IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Bobot Potong Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Bobot potong merupakan hasil identifikasi yang paling sederhana untuk mengukur pertumbuhan yakni dengan cara menimbang ayam tersebut secara individual. Hasil penelitian bobot potong Ayam KUB umur 60 hari disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Bobot Potong Ayam KUB umur 60 hari Komponen
𝑥̅ ... gram... 1054,60 981,73
SD
Bobot Potong Jantan 70,38 Bobot Potong Betina 93,55 Keterangan : 𝑥̅ : Rata –Rata, SD: Standar Deviasi, KV:Koefisien Variasi.
KV ... % ... 6,67 9,52
Berdasarkan Tabel 2, bobot potong ayam KUB jantan sebesar 1054,60 gram, standar deviasi (SD) sebesar 70,38 dan koefisien variasi (KV) sebesar 6,67 persen sedangkan untuk bobot potong ayam betina sebesar 981,73 gram, standart deviasi (SD) sebesar 93,56 dan koefisien variasi (KV) sebesar 9,53 persen. Nilai koefisien variasi yang relatif kecil, lebih kecil dari 15% menunjukkan bahwa data bobot potong baik pada jantan maupun betina relatif seragam. Adanya perbedaan bobot potong dimana jantan lebih besar dari betina disebabkan berbagai faktor, diantaranya adanya persaingan pada saat mengkonsumsi ransum di dalam kandang karena ayam jantan mempunyai badan yang lebih kuat, lebih besar dan lebih lincah dibandingkan dengan ayam betina.
Bobot potong ayam KUB lebih besar dibandingkan dengan bobot potong ayam Sentul jantan umur 8 minggu yang hanya mencapai 860,33 gram sebagaimna dilaporkan Indra (2015). Ransum yang diberikan mempunyai kandungan nutrient energi metabolisme sebesar 3370 kkal/kg, protein kasar sebesar 21-23%. Adapun total konsumsi ransum selama penelitian, ayam jantan menghabiskan 2,8 kg, sedangkan ayam betina menghabiskan 2,4 kg. Perbedaan konsumsi tersebut mengakibatkan bobot potong ayam jantan lebih besar dari ayam betina. Perbedaan hormon pada ayam betina dengan ayam jantan juga menentukan bobot potong jantan lebih besar dibandingkan dengan bobot potong betina. Pertumbuhan secara efektif dikontrol oleh hormon dan salah satu hormon yang penting dalam mengatur proses pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan atau growth hormone (Zainatha, 2012). Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan bobot badan karena efek sintesis protein. Prayitno, (2004) menyatakan bahwa hormon pertumbuhan yang disekresikan oleh pituitari anterior dan tiroksin yang disekresikan oleh kelenjar tiroid bekerja secara simultan dalam mengontrol pertumbuhan unggas menjelang pubertas. Oleh karena itu perbedaan antara hormon jantan dan betina merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan mengapa pertumbuhan jantan lebih besar daripada pertumbuhan ayam betina (Murphy dan Godwin, 1978).
Persaingan dalam pencarian makanan, faktor genetik, faktor hormon estrogen dan androgen dan juga pertahanan hidup pada saat di kandang dapat menentukan bobot potong yang berbeda antara ayam jantan dan ayam betina, sama halnya dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Iskandar (2010) bahwa bobot badan dipengaruhi oleh jenis ayam, ransum, bobot hidup, jenis kelamin, dan umur. 4.2. Bagian Edible Jantan dan Betina Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) (1995) edible terdiri dari karkas, jantung, hati, dan gizzard. Rataan bagian edible Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) jantan umur 60 hari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan Bagian Edible Ayam KUB Jantan umur 60 hari Komponen
𝑥̅ ... gram ... 643,0 5,40 25,33 38,80
SD
Karkas 62,30 Jantung 0,63 Hati 3,48 Gizzard 4,39 Keterangan : 𝑥̅ : Rata-Rata, SD : Standart Deviasi, KV : Koefisien Variasi
KV ... % ... 9,69 11,71 13,73 11,33
Rataan bagian edible pada ayam betina Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Rataan Bagian Edible Ayam KUB Betina umur 60 hari Komponen
𝑥̅ ... gram ... 582,20 5,53 23,47 32,80
SD
Karkas 89,65 Jantung 0,99 Hati 4,73 Gizzard 2,86 Keterangan : 𝑥̅ : Rata –Rata, SD : Standart Deviasi, KV:Koefisien Variasi.
KV ... % ... 15,40 17,90 20,17 8,72
Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata bobot karkas jantan dan betina mengalami perbedaan yaitu untuk karkas jantan sebesar 643,20 gram, sedangkan karkas ayam betina sebesar 582,20 gram. Bobot jantung, hati, maupun gizzard pada ayam jantan dengan ayam betina KUB mengalami perbedaan juga yaitu untuk jantung pada yang jantan sebesar 5,40 gram, sedangkan jantung pada yang betina sebesar 5,53 gram, hati pada yang jantan sebesar 25,33 gram, sedangkan hati pada yang betina sebesar 23,47 gram dan gizzard pada yang jantan sebesar 38,80 gram sedangkan gizzard pada yang betina sebesar 32,80 gram.
Bobot karkas jantan lebih besar
dibandingkan dengan ayam betina karena ayam jantan mempunyai kemampuan mengkonsumsi ransum lebih banyak dari yang betina, sehingga berimplikasi terhadap bobot potong. Selaras dengan penelitian Morran dan Orr (1970) yang menyatakan bahwa presentase karkas jantan lebih tinggi dibandingkan presentase karkas betina. Bobot karkas ayam KUB jantan lebih besar dibandingkan dengan bobot karkas ayam Sentul jantan pada umur 8 minggu yang mencapai 439,55 gram sebagaimana dilaporkan oleh Wahyu (2015).
