IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C142 dan curah hujan konvektif dengan kode C143. Hujan Stratiform adalah hujan kontinu yang dihasilkan awan stratiform akibat kenaikan udara skala luas akibat adanya front, kenaikan topografi atau konvergensi horizontal skala luas. Hujan Konvektif adalah hujan deras yang dihasilkan akibat naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adaiabatik. 4.2. Hujan Stratiform Hujan stratiform pada data output model pada masing-masing skenario ditunjukan dalam grafik dibawah ini: 60
10 9 5 3 9 8 5 19 27 41 190
6 4 4 3 15 15 6 15 18 35 186
18 32 8 7 15 10 5 32 26 57 277
Dan secara musiman, pada skenario 2 terlihat bahwa DJF dan JJA mengalami kenaikan sedangkan MAM dan SON mengalami penurunan curah hujan. Sedangkan untuk skenario 3 atau penambahan SPL terjadi kenaikan pada setiap musimnya. Dengan kenaikan tertinggi terjadi pada musim MAM sebesar 35 mm. 140 120 100 80
50
60
40 CH(mm)
Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Total
40 30
20
20
0 DJF
10
MAM
Kontrol
0 Jan Feb Mar Apr May Jun Kontrol
Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Ganti_SPL
Tambah_SPL
Gambar 9. Grafik curah hujan Stratiform. Pada skenario 2 atau pertukaran SPL penambahan curah hujan terjadi pada 5 buah bulan dan penurunan terjadi pada 6 buah bulan. Dan jumlah total curah hujan dalam setahun mengalami penurunan sebesar 4 mm. Dari grafik terlihat bahwa penurunan curah hujan terjadi pada bulan-bulan dimusim peralihan, sedangkan pertambahan curah hujan terjadi pada bulan-bulan dimusim hujan dan kemarau. Dalam grafik terlihat pada skenario 3 atau penambahan SPL terjadi kenaikan jumlah curah hujan kecuali pada bulan November. Kenaikan curah hujan tertinggi pada bulan April sebesar 23 mm. Dan bulan September merupakan bulan yang paling sedikit mengalami perubahan. Total curah hujan dalam setahun mengalami kenaikan sebesar 46%. Tabel 2. Curah hujan Stratiform
Jan Feb
Kontrol (mm) 20 34
Ganti SPL (mm) 23 42
Tambah SPL (mm) 23 43
JJA
Ganti_SPL
SON Tambah_SPL
Gambar 10. Grafik curah hujan Stratiform permusim. Tabel 3. Curah hujan Stratiform musiman
DJF MAM JJA SON TOTAL
Kontro l (mm) 94 24 20 51 190
Ganti SPL (mm) 101 14 33 39 186
Tambah SPL (mm) 123 58 32 64 277
Pada skenario 2, kenaikan curah hujan statiform terjadi saat musim hujan dan kemarau. Sedangkan pada musim peralihan terjadi penurunan jumlah curah hujan statiform. Pada skenario 3 kenaikan SPL meningkatkan curah hujan statiform setiap musimnya. 4.3. Hujan Konvektif Hujan konvektif merupakan hujan yang dominan diwilayah Jawa. Curah hujan daerah Jawa mempunyai satu puncak pada bulan November-Maret (NDJFM) dan satu palung pada bulan Mei-September (MJJAS) dan dipengaruhi kuat oleh angin monsun. Puncak musim hujan kontrol terjadi pada bulan Febuari dengan curah hujan sebesar 586 mm.
merupakan puncak musim kemarau merupakan kenaikan terbesar secara persentase yaitu sebesar 48%, sedangkan musim DJF merupakan musim yang terkecil secara persentase yaitu sebesar 6%.
