1
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA DIKLAT GURU PAI SD DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO
OLEH : Dra. Mardiah Baginda, M.PdI NIP. 196906112005012004 Penata, III/c Widyaiswara Muda
BADAN LITBANG DAN DIKLAT RI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO TAHUN 2015
2
ABSTRAK Balai Diklat Keagamaan Manado merupakan salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan lulusan (peserta) yang berkualitas, inovatif dan responsif dalam memecahkan masalah–masalah pendidikan dan masyarakat. Kenyataan menunjukkan kemampuan peserta dalam memecahkan masalah masih rendah. Faktor penyebab salah satu lulusan/guru kurang dibekali keterampilan memecahkan masalah. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu dengan model pembelajaran Berbasis Masalah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan implementasi model pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan kemampuan peserta memecahkan masalah sifat-sifat terpuji bagi Allah SWT. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen dengan kategori quasi exsperimen. Subjek penelitian adalah Peserta Diklat Guru PAI SD. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes, lembar observasi aktivitas peserta, lembar observasi kemampuan widyaiswara, dan angket respon peserta. Analisis data dilakukan dengan cara analisis statistik deskriptif. Kriteria keefektifan implementasi model pembelajaran Berbasis Masalah adalah: (1) hasil belajar peserta mencapai tuntas, (2) aktivitas peserta dalam pembelajaran termasuk kategori efektif, (3) kemampuan widyaiswara mengelola pembelajaran termasuk kategori baik, (4) respon peserta termasuk kategori efektif. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan implementasi model pembelajaran Berbasis Masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan peserta memecahkan masalah sifat-sifat terpuji bagi Allah SWT. Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Memecahkan Masalah
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat menuntun sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya mempersiapkan atau membekali sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan tuntutan pembangunan bangsa. Balai Diklat Keagamaan Manado merupakan salah satu lembaga yang menghasilkan lulusan (peserta) yang berkualitas, inovatif dan responsif dalam memecahkan masalah–masalah pendidikan dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas, pelaksanaan Diklat Guru PAI SD, mengambangkan empat aspek kompetensi yaitu: 1.
Kompetensi pedagogic
2.
Kompetensi kepribadian
3.
Kompetensi profesional, dan
4.
kompetensi sosial. Selain itu pelaksanaan Diklat Guru PAI SD menekankan pada
penguasaan khusus bidang studi dan kemampuan di bidang kependidikan, kurikulum kompetensi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu: 1.
Memahami konsep ilmunya
2.
Menggunakan metode dan media yang diperlukan untuk memahmai ilmunya
4
3.
Memahami kaitan antara berbagai konsep dalam ilmunya dan ilmu lain
4.
Memahami ciri-ciri dan perkembangan peserta didik
5.
Memahami konsep dasar tentang pendidikan dan proses belajar mengajar
6.
Memiliki komitmen dan selalu meningkat profesional dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan aktif dalam upaya pemecahan masalah sosial kemasyarakat. Tujuan khusus pelaksanaan Diklat Guru PAI SD di atas menekankan
agar dapat menguasai konsep, mengaitkan antar konsep, memahami peserta didik,
konsep
pendidikan
dan
pembelajaran,
serta
menekankan
pada
keterampilan pemecahan masalah pendidikan, sosial dan masyarakat. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum mampu memecahkan masalah pendidikan. Terlebih lagi pada masalah penguasaan materi pelajaran, proses pembelajaran di kelas, hubungan guru dengan siswa, guru dengan pimpinan, guru dengan orang tua siswa, dan persoalan lain di masyarakat. Beberapa penyebab kemampuan guru dalam memecahkan masalah pendidikan masih rendah antara lain: 1.
Lulusan atau guru kurang menguasai konsep materi bidang studi
2.
Kurang melakukan pemetaan terhadap kompetensi
3.
Kurang menguasai ilmu pendidikan dan pembelajaran
4.
Kurang dibekali keterampilan memecahkan masalah. Jika persoalan ini dibiarkan maka akan menjadi masalah yang krusial
bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SD masa yang akan datang serta akan
5
merusak citra guru di mata masyarakat (pencitraan publik). Untuk mengatasi persoalan di atas, widyaiswara perlu menumbuhkembangkan kemampuan peserta agar mampu menguasai konsep, mengaitkan antar konsep serta terampil memecahkan masalah. Salah satu model pembelajaran yang memperhatikan hal tersebut adalah menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) atau Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model belajar, siswa/peserta
mengerjakan
permasalahan otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri Arends (1997:157).
1.2 Identifikasi Masalah Pada pembelajaran ini, widyaiswara berperan untuk mengajukan permasalahan atau pertanyaan, memberikan dorongan, motivasi, menyediakan bahan ajar dan fasilitas yang diperlukan. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah yaitu: 1.
Orientasi peserta pada masalah: pada langkah ini widyaiswara menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi pembelajaran
2.
Mengoragnisasikan bantuan dalam penyelidikan secara kelompok
3.
Memberi bantuan dalam menyelidiki secara kelompok
4.
Mengembangkan dan memberikan bimbingan memecahkan masalah
5.
Menganalisis dan mengevaluasi proses memecahkan masalah. Harapan penerapan model pembelajaran berdasarkan yaitu:
6
1.
Mengembangkan
kemampuan berpikir widyaiswara dengan pesertaserta
kemampuan memecahkan masalah 2.
Mendewasakan peserta diklat melalui penilaian
3.
