IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Usaha UD Julu Atia adalah usaha pengolahan gula merah tebu yang terletak di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Takalar merupakan salah satu lokasi Pabrik Gula PTPN XIV dengan areal perkebunan tebu dan tebu rakyat berada di Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Jeneponto. Dua pabrik gula (PG) lainnya milik PTPN XIV yaitu PG Arasoe dan PG Camming berada di Kabupaten Bone. Luas areal tanaman tebu yang diusahakan oleh PTPN XIV adalah 11.372 hektar dan diusahakan oleh rakyat 2.646 hektar. Kabupaten Takalar sebagai lokasi Pabrik Gula Takalar berada di antara Kabupaten Gowa dan Kabupaten Jeneponto pada poros jalan Kota Makassar ( ibu kota provinsi Sulawesi Selatan) dengan Kabupaten Jeneponto. UD Julu Atia yang dimiliki oleh Pak Syam ini dirintis pendiriannya di Kabupaten Takalar pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2011. Usaha ini diawali dari ajakan Ibu Dr. Ir. A. Majda A. Zain, MS, Rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan sekaligus sebagai istri Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Ir. Agus Arifin Nu’mang, MS.) dengan membawa pengusaha gula merah tebu ke Puncak Lawang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, untuk melihat pengolahan gula merah tebu secara tradisional yang sudah dikembangkan sebelum kemerdekaan. Setelah dari Sumatera Barat, kunjungan dilanjutkan lagi ke Kecamatan Slumbung, Kabupaten
Kediri
sebagai salah satu sentra
produksi gula merah tebu di Provinsi Jawa Timur.
Pada kesempatan
tersebut Pak Syam bertemu dengan salah satu eksportir gula merah tebu, H. Rubai, yang sudah mengekspor gula merah ke Jepang sejak tahun 1995 tetapi sudah mengusahakan gula merah tebu sejak tahun 1976. Melihat keberhasilan dari H. Rubai, Pak Syam kemudian bertekad untuk mengolah gula merah tebu di Takalar. Obsesi ini beralasan mengingat bahwa Pak
26
Syam sudah mengusahakan budi daya tebu sejak 2000, dan memahami betul prospek budi daya tebu dan pengolahan gula merah tebu. Visi yang diusung oleh Pak Syam untuk mendirikan UD Julu Atia ini adalah “Sebagai pemasok dan eksportir gula merah tebu terbesar di Sulawesi Selatan”. Visi tersebut ditetapkan bukan tanpa dasar, Pak Syam termasuk kelompok tani dan petani maju. Beliau pernah mendatangkan bibit jenis varietas baru senilai Rp 93 juta yang didatangkan dari Pasuruan, Jawa Timur, dan saat ini banyak digunakan oleh petani tebu di Sulawesi Selatan. Dari bibit tersebut Pak Syam pernah mencapai panen sebanyak 500 ton tebu dari 3 hektar lahan. Pak Syam juga memiliki tanaman tebu yang sudah mencapai ratoon 7 dengan produksi 70 ton/hektar. Kemudahan dan produksi yang tinggi dari budi daya tebu membuat pak Syam sangat yakin bahwa usaha pengolahan gula merah tebu memiliki prospek yang menjanjikan. Misi Pak Syam sebagai pemilik UD Julu Atia ini adalah: a. Menghasilkan gula merah tebu yang memenuhi standar ekspor. b. Membangun jaringan produksi dengan petani tebu. c. Menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu lumbung gula merah tebu di Indonesia. Misi yang dirumuskan diwujudkan dengan memperbaiki kualitas tebu yang dapat dilakukan melalui kegiatan budi daya dan teknik pengolahan yang tepat. Namun kualitas tebu lebih banyak ditentukan oleh teknis pengolahan yang dapat dikendalikan, sementara teknis budi daya tebu tidak terlalu megalami pengaruh dari perubahan alam atau iklim. Budi daya tebu di Kabupaten Takalar dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan bukan hal yang baru, sehingga untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan mudah dengan membangun jaringan kerja sama dengan petani tebu baik dalam betuk kerja sama dalam pengolahan gula merah tebu maupun dalam pemasaran produk. Potensi luas areal lahan kering dan sawah yang tidak berpengairan yang cukup luas, budaya masyarakat bertanam tebu, dan karakter masyarakat
27
Sulawesi Selatan yang cepat berkembang, memungkinkan Sulawesi Selatan berpotensi menjadi lumbung gula di Indonesia. 4.2.
Awal Pengembangan Usaha Sebelum memulai rencana bisnis pengembangan (business plan) usaha pengolahan gula merah tebu, terlebih dahulu dilakukan analisis usaha yang pertama dikembangkan sebagai suatu proses pembelajaran dan sarana pengembangan jaringan bisnis. Pabrik dibangun di samping rumah tempat tinggal Pak Syam dengan kapasitas produksi rata-rata 2 ton tebu per hari. Pada awal usahanya, Pak Syam
hanya bertindak sebagai
pengolah tebu. Tebu berasal dari petani tebu dan penjualannya juga diserahkan kepada petani sehingga Pak Syam hanya menerima upah pengolahan (upah giling). Dengan mempekerjakan empat orang tenaga kerja. Usaha pengolahan gula merah tebu dapat memberikan pendapatan bersih sekitar Rp 27,93 juta per tahun dengan nilai investasi sekitar Rp 22 juta (tidak termasuk bangunan) untuk periode investasi selama sepuluh tahun. Tabel 4. Biaya Operasional Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton No
Uraian (Rp)
Nilai (Rp) Penyusutan Biaya/tahun (Rp) (Rp)
1
Mesin peras
8.000.000
800.000
800.000
2
Motor penggerak
8.000.000
800.000
800.000
3
Tungku
6.000.000
600.000
600.000
5
Perlengkapan
1.000.000
1.000.000
6
Pemeliharaan
1.000.000
1.000.000
7
Tenaga Kerja
25.200.000
8
Bahan Bakar
2.430.000
9
Oli
720.000 Total
32.550.000
28
Tabel 5. Pendapatan Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton No.
Uraian
Nilai (Rp)
1
Pendapatan
Rp 60.480.000
2
Biaya Operasional
Rp 32.550.000
Pendapatan Bersih
Rp 27.930.000
Dengan menggunakan sistem bagi hasil 65-35, yaitu 65 persen untuk pemilik tebu 35 persen untuk pabrik pengolahan sebagai jasa penggilingan, dimana tebu diantar hingga pabrik pengolahan sehingga biaya tebang dan biaya angkut ditanggung oleh pemilik tebu (petani). Harga jual gula merah tebu yang berlaku adalah Rp 6.000/kg. Pabrik kecil ini dapat dioperasikan selama tujuh bulan (210 hari) masa giling atau setara dengan areal tebu seluas 6-7 hektar bila digunakan dua shift pekerjaan. 4.3.
Aspek –Aspek Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan pengembangan usaha gula merah tebu ini dikaji menurut aspek aspek-aspek yang terdapat dalam analisis kelayakan usaha. Aspek kelayakan usaha tersebut adalah aspek finansial, aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis dan aspek lingkungan.