700 600
CH (mm)
500 400
1800
300
1600 1400
200
1200 100
1000 800
0 Jan Feb Mar Apr May Jun Kontrol
Jul
Aug Sep Oct Nov Dec
Ganti_SST
Tambah_SST
Gambar 11. Grafik curah hujan Konvektif. Dari grafik diatas pada skenario 2 atau pertukaran SPL terjadi penurunan curah hujan sebanyak 7 buah bulan dan kenaikan pada 5 buah bulan yang lain. Penurunan terbesar terjadi pada bulan April sebesar 200 mm. Total curah hujan yang berkurang sebesar 360 mm. Pada skenario 3 umumnya terjadi kenaikan curah hujan kecuali pada bulan Desember. Kenaikan curah hujan sebesar 576 mm atau 18% dari total curah hujan kontrol. Kenaikan terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 136 mm. Tabel 4. Curah hujan Konvektif Kontrol (mm)
Ganti SPL (mm)
Tambah SPL (mm)
Jan
444
539
580
Feb
586
571
615
Mar
396
305
524
Apr
272
72
390
Mei
62
26
101
Jun
42
21
45
Jul
17
32
30
Agus
51
128
87
Sep
7
34
13
Okt
282
305
392
Nov
472
332
496
Des
559
465
493
Total
3190
2830
3766
Dan secara musiman, pada skenario 2 musim DJF, MAM, dan SON mengalami penurunan curah hujan. Penurunan yang paling besar terjadi pada musim MAM sebesar 327 mm. Sedangkan pada musim JJA mengalami kenaikan sebesar 71 mm. Pada skenario 3 semua musim mengalami kenaikan curah hujan. Musim MAM mengalami kenaikan yang paling besar yaitu 285 mm dan yang paling kecil pada JJA yaitu sebesar 52 mm. Kenaikan 52 mm pada JJA yang
600 400 200 0 DJF Kontrol
MAM
JJA
Ganti_SPL
SON Tambah_SPL
Gambar 12. Grafik curah hujan Konvektif. permusim Tabel 5. Curah hujan Konvektif musiman Kontro l (mm)
Ganti SPL (mm)
Tambah SPL (mm)
DJF
1590
1575
1688
MAM
730
403
1015
JJA
110
181
162
SON
760
671
901
Total
3190
2830
3766
Pada skenario 2 DJF merupakan musim yang paling stabil. Musim JJA dan MAM merupakan musim yang paling besar perubahan curah hujannya. Total penurunan curah hujan sebesar 360 mm atau sebesar 11%. Sedangkan pada skenario 3 peningkatan SPL meningkatkan jumlah curah hujan pada setiap musim. Terutama pada puncak musim kemarau (JJA) dan MAM. 4.4. Suhu Permukaan Laut Suhu permukaan laut merupakan unsur penting dalam pembentukan awan hujan. Laut merupakan sumber utama penguapan uap air. Uap air ini dibawa oleh oleh angin keatas daratan dan naik, sehingga mengalami pendinginan dan mengkondensasi menjadi tetes-tetes awan yang kemudian jatuh sebagai persipitasi. Besar kecilnya penguapan ini ditentukan seberapa besar energi yang diterima permukaan laut, atau berbanding lurus dengan suhunya. Hasil output data kontrol REMO menunjukan SPL disekitar perairan pulau Jawa memiliki satu puncak pada bulan Maret dan palung pada bulan September. Dengan kisaran suhu 299,5 K sampai 303 K atau sekitar 26,5 -30 0C. Perubahan SPL ini mengikuti pergerakan semu matahari terhadap bumi.