Bobot jantung, hati, dan gizzard ayam jantan lebih besar dibandingkan dengan ayam betina, hal ini disebabkan adanya perbedaan hormon androgen dan estrogen. Perbedaan hormon ini yang membedakan dalam penyerapan energi ke dalam tubuh ayam jantan lebih baik dibandingkan dengan ayam betina. Ayam jantan memiliki aktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam betina sehingga kebutuhan nutrisinya pun lebih banyak dibandingkan dengan ayam betina. Akibat kebutuhan nutrisi yang tinggi maka alat pencernaan dan proses metabolisme di dalam tubuh ayam itu sendiri juga berpengaruh. Pengaruhnya ada pada jantung, hati, dan gizzard karena tiga hal tersebut merupakan komponen terpenting dalam proses metabolisme yang ada di dalam tubuh. Semakin tinggi aktifitas ayam jantan maka kerja hati, gizard dan jantung semakin berat. Selaras dengan pernyataan Hetland, et al (2005) yang menyatakan bahwa ransum masuk ke dalam tubuh akan terjadi proses metabolisme. Proses metabolisme ini akan mempengaruhi aktivitas kerja gizzard, hati, dan jantung. Unggas akan meningkatkan kemampuan metabolismenya untuk mencerna serat kasar sehingga meningkatkan ukuran gizzard, hati, dan jantung. Menurut Akoso (1998), ukuran gizzard dipengaruhi oleh aktivitasnya yang akan terjadi apabila makanan masuk kedalamnya. Grey et al (1982), menambahkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi bobot karkas tidak hanya jenis kelamin, umur dan bobot badan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karkas diantaranya strain, makanan, manajemen dan lingkungan.
4.3. Bobot Inedible Jantan dan Betina Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) tahun 1995 bagian inedible pada unggas terdiri dari darah, bulu, jeroan, kepala, kaki, leher, dan juga lemak abdominal. Rataan bagian inedible pada Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5 Bobot Bagian Inedible Ayam KUB Jantan Umur 60 Hari Komponen
𝑥̅ ... gram... 72,63 67,87 37,80 47,40 51,80 43,67 6,40
SD
Darah 7,19 Bulu 1,96 Jeroan 2,34 Kepala 1,50 Kaki 3,75 Leher 4,82 L. Abdominal 3,33 Keterangan : 𝑥̅ : Rata –Rata, SD : Rata-Rata, KV : Koefisien Variasi
KV ... % ... 9,89 2,89 6,18 3,17 7,23 11,04 52,09
Tabel 6 Bobot Bagian Inedible Ayam KUB Betina Umur 60 Hari Komponen
𝑥̅ ... gram... 42,93 69,67 33,00 41,73 35,87 35,33 9,07
SD
Darah 5,34 Bulu 8,37 Jeroan 1,77 Kepala 3,77 Kaki 5,72 Leher 5,31 L. Abdominal 2,89 Keterangan : 𝑥̅ : Rata –Rata, SD: Rata-Rata, KV:Koefisien Variasi
KV ... % ... 12,43 12,02 5,37 9,03 15,94 15,04 31,88
Bagian Inedible adalah bagian yang tidak dapat dikonsumsi menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) tahun 1995, karena bagian-bagian ini mengandung sisa-sisa pembuangan atau pengendapan dari vaksin ataupun vitamin yang masih berada dalam pencernaan ayam tersebut. Biasanya bagian ini menjadi limbah peternakan yang digunakan untuk diolah kembali menjadi bahan ransum untuk pakan ternak karena masih mengandung nilai protein yang baik untuk jika dicampurkan dengan bahan ransum lain untuk ternak (Anggorodi, 1995) Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa bagian inedible pada ayam KUB betina dan jantan mengalami perbedaan yang cukup besar.
Ada banyak faktor yang
mempengaruhi perbedaan hasil ayam jantan dan ayam betina. Namun jika dilihat pertumbuhan dan perkembangbiakkan ayam jantan lebih besar dibandingkan dengan ayam betina, karena dilihat dari segi gen, keturunan, hormon, dan kemampuan ayam jantan untuk unggul dalam mencari pakan merupakan faktor-faktor mengapa hasilhasil dari komponen inedible ayam jantan lebih besar dibandingkan dengan ayam betina. Selaras dengan pernyataan Soeparno (1992) bahwa peningkatan laju pertumbuhan juga meningkatkan berat komponen non karkas. Bobot badan akhir terdiri dari bobot karkas dan bobot non karkas yang meliputi darah, bulu, viscera, kepala dan kaki. Sehingga ada hubungan erat antara bobot badan akhir, bobot karkas
dan non karkas. Semakin tinggi bobot karkas maka akan semakin rendah bobot non karkasnya dan sebaliknya (Jull, 1979). Rata-rata bobot lemak abdominal ayam betina lebih besar dibandingkan dengan ayam jantan, hal ini disebabkan ayam betina mampunyai daya simpan lemak yang lebih besar dibandingkan dengan ayam jantan. Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut atau juga disekitar ovarium. Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam jumlah atau 2.5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat. Namun demikian, pada unggas kandungan lemak dalam ransum hanya diperbolehkan sekitar 5%. Apabila dalam ransum jumlah lemak terlalu tinggi akan berdampak pada produksi yang kurang baik, karena ayam tersebut akan mengalami gejala diare (Triyantini dkk, 1997) Menurut Haris (1997), perlemakan tubuh yang diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subcutan dan abdominal. Pada dasarnya hewan betina mempunyai faktor lebih besar untuk menyimpan cadangan energi dan mengubahnya menjadi lemak yang mengendap di dalam tubuh, maka kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi (Tilman et al. 1986).