4.3.1 Aspek Pasar Dalam aspek pasar, yang dikaji adalah potensi pasar dari produk yang akan dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pasar dan kebijakan terhadap bauran pemasaran yang dilakukan. 1. Potensi Pasar Pasar yang
menjadi sasaran UD Julu Atia milik Pak Syam ini
adalah pasar lokal, antar pulau dan akan dikembangkan ke pasar ekspor. Setelah menjalankan usaha gula merah dengan mesin skala kecil, kapasitas 2 ton tebu per hari, pasar yang dilayani selama ini adalah pasar lokal. Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah
29
yang dihasilkan langsung terjual pada hari produksi
dengan harga Rp
8.000/kg, sementara prediksinya hanya Rp 5.000-7.000/kg. Permintaan lain yang belum dapat dipenuhi adalah permintaan dari Jayapura sebanyak 20 ton per bulan dan Kalimantan Timur 15 ton per bulan. Surabaya sudah meminta 3.000 ton untuk satu tahun. Pengalaman ini menggambarkan prospek pasar gula merah sangat tinggi. Harga gula merah
dari
palm
berkisar
antara
Rp
10.000-15.000/kg.
Dengan
membandingkan harga gula merah tebu dan gula merah dari palm dimana perbedaannya cukup besar, dapat dikatakan bahwa gula merah tebu memiliki prospek pasar yang besar dan menjanjikan. Selain itu, proses pembuatan gula merah tebu sangat mudah dibandingkan dengan proses pembuatan gula palem. Pengembangan pemasaran produk ke pasar ekspor didasarkan pada permintaan ekpor gula merah tebu. Misalnya Koperasi Serba Usaha Jatirogo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta, mendapat order ekspor gula merah hingga 500 ton per bulan yang hanya dapat dipenuhi sebesar 30 hingga 50 ton per bulan Permintaan ekspor yang belum dapat terpenuhi adalah permintaan dari Kanada, Amerika, Belgia, Australia, dan Eropa (www.metrotvnews.com, 2011). Kelompok Tani Sariwangi di Banyumas juga hanya dapat memenuhi permintaan gula merah tebu
dari Jepang
sebesar 10 persen. Dari permintaan sebesar 500 ton perbulan, hanya 50 ton permintaan yang dapat dipenuhi (Sanjaya, 2011). Berdasarkan potensi pasar gula merah tebu baik dari pasar lokal, antar pulau, maupun pasar ekspor, Pak Syam sangat yakin bahwa produk yang akan diproduksi akan terserap oleh pasar, baik untuk memenuhi permintaan pasar lokal, antar pulau dan pasar ekspor. 2. Bauran Pemasaran Pengembangan pemasaran gula merah tebu dapat dilakukan dengan menggunakan kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran yaitu variabel product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Sebagian dari strategi ini sudah
30
dilaksanakan oleh Pak Syam selama ini seperti produk gula padat dua kategori warna, pasar lokal dan antar pulau, dan promosi. Strategi harga belum dilakukan karena produksi masih sedikit. a. Product (Produk) Produk berupa gula merah tebu yang dipasarkan harus memiliki bentuk dan kualitas produk yang baik untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan terhadap konsumen. Produk tersebut berkaitan dengan bentuk, warna dan kualitas. Varietas tebu yang cocok untuk dijadikan bahan baku gula merah adalah varietas PS864, PSJT, BL,
dan Cenning. Kualitas gula merah sangat
dipengaruhi oleh bahan baku, kegiatan pascapanen, dan kegiatan pengolahan. Tebu sangat dipengaruhi oleh iklim, umur tanam, dan varietas. Umur sangat berkaitan dengan rendemen gula, sehingga pengetahuan petani mengenai teknik bertanam sangat penting. Kualitas gula merah berkaitan dengan perilaku penyimpanan, warna, dan kebersihan.
Semakin lama daya simpan gula merah
semakin tinggi kualitasnya.
Warna gula merah sangat relatif,
berkaitan dengan preferensi konsumen. Untuk konsumen di Sulawesi Selatan,
warna
merah
kekuning-kekuningan
sebaliknya warna hitam merah
lebih
lebih
disenangi,
disenangi di Papua dan
Kalimantan Timur. Gula merah tebu dapat diproduksi dengan tiga bentuk produk, yaitu bentuk padat/batu, serbuk, dan cair.
Bentuk produk yang
dihasilkan UD Julu Atia berbentuk balok dan padat dengan berat sekitar 0,5 kg. Jenis produk padat dibuat dalam dua jenis yaitu warna kehitam-hitaman dan warna merah kekuning-kekuningan.
Warna
merah kekuning-kuningan diproduksi untuk pasar lokal, sedangkan warna merah gelap atau kehitaman untuk pasar Jayapura dan Kalimantan Timur.
Sementara untuk pasar
pulau Jawa, belum
ditentukan jenisnya. Bentuk produk lain yang sudah dapat diproduksi adalah gula serbuk atau dikenal sebagai gula semut (bentuknya seperti semut yang
31
berkumpul/bergerombol), namun belum dipasarkan karena kapasitas produksi atau skala produksi yang dilakukan selama ini masih yang kecil. Produk gula semut akan diproduksi pada tahun giling 2012, walaupun masih dalam jumlah kecil untuk mendeteksi permintaan pasar, baik harga maupun kualitas. Gula cair belum ada perencanaan, walaupun permintaan sudah ada, yaitu oleh industri kecap, namun metode pembuataannya masih sedang dipelajari oleh Pak Syam. b. Place (Tempat) Place (tempat) berkaitan dengan keputusan penentuan lokasi penjualan dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan barang kepada konsumen. Pemilihan tempat penjualan gula merah tebu adalah penjualan di pasar-pasar lokal, antar pulau dan pada pengembangannya akan diekspor. Pasar yang sudah dilayani selama setahun didominasi pasar lokal, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, dan Kota Makassar. Pak Syam sendiri sudah membuka kontrak kerja sama dengan salah satu pedagang besar gula merah di Surabaya dengan kontrak 3000 ton. Pasar ini akan dipenuhi melalui kerjsama dengan produsen gula merah tebu di Sulawesi Selatan yang juga dibina oleh Pak Syam bersama Univeristas Islam Makassar. c. Price (Harga) Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah yang dihasilkan langsung terjual setelah gula merah dihasilkan dengan harga Rp 8.000/kg, sementara prediksi Rp 5.000-7.000/kg. Sedangkan harga gula merah dari jenis palm (aren, lontar, dan kelapa) adalah Rp 10.000-15.000/kg. Perbandingan harga ini menunjukkan bahwa gula merah tebu memiliki posisi pasar yang sangat kompetitif. Harga diperkirakan akan semakin kompetitif yaitu sekitar Rp 5.000-Rp 6.000/kg apabila industri gula merah tebu terus berkembang. Harga ini juga layak dijadikan sebagai bahan baku gula
32
kristal. Gula merah tebu dijadikan bahan baku pada beberapa pabrik gula di Jawa Timur. Hal ini juga pernah terjadi pengrajin gula merah tradisional di Kabupaten Wajo yang dijual ke Pabrik Gula Bone (PTPN XIV) pada tahun 1980an d. Promotion (Promosi) Selama tahun 2011, gula merah tebu Pak Syam sudah dipasarkan setiap ada pameran produk hasil pertanian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Takalar dan Provinsi Sulawesi Selatan. Gula merah tebu dijual dengan harga Rp 14.00015.000/kg atau Rp 7.000-8.000/batang, dimana setiap satu kilogram terdiri dari dua batang. 4.3.2
Aspek Teknis Analisis dalam aspek teknis usaha gula merah tebu mencakup lokasi usaha, peralatan produksi dan proses produksi. Berikut ini hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis.
1. Lokasi Usaha UD Julu Atia berlokasi di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Lokasi usaha gula merah tebu memiliki sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan usaha. Tebu sebagai bahan baku utamanya banyak tersedia di sekitar pabrik sehingga tidak memerlukan biaya transportasi yang tinggi. Petani dapat dengan mudah mendistribusikan tebunya ke pabrik. Akses transportasi yang mudah untuk memasarkan hasil produksi ke pasar lokal maupun pasar antar pulau. 2. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan gula merah tebu adalah: a. Parang, golok, atau pisau besar. Alat ini digunakan untuk mengikis permukaan kulit, dan membuang mata batang tebu. b. Mesin pemeras batang tebu. Alat ini digunakan untuk mengekstrak nira tebu dari batang tebu dengan cara pemerasan. Bagian utama dari mesin ini berupa tiga silinder penggiling sehingga batang tebu
33
tertekan Tekanan
dan tertarik oleh putaran silinder-silinder tersebut. tersebut
akan
memeras
batang
tebu
sehingga
mengeluarkan cairan nira. Mesin ini merupakan pengembangan dari alat pemeras tebu tradisional (disebut kilangan tebu) yang silindernya terbuat dari kayu dan diputar oleh sapi atau kerbau. c. Wajan besar, dengan ukuran 45 inci yang terbuat dari plat baja dengan ketebalan 12 mm dan kedalaman sekitar 20 cm, sehingga proses penguapan lebih cepat dengan suhu konstan. Alat ini digunakan untuk memanaskan nira tebu sampai kental. d. Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira yang sedang dipanaskan agar proses penguapan cepat terjadi sehingga nira tebu lebih cepat mengental. Pada proses ini juga, busa nira/gula dibuang karena tidak dapat mengental. Busa nira/gula yang dikenal gula dengan sebutan tetes di pabrik gula e. Penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring cairan tebu yang akan dipanaskan, dan sedang dipanaskan. Pada proses ini penyaringan ini berfungsi menghilangkan kotoran yang dapat merusak kondisi proses pemasakan dan kualitas gula. f. Cetakan. Alat ini digunakan untuk mencetak nira tebu yang mengental dari proses pemasakan. Hal yang diperhatikan dalam pencetakan adalah suhu agar bentuk gula yang dihasilkan sesuai dengan bentuk cetakan. g. Tungku. Alat ini digunakan sebagai tempat berpijak wajan yang dibuat dari batu merah, semen, dan tanah liat. 3. Proses Pembuatan Gula Merah Nira tebu adalah cairan yang diekstraksi dari batang tanaman tebu. Cairan ini mengandung gula antara 10-20 % (b/v). Meknisme pengolahan nira tebu menjadi gula merah tebu atau saka tidak berbeda jauh dengan proses pembuatan gula merah lainnya. Tahapan-tahapan dalam pemasakan gula merah tebu adalah:
34
a. Persiapan Tebu Tebu yang akan digiling adalah tebu yang dibawa oleh petani dari kebun tebu miliknya yang segera diangkut ke pabrik pengolahan setelah ditebang. Pengangkutan setelah penebangan tidak melebihi dari lima jam untuk menjaga kualitas gula merah. Tebu dibongkar pada halaman penumpukan yang berdampingan dengan mesin pengolahan. Tebu yang akan digiling
terlebih dahulu dibersihkan
daun dan kotoran yang melekat. b. Pemerasan Tebu Tebu diperas dengan
menggunakan mesin pemeras dengan
kapasitas 20 ton tebu per hari yang digerakkan dengan mesin Yanmar Diesel 22 HP. Tebu yang bersih dimasukkan ke mesin pemeras dengan cara memegang batang tebu 2-3 batang. Nira yang dihasilkan dialirkan ke bak penampungan, sementara ampas tebu diangin-anginkan dan selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar, namun apabila terjadi kekurangan akan ditambah dengan sekam padi. c. Penyaringan Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas tebu yang ikut masuk bercampur dengan nira tebu. Penyaringan dilakukan secara bertahap dengan ukuran lubang saringan yang berbeda. Setelah diperoleh nira tebu, nira dipompa naik ke bak penampungan. Sebelum dimasak di atas wajan pemasakan, dilakukan penyaringan dua kali untuk memisahkan kotoran yang halus.
Selain itu, pada proses
pemasakan juga dilakukan penyaringan sekaligus membuang busa nira yang muncul. d. Pemasakan Nira tebu yang sudah disaring dimasukkan ke dalam wajan yang berada di atas tungku pemasakan. Pemasakan adalah pemisahan air dan gula melalui proses penguapan. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan bakarnya. Apabila rendemen tebu tinggi, ampas tebu cukup bahkan berlebih untuk memasak nira
35
menjadi gula merah, namun bila rendemen gula
rendah berarti
kandungan brisk nya rendah sehingga membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama. Pada kondisi ini, ampas tebu tidak cukup, sehingga ditambah dengan sekam padi. Pada proses pemasakan, nira selalu diaduk untuk mempercepat proses penguapan, menyaring kotoran yang terbentuk akibat pemanasan. Busa dan kotoran yang mengapung selama pemasakan dibuang. Setelah cairan nira mengental yaitu air gula tinggal sekitar 1/5 atau 1/6 dari volume nira sebelumnya atau sudah berbentuk sirup berarti gula sudah masak dan siap untuk dicetak. 4. Pencetakan Gula merah kental kemudian dituang ke wadah lain untuk proses pendinginan. Setelah itu, dipindahkan ke wadah lebih kecil (ukuran 1,5-2 liter) yang dapat diangkat dengan sebelah tangan dan diaduk hingga hampir dingin, lalu dituang ke wadah cetakan. Gula yang ada di cetakan ditunggu hingga keras dan kering secara sempurna dikeluarkan dari cetakan. 5. Pengemasan Pengemasan dilakukan agar daya simpan produk gula merah dapat bertahan lama dan sekaligus penampilannya lebih baik.
Pengemasan
dilakukan dengan menggunakan plastik lembut yang melekat dengan mudah.
Gambar 6. Layout Pabrik Usaha Gula Merah Tebu
36
4.3.3
Aspek Finansial Preferensi masyarakat akan berkembang seiring dengan waktu, mengingat bahwa gula merah tebu diproduksi tanpa menggunakan bahan tambahan kimia dan akan dikembangkan menjadi produk organik. Masyarakat sudah menyadari pentingnya produk organik, baik terhadap kesehatan maupun terhadap lingkungan. Gula merah tebu sangat mudah dikembangkan apabila kebun tebu diintegrasikan dengan ternak sapi. Budi daya tebu mudah dikembangkan karena sekali penanaman dapat dipanen lima hingga sepuluh tahun dengan pemeliharaan yang tidak intensif dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya seperti padi, kacang-kacangan, sayuran, jagung. Analisis kelayakan usaha gula merah tebu ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut: a. Periode usaha yang direncanakan adalah sepuluh tahun telah disepakati dengan pihak pemilik usaha. b. Usaha dimulai pada Januari 2011 (tahun nol) dan berakhir pada Desember 2021. c. Investasi dimulai pada tahun ke-0 (2011) dan pabrik mulai berproduksi pada tahun ke-1 (2012). d. Hari kerja dalam satu tahun adalah 180 hari. e. Target produksi 15 ton per hari. f. Bahan baku yang digunakan adalah tebu dengan rendemen 8%. g. Penentuan harga bahan baku tebu didasarkan pada persentase 65% untuk petani tebu dan 35% untuk pemilik pabrik. h. Harga jual gula merah tebu Rp 5.000/kg tetap disetiap tahun. i. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman rata-rata bank yaitu sebesar 11,67 persen. j. Sumber modal adalah modal sendiri dan pinjaman ke bank. k. Petani yang akan menjual tebunya ke pabrik akan langsung datang membawa tebunya ke lokasi pabrik sehingga pemilik tidak memerlukan biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku ke lokasi pabrik.
37
l. Nilai sisa dihitung dengan asumsi pada akhir periode usaha nilai sisanya sebesar 10 persen dari nilai belinya. m. Pajak bumi dan bangunan dikenakan disetiap tahun sebagai biaya tetap dengan tarif 0.2% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. n. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 2008, yaitu: 1. Untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 50.000.000, tarif pajaknya 5%. 2. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diantara Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 , tarif pajaknya 15%. 3. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diatas Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000 , tarif pajaknya 25%. 4. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diatas Rp 500.000.000 tarif pajaknya 30%. o. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tiga perubahan, yaitu: 1. Terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar 2. Terjadi penurunan kapasitas produksi 3. Terjadi perubahan rendemen pada bahan baku tebu yang digunakan. 1. Kebutuhan Modal Modal merupakan keseluruhan biaya yang diperlukan untuk memulai dan menjalankan suatu usaha. Komponen modal terdiri dari biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 dan biaya modal kerja pada tahun ke-1 ketika perusahaan sudah mulai berproduksi. Kebutuhan modal pada usaha gula merah tebu ini sebesar Rp 452.137.000. Sumber modal diperoleh dari modal sendiri
dengan persentase 33,6 persen dan
meminjam kepada bank dengan persentase 66,4 persen. Pinjaman modal yang diajukan kepada bank sebesar Rp300.000.000 dengan alokasi modal investasi sebesar Rp 227.488.000 dan modal kerja sebesar Rp 72.512.000. Pengembalian pinjaman kepada bank dilakukan dengan metode anuitas yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
38
Tabel 6. Rencana Kebutuhan Modal Rencana Kebutuhan Modal Pada Tahun ke Nol Sumber Permodalan
Alokasi Pinjaman
Dana
a. Modal Sendiri b. Pinjaman Bank a. Modal Investasi b. Modal Kerja
Rp 452.137.000
33,6%
Rp 152.137.000
66,4%
Rp 300.000.000
Periode Pinjaman 5 tahun Periode Pinjaman 2 tahun
Rp 227.488.000
Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Bank
Rp 72.512.000 11,67%
2. Investasi dan Pengembangan Kegiatan investasi yang dilakukan dalam usaha pengembangan gula merah tebu ini berupa pembelian lahan pabrik, pembangunan pabrik dan gudang penyimpanan. Investasi juga dilakukan dengan melakukan pembelian peralatan meliputi pembelian tungku, wajan baja, mesin penggerak, mesin pemeras, mesin pemutar untuk gula semut, satu set penampung nira tebu dan timbangan serta perlengkapan lainnya yang akan digunakan dalam proses produksi. Total biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 379.625.000. biaya investasi usaha dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Biaya investasi tertinggi adalah biaya pembangunan pabrik sebesar Rp 125.000.000 dengan persentase 32,93 persen. Tabel 7. Ringkasan Biaya Investasi Pada Tahun Pertama Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Jenis Jumlah (Rupiah) Persentase Lahan 50.000.000 13.17% Bangunan Pabrik 125.000.000 32.93% Gudang 75.000.000 19.76% Tungku 20.000.000 5.27% Wajan Baja 13.500.000 3.56% Mesin Penggerak 23.000.000 6.06% Mesin Pemeras 60.000.000 15.81% Mesin Pemutar 5.000.000 1.32% 1 Set Penampung 2.500.000 0.66% Nira Tebu Timbangan 2.500.000 0.66% Biaya 3.125.000 0.82% Perlengkapan
39
3. Modal Kerja UD Julu Atia dikelola oleh pemilik secara langsung dan dibantu oleh beberapa karyawan yang berasal dari daerah sekitar pabrik. Karyawan bertanggung jawab atas kegiatan produksi harian yang dilakukan di pabrik sehingga diperlukan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk karyawan. Modal kerja dalam usaha pengolahan gula merah tebu ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun dan tidak tergantung pada jumlah produksinya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Biaya tetap dalam usaha pengolahan gula merah tebu ini adalah biaya perawatan, biaya telepon, listrik, pajak bumi dan bangunan, serta oli mesin. Biaya variabel terdiri dari upah karyawan, pembelian bahan baku berupa tebu, packaging gula merah tebu dan bahan bakar (solar). Sebagian besar biaya variabel dikeluarkan untuk biaya produksi yaitu biaya pembelian bahan baku. Bahan baku berupa tebu memiliki pengeluaran dengan persentase sebesar 75,9 persen. Nilai
pembelian
bahan baku tebu juga tergantung dari rendemen tebu yang akan digunakan. Semakin tinggi rendemennya, maka akan semakin tinggi juga biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bahan baku tebu. Pada Tabel 8 disajikan biaya yang termasuk dalam modal kerja selama masa giling 180 hari dan kapasitas produksi harian sebesar 15 ton per hari. Tabel 8. Ringkasan Modal Kerja Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu (pertahun) Jenis Jumlah Persentase (Rupiah) Bahan Bakar (Solar) 19.440.000 2.1% Oli 1.440.000 0.2% Listrik 5.400.000 0.6% Telepon 1.200.000 0.1% Perawatan 3.000.000 0.3% Pajak Bumi dan 476.000 0.1% Bangunan Bahan Baku 707.850.000 75.9% (Tebu+Packaging) Tenaga Kerja 193.500.000 20.8%
40
4. Proyeksi Pendapatan Pendapatan adalah total produksi dikalikan dengan harga jual. Pendapatan yang diterima oleh usaha pengembangan gula merah tebu ini diasumsikan sama setiap tahun dalam waktu 10 tahun. Biaya produksi diasumsikan tetap disetiap tahun sehingga penerimaan juga akan tetap disetiap tahunnya. Pendapatan diperoleh dari penjualan gula merah tebu ke pasar tradisional maupun menjual kepada supplier di luar daerah (antar pulau). UD Julu Atia dapat memproduksi 216.000 kg gula merah tebu per tahun dengan harga jual Rp 5.000 per kilogram. Total pendapatan kotor yang diperoleh adalah Rp 1.080.000.000 per tahun. Pendapatan diperoleh setahun setelah melakukan investasi pada tahun ke-0. 5. Analisis Kriteria Kelayakan Usaha Analisis kriteria kelayakan usaha dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu bisnis untuk dijalankan yang dilihat dari sisi finansial dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money). Perhitungan kriteria investasi menggunakan metode Discounted Cash Flow, dimana seluruh penerimaan selama sepuluh tahun ke depan didiskontokan pada masa kini. Analisis kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Gross Benefit/Cost (Gross B/C), Net Benefit/Cost (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Ratio(PR) dan Payback Periode (PBP). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata bank yaitu 11,67 persen. Tabel 9. Nilai Kriteria Investasi Usaha Pengembangan Gula Merah Tebu Kriteria Investasi Nilai NPV Rp 371.948.158 Gross B/C
1,063
Net B/C
3,44
IRR
42,37%
PR
3,32
PBP
3 tahun 1 bulan 14 hari
41
a. Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai masa kini manfaat bersih (net benefit) selama 10 tahun periode usaha. Nilai NPV pada usaha gula merah tebu ini adalah Rp 371.948.158. Nilai ini menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama 10 tahun periode usaha dengan tingkat suku bunga 11,67 persen pertahun. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha gula merah tebu layak untuk dijalankan karena NPV yang dihasilkan lebih besar dari nol (NPV>0) b. Gross Benefit/Cost Ratio (Gross B/C) Gross Benefit/Cost Ratio adalah rasio antara present value manfaat kotor dan present value biaya kotor. Suatu usaha dikatakan layak jika Gross B/C nilainya lebih dari satu. Nilai Gross B/C pada usaha gula merah tebu ini sebesar 1,063 yang berarti setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan mendapat manfaat kotor Rp 1,063 selama periode usaha dengan tingkat suku bunga 11,67 %. Dengan nilai Gross B/C tersebut dapat dikatakan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. c. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit/Cost Ratio merupakan rasio antara present value net benefit yang bernilai positif dan present value net benefit yang bernilai negatif. Suatu usaha dikatakan layak jika rasio Net B/C lebih dari satu. Pada usaha gula merah tebu ini rasio Net B/C sebesar 3,44. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan pengembalian manfaat bersih sebesar Rp 3,44. Karena rasio Net B/C lebih dari satu, maka usaha ini layak untuk dijalankan. d. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian usaha terhadap modal yang ditanamkan pada suatu usaha. Suatu usaha layak dijalankan jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga yang ditetapkan. Nilai IRR pada usaha gula merah tebu ini adalah 42,37 persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan sebesar 11,67 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa
42
kemampuan pengembalian modal yang digunakan lebih besar dari tingkat discount rate yang digunakan. e. Profitability Ratio (PR) Profitability Ratio adalah perbandingan antara present value dari penerimaan kas bersih masa yang akan datang terhadap investasi yang telah ditanamkan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai PR usaha gula merah tebu sebesar 3,32. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai PR nya lebih besar dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. f. Payback Period (PBP) Payback Period dihitung untuk mengukur seberapa cepat investasi yang ditanamkan bisa kembali. Perhitungan PBP tidak memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), (Sofyan,2003). Secara umum suatu usaha layak untuk dijalankan jika PBP nya lebih kecil dari periode usahanya. PBP dari usaha gula merah tebu ini adalah 3 tahun 1 bulan 14 hari. Nilainya lebih kecil dari periode usaha 10 tahun sehingga layak untuk dijalankan. 6. Analisis Sensitivitas dan Switching Value Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Hal ini juga berkaitan dengan ketidakpastian di masa mendatang. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengubah harga bahan bakar minyak (solar), penurunan kapasitas produksi, perubahan rendemen bahan baku tebu yang digunakan dan penurunan harga jual gula merah. Pada penelitian ini juga dilakukan metode switching value untuk mengetahui nilai maksimal perubahan variabel yang mempengaruhi usaha. a. Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Mesin penggerak untuk memproduksi gula merah menggunakan bahan bakar solar. Pada uji sensitivitas skenario yang dibuat adalah kenaikan harga BBM sebesar 33,33 persen. Kenaikan harga BBM menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai NPV, IRR, Gross B/C, Net B/C, PBP
43
dan PR dimana nilainya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa usaha ini tidak sensitif terhadap kenaikan harga BBM. Tabel 10. Hasil Kelayakan dengan Analisis Sentivitas Kenaikan Harga BBM NPV = Rp 333.114.483 IRR = 38% Gross B/C = 1,056
PR = 3,08
Net B/C = 3,19
PBP = 3 tahun 5 bulan 27 hari
b. Penurunan Kapasitas Produksi Analisis sensitivitas dilakukan dengan skenario penurunan kapasitas produksi harian dimana kapasitas produksi harian normal sebesar 15 ton per hari. Penurunan kapasitas produksi tersebut sebesar 13,33 dan 20 persen dengan masing-masing jumlah produksi yaitu 13 ton dan 12 ton. Setelah dilakukan perhitungan pada jumlah produksi harian 12 dan 13 ton, usaha ini masih layak untuk dijalankan karena kriteria investasinya masih memenuhi kelayakan finansial. Hasil kelayakan dapat dilihat pada Tabel 11. Dengan melakukan analisis switching value (NPV=0), batas toleransi penurunan kapasitas produksi adalah penurunan 21,26 persen yaitu produksi sebesar 11,81 ton per hari. Penurunan kapasitas produksi diatas persentase 21,26 persen akan menyebabkan nilai NPV negatif sehingga usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan. Tabel 11. Nilai NPV, IRR dan Net B/C Terhadap Jumlah Produksi Harian Jumlah Produksi NPV IRR Net B/C 13 ton Rp 150.857.719 23% 1,99 12 ton Rp 23.770.142 13% 1,16 c. Perubahan rendemen tebu Rendemen tebu adalah persentase banyaknya nira tebu yang dapat dijadikan bahan baku gula merah tebu dari berat tebu. Perubahan rendemen akan menyebabkan perubahan pada harga beli tebu kepada petani dan perubah terhadap jumlah (kg) gula merah yang dihasilkan. Rendemen awal yang digunakan adalah rendemen 8 persen. Skenario untuk analisis sensitivitas dilakukan dengan penggunaan tebu rendemen 7 persen. Usaha ini masih layak untuk dijalankan dengan hasil
44
kelayakannya adalah NPV Rp 155.691.784, Net B/C 2,02 dan IRR 24%. Perhitungan switching value menunjukkan bahwa batas toleransi penggunaan tebu sebagai bahan baku adalah tebu dengan rendemen 6,307 persen dimana NPV=0. Penggunaan tebu dengan rendemen dibawah 6,307 persen akan membuat NPV menjadi negatif. d. Penurunan Harga Jual Harga jual merupakan komponen inflow bagi arus kas perusahaan. Penurunan harga jual (awalnya Rp5.000) tentu akan menurunkan penerimaan kas dari perusahaan. Skenario analisis sensitivitas dilakukan dengan menurunkan harga jual sebesar 10 persen menjadi Rp 4.500. Dengan penurunan harga tersebut, usaha ini masih tetap layak untuk dijalankan. Nilai NPV Rp 182.764.952; Net B/C 2,20 dan IRR 25,76 persen. Perhitungan switching value menunjukkan bahwa batas toleransi penurunan harga jual gula merah adalah sebesar 19,67 persen (Rp 4.017) dimana NPV=0. Penurunan harga jual diatas 19,67 persen menyebabkan NPV menjadi negatif. Tabel 12. Ringkasan Rencana Anggaran Biaya (RAB) No Item Rencana Anggaran Biaya 1 Bangunan Rp 250.000.000 2 Peralatan dan Perlengkapan Rp 129.625.000 3 Bahan Baku Produksi Rp 707. 850.000 4 Tenaga Kerja Rp 193.500.000 5 Lain-Lain Rp 30.956.000 Total Rp 1.311.931.000 Tabel 13. Ringkasan Biaya Operasional Pertahun No Item 1 Biaya Tetap (Fixed Cost) 2 Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost) Total
Jumlah (Rp) Rp 11.516.000 Rp 932.306.000 Rp 943.822.000
45
Tabel 14. Ringkasan Modal dan Penerimaan No Item Jumlah (Rp) 1 Kebutuhan Modal Awal Rp 452.137.000 Investasi Rp 379.625.000 Modal Kerja (untuk 2 minggu) Rp 72.512.000 2 Arus Penerimaan (Hasil Penjualan) Rp 1.080.000.000 Total Rp 1.550.115.000 Tabel 15. Ringkasan Sumber Modal No Item 1 Modal Pribadi 2 Pinjaman ke Bank Total
Jumlah (Rp) Rp 152.137.000 Rp 300.000.000 Rp 452.137.000
Tabel 16. Ringkasan Analisis Sensitivitas (Rendemen Tebu 7%) Item Nilai NPV Rp 155.691.784 IRR 24% 2,02 Net B/C Tabel 17. Ringkasan Analisis Sensitivitas (Penurunan Harga Jual 10%) Item Nilai NPV Rp 182.764.952 IRR 25,67% 2,20 Net B/C Tabel 18. Ringkasan Analisis Switching Value Item Jumlah Produksi Harian Rendemen Harga Jual 4.3.4
Batas Toleransi (NPV=0) 11,81 ton 6,307persen Rp 4.017
Aspek Manajemen dan Hukum Dalam aspek manajemen dan hukum, penilaian kelayakan meliputi hal yang berkaitan dengan perizinan dan legalitas badan hukum usaha, struktur organisasi, kepemilikan, deskripsi pekerjaan dan sistem kompensasi.
46
1. Perizinan dan Legalitas Badan Hukum Usaha Sebelum mendirikan usaha, secara formal diisyaratkan untuk meminta izin usaha kepada pihak yang terkait. Badan usaha yang dimiliki adalah Usaha Dagang (UD). Nama perusahaan adalah UD Julu Atia, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar Nomor: 02615/KPT-TK/SIUPPO/IV/2010 dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Perseorangan No. TDP : 202155202389. Dengan memiliki bentuk badan usaha, usaha akan memperoleh banyak kemudahan, seperti kemudahan memasarkan produk baik di pasar lokal, nasional, maupun kemudahan dalam melakukan ekspor. 2. Struktur Organisasi Struktur formal suatu organisasi dibuat untuk memudahkan pembagian kerja bagi setiap individu di dalamnya. Struktur organisasi UD Julu Atia ini tergolong masih sangat sederhana. Pemilik langsung membawahi tiga tingkatan karyawan, yaitu sekretaris dan bendahara yang masih dipegang oleh istri pemilik sendiri. Dua tingkatan selanjutnya adalah manajer operasional dan tenaga kerja pabrik. Pengambilan keputusan dalam segala hal menjadi wewenang dari pimpinan usaha. Pemilik UD Julu Atia
Sekretaris dan Bendahara Manajer Operasional
Teknis Mesin
Pemeras Tebu
Pemasakan
Pencetakan
Packaging
Gambar 7. Struktur Organisasi Usaha Gula Merah Tebu 3. Kepemilikan Pemilik usaha gula merah tebu ini adalah Pak Syamsudin Dg. Ronrong yang bertindak sebagai pimpinan. Modal dalam menjalankan usaha ini menggunakan modal pribadi pemilik dan pinjaman dari bank.
47
4. Deskripsi Pekerjaan Dalam pengembangan usaha gula merah tebu ini, pemilik sekaligus pimpinan membawahi 18 orang karyawan, rincian jumlah karyawan berdasarkan pekerjaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 19. Jenis Pekerjaan dan Jumlah Karyawan Jenis Pekerjaan
Jumlah (orang)
Manajer Operasional
1
Teknis Mesin
3
Pemeras Tebu
4
Pemasakan
4
Pencetakan
3
Packaging
3
a. Pimpinan (Pemilik) Pemilik yang bertindak sebagai pimpinan dalam usaha ini memiliki peranan penting dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Tugas umum dari pemimpin adalah: 1. Memegang tanggung jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan fungsi manajerial, yaitu fungsi produksi, pemasaran, keungan dan sumber daya manusia. 2. Mengambil keputusan yang tepat apabila terjadi suatu permasalah dalam perusahaan. 3. Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan konsumen. b. Manajer Operasional Manajer operasional bertugas mengawasi kegiatan produksi harian di pabrik agar kapasitas produksi dapat tercapai. c. Teknis Mesin Teknis mesin bertugas untuk memastikan mesin-mesin
yang
digunakan untuk berproduksi siap untuk dipakai setiap harinya. d. Pemeras Tebu Bertanggung jawab untuk memeras tebu dengan menggunakaan mesin pemeras. Proses ini membutuhkan tenaga yang kuat karena batang tebu
48
yang dimasukkan ke dalam mesin bobotnya lumayan berat dan juga dibutuhkan kecepatan agar kerja mesin menjadi efisien. e. Pemasakan Tugasnya adalah memasukkan nira tebu yang sudah disaring ke dalam wajan pemasakan yang berada di atas tungku pemasakan. Nira selalu diaduk untuk mempercepat proses penguapan, menyaring kotoran yang terbentuk akibat pemanasan. f. Pencetakan Bertanggung jawab untuk menuangkan nira yang sudah menjadi gula merah kental
ke wadah cetakan. Gula merah yang ada dicetakan
ditunggu hingga keras dan kering secara sempurna dikeluarkan dari cetakan. g. Packaging Tugasnya adalah melakukan pengemasan terhadap gula merah sudah keras dan kering dengan sempurna menggunakan plastik lembut yang melekat dengan mudah. 5. Sistem Kompensasi Sistem pemberian kompensasi kepada tenaga kerja dilakukan secara mingguan. Perhitungan kompensasinya didasarkan pada upah harian. Berikut tabel yang mencantumkan jenis pekerjaan dan upah tenaga kerja per hari. Tabel 20. Jenis Pekerjaan dan Upah Tenaga Kerja
4.3.5
Jenis Pekerjaan
Upah (Rupiah/hari)
Manajer Operasional
100.000
Teknis Mesin
60.000
Pemeras Tebu
60.000
Pemasakan
60.000
Pencetakan
60.000
Packaging
45.000
Aspek Sosial dan Ekonomi Dalam aspek sosial dan ekonomi dilihat kontribusi usaha tersebut terhadap kehidupan sosial dan ekonomi dimana lokasi usaha
49
tersebut didirikan. Dilihat dari aspek sosial, usaha ini mampu mempekerjakan sebanyak 18 orang pegawai yang direkrut dari sekitar lokasi pabrik. Hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah tersebut. Upah yang diberikan kepada pegawai juga cukup tinggi, yaitu rata-rata Rp64.000/orang/hari dimana upah minimum Sulsel tahun 2011 sekitar Rp 40.000/orang/hari (www.leopratama.com, 2012) Selain dari sisi tenaga kerja, usaha ini juga akan memberikan keuntungan bagi petani tebu di sekitar pabrik karena memiliki kepastian penjualan hasil panennya dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan apabila petani tebu menjualnya ke pabrik gula kristal. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan bagi petani tebu. Semakin besar skala dan perkembangan usaha ini tentunya akan semakin banyak manfaat sosial dan ekonomi yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar. 4.3.6
Aspek Lingkungan Setiap
bisnis
yang
dijalankan
pada
dasarnya
harus
memperhatikan perubahan lingkungan sebagai dampak dari adanya usaha tersebut. Aspek lingkungan menitikberatkan pada dampak negatif yang mungkin bisa terjadi akibat limbah yang dihasilkan dari suatu usaha. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat keberadaan pabrik tersebut berada ditengah-tengah lingkungan tempat tinggal masyarakat. Jika suatu usaha tidak tanggap dan bertanggung jawab atas perubahan lingkungan yang terjadi, tentu masyarakat tidak akan menyukai keberadaan usaha tersebut dan akhirnya akan berdampak buruk bagi kelangsungan suatu usaha. Pada usaha gula merah tebu ini dapat dikatakan tidak menghasilkan sisa atau limbah yang dapat merusak lingkungan atau bisa dikatakan ramah lingkungan. Ampas tebu yang dihasilkan dari pemerasan tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk pemasakan nira tebu sehingga ampas tidak terbuang ke lingkungan.
50
4.4.
Model Pemberdayaan Petani Pembangunan pabrik pengolahan gula merah tebu dapat memberikan pilihan bagi petani. Ada petani lebih suka mengolah tebunya di pabrik gula, dan ada juga yang lebih memilih untuk mengolah menjadi gula merah. Pengolahan gula merah lebih menguntungkan namun sedikit lebih repot bila dimasukkan ke pabrik gula. Rendemen yang dicapai pada pengolahan tebu menjadi gula pasir di Pabrik Gula Talakar (PTPN XIV) adalah 4-6 persen, dengan rata-rata kisaran 4,8 persen, sementara rendimen untuk gula merah adalah sekitar 6-12 persen dengan rata-rata 8 persen. Sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah 65-35 persen. Bagian petani sebanyak 65 persen dan bagian untuk pengolahan adalah 35 persen. Harga gula kristal pada pabrik gula Rp 7.800/kg (pasaran umum 8500/kg) sedangkan harga gula merah tebu Rp 6.000/kg. Berikut perbandingan pendapatan petani tebu jika tebunya didistribusikan ke pabrik gula atau ke diolah menjadi gula merah. Tabel 21. Perbandingan Pendapatan Pengolahan Gula Kristal dan Gula Merah No. Uraian Gula Kristal Putih Gula Merah Tebu Kriteria Unit (Kg) Kriteria Unit (%) (%) (Kg) 1. Rendemen 6 60 10 100 5 50 8 80 4 40 6 60 3,5 35 5 50 2. Bagi Hasil 6 39 10 65 petani 65 5 32,5 8 52 persen 4 26 6 39 3,5 22,75 5 32,5 3. Nilai 6 304.200 10 390.000 Penerimaan 5 253.500 8 312.000 (Rp/ton) 4 202.800 6 234.000 3,5 177.450 5 195.000 4. Biaya angkut (Rp/ton) 60.000 100.000 0-60.000 5. Waktu pembayaran 2-3 bulan 0-1 bulan 6. Kepastian rendimen Rendah Tinggi 7. Frekuensi Panen Sekaligus Bertahap 8. Birokrasi/manajemen Rumit Sederhana Sumber: Hasil wawancara dengan Pak Syam, Maret 2012.
51
Catatan: Dengan harga jual gula Kristal Rp 7800/kg dan gula merah Rp 6.000/kg 4.4.1 Pengembangan Kelembagaan Kelompok Petani Pengembangan gula merah tebu dapat dikelola
secara efisien
apabila dikembangkan dengan suatu bentuk kelembagaan. Ada beberapa pola pengembangan yang dapat dilakukan baik dalam bentuk kelompok tani
maupun
kerja
sama
dalam
pengolahan.
Pengembangan
kelembagaan petani tebu melalui kelompok sebagai suatu pola pemberdayaan terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu organisasi, sumber daya, dan manajemen. 1. Organisasi Organisasi yang terlibat dalam pengembangan usaha gula merah tebu memiliki peranan masing-masing dalam menjalin kerja sama. Organisasi tersebut adalah: a. Kelompok Tani Tebu (KTB), dikembangkan dengan berbasis pada kapasitas pabrik besar 50-60 hektar. Kelompok yang beranggotakan sekitar 10 petani per kelompok atau sekitar 20 ha yang berada satu hamparan, sehingga setiap pabrik dilayani oleh tiga KTB. Kelompok tani dapat berada pada tiga lokasi yang berbeda, namun semua harus dekat dengan lokasi pabrik. b. Petani adalah pemilik saham, dan pabrik sebagai suatu suatu unit usaha yang dikelola oleh wadah koperasi. c. Koperasi petani dilengkapi dengan struktur atau unsur dewan penasehat, pengurus, badan pemeriksa, manajer/karyawan, dan AD/ART. d. Bank memberikan pembiayaan kepada pabrik dan kelompok tani melalui koperasi. Koperasi bertindak sebagai badan penjamin pengembalian dana pinjaman petani kepada bank. e. Pengurus terdiri dari tiga orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus berasal dari masing-masing satu kelompok tani. Hal yang sama pada dewan pengawas yang terdiri dari tiga orang, satu ketua dan dua anggota. Anggota dewan pengurus berasal dari
52
masing-masing
satu anggota kelompok tani sebagai perwakilan.
Manajer bersumber dari luar yang direkrut melalui proses seleksi oleh pengurus dan dewan penasehat. Dewan penasehat bersumber dari PPL perkebunan, kepala desa, dan konsultan dari Universitas Muslim Indonesia, Makassar. 2. Sumberdaya Sumber daya yang mendukung dalam pengembangan usaha gula merah tebu ini adalah: a. Pabrik besar dengan kapasitas 20 ton tebu per hari dengan nilai investasi sekitar Rp 400 juta. Masa giling 210 hari atau setara 50-60 hektar dengan produksi 70-80 ton/hektar. Pabrik ini dimiliki oleh kelompok dengan sistem pemegang saham. b. Lahan yang dimiliki petani anggota berkisar 2 hektar/petani sehingga setiap pabrik akan dimiliki oleh sekitar 30 petani tebu. Petani tebu akan dikelompokkan menjadi tiga KTB yang beranggotakan sekitar 10 petani per kelompok berdasarkan hamparan kebun tebu dan masa panen/tebun yang sama. Masa panen tebu dibagi pada tiga kategori, yaitu masak awal (April-Juni), masak tengah (Juni-Agustus),
dan
masak akhir (Agustus-Oktober). c. Kebutuhan
dana
untuk
pembangunan
kebun
adalah
Rp
10.000.000/hektar, sementara untuk investasi pabrik Rp 400.000.000 sudah termasuk modal kerja sekitar Rp 20 juta. Dengan demikian kebutuhan dana untuk pembangunan satu unit pabrik pengolahan gula merah beserta 60 ha lahan tebu adalah Rp 1.000.000.000.
Biaya
investasi merupakan saham petani, sehingga setiap petani memiliki saham sekitar Rp 13,5 juta untuk setiap petani. Sedangkan biaya pembangunan kebun adalah Rp 10 juta/ha. Dengan demikian, dana yang dibutuhkan setiap petani untuk pembangunan kebun tebu dan saham di pabrik sebesar Rp 33,5 juta (Rp 20 juta untuk pembangunan kebun 2 hektar ditambah Rp 13,5 juta untuk investasi pabrik). Semua kebutuhan dana investasi ini diharapkan bersumber dari pembiayaan bank seperti BRI, BNI, dan bank lainnya yang ada di kabupaten.
53
Pinjaman untuk pembangunan kebun dapat diangsur sebanyak dua kali atau dua kali panen, sementara pinjaman untuk pabrik dibayar selama lima tahun, dengan masa tenggang pembayaran enam bulan setelah pinjaman digunakan untuk membangun pabrik. d. Pembangunan kebun dengan dana Rp 10 juta/hektar pinjaman dari bank digunakan untuk pengolahan tanam, penanaman, bibit, pupuk, dan pemeliharan. e. Pembangunan pabrik dengan dana Rp 400 juta digunakan untuk pabrik yang lengkap, tanah, bangunan dan modal kerja. f. Pembangunan pabrik dilakukan setelah delapan bulan tebu sudah ditanam, sehingga pinjaman petani sudah harus diterima pada bulan April dan untuk pabrik pada bulan Desember pada tahun berjalan. 3.
Manajemen Sistem manajemen diperlukan agar organisasi dapat berjalan dengan baik dan tujuan organisasi dapat dicapai. Beberapa aturan yang termasuk dalam sistem manajemen dijabarkan sebagai berikut: a. Pengelolaan pabrik dilakukan dalam satu sistem manajemen dipisahkan dengan manajemen kebun.
yang
Kebun dikelola sendiri oleh
kelompok atau petani. b. Pengelolaan pabrik dalam pengolahan tebu menjadi gula merah menggunakan sistem bagi hasil antar pabrik dan petani anggota secara individu dengan sistem 65-35 persen. Pola ini dilakukan oleh pabrik gula di Sulawesi Selatan. c. Manajemen pabrik dilakukan oleh pengurus yang dibantu oleh manajer atau karyawan. Pembangunan kebun dilakukan oleh manajer bersama petani. d. Setelah selesai menanam, pemupukan pertama dan kedua, kebun diserahkan ke masing-masing anggota petani. Pengelolaan dalam bentuk pemeliharaan hingga tebang-angkut dilakukan sendiri oleh masing-masing petani. e. Penentuan jadwal tebang angkut ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan
antara
dewan
penasehat,
badan
pengawas,
54
manajer/pegawai pabrik, dan ketua kelompok tani. Pada kesempatan ini
teknis
pemeliharaan
(pemupukan,
penyiangan,
dsb.)
juga
dibicarakan. Pembiayaan
Koperasi Pembayaran
Pabrik Gula Merah Tebu
Konsultan
Kelompok Tani 1 Masa Tanam (April-Juni)
Kelompok Tani 2 Masa Tanam (Juni-Agustus)
Bank
Kelompok Tani 3 Masa Tanam (Agustus-Oktober)
Gambar 8. Model Kelembagaan Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu 4.5.
Implikasi Manajerial Implikasi manajerial merupakan suatu rekomendasi berupa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh pemilik usaha. Dirumuskan beberapa strategi yang dapat dijalankan oleh UD Julu Atia agar visi untuk menjadi eksportir gula merah terbesar di Sulawesi Selatan dapat tercapai. Berikut perumusan strategi pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu: 1. Meningkatkan produksi dan kualitas. Produksi ditingkatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan gula merah dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor gula. Kualitas juga perlu ditingkatkan agar produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk saingan dan mampu menjadi produk substitusi gula kristal. 2. Mengembangkan produk gula organik. Melihat permintaan masyarakat akan produk organik meningkat, diharapkan gula merah tebu dapat menjadi
produk
kebutuhannya.
alternatif
bagi
masyarakat
untuk
memenuhi
55
3. Meningkatkan keterampilan karyawan untuk memenuhi permintaan pasar. Hal ini dilakukan agar keterampilan karyawan meningkat sehingga kualitas dan kuantitas produkis dapat meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar yang terus bertumbuh. 4. Mencari
dan mempelajari penggunaan alat-alat yang menunjang
standardisasi poses produksi dan standar kualitas produk. 5. Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) agar kualitas yang diinginkan oleh konsumen tercapai secara konsisten. 6. Membangun jaringan pasar
lokal, antar pulau, dan ekspor untuk
pemasaran produk. 7. Mendorong pengembangan integrasi tebu-sapi untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menunjang pengembangan produk organik. 8. Mengembangkan kebun inti untuk memanfaatkan karyawan di luar masa giling. Hal ini juga sebagai bentuk antisipasi terhadap fluktuasi dari harga komoditas beras dan palawija yang dapat mengubah preferensi petani untuk menanam tebu. 9. Melakukan promosi pemasaran agar
dapat mengubah preferensi
konsumen dari mengkonsumsi gula kristal menjadi gula merah Tabel 22. Rekapitulasi Hasil Studi No Analisis Pembahasan 1 Aspek Pasar Potensi pasar dapat dilihat dari perkembangan konsumsi gula yang terus meningkat. Pasar yang menjadi sasaran usaha ini adalah pasar lokal, antar pulau dan ekspor. Pengembangan pasar dilakukan dengan menggunakan variabel pemasaran yang dapat dikendalikan, yaitu place, price, product, dan promotion. 2
Aspek Teknis
Lokasi usaha gula merah tebu memiliki sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan usaha. Bahan baku
tebu tersedia di sekitar pabrik sehingga petani
sangat mudah untuk mendistribusikan hasil tebunya ke pabrik. Proses produksi gula merah dilakukan secara tradisional dengan menggunakan teknologi sederhana.
56
Lanjutan Tabel 22 3 Aspek Finansial
4
Sensitivitas
•
NPV = Rp 371.948.158 (Layak)
•
Gross B/C = 1,063 (Layak)
•
Net B/C = 3,44 (Layak)
•
IRR = 42,37% (Layak)
•
PR = 3,32 (Layak)
•
PBP = 3 tahun 1 bulan 14 hari
•
Usaha tidak sensitif apabila terjadi kenaikan harga BBM sebesar 33,33%.
•
Batas toleransi penurunan kapasitas
produksi
minimal sebesar 11,81 ton per hari. •
Batas toleransi untuk rendemen tebu yang dapat digunakan adalah 6,307 persen.
•
Batas toleransi penurunan harga jual gula merah adalah 19,67 persen.
5
Aspek Manajemen dan Hukum
Badan usaha yang dimiliki adalah Usaha Dagang (UD). Struktur
organisasinya
adalah
pemilik
langsung
membawahi manajer operasional dan tenaga kerja pabrik. 6
Aspek Sosial Ekonomi
Usaha ini memiliki dampak positif terhadap aspek sosial dan ekonomi. Dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah sekitar pabrik, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan bagi petani tebu.
7
Aspek Lingkungan
Usaha gula merah tebu ini tidak menghasilkan sisa atau limbah yang dapat merusak lingkungan atau bisa dikatakan ramah lingkungan.
8
Kelembagaan kelompok petani
Pengembangan gula merah tebu dapat dikelola secara efisien apabila dikembangkan dengan suatu bentuk kelembagaan. Pengembangan kelembagaan petani tebu melalui kelompok sebagai suatu pola pemberdayaan terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu organisasi, sumber daya, dan manajemen.
57
Lanjutan Tabel 22 9
Strategi Pengembangan Usaha
Pengembangan usaha gula merah tebu dilakukan dalam rangka
mewujudkan
visi
Pak
Syam.
Strategi
pengembangan dirumuskan dalam implikasi manajerial.