Membuat peserta diklat mandiri.
1.3 Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah kemampuan peserta Diklat Guru PAI SD dalam memecahkan masalah?
2.
Bagaimanakah aktivitas peserta Diklat Guru PAI SD selama pembelajaran?
3.
Bagaimanakah kemampuan widyaiswara dalam mengelola pembelajaran pada Diklat Guru PAI SD?
4.
Bagaimanakah respon peserta Diklat Guru PAI SD terhadap pembelajaran?
1.4 Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui kemampuan peserta Diklat Guru PAI SD dalam memecahkan masalah
2.
Untuk mengetahui aktivitas peserta Diklat Guru PAI SD selama pembelajaran
3.
Untuk mengetahui kemampuan widyaiswara dalam mengelola pembelajaran pada Diklat Guru PAI SD
4.
Untuk mengetahui respon peserta Diklat Guru PAI SD terhadap pembelajaran
7
1.5 Manfaat Penelitian 1.
Balai Diklat Keagamaan Manado, sebagai bahan untuk menetukan kebijakan berkaitan dengan proses pembelajaran dalam diklat.
2.
Peneliti, memberikan pengalaman untuk memahami lebih rinci tentang metodologi pembelajaran
3.
Pembaca, sebagai bahan referensi dalam memahami tentang konsep metodologi pembelajaran berbasis masalah
8
BAB II HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
2.1 Efektivitas Pembelajaran 1. Konsep Efektivitas Pembelajaran Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris effective didefinisikan “producing a desired or intended result” (Concise Oxford Dictionary, 2001) atau “producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “coming into use” (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003:138). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:584) mendefinisikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh; hal berkesan” atau ” keberhasilan (usaha, tindakan)”. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi
unsur
atau
komponen,
serta
masalah
tingkat
kepuasaan
pengguna/client. Selanjutnya, Steers (1985:176) menyatakan “sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih
9
bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan.” Pernyataan Steers di atas menunjukkan bahwa efektivitas tidak hanya berorientasi pada tujuan melainkan berorientasi juga pada proses dalam mencapai tujuan. Jika definisi ini diterapkan dalam pembelajaran, efektivitas berarti
kemampuan
sebuah
lembaga
dalam
melaksanakan
program
pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik. a.
Pendekatan dan Model Penilaian Efektivitas Untuk mengetahui efektivitas suatu program, perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat atau daya guna program tersebut. Penilaian terhadap manfaat atau daya guna disebut juga dengan evaluasi (Stufflebeam, 1974, dalam Tayibnafis, 2000:3). Dulu, evaluasi hanya berfokus pada hasil yang dicapai. Jadi, untuk mengevaluasi objek pendidikan, seperti halnya pembelajaran, hanya berfokus pada hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variable evaluasi dalam bermacammacam model evaluasi. Dalam menilai efektivitas program, Tayibnafis (2000:23-36) menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi, yakni sebagai berikut :
10
1) Pendekatan eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu dengan mengontrol sabanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program. 2) Pendekaatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan ini amat wajar dan prakits untuk desain pengembangan program. Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai. 3) Pendekatan yang berfokus pada keputusan (the decision focused approach). Pendekatan ini menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program. 4) Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan ini memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial.
11
Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien, kepekaan, faktor kondisi, situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data, atau penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting usaha pemakai dan cara pemakaian informasi. 5) Pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik. Evaluator mencoba menjembatani pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. b.
Konsep Pembelajaran yang Efektif Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas
12
dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional. Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing. Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Lesli Rae, 2001:3). Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran harus ditetapkan sejumlah fakta tertentu, antara lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. 1) Apakah pembelajaran mencapai tujuannya? 2) Apakah pembelajaran memenuhi kebutuhan peserta dan interaksi sosial? 3) Apakah peserta memiliki keterampilan dibidang Agama? 4) Apakah keterampilan tersebut diperoleh peserta sebagai hasil dari pembelajaran? 5) Apakah pelajaran yang diperoleh diterapkan dalam situasi pekerjaan yang sebenarnya? 6) Apakah pembelajaran menghasilkan lulusan yang mampu berkerja dengan efektif dan efisien? (diadaptasi dari Rae, 2001:5)
13
Efektivitas pembelajaran merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Penyelenggaraan program produktif sebagai bagian dari proses pendidikan dan latihan harus dipandang sebagai suatu kekuatan yang komprehensif dan utuh. Oleh karena itu, selain melakukan evaluasi intensif terhadap pelaksanaan pembelajaran produktif, perlu diterapkan konsep Total Quality Control (TQC) dalam pelaksanaan pembelajaran.
2.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
(Problem
based
learning)Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang terdiri dari self instruction (dari dalam internal) dan eksternal instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat internal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip
belajar
dengan
sendirinya
akan
menjadi
prinsipprinsip
pembelajaran . Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pembelajaran dapat berhasil jika ada feed back atau balikan yang baik antara guru dengan peserta didik atau siswa. Seorang guru harus berusaha sebaik mungkin agar siswa dapat membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan memahami apa yang dipelajari, sehingga akan
14
membentuk suatu perubahan pada diri siswa sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Jika sudah terjadi feed back antara guru dan siswa maka diharapkan tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai. Pada hakekatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik secara terprogram agar siswa mampu belajar secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. Sebagai suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar semua komponen terjadi kerjasama, karena itu guru tidak hanya memperhatikan komponenkomponen tertentu saja, tetapi ia harus memperhatikan dan mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. Salah satu model yang dilakukan untuk menarik perhatian siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung yaitu melalui pembelajaran dengan melakukan apersepsi atau pembukaan dengan menghubungkan materi yang telah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. Apersepsi ini dilakukan untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa fokus pada materi yang diberikan dan dalam pemberian materi sebaiknya harus disertai media yang mendukung sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, kemudian mengakhiri pelajaran dengan menarik kesimpulan. Variasi gaya penyajian, model pembelajaran, menggunakan media yang menarik disesuaikan dengan materi pelajaran, maka diharapkan proses pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan
15
pembelajaran yang diharapkan dan dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan merubah tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku
siswa
Dalam
rangka
mencapai
tujuan
kurikuler
lembaga
menyelenggarakan serangkaian kegiatan pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Setiap kegiatan mengandung tujuan tertentu, yaitu suatu tuntutan agar subjek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan isiproses pembelajaran tersebut. Komponen-Komponen Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran untuk menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber serta evaluasi. a.
TujuanDalam kegiatan belajar mengajar Tujuan adalah cita-cita yang ingin disampaikan dalam kegiatannya. Dimana terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik.
16
b.
Bahan Pelajaran Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan sebagai sumber belajar membawa pesan untuk tujuan pengajaran.
c.
Kegiatan Belajar Mengajar Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
d.
Metode Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.
e.
Alat Alat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Alat mempunyai fungsi yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan.
f.
Sumber Pelajaran Sumber belajar merupakan bahan / materi untuk menambah ilmu pengetahuan
yang
mengandung
hal-hal
baru
bagi
si
pelajar.
17
Segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. g.
Evaluasi Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dan sesuatu.
Istilah Model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode, dan prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode , dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lainlain.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran. Kegiatan belajar yang telah dirancang dan dilaksanakan dengan penuh keahlian guru dapat menghasilkan suasana dan proses pembelajaran yang efektif.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik
18
dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru.
Model pembelajaran terdiri dari model pembelajaran langsung (Direct instruction), model pembelajaran kooperatif, (Cooperatif learning), model pembelajaran
berdasarkan
masalah
(Problem
based
learning),
model
pembelajaran diskusi (Discussion), dan model pembelajaran strategi (Learning strategi).
a. Pembelajaran langsung (Direct Instruction).
Pembelajaran langsung (direct instruction) adalah pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, yang disusun dengan baik dan diajarkan secara bertahap (step by step). Yang dimaksud pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan untuk mengetahui tentang sesuatu sedangkan pengetahuan prosedual adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.
19
b. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
Kauchak dan Eggen mendefinisikan belajar kooperatif sebagai bagian dari strategi mengajar yang digunakan siswa untuk membantu satu dengan yang lain dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran kooperatif juga dinamakan ”pengajaran teman sebaya”
c. Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem-Base Instruction).
Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri , menumbuhkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan dapat meningkatkan kepercayaan diri sendiri Masalah autentik diartikan sebagai masalah kehidupan nyata yang ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
d. Diskusi (Discussion)
Diskusi
adalah
suatu
model
pembelajaran
yang
memungkinkan
berlangsungnya dialog antar guru dan siswa , serta antara siswa dengan siswa.
e. Learning Strategis
Pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir dan bagaimana memotivasi diri sendiri.
20
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Sebagai landasan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis masalah:
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang cirri utamanya pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Model pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.
Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsepkonsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan
mengarahkan
diri.
Pembelajaran
berdasarkan
masalah
penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Guru dalam pembelajaran berdasarkan
21
masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan
yang dapat
meningkatkan
pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.
Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual. b. Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri
Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan. Pengaturan pembelajaran masalah berkisar pada masalah ataunpertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
22
2) Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa. 3) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 4) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 5) Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. c. Penyelidikan
yang
Autentik.
Penyelidikan
yang
diperlukan
dalam
pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan
23
diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir. d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya. Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya. e. Kolaborasi. Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
24
Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan
2.3 Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Intruction) yaitu: 1.
Hasil penelitian Nani Ratnaningsih (2005) tentang mengembangkan kemampuan berpikir matematika SMU melalui pembelajaran berbasis masalah diperoleh: (a) pemahaman matematika siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada pemahaman matematika siswa melalui pembelajaran biasa, (b) kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui pembelajaran biasa, (c) siswa aktif selama proses pembelajaran berbasis masalah, (d) siswa bersikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah.
25
2.
Hasil
penelitian
Usman
(2008)
tentangpenerapan
stategi
pembelajaranberdasarkan masalah (PBI) pada materipersamaan kuadrat diperoleh: (a)ketuntasan hasil belajar siswa termasukdalam kategori tuntas, (b) aktivitas siswaselama pembelajaran berlangsungtermasuk kategori efektif, (c) kemampuanguru mengelola pembelajaran termasukkategori baik, (d) respon siswa terhadappenerapan pembelajaran positif.Materi PAI SD merupakan salahsatu materi mata kuliah Kalkulus I yangdiajarkan pada peserta pendidikanmatematika FKIP semester pertama.Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalampembelajaran kalkulus I adalah pesertadapat menjelaskan konsep, sifat-sifat sistembilangan real, fungsi, limit fungsi, differensialfungsi
serta
menggunakan
dalam
memecahkanmasalah.
Differensial fungsi merupakan salahsatu alat untuk memecahkan masalah dalambidang matematika, fisika, kimia, biologi,teknik, ekonomi, dan bidang lainnya. Olehkarena itu, peserta program MIPA harusmenguasai turuna fungsi dan terampilmenggunakannya dalam memecahkan masalahdalam kehidupan sehari-hari.Berdasarkan pengalaman penelitianmengajarkan mata kuliah kalkulus I diperolehkemampuan peserta pendidikan matematikaFKIP Unysiah memecahkan masalah differensial fungsi rendah. Hal ini dibuktikandengan hasil tes akhir semester ganjil 2008-2009 diberikan soal sebagai berikut”Seorangpeserta memakai sebuah sedotan untukminum dari gelas kertas berbentu kerucut, yangsumbunay tegak, dengan laju 3 cm/detik. Jikatinggi gelas 10 cm dan garis tengah mulut gelas6 cm, berapa cepat munurunnya permukaancairan pada saat kedalaman cairan 5 cm:
26
(1)Ceritakan kembali masalah di atas menurutbahasa anda sendiri, (2) Buatlah modelmatematika dan selesaiakan model tersebut”. Dari hasil analisis lembar jawawab pesertadiperoleh: 15 orang peserta dari 45 orangpeserta (33,3%) dapat menyelesaikandengan benar, sedangkan 30 orang pesertatidak dapat menyelesaiakan masalah differensialfungsi. Berdasarkan permasalahan yang telahdiuraikan di atas, perlunya dilaksanakanpenelitian tentang implementasi modelpembelajaran berdasarkan masalah pada materiPendidikan Agama Islam (PAI) SD. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mendeskripsikan implementasi modelpembelajaran berdasarkan masalah efektif untukmeningkatkan kemampuan peserta Diklat Guru PAI SD di Balai Diklat Keagamaan Manado.
2.4 Metodologi Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian, jenispenelitian termasuk penelitian deskriptif dengankategori penelitian eksperimen. Hal inidikarenakan diberikan perlakuan
(modelpembelajaran
berdasarkan
masalah)
padapeserta
untuk
meningkatkan kemampuanmemecahkan masalah PAI SD. Penelitian ini jugatermasuk penelitian eksperimen semu (quasiexsperimen) jenis “ the oneshot case study”dengan rancangan penelitian sebagai berikut: Tes Awal X Tes Akhir Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Balai Diklat Keagamaan Manado tahun 2013. Subjekpenelitian ini adalah Peserta Diklat Guru PAI SD dengan
27
jumlah 30peserta.Instrumen dan teknik pengumpulandata yang digunakan dalam penelitian inisebagai berikut. 1.
Instrumen tes yaitu tes awal dan tes akhir.Instrumen tes awal ini digunakan untukmendapatkan data kemampuan awalpeserta dalam memecahkan masalah.Tes
awal
dilaksanakan
sebelumimplementasi
model
pembelajaranberdasarkan masalah pada materipendidikan agama Islam. Sedangkan instrument tes akhir digunakan untuk mendapatkandata kemampuan
awal
peserta
dalammemecahkan
masalah
dan
dilaksanakansetelah implementasi model pembelajaranberdasarkan masalah pada sub materi Sifat-Sifat Kekuasaan Allah SWT. Soal tes berbentuk essaydan berjumlah 4 soal dengan waktu 90menit. 2.
Lembar pengamatan aktivitas peserta(LPAP). LPAP ini digunakan untukmendapatkan data aktivitas pesertaselama pembelajaran berlangsung. LPAPdiisi oleh seorang pengamat dengan caramenuliskan cek list (V) sesuai dengankeadaan yang diamati.
3.
Lembar pengamatan kemampuan widyaiswara(LPKW). LPKW digunakan untukmendapatkan
data
kemampuan
widyaiswaramengelola
model
pembelajaran berdasarkanmasalah. LPKW diberikan kepada pengamatuntuk diisi dengan cara menuliskan cek list(V) sesuai dengan keadaan yang diamati. 4.
Angket respon peserta (ARP). ARP inidigunakan untuk mendapatkan data tentangpendapat
atau
komentar
peserta
tentangimplementasi
model
pembelajaranberdasarkan masalah. ARP ini diberikankepada peserta untuk
28
di
isi
setelahpembelajaran
berlangsung.Teknik
analisis
data
hasil
penelitiandilakukan dengan cara sebagai berikut. a.
Data hasil tes. Setelah tes dilaksanakanselanjutnya lembar jawaban peserta dikoreksi dan diberikan skor sesuai pedomanpenskoran yang telah ditetapkan. Skor hasil tesdikonversikan ke dalam tingkat kemampuanpeserta
menyelesaiakan
masalah.
Tingkatkemampuan
peserta memecahkan masalahdikelompok menjadi: Kemampuan Sangat Baik
: 85 - 100
Kemampuan Baik
: 70 - 84
Kemampuan Cukup
: 50 -69
Kemampuan Kurang
: 0 -49
Kemampuan peserta memecahkanmasalah dikatakan baik atau sangat baik secaraindividu jika peserta memperoleh skorminimal pada tingkat
kemampuan
baik
atausangat
baik.
Kemampuan
pesertamemecahkan masalah dikatakan efektif secaraklasikal jika 80 % atau lebih dari jumlah totalpeserta mempunyai kemampuanmemecahkan masalah berada minimal padatingkat kemampuan baik. b.
Data aktivitas peserta. Data ini dianalisissecara deskriptif dengan cara menghitung skorrata-rata dari setiap aspek yang diamati.Kriteria aktivitas peserta dalam pembelajarandikatakan efektif jika rata-rata skor dari semuaaspek dari setiap rencana pelakasanaanpembelajaran (RPP) berada pada kategoriefektif.
29
c.
Data kemampuan widyaiswara mengelolapembelajaran. Data ini dianalisis dengan caradeskriptif dengan cara menghitung nilai rataratasetiap aspek yang diamati dalam mengelolapembelajaran. Kriteria tingkat
kemampuanwidyaiswara
(TKW)
dalam
mengelola
pembelajaransebagai berikut. 1,00 ≤ TKP ≤ 1,50: Sangat kurang baik 1,50 ≤ TKP ≤ 2,50: Kurang baik 2,50 ≤ TKP ≤ 3,50: Cukup 3,50 ≤ TKP ≤ 4,50: Baik 4,50 ≤ TKP ≤ 5,00: Sangat baik TKP: Tingkat Kemampuan Widyaiswara Respon peserta dikatakan positif jika80% atau lebih peserta merespon dalamkategori
senang/baru/tidak
senang
untuk
setiapaspek
yang
direspon.Kriteria keefektifan pembelajaranyaitu: 1.
Kemampuan peserta memecahkanmasalah termasuk kategori efektif
2.
Aktivitaspeserta dalam pembelajaran termasukkategori efektif
3.
Kemampuan widyaiswaramengelola pembelajaran termasuk kategoribaik
4.
Repon peserta terhadappembelajaran termasuk kategori efektif. Implementasi model pembelajaran berdasarkanmasalah dikatakan efektif
untuk meningkatkankemampuan peserta untuk memecahkanmasalah materi PAI SD jika memenuhi 3kriteria dari 4 kriteria di atas dengan syaratkriteria pertama terpenuhi.
30
2.5 Hasil Temuan Penelitian Pelaksanaan
penelitian
diawali
denganpengembangan
perangkat
pembelajaran yangmeliputi: 1.
Satuan acara pembelajaran (SAP)
2.
Bahan ajar, dan
3.
Lembar kerja pesertaserta instrumen. Perangkat
pembelajarandikembangkan
modelpembelajaran
berdasarkan
masalah
berorientasi
denganmengacu
pada
pada
model
pengembanganpembelajaran. Hasil pengembanganperangkat pembelajaran dan instrumenpenelitian yang telah dikembangkan digunakanpada
penelitian
eksperimen.Sebelum pelaksanaan eksperimen,diawali dengan pelaksanaan tes awal. Tes awalini bertujuan untuk mendapatkan datakemampuan awal peserta dalammemecahkan
masalah
materi
PAI
SD.
TesTingkat
kemampuan
widyaiswara mengelolapembelajaran dikatakan baik jika setiap aspekyang dinilai berada pada kategori minimal baik.4) Data respon peserta. Data ini dianalisidengan cara deskriptif yaitu menghitungprosentase setiap respon peserta. ProsentaseRespon Peserta (PRP). dihitung denganrumus:
PRP = Hasil
Jumlah Respon Peserta tiap aspek yang muncul x 100% Jumlah Seluruh Peserta
tes ini
dijadikan sebagaisalah satu acuan penempatan
peserta
dalamkelompok belajar. Hasil pembagian kelompokterdiri dari 6 kelompok yang terdiri
daripeserta
kemampuan
tinggi,
sedang,
danrendah
serta
jenis
31
kelamin.Pelaksanaan pembelajaran terdiri dari 3kali pertemuan dan setiap pertemuan waktunya150 menit. Pembelajaran dibagi atas 3 kegiatan,yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatanpenutup. Uraikan tiap kegiatan sebagai berikut. 1.
Kegiatan awal: widyaiswara membukapembelajaran, melakukan tanya jawabtentang materi sebelumnya, menempelkangambar dan meminta peserta untukmemperhatikan, memberikan dan memintapeserta menyelesaiakan masalahtersebut. Meminta peserta menempatiposisi kelompok masingmasing danmenjelaskan cara kerja kelompok.
2.
Kegiatan Inti; widyaiswara membagikan lembarkerja peserta (LKP) serta menjelaskantata cara menyelesaiakan masalah dalamLKP. Widyaiswara memberikan bimbingankepada peserta (individu/kelompok)jika ada hal yang kurang dimengerti darimasalah di LKP. Memberikan motivasikepada peserta untuk
bekerja
atau
kreatifmenyelesaikan
tugas
yang
diberikan.
Widyaiswarameminta salah satu kelompokmempresentasikan hasil kerja kelompok didepan kelas atau papan tulis diminta kepadakelompok lain untuk memperhatikan danmemberikan tanggapan/kritikan terhadaphasil kerja kelompok. Widyaiswara bersamapeserta mengevaluasi hasil kerjakelompok dan memberikan penguatan. 3.
Kegiatan penutup; widyaiswara meminta pesertamenyimpulkan materi pembelajaran,merefleksikan kegiatan pembelajaran,memberikan tugas, dan menutuppembelajaran.
32
Data hasil tes dari 30 orang pesertadiperoleh skor tertinggi adalah 95 dan skorterendah adalah 35. Berdasarkan hasil analisisterhadap lembar jawaban peserta dandikonversikan sesuai kriteria yang telahditetapkan diperoleh; 4peserta(14,3%) kemampuan peserta memecahkanmasalah berada pada tingkat kemampuan sangatbaik, 8peserta (27,6%) kemampuanpeserta memecahkan masalah berada padatingkat kemampuan baik, 7 orang peserta(23,3%) kemampuan peserta memecahkanmasalah berada pada tingkat kemampuan cukup,11 orang peserta (34,8%) kemampuanpeserta memecahkan masalah berada padatingkat kemampuan rendah. Berdasarkan pesertamemecahkan
krietria masalah
yang
telahditetapkan
perbuatan
yang
diperoleh disukai
kemampuan Allah
SWT
setelahimplementasi model pembelajaran berbasismasalah Berdasarkan hasil analisis dataaktivitas peserta diperoleh, rata-ratapersentase aspek aktivitas peserta yang aktifpada pertemuan I (SAP 1), SAP2, dan SAP 3masing-masing 78,7 lebih kecil dari padapersentase aspek aktivitas peserta yang pasif 21,3.Hal menunjukkan bahwa peserta lebihmenghabiskan waktu pada aspek: 1.
Membaca/mencermati masalah dalam LKP (Lembar Kerja Peserta)
2.
Bekerja dalam memecahkan masalah yangmeliputi: (a) mengumpulkan informasi yangsesuai, menemukan penjelasan, dan pemecahanmasalah, (b) bekerjasama menyelesaikanmasalah dalam kelompok,
33
3.
Berdiskusi/bertanya antarpeserta/kelompok/dsoen termasuk juga: (a)peserta menyatakan
pendapat/ide,
(b)peserta
menanggapi
pertanyaanwidyaiswara/teman, 4.
Menyajikan hasil pemecahanmasalah
5.
Mengkaji ulang proses/hasilpemecahan masalah
6.
Menyimpulkan
hasilpembelajaran.Secara
keseluruhan
aktivitaspeserta
selama kegaiatan pembelajarantermasuk kategori efektif. Berdasarkan hasil analisis data tentangkemampuan widyaiswara mengelola pembelajarandiperoleh rata-rata skor setiap aspek yangdiamati dari 3 (tiga) kali pertemuan adalah 3,85. dengan demikian kemampuan widyaiswaramengelola pembelajaran berdasarkan masalahtermasuk kategori baik. Hasil respon peserta terhadappelaksanaan pembelajaran dapat dilihat padatabel berikut ini.Pendapat peserta terhadap komponenpembelajaran
Tabel-1 Persentase Pendapat Peserta Terhadap Komponen Pembelajaran No
Aspek yang dinilai
1. 2. 3. 4. 5.
Materi Diklat Lembar Kera Suasana Kelas Penampilan WI Metode WI mengajar Rata-Rata
Sangat Senang 19.20 38.46 26.92 42.30 42.30 33.83
Senang 80.76 61.53 53.84 57.69 57.69 62.33
Kurang Senang 0.00 0.00 19.23 0.00 0.00 3.84
Tidak Senang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Baru
Tidak Baru
88.46 88.46 69.04 88.46 88.46 84.57
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh rata-rata 96,13 % peserta senang/sangat senang terhadapkomponen pembelajaran berdasarkan masalah yaitu materi pembelajaran, lembar kerja peserta,suasana ruang kuliah, penampilan widyaiswara dan metode widyaiswara mengajar. Sedangkan 3,84
34
% pesertamerespon bahwatidak senang terhadap komponen pembelajaan. Demikian juga rata –rata respon pesertaterhadap komponen pembelajaran diperoleh: 84,57 % peserta meresepon komponen pembelajaranmasih baru dan 15,43% merespon tidak baru. Tabel-2Minat Peserta Mengikuti Pembelajaran No
Sangat Senang 16.7
Aspek yang dinilai
1.
Minat mengikuti materi
2.
Jika pembelajaran berlanjut Apakah masih ada minat untuk mengikuti Rata-Rata
69.04
Kurang Senang 9.52
Tidak Senang 4.8
16.7
66.70
11.90
4.8
16.7
67.87
10.71
4.8
Senang
Berdasarkan tabel di atas diperoleh84,57% peserta merespon senang mengikutipembelajaran merespon
kurang
berdasarkan atau
masalah
tidakberminat
sedangkan15,51% mengikuti
peserta
pembelajaran
berdasarkanmasalah.
Tabel-3Pendapat Peserta Terhadap Lembar Kerja No 1.
Aspek yang dinilai Pendapat Peserta Rata-Rata
Sangat Mengerti SulitMengerti Mengerti 28.6 54.76 16.70 28.6 54.76 16.70
Sangat SulitMengerti 0.0 0.0
Berdasarkan tabel diperoleh: 83,36 %peserta merespon mengerti.sangat atau mengertiketerbacaan masalah dalam LKP sedangkan16,7 % peserta merespon
sulit/sangat
sulitdimengerti
terhadap
keterbacaan
masalah
dalamLKP.Berdasarkan hasil analisis 3 (tiga)komponen angket respon peserta dapatdisimpulkan respon peserta terhadapimplementasi model pembelajaran berdasarkanmasalah
termasuk
katergori
baik.Berdasarkan
kriteria
35
keefektifanimplementasi
model
pembelajaran
berdasarkanmasalah
dapat
disimpulkan implementasi modelpembelajaran berdasarkan masalah efektif untukmeningkatkan kemampuan pesertamemecahkan masalah materi PAI SD. 2.6
Pembahasan Data hasil tes dari 30 orang peserta diperoleh skor tertinggi adalah 95 dan skor terendah adalah 35. Berdasarkan hasil analisis terhadap lembar jawaban peserta dan dikonversikan sesuai kriteria yang telah ditetapkan diperoleh; 4peserta (14,3%) kemampuan peserta memecahkan masalah berada pada tingkat kemampuan sangat baik, 8peserta (27,6%) kemampuan peserta memecahkan masalah berada pada tingkat kemampuan baik, 7 orang peserta (23,3%) kemampuan peserta memecahkan masalah berada pada tingkat kemampuan cukup, 11 orang peserta (34,8%) kemampuan peserta memecahkan masalah berada pada tingkat kemampuan rendah. Berdasarkan hasil analisis data aktivitas peserta diperoleh, rata-rata persentase aspek aktivitas peserta yang aktif pada pertemuan I (SAP 1), SAP2, dan SAP 3 masing-masing 78,7 lebih kecil dari pada persentase aspek aktivitas peserta yang pasif 21,3. Hal menunjukkan bahwa peserta lebih menghabiskan waktu pada aspek: Membaca atau mencermati masalah dalam LKP (Lembar Kerja Peserta), Bekerja dalam memecahkan masalah yang meliputi: (a) mengumpulkan informasi yang sesuai, menemukan penjelasan, dan pemecahan masalah, (b) bekerjasama menyelesaikan masalah dalam kelompok, Berdiskusi atau bertanya antar peserta/kelompok/dsoen termasuk juga: (a) peserta menyatakan
pendapat/ide,
(b)
peserta
menanggapi
pertanyaan
36
widyaiswara/teman,
menyajikan hasil pemecahan masalah, mengkaji ulang
proses/hasil pemecahan masalah, menyimpulkan hasil pembelajaran.Secara keseluruhan aktivitas peserta selama kegaiatan pembelajaran termasuk kategori efektif. Berdasarkan hasil analisis data tentang kemampuan widyaiswara mengelola pembelajaran diperoleh rata-rata skor setiap aspek yang diamati dari 3 (tiga) kali pertemuan adalah 3,85. dengan demikian kemampuan widyaiswara mengelola pembelajaran berdasarkan masalahtermasuk kategori baik. Aspek keinginan atau kesenangan peserta dalam menerima materi diperoleh rata-rata 96,13 % peserta senang/sangat senang terhadap komponen pembelajaran berdasarkan masalah yaitu materi pembelajaran, lembar kerja peserta, suasana ruang kuliah, penampilan widyaiswara dan metode widyaiswara mengajar. Sedangkan 3,84 % peserta merespon bahwa tidak senang terhadap komponen pembelajaan. Demikian juga rata–rata respon peserta terhadap komponen pembelajaran diperoleh: 84,57 % peserta meresepon komponen pembelajaran masih baru dan 15,43% merespon tidak baru. Minat peserta mengikuti mata diklat diperoleh 84,57% peserta merespon senang mengikuti pembelajaran berdasarkan masalah sedangkan 15,51% peserta merespon kurang atau tidakberminat mengikuti pembelajaran berdasarkan masalah. Respon peserta diperoleh: 83,36 % peserta merespon mengerti.sangat atau mengerti keterbacaan masalah dalam LKP sedangkan 16,7 % peserta
37
merespon sulit/sangat sulitdimengerti terhadap keterbacaan masalah dalam LKP. Berdasarkan hasil analisis 3 (tiga)komponen angket respon peserta dapat disimpulkan respon peserta terhadap implementasi model pembelajaran berdasarkan masalah termasuk katergori baik. Untuk lebih efektif pembelajaran berbasis masalah maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : a. Pembentukan Pemahaman Materi Peserta diklat membuat rangkuman dengan kalimatnya sendiri, peserta diklat masih belum menganalisis materi yang diajarkan dengan pembentukan dasar berdasarkan kalimat atau pemahaman yang dibangunnya sendiri, dan membuat kesimpulan dasar atas apa yang telah dipelajarinya dan diketahuinya. b. Analisis Materi Banyak peserta diklat yang masih belum berani atau minder menjawab dan mengerjakan soal dari pertanyaan didepan, dengan pemecahan masalah yang dibangunnya sendiri. dan masih banyak dari peserta diklat yang tidak membuat kesimpulan jawaban yang telah didiskusikan bersama. c. Memecahkan Masalah Peserta diklat masih jarang yang membuat rangkuman langkahlangkah pengerjaan soal yang telah didiskusikan pada pemecahan masalah yang dihadapi. d. Pencarian Sumber Informasi Baru
38
Banyak dari orang tua peserta diklat yang kurang berperan dalam mencarikan sumber informasi bagi anak-anaknya dalam membangun pengetahuan baru. Orang tua cenderung mempunyai tingkat ke apatisan yang relative cukup besar, hal ini diakui oleh peserta diklat yang mana orang tua lebih selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri dibandingkan dengan mencarikan ataupun mendampingi anak-anaknya dalam mendapatkan pengalaman informasi dari beberapa sumber seperti TV, Koran ,Majalah dan sebagainya. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Pembelajaran yang ada di Pada Diklat Guru PAI SD Kementerian AgamaRI lebih mengarah pada training skill dan drill-drill pengerjaan soal untuk memecahkan masalah. Sebelum training skill widyaiswara mengajarkan mata pelajaran PAI SD dengan metode teachered centered, dalam hal ini widyaiswara mengajarkan materi dengan sistem ceramah, menjelaskan definisi, lalu membuktikan atau hanya mengumumkan kepada peserta diklat rumus-rumus yang terkait dengan topik tersebut, dengan membahas contoh-contoh soal latihan Pembelajaran yang telah dilakukan disini lebih menekankan kepada para peserta diklat untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan melakukan penalaran terhadap terhadap materi yang diajarkan dengan drill-drill pengerjaan soal, Dari data hasil analisis tentang perilaku belajar kontruktivistik peserta diklat diperoleh data sebesar 68% sehingga dapat di klasifikasikan bahwa perilaku belajar konstruktivistik pada mata pelajaran PAI SD berada pada “setengah” dari keseluruhan peserta diklat.
39
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kegiatan yang sedikit dipilih atau dikerjakan oleh peserta diklat justru unsur atau indikator yang sangat tinggi dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu seperti berfikir bebas, mengungkapkan ide/gagasan secara bebas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konstruktivistik mereka belum sangat tinggi. Belum tinggi diterapkannya sistem pembelajaran konstruktivistik disebabkan salah satunya adalah karena kebanyakan widyaiswara menggunakan sistem mengajar yang lama, yang tidak banyak memberi kesempatan peserta diklat aktif berfikir dan berekspresi. Oleh karena menggunakan pembelajaran dengan sistem lama, disini kegiatan pembelajaran yang paling menonjol adalah mencatat, mendengarkan, penjelasan widyaiswara, ikut dalam ulangan sedangkan yang jauh lebih baik yaitu berfikir bebas, menelusuri masalah, mencari tahu, mengolah, mengungkapkan ide atau gagasan belum dilakukan oleh peserta diklat. Dalam pembelajaran berbasis masalah ini widyaiswara juga bisa tetap menggunakan sistem yang sudah ada, sejauh membantu peserta diklat lebih aktif dan kritis dalam mengembangkan pengetahuan mereka sendiri. Peran widyaiswara sebagai fasilitator atau moderator yang tugasnya merangsang membantu peserta diklat mau belajar sendiri dan merumuskan pengertiannya. Sistem evaluasi yang masih diterapkan sekarang ini adalah sistem evaluasi yang hanya menekankan isi bahan pelajaran saja. Misalnya evaluasi dengan cara pilihan ganda (multiple choice), dimana sitem evaluasi ini tidak
40
memungkinkan peserta diklat mengungkapkan gagasan mereka sendiri dengan leluasa. Begitu juga dengan kurikulum yang ada. Kurikulum ada juga harus bisa disesuaikan dengan teori konstruktivistik. Secara umum bahwa keseluruhan sistem dalam diklat (sistem pengaturan diklat, kurikulum, widyaiswara, peserta diklat, kepala Balai, evaluasi, prasarana, masyarakat,
dan hal-hal yang menunjang dalam kegiatan belajar harus
sesuai dengan prinsip konstruktivistik.
41
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan Berdasarkan implementasimodel
hasil
penelitian
pembejaran
danpembahasan berdasarkan
dapat
masalah,
disimpulkan efektifuntuk
meningkatkan kemampuan pesertadalam memecahkan masalah berkaitan dengan pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam (PAI) SD.
3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian,peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut. 1.
Widyaiswara dapat menerapkan modelpembelajaran berdasarkan masalah dalamkegiatan kediklatan.
2.
Peserta dapat meningkatkan minat dankemampuan menyelesaikan masalah melaluimodel pembelajaran berdasarkan masalahpada materi selanjutnya untuk mata diklat materi substansial Pendidikan Agama Islam (PAI) SD.
42
DAFTAR PUSTAKA
Ansjar,
M dan Sembiring RK. 2000. KiatPembelajaran Matematika di PerguruanTinggi, Direktorat jenderal PendidikanTinggi. Depdiknas, Jakarta
Arends, 1997. Clasroom Instruction andManagement. McGraw-Hill Companies.Inc. New York. Dahar, R.W, 1988. Teori-teori Belajar.Depdikbud P2LPTK, Jakarta Dediknas, 2003. Kurikulum 2004. BalitbangDepdiknas, Jakarta. Hudoyo, Herman. 1998. Mengajar BelajarMatematika. Depdikbud P2LPTK, Jakarta Ibrahim, Muslimin dan Nur, Muhammad. 2000.Pengajaran Berdasarkan Masalah. UnesaPress, Surabaya Jahar, Rahmah, dkk. 2006. Bahan Ajar Strategi Belajar Mengajar. FKIP Unsyiah, BandaAceh Kauchak,Paul dan Eggen, D. 1993. Strategiesfor Teacher, Teaching Content andThinking Skill. Allyn and BaconPublishers. Boston. Mustafa, Dina. 2000. Memotivasi Pesertauntuk Kuliah dan Belajar SepanjangHayat. Jakarta: Direktorat jenderalPendidikan Tinggi. Depdiknas Murphy, E. 2005. Leadership IQ, (Online), (http://www.e-leader com, diakses 31 Oktober 2005. Nggermanto, A. 2002. Quantum Quotient: Kecerdasan Quantum. Bandung: Nuansa. Salladien. 1990. Konsep Penelitian Pendidikan Dengan Model. Terapan AnalisisKorelasi. Malang: Fakultas Pascasarjana IKIP Malang.. Ratumanan, T.G. 2004. Press.Surabaya
Belajar
danPembelajaran.
Unesa.
Universitas
43
Ratnaningsih, Nani. 2005. MengembangkanKemampuan Berpikir Matematika SiswