periode 2006-2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata jumlah modal saham sebesar Rp 6,2 triliun.
45
Pada tahun 2010, para pemegang saham BRI menyetujui rencana kepemilikan saham oleh pekerja dan manajemen melalui Program Penjatahan Saham (Employee Stock Allocation (ESA)) dan pemberian opsi pembelian saham kepada manajemen (Management Stock Option Plan (MSOP)) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB). Program kepemilikan saham oleh pekerja (ESA) terdiri dari program pemberian saham bonus (Bonus Share Plan), program penjatahan saham dengan diskon (Share Purchase at Discount) dan program penjatahan saham tambahan (Additional Share
Grant),
sedangkan
program
kepemilikan
saham
oleh
manajemen (MSOP) ditujukan untuk direksi dan pekerja pada posisi atau jabatan tertentu. Biaya dan diskon atas program ESA dan MSOP menjadi tanggungan BRI yang bebannya bersumber dari cadangan yang telah dibentuk. Biaya kompensasi MSOP diakui sebagai opsi saham bagian dari ekuitas. 4.4.2 Hubungan Laba Ditahan dengan Laba Bersih Laba ditahan adalah laba milik para pemegang saham yang diputuskan oleh mereka sendiri melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk tidak dibagikan sebagai deviden, tetapi dimasukkan kembali dalam modal kerja untuk menunjang kegiatan operasional bank. Laba ini merupakan unsur struktur modal yang mendominasi jumlah ekuitas yang dimiliki BRI, artinya dalam usaha menambah nilai ekuitas untuk meningkatkan keamanan, ketahanan, serta kesehatan bank, BRI mengandalkan jumlah laba ditahan yang selalu ditingkatkan setiap tahunnya. Nilai korelasi yang dimiliki oleh laba ditahan dengan laba bersih adalah senilai 0.997 menunjukkan tingkat korelasi yang sangat kuat dan positif, artinya jika jumlah laba ditahan meningkat maka jumlah laba bersih juga akan meningkat. P-value yang dimiliki antara laba ditahan dengan laba bersih adalah sebesar 0.000 atau lebih kecil dari α senilai 0.05, artinya hubungan yang sangat kuat antara laba
46
ditahan dengan laba bersih signifikan atau nyata hubungannya pada taraf nyata 5 persen. 4.4.3 Hubungan Modal Lainnya dengan Laba Bersih Modal lainnya terdiri dari agio saham dan cadangan-cadangan. Agio saham merupakan selisih dari jumlah uang yang dibayarkan oleh pemegang saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham sedangkan cadangan-cadangan merupakan sebagian laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari. Kontribusi nilai modal lainnya pada total jumlah struktur modal termasuk nilai yang paling kecil yaitu sebesar 1 persen. Nilai korelasi yang dimiliki oleh modal lainnya dengan laba bersih adalah sebesar 0.680 dengan p-value sebesar 0.137, artinya antara modal lainnya dengan laba bersih memiliki korelasi yang kuat dan positif sehingga apabila jumlah modal lainnya meningkat, maka jumlah laba bersih akan meningkat juga, namun hubungan korelasi tidak signifikan karena p-value lebih besar dari α sebesar 0.05. 4.4.4 Hubungan DPK dengan Laba Bersih Dana pihak ketiga merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank dalam bentuk giro, tabungan ataupun deposito. Sumber dana ini merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Pada periode 2006-2011 BRI memiliki rata-rata jumlah dana pihak ketiga sebesar 79 persen dari total struktur modal yang memberikan kontribusi terbesar pada struktur modal BRI. Dana pihak ketiga merupakan kewajiban yang mudah dicairkan dan bersifat jangka pendek. Pengelolaan dana pihak ketiga ini sebaiknya memperhatikan kemungkinan sejumlah nasabah bank bisa datang dan menarik semua uang miliknya atau mentransfer ke bank lain, sehingga dana ini tidak hanya digunakan untuk penyaluran kredit, tetapi juga memberikan kesempatan kepada nasabah menarik kembali uangnya setiap saat.