31
Suhu(0C)
30 29 28 27 26 25 Jan
Feb Mar Apr
Mei
Kontrol
Jun
Jul Agus Sep Okt
Ganti_SPL
Nov Des
Tambah_SPL
Gambar 13. Grafik Suhu Permukaan Laut Tabel 6. SPL rataan 3 skenario REMO
29.5
30 29 28 27 26 25
Kontrol
30
29
29
Suhu (0C)
31
30
28 27
27
(a) DJF
1
28
22
8
15
1
26
19
5
12
28
21
7
25 14
26
25
Tambah_SPL
Tambah_SPL
28
26
Ganti_SPL
Ganti_SPL
(c) JJA
31
1
Suhu (0C)
SPL wilayah penelitian berada di bumi belahan selatan. Oleh karena itu pada grafik terlihat SPL meningkat ketika pergerakan semu matahari menuju selatan dan menurun ketika matahari bergerak semu ke bumi belahan utara. Dan secara musiman grafik dapat dilihat dibawah ini :
Kontrol
31
26.8
24
28.5
31
31
Des
17
29.6
24
28.7
26.9
17
27.2
28.6
Kontrol
Ganti_SPL
24
27.7
Nov
(b) MAM
17
Okt
Tambah_SPL
10
27.8
3
27.8
10
26.8
Ganti_SPL
10
Sep
Kontrol
26
27.9
3
28.2
28.5
3
29.2
26.9
19
27.2
Agus
27
Jul
25
20
28.8
27
29.3
20
27.8
5
Jun
26
12
29.5
13
28.8
13
28.5
29
Mei
27
6
30.3
6
28.7
22
29.3
29
Apr
28
22
30.3
29
28.5
22
29.3
8
Mar
29
15
29.8
15
28.6
15
28.8
1
Feb
30
8
29.7
1
27.8
8
28.7
31
Suhu (0C)
Jan
Bulan
Tambah SPL
Suhu (0C)
Kontrol
Ganti Spl
Tambah_SPL
(d) SON Gambar 14. Grafik Suhu Permukaan Laut permusim
4.5. Curah hujan umum 700
CH (mm)
600 500 400 300 200 100 0 Jan
Feb
Mar
Apr
May
Kontrol
Jun
Jul
Aug
Ganti_SPL
Sep
Oct
Nov Dec
Tambah_SPL
Gambar 15. Grafik curah hujan Jawa bagian barat Tabel 7. Curah hujan Jawa bagian barat pada 3 skenario Perubahan Terhadap Kontrol
Bulan
Kontrol
Ganti SPL
Tambah SPL
Ganti SPL
mm Tambah SPL
Ganti SPL
% Tambah SPL
Jan
463
562
602
99
139
21
Feb
621
613
658
-7
37
-1
30 6
Mar
405
311
542
-94
137
-23
34
Apr
282
75
422
-206
140
-73
50
Mei
67
30
109
-37
41
-55
62
Jun
45
24
51
-21
6
-47
14
Jul
26
47
46
21
20
80
75
Agus
59
143
97
84
38
142
64
Sep
12
40
19
28
7
233
59
Okt
301
320
424
19
123
6
41
Nov
499
351
522
-148
23
-30
5
Des
600
502
551
-98
-49
-16
-8
Total
3380
3018
4043
-362
663
-11
20
Curah hujan hasil keluaran model, memperlihatkan begitu kuatnya pengaruh monsun terhadap pola curah hujan di wilayah Jawa. Dimana curah hujan mencapai puncak pada bulan Febuari dan menurun dibulan Maret sampai bulan Juli, dan meningkat kembali pada bulan Oktober. Bulan terkering pada skenario satu atau kontrol terjadi di bulan September yang merupakan awal musim peralihan bukan pada puncak musim kemarau. Data curah hujan harian keluaran model REMO terlampir. Curah hujan pada skenario 2 atau ganti SPL mengalami penurunan sebesar 11% atau 362 mm terhadap curah hujan kontrol. Puncak musim hujan terjadi pada bulan Febuari sebesar 613 mm dan terendah pada bulan Juni yaitu sebesar 24 mm. Pertambahan curah hujan terjadi pada 5 bulan dengan
pertambahan terbesar pada bulan September sebesar 233 %. Sedangkan 7 bulan lainnya mengalami penurunan dengan penurunan terbesar terjadi pada bulan April sebesar 73 %. Penurunan curah hujan dari Febuari sampai bulan Juni sebesar 365 mm, sebagian besar diakibatkan berkurangnya curah hujan pada bulan April. Berkurangnya curah hujan bulan April disebabkan berkurangnya intensitas dan hari hujan. Dari bulan Juli sampai bulan Oktober menambahkan curah hujan sebesar 152 mm, dengan pertambahan terbesar pada bulan Agustus sebesar 84 mm. Pada data kontrol bulan April merupakan bulan basah dimana curah hujannya sebesar 282 mm, sedangkan pada data keluaran skenario 2 turun menjadi 75 mm. Penurunan curah hujan ini kemungkinan mengakibatkan