47
Peningkatan jumlah dana pihak ketiga akan digunakan untuk ekspansi penyaluran kredit dan kegiatan lainnya. Seiring dengan berkembangnya penyaluran kredit, profitabilitas BRI juga akan meningkat.
Kegiatan
penyaluran
dana
selain
mendatangkan
keuntungan juga memiliki potensi risiko, oleh karena itu Bank Indonesia menetapkan peraturan mengenai kehati-hatian dalam pemberian kredit, yaitu harus dilakukan setinggi-tingginya sebesar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Nilai korelasi antara DPK dengan laba bersih adalah sebesar 0.95. Nilai ini menunjukkan tingkat korelasi yang sangat kuat dan positif, artinya jika DPK meningkat, maka laba bersih juga akan meningkat dan jika DPK menurun, maka laba bersih yang dihasilkan oleh BRI juga akan menurun. P-value sebesar 0.004 atau lebih kecil dari α yaitu senilai 0.05 menyatakan bahwa hubungan yang sangat kuat antara DPK dengan laba bersih signifikan atau berhubungan nyata pada taraf nyata 5 persen. 4.4.5 Hubungan Hutang Lainnya dengan Laba Bersih Nilai hutang lainnya terdiri dari pinjaman subordinasi, pinjaman antar bank, kewajiban derivatif dan lain-lain. Sumber dana dari hutang lainnya ini adalah dana pihak kedua yang merupakan dana pinjaman dari pihak luar. Sifat dari hutang lainnya ini adalah kewajiban jangka menengah dan kewajiban jangka panjang. Kontribusi jumlah hutang lainnya pada total struktur modal adalah sebesar 12 persen. Nilai korelasi antara hutang lainnya dengan laba bersih adalah sebesar 0.502 menunjukkan tingkat korelasi yang kuat dan positif, artinya jika nilai hutang lainnya meningkat maka laba bersih akan meningkat, namun p-value yang dimiliki oleh hutang lainnya dengan laba bersih sebesar 0.310 atau lebih besar dari α yaitu 0.05, sehingga hubungan keeratan yang kuat antara hutang lainnya dengan laba bersih tidak signifikan atau tidak nyata pada taraf nyata 5 persen.
48
4.4.6 Unsur Inti Struktur Modal yang Memiliki Hubungan Paling Kuat dengan Laba Bersih Unsur inti struktur modal yang memiliki hubungan signifikan dengan taraf nyata 5 persen hanya laba ditahan dan jumlah DPK dengan nilai korelasi masing-masing adalah sebesar 0.997 dan 0.95. Nilai korelasi yang paling besar menunjukkan tingkat keeratan yang lebih kuat, sehingga jumlah laba ditahan menjadi unsur inti yang paling kuat hubungan keeratannya dengan laba bersih yaitu sebesar 99.7 persen. Usaha peningkatan profitabilitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah laba ditahan disetiap tahunnya, selain itu jumlah laba ditahan yang akan meningkatkan jumlah ekuitas yang dimiliki BRI juga akan menyebabkan meningkatnya ketahanan BRI dalam menghadapi risiko-risiko yang ada. 4.5.
Analisis Trend terhadap Sturktur Modal dan Profitabilitas Berikut ini adalah hasil dari analisis trend akun neraca dan laporan laba rugi dengan tahun dasar 2006. Pada analisis trend terdapat 4 jenis model, yaitu trend linear, trend quadratic, trend eksponential growth, dan trend S-curve. Dalam menetapkan model mana yang akan digunakan untuk melihat nilai proyeksi dapat dilihat dengan cara memilih model yang memiliki nilai MAPE,MAD,dan MSD terkecil. Nilai MAPE, MAD, MSD adalah nilai yang menandakan tingkat kesalahan, oleh karena itu semakin kecil nilainya, semakin kecil juga tingkat kesalahan dari analisis trend. Nilai perbandingan nilai MAPE, MAD, dan MSD yang dimiliki masingmasing model dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.5.1
Trend dan Proyeksi Modal Saham Dibawah ini adalah proyeksi nilai modal saham BRI untuk tahun 2012-2014. Model yang digunakan untuk analisis trend terhadap nilai modal saham BRI adalah model S-Curve karena memiliki nilai MAPE, MAD, dan MSD paling kecil. Dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini,
49
Trend Analysis Plot for Modal Saham
S-Curve Trend Model Yt = (10**5) / (16.2130 + 0.125607*(0.479585**t)) 6170
Variable Actual Fits Forecasts
Modal Saham
6165
Curve Parameters Intercept 6120.48 Asymptote 6167.90 Asym. Rate 0.48
6160 6155
Accuracy MAPE MAD MSD
6150
Measures 0.01492 0.91823 1.50640
6145 6140 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Year
Gambar 11. Analisis Trend dan Proyeksi Jumlah Hutang Dilihat dari hasil analisis trend ini nilai modal saham mengalami kecenderungan meningkat dari tahun 2006-2010 dan cenderung tetap pada tahun 2011. Nilai modal saham yang dimiliki BRI menunjukkan proyeksi yang tetap hingga tahun 2014 dengan nilai proyeksi untuk tahun 2012-2014 adalah sebesar Rp 6,17 triliun. 4.5.2
Trend dan Proyeksi Laba Ditahan Analisis trend yang dilakukan terhadap unsur ekuitas BRI yaitu laba ditahan menggunakan model trend quadratic untuk melihat nilai proyeksinya. Gambar 12 menunjukkan trend untuk nilai laba ditahan yang dimiliki BRI. Berdasarkan
analisis
hubungan
yang
telah
dilakukan
sebelumnya, peningkatan nilai laba ditahan juga akan menyebabkan peningkatan pada nilai laba bersih atau dengan kata lain BRI akan mengalami peningkatan profitabilitas. Oleh karena itu, manajemen BRI selalu berupaya untuk terus meningkatkan jumlah laba ditahan yang dimilikinya.
50
Trend Analysis Plot for Laba ditahan Quadratic Trend Model Yt = 9994 - 3191*t + 1349*t**2
Variable Actual Fits Forecasts
90000 80000
Laba ditahan
70000
Accuracy Measures MAPE 6 MAD 779 MSD 628400
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Year
Gambar 12. Analisis Trend dan Proyeksi Jumlah Laba Ditahan Laba ditahan yang dimiliki BRI menunjukkan kecenderungan meningkat disetiap tahunnya pada periode 2006-2011. Kontribusi nilai laba ditahan yang besar terhadap komposisi ekuitas menyebabkan peningkatan nilai laba ditahan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan jumlah ekuitas. Nilai laba ditahan BRI diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2012-2014. Dengan nilai proyeksi untuk tahun 2012 sebesar Rp 53,76 triliun, tahun 2013 sebesar Rp 70,81 triliun dan untuk tahun 2014 sebesar Rp 90,56 triliun. Perkembangan jumlah laba ditahan ini menunjukkan BRI terus akan berupaya meningkatkan nilai ekuitas untuk mengimbangi kenaikan jumlah kredit yang diberikan agar bank tetap dipercaya memiliki tingkat keamanan yang tinggi. 4.5.3
Trend dan Proyeksi Modal Lainnya Analisis trend pada nilai modal lainnya menggunakan model trend quadratic untuk melihat pola kecenderungan dan nilai proyeksinya hingga tahun 2014. Hasil analisis trend nilai modal lainnya dapat dilihat pada Gambar 13.
51
Trend Analysis Plot for Modal Lainnya Quadratic Trend Model Yt = 3636 - 367*t + 61.8*t**2
5500
Variable Actual Fits Forecasts
Modal Lainnya
5000
Accuracy Measures MAPE 3.0 MAD 95.1 MSD 14270.0
4500 4000 3500 3000 2006
2007
2008
2009
2010 Year
2011
2012
2013
2014
Gambar 13. Analisis Trend dan Proyeksi Jumlah Modal Lainnya Modal lainnya memiliki pola kecenderungan yang berfluktuasi, khususnya pada tahun 2008 nilai modal lainnya mengalami penurunan yang cukup jauh. Proyeksi nilai modal lainnya memiliki pola kecenderungan yang meningkat dengan nilai proyeksi Rp 4,1 triliun pada tahun 2012, Rp 4,66 triliun pada tahun 2013, dan Rp 53,43 triliun pada tahun 2014. Peningkatan nilai modal lainnya yang terdiri dari agio saham dan cadangan-cadangan akan membuat BRI memiliki ketahanan dalam menghadapai risiko yang akan terjadi. 4.5.4
Trend dan Proyeksi Dana Pihak Ketiga Analisis trend pada nilai dana pihak ketiga menggunakan model trend quadratic untuk melihat pola kecenderungan dan nilai proyeksinya hingga tahun 2014. Hasil analisis trend nilai dana pihak ketiga dapat dilihat pada Gambar 14. Dana pihak ketiga merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank dalam bentuk tabungan, giro dan deposito. Nilai dana pihak ketiga memiliki pola kecenderungan yang selalu meningkat disetiap tahunnya pada periode 2006-2011 dan diproyeksikan meningkat hingga tahun 2014. Hal ini menunjukkan BRI menjalankan fungsi penghimpunan dana yang lebih baik setiap tahunnya.
52
Trend Analysis Plot for DPK Quadratic Trend Model Yt = 43846 + 54191*t + 271*t**2
600000
Variable Actual Fits Forecasts
500000
Accuracy Measures MAPE 4 MAD 8120 MSD 77164858
DPK
400000 300000 200000 100000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Year
Gambar 14. Analisis Trend dan Proyeksi Jumlah Dana Pihak Ketiga Nilai proyeksi untuk jumlah dana pihak ketiga adalah sebesar Rp 436,46 triliun pada tahun 2012, Rp 494,72 triliun pada tahun 2013 dan Rp 553,52 triliun pada tahun 2014. Berdasarkan analisis hubungan yang sebelumnya dilakukan, apabila nilai dana pihak ketiga meningkat, maka laba bersih sebagai tingkat profitabilitas juga akan meningkat. Oleh karena itu peningkatan jumlah dana pihak ketiga menjadi perhatian penting bagi manajemen BRI. 4.5.5
Trend dan Proyeksi Hutang Lainnya Analisis trend pada nilai hutang lainnya akan melihat proyeksi jumlah hutang lainnya yang terdiri dari pinjaman subordinasi, pinjaman antar bank, kewajiban derivatif dan lain-lain yang dimiliki BRI dengan menggunakan model trend quadratic. Dapat dilihat pada Gambar 15. Kontribusi nilai hutang lain terhadap total struktur modal pada periode 2006-2011 rata-rata sebesar 11 persen. Fasilitas pinjaman ini digunakan untuk membiayai kegiatan umum BRI yang dikenakan bunga dalam jangka waktu menengah dan jangka panjang.
53
Trend Analysis Plot for Hutang lainnya Quadratic Trend Model Yt = 54667 - 19285*t + 3016*t**2
140000
Variable Actual Fits Forecasts
Hutang lainnya
120000
Accuracy Measures MAPE 17 MAD 4538 MSD 31652755
100000 80000 60000 40000 20000 2006 2007
2008 2009 2010 2011 Year
2012 2013 2014
Gambar 15. Analsiis Trend dan Proyeksi Jumlah Hutang Lainnya Nilai hutang lainnya memiliki pola yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat pada periode 2007-2011. Proyeksi untuk tahun 2012-2014 yang juga memiliki pola kecenderungan yang meningkat. Nilai proyeksi untuk hutang lainnya yang dimiliki BRI adalah sebesar Rp 67,47 triliun untuk tahun 2012, Rp 93,42 triliun untuk tahun 2013, dan Rp 125,41 triliun untuk tahun 2014. Peningkatan nilai hutang lainnya akan mendukung kegiatan perkembangan bisnis BRI, sehingga diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas BRI. 4.5.6
Trend dan Proyeksi Laba Bersih Analisis trend pada nilai laba bersih akan melihat proyeksi profitabilitas BRI dalam menjalankan bisnisnya dengan menggunakan model trend quadratic. Dapat dilihat pada Gambar 16 dibawah ini, nilai laba bersih diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada periode 2012-2014. Dengan nilai proyeksi untuk tahun 2012-2014 masing-masing sebesar Rp 20,25 triliun, Rp 26,32 triliun, dan Rp 33,35 triliun.
54
Trend Analysis Plot for Laba Bersih Quadratic Trend Model Yt = 5173 - 1265*t + 488.5*t**2
35000
Variable Actual Fits Forecasts
30000
Laba Bersih
25000
Accuracy Measures MAPE 4 MAD 279 MSD 112078
20000 15000 10000 5000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Year
Gambar 16. Analisis Trend dan proyeksi jumlah Laba Bersih Salah satu alternatif upaya untuk meningkatkan nilai laba bersih dari sisi pengelolaan struktur modal berdasarkan analisis hubungan yang dilakukan sebelumnya adalah dengan meningkatkan nilai laba ditahan dan jumlah DPK. Peningkatan pada proyeksi laba ditahan dan DPK memiliki hubungan signifikan terhadap proyeksi peningkatan nilai profitabilitas yaitu nilai laba bersih. 4.6.
Rekapitulasi Hasil Pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui keadaan struktur modal dan profitabilitas yang ada pada PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Keadaan struktur modal digambarkan oleh parameter struktur modal bank dan rasio-rasio keuangan bank yang terkait yaitu Capital Ratio (CR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Rasio Ekuitas dan Aktiva Produktif (REA), Primary Ratio (PR), dan Assets to Loan Ratio (ALR). Sedangkan keadaan profitabilitas digambarkan oleh rasio rentabilitas yaitu Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA). Analisis korelasi dan analisis trend pada penelitian ini menggunakan bantuan program Minitab 16. Analisis korelasi ini digunakan untuk
55
mengetahui hubungan struktur modal yang terdiri dari modal saham, laba ditahan, modal lainnya, DPK, dan hutang lainnya dengan laba bersih. Hasil Analisis deskriptif pada Capital Ratio (CR) menunjukkan nilai yang menurun pada periode 2006-2009 dan kembali meningkat pada 2010 dan 2011. CR merupakan rasio antara modal (ekuitas) dan penghapusan penyisihan kredit dari total kredit yang diberikan. CR menunjukkan kemampuan struktur modal bank dalam mengatasi risiko tidak kembalinya kredit. Nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) yang dimiliki BRI secara umum telah memenuhi standar BI yaitu 8 persen dengan memperhitungkan resiko kredit, operasional dan pasar pada periode 2006-2011. REA memiliki kecenderungan yang sama dengan CR yaitu menurun pada tahun 2006-2009 lalu meningkat pada tahun 2010 dan 2011. Perkembangan nilai CR, CAR dan REA dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perkembangan Nilai CR, CAR dan REA BRI Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
CR (%) 26,14 23,16 18,85 18,56 20,51 23,04
CAR (%) 18,82 15,84 13,18 13,20 13,76 14,96
REA (%) 12,14 11,50 9,77 9,11 9,66 11,52
Penelitian ini juga melakukan penilaian berdasarkan rasio keuangan yang berkaitan dengan struktur modal. Pada Analisis likuiditas dengan menggunakan Assets to Loan Ratio (ALR) tergambar bahwa kenaikan kredit yang tidak diimbangi dengan peningkatan aset akan menyebabkan tingkat likuiditas menurun. Nilai Primary Ratio (PR) juga memiliki kecenderungan yang sama dengan CR dan REA yakni menurun pada 2006-2009, kemudian meningkat pada tahun 2010 dan 2011. Perkembangan nilai ALR dan PR yang dimiliki BRI pada periode 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan Nilai ALR dan PR BRI Tahun ALR (%) PR (%) 2006 58,35 10,91 2007 55,94 9,54 2008 65,47 9,09 2009 65,66 8,60 2010 61,09 9,07 2011 60,74 10,60
56
Keadaan profitabilitas BRI pada periode 2006-2011 digambarkan oleh nilai Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA). Nilai ROE dan ROA yang dimiliki BRI berada diatas standar minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu 12,5% untuk ROE dan 1,25% untuk ROA, sehingga dapat dikategorikan keadaan profitabilitas BRI sangat baik. Perkembangan nilai ROE dan ROA dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan Nilai ROE dan ROA BRI Tahun ROE (%) ROA (%) 2006 33,75 4,36 2007 31,64 4,61 2008 34,50 4,18 2009 35,22 3,37 2010 43,83 4,64 2011 42,49 4,93 Hasil dari analisis korelasi menujukkan bahwa peubah bebas yang memiliki hubungan kuat dan signifikan dengan laba bersih adalah jumlah laba ditahan dan jumlah dana pihak ketiga. Hubungan yang dimiliki oleh laba ditahan dan dana pihak ketiga adalah hubungan dengan tingkat korelasi yang sangat kuat dan bernilai positif, artinya jika jumlah laba ditahan dan dana pihak ketiga mengalami peningkatan, maka laba bersih juga akan meningkat. Peubah yang memiliki hubungan yang lebih kuat adalah laba ditahan karena mempunyai nilai korelasi yang lebih tinggi dan p-value yang lebih kecil dibawah α sebesar 0.05 dibandingkan dengan DPK. Analisis trend dilakukan terhadap jumlah modal saham, jumlah laba ditahan, jumlah modal lainnya, jumlah DPK, jumlah hutang lainnya dan Laba bersih. Analisis ini menujukkan proyeksi yang meningkat dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 kecuali untuk nilai modal saham yang memiliki proyeksi tetap pada tahun 2012-2014 yaitu sebesar Rp 6,17 triliun dengan model analisis trend yaitu S-Curve. Laba ditahan, modal lainnya, DPK, hutang lainnya dan laba bersih pada periode 2006-2011 memiliki pola kecenderungan yang meningkat, dengan model analisis trend yaitu trend quadratic. Nilai proyeksi yang dihasilkan analisis trend terhadap unsur struktur modal dapat dilihat pada Tabel 14.
57
Tabel 14. Nilai Proyeksi Struktur Modal dan Laba Bersih BRI (Triliun Rp) 2012 2013 2014 Modal Saham 6,17 6,17 6,17 Laba Ditahan 53,76 70,81 90,56 Modal Lainnya 4,10 4,66 53,43 DPK 436,46 494,72 553,52 Hutang Lainnya 67,47 93,42 125,41 Laba Bersih 20,25 26,32 33,35 Dari hasil pembahasan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu keadaan struktur modal yang dimiliki BRI cenderung mengalami penurunan pada periode 2006-2009 dan kembali membaik pada tahun 2010 dan 2011. Hal ini disebabkan oleh keadaan perekonomian global dan dunia sedang mengalami krisis pada tahun 2008. Meskipun keadaan struktur modal BRI sempat mengalami penurunan, namun BRI berhasil mempertahankan tingkat keamanan dan kesehatannya yang ditandai oleh nilai-nilai rasio yang masih diatas standar minimum. Analisis hubungan antara struktur modal terhadap profitabilitas menunjukkan bahwa peubah laba ditahan dan DPK memiliki hubungan yang sangat kuat dan nyata dengan laba bersih. Peubah laba ditahan dan DPK memiliki nilai korelasi positif dengan Laba bersih, hal ini berarti bahwa peningkatan laba ditahan dan DPK maka tingkat profitabilitas atau laba bersih akan meningkat. Indikator yang memiliki hubungan yang paling kuat dengan laba bersih adalah laba ditahan yang ditandai dari nilai korelasi yang lebih besar dan p-value yang lebih kecil. Untuk memperjelas rekapitulasi hasil dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.7. Implikasi Manajerial Terkait dengan hasil penelitian ini, terdapat beberapa impilkasi manajerial
mendasar
yang
mengarah
pada
pentingnya
melakukan
pengelolaan struktur modal yang memiliki hubungan dengan tingkat profitabilitas perbankan. Pertama, perlunya bank memperhatikan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana guna terus mendukung stabilitas keuangan negara, oleh karena itu bank sebaiknya berupaya untuk mencapai tingkat efektifitas yang optimal dalam menjalankan fungsi intermediasi yang didukung dengan terus
58
memperhatikan tingkat kesehatan, ketahanan dan keamanan secara berkala. Penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan salah satu langkah awal untuk merumuskan struktur modal yang optimal yang diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif dalam tujuan untuk meningkatkan profitabilitas bank. Kedua, dalam hal untuk mendorong perluasan peran penyaluran kredit, bank perlu melakukan pengetatan terhadap pemberian kredit agar dapat mengurangi jumlah kredit macet sehingga dapat mengurangi risiko gagal bayar dan untuk menjaga nilai NPL agar tidak melebihi standar Bank Indonesia yaitu maksimal 5 persen. Mengingat bahwa bisnis utama yang difokuskan manajemen BRI adalah kegiatan bisnis yang berhubungan dengan penyaluran kredit pada UMKM, maka perkembangan penyaluran kredit yang dilakukan BRI akan mendukung pertumbuhan perekonomian. Dalam
mengembangan
kreditnya,
manajemen
BRI
juga
perlu
memperhatikan jumlah dana pihak ketiga yang menjadi sumber terbesar untuk penyaluran kredit. Hal ini berhubungan dengan strategi pemasaran bank yang akan mendukung bertambahnya nasabah yang mempercayakan dananya untuk dihimpun oleh BRI. Ketiga, adanya hubungan yang sangat erat antara laba ditahan dan jumlah DPK dengan laba bersih maka peningkatan nilai laba ditahan dan jumlah DPK sangat dianjurkan dalam menjalankan aktivitas bisnis agar dapat meningkatkan laba bersih yang akan diperoleh. Namun manajemen BRI juga sebaiknya meninjau lebih lanjut kenaikan laba ditahan yang akan meningkatkan ekuitas karena jumlah ekuitas berhubungan dengan nilai ROE. Kenaikan ekuitas yang tidak diiringi oleh kenaikan laba bersih akan memperkecil nilai ROE sebagai salah satu rasio profitabilitas yang penting karena berhubungan dengan nilai perusahaan dan merupakan daya tarik bagi para investor saham. Pada akhirnya, dapat disampaikan bahwa penelitian ini merupakan penelitian awal yang baru menghasilkan bukti bahwa adanya hubungan struktur modal terhadap laba bersih pada BRI. Adapun mengenai pengaruh dan tingkat optimalisasi struktur modal terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan belum dapat dijelaskan oleh hasil penelitian ini, oleh karena itu
59
diperlukannya penelitian lebih lanjut untuk melihat tingkat optimal dari struktur modal yang akan menghasilkan profitabilitas dan nilai perusahaan yang juga optimal.