musim hujan lebih sedikit waktunya karena jumlah bulan basah (curah hujan >100mm) pada musim hujan berkurang. Dari pertambahan dan penurunan curah hujan pada skenario 2 terhadap curah hujan kontrol, mempunyai korelasi yang positif dengan selisih SPL pada skenario 2 dengan SPL kontrol. Ketika selisih SPL positif, maka curah hujan pada skenario 2 mengalami pertambahan dengan time leg kurang lebih 1 bulan. Pada bulan Juli dimana selisih SPL sebesar 2 0C merupakan yang terbesar, mempengaruhi peningkatan jumlah curah hujan terbesar pada bulan Agustus. Dari hasil ini, respon perubahan SPL akan mempengaruhi curah hujan sebulan kemudian. Hal ini dikarenakan perubahan di laut lebih lambat dibandingkan perubahan di atmosfer. Sedangkan pada skenario 3 atau penambahan SPL, curah hujan mengalami peningkatan sebesar 20% atau 663 mm terhadap curah hujan kontrol. Dari Januari sampai November terjadi peningkatan curah hujan, dengan peningkatan terbesar pada bulan Juli sebesar 75%. Bulan Desember merupakan satu-satunya bulan yang mengalami penurunan curah hujan, sebesar 8% atau 49 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Febuari sebesar 658 mm dan terendah terjadi pada bulan September sebesar 19 mm. 4.6. Sensitivitas curah hujan terhadap SPL Sensitivitas atau kestabilan curah hujan terhadap SPL dikaji untuk memahami pengaruh SPL terhadap variabilitas curah hujan. Besar variabilitas curah hujan di Indonesia selain SPL dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain; sirkulasi angin monsun, kejadian El-Nino-La-Nina, ITCZ (Intertropical Convergence Zone) dan topografi daratan. Pada skenario 2 atau ganti SPL, curah hujan memberikan respon yang beragam terhadap pergantian SPL. Dari tabel4.7 curah hujan mengalami penurunan pada 7 buah bulan dan peningkatan pada 5 bulan lainnya.
Jun
45
24
-21
Jul Agus
-47
26
47
21
80
59
143
84
142
Sep
12
40
28
233
Okt
301
320
19
6
Nov
499
351
-148
-30
Des
600
502
-98
-16
Besar kecilnya respon curah hujan terhadap perubahan SPL menentukan tingkat sensitivitas curah hujan bulanan maupun musiman. Pada tabel diatas bulan Febuari merupakan bulan yang paling kecil responnya terhadap SPL. Dengan penurunan curah hujan sebesar 7 mm atau 1 % dari curah hujan kontrol. Dan bulan yang memberikan respon paling tinggi terhadap pergantian SPL ialah bulan September dengan kenaikan curah hujan sebesar 28 mm atau 233 % dari curah hujan kontrol. Sensitivitas atau kestabilan curah hujan musiman terhadap SPL, ditentukan oleh seberapa besar perubahan curah hujan yang terjadi setelah data SPL dipertukarkan dibandingkan dengan curah hujan musiman normal. Umumnya dari 4 musim (DJF, MAM, JJA, dan SON) terjadi penurunan jumlah curah hujan, kecuali pada musim JJA yang mengalami kenaikan curah hujan. 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 DJF
MAM Kontrol
JJA
SON
Ganti_SPL
Gambar 16. Grafik curah hujan musiman Tabel 9. Tabel curah hujan musiman pergantian SPL Kontrol
Ganti SPL
Perubahan Terhadap Kontrol
mm
mm
Tabel 8. Perubahan Curah hujan Skenario 2
DJF
1684
1678
-6
0
kontrol
Ganti SPL
MAM
754
417
-337
-45
mm
mm
Perubahan Kontrol mm
%
Jan
463
562
99
21
Feb
621
613
-7
-1
Mar
405
311
-94
-23
Apr
282
75
-206
-73
Mei
67
30
-37
-55
mm
%
JJA
130
214
83
64
SON
811
710
-101
-12
Total
3380
3018
-362
-11
Pada tabel terlihat bahwa DJF merupakan musim paling stabil atau memberikan respon paling rendah terhadap perubahan SPL dengan penurunan curah hujan sebesar 6 mm. Dan
musim yang memberikan respon paling besar adalah musim JJA dan MAM. Musim JJA mengalami kenaikan curah hujan sebesar 83 mm atau 64 % dari curah hujan kontrol. Musim MAM mengalami penurunan curah hujan sebesar 337 mm atau 45 % curah hujan kontrol. Musim DJF merupakan puncak musim hujan pada wilayah kajian. Curah hujan musim ini setelah data SPLnya dipertukarkan tidak mengalami perubahan yang berarti, yaitu hanya penerunan sebesar 6 mm. Curah hujan normal sebesar 1684 mm, setelah dipertukarkan data SPLnya menjadi 1678 mm. Dari hasil ini, musim DJF merupakan musim yang paling stabil terhadap perubahan SPL. Musim MAM merupakan musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Curah hujan pada musim ini jauh berkurang dibandingkan dengan musim sebelumnya. Curah hujan data kontrol sebesar 754 mm, setelah dipertukarkan data SPL mengalami penurunan yang sangat besar menjadi 417 mm. Penurunan CH sebesar 337 mm ini merupakan yang terbesar dibandingakan dengan perubahan pada musim yang lain. Penurunan CH ini dapat disimpulkan bahwa musim MAM sensitif terhadap perubahan SPL. Musim JJA yang merupakan puncak Angin monsun Australia–Asia Tenggara (puncak musim kemarau), satu-satunya musim yang mengalami kenaikan curah hujan. Kenaikan sebesar 83 mm adalah perubahan tertinggi dibandingkan dengan musim yang lain, yaitu sebesar 64 % terhadap CH kontrol. Musim JJA berkorelasi positif dengan perubahan SPL. Musim SON merupakan musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Curah hujan pada musim ini meningkat dibandingkan dengan musim sebelumnya (JJA). Curah hujan data kontrol sebesar 811 mm, setelah dipertukarkan data SPL mengalami penurunan sebesar 12 % atau 101 mm menjadi 710 mm. Sensitivitas atau kestabilan curah hujan terhadap SPL untuk tiap musim berbeda. Musim DJF merupakan musim paling stabil atau tidak bereaksi terhadap perubahan SPL. JJA dan MAM merupakan musim paling sensitif terhadap perubahan SPL. 4.7. Suhu kritis SPL Suhu kritis SPL merupakan suhu dari SPL yang paling mempengaruhi peningkatan curah hujan. SPL data normal (kontrol) yang telah
ditambahkan nilainya sebesar 1 0C dijadikan dasar untuk menentukan suhu kritis. Penambahan dilakukan pada setiap data REMO (per 6jam) di setiap gridnya pada daerah yang telah ditentukan. Penambahan nilai SPL, sebagian besar memberikan peningkatan curah hujan dan pada beberapa data memberikan penurunan curah hujan. Pada bulan Januari sampai bulan November terjadi peningkatan curah hujan. Sedangkan pada bulan Desember terjadi penurunan curah hujan. Tabel 10. Curah hujan bulanan skenario tiga Perubahan Terhadap Kontrol
Kontrol
Tambah SPL
Jan
463
602
139
Feb
621
658
37
6
Mar
405
542
137
34
Apr
282
422
140
50
Mei
67
109
41
62
Jun
45
51
6
14
Jul
26
46
20
75
Agus
59
97
38
64
Sep
12
19
7
59
Okt
301
424
123
41
mm
% 30
Nov
499
522
23
5
Des
600
551
-49
-8
Total
3380
4043
663
20
Total peningkatan curah hujan mencapai 663 mm atau mencapai 20% dari curah hujan normal. Dari data bulanan pada tabel terlihat keragaman respon curah hujan terhadap penambahan SPL. Pada bulan bulan kering (CH<100mm) penambahan SPL meningkatkan curah hujan lebih dari 50%, kecuali pada bulan Juni. Untuk bulan bulan basah terjadi variasi mulai dari berkurang 8% sampai bertambah 50%. Untuk menentukan suhu kritis data curah hujan keluaran model (per-6 jam) dirubah menjadi data curah hujan rataan wilayah harian. Dari hasil analisis keluaran model REMO, pada SPL maksimum peningkatan SPL sebesar 1 0C masih menyebabkan peningkatan curah hujan. Pada suhu diatas 29,50C seluruh curah hujan harian mengalami kenaikan, sebagian besar bertambah lebih dari 50 %. Pada suhu dibawah 29,5 0C dan diatas 29,1 0C terdapat beberapa data curah hujan yang mengalami penurunan, dan sebagian besar data mengalami kenaikan curah hujan sebesar 50 %. Untuk data pertambahan SPL dibawah 90,1 0C terjadi fluktuasi perubahan curah hujan yang tidak berpola.
Perubahan CH (%)
100 80 60 40 20 0 26,8
27,7
27,9
28,4
28,6
28,8
29,0
29,2
29,4
SPL (0C) Kenaikan
Penurunan
Gambar 17. Grafik hubungan SPL dengan perubahan CH Dari hasil diatas bila minimal SPL ratarata laut sekitar pulau Jawa mencapai 29,5 0 C, maka curah hujan wilayah Jawa Barat akan selalu mengalami peningkatan. SPL 29,5 0C merupakan suhu yang memberikan pengaruh paling besar dalam peningkatan curah hujan. Data SPL terendah hasil keluaran REMO untuk laut sekitar Jawa ialah 26,6 0C, bila terjadi peningkatan (pemanasan) SPL sebesar 2,9 0C maka curah hujan akan selalu meningkat. Dan bila terjadi peningkatan (pemanasan) SPL sebesar 2,5 0C atau menjadi 29,1 0C maka curah hujan cenderung meningkat. Besarnya pertambahan curah hujan pada bulan Maret dan April yang merupakan bulan dengan SPL tertinggi, dengan pertambahan masing-masing lebih dari 135 mm curah hujan bulanan memberikan gambaran lebih jelas tentang hubungan peningkatan SPL dengan peningkatan curah hujan. Tabel 11. Curah hujan musiman
DJF MAM JJA SON Total
Kontrol mm 1684 754 130 811 3380
Tambah SPL mm 1811 1073 194 965 4043
Perubahan Kontrol mm % 127 8 319 42 64 49 154 19 663 20
Dari tabel diatas, musim JJA dan MAM merupakan musim yang memberikan respon paling tinggi terhadap pertambahan SPL. Hampir 50 % pertambahan curah hujan tahunan diberikan oleh musim MAM. Sedangkan DJF merupakan musim yang memberikan respon terendah terhadap penambahan SPL dengan pertambahan curah hujan sebesar 8 % dari curah hujan kontrol. Hasil ini memperkuat kesimpulan analisis sensitivitas curah hujan musiman sebelumnya.
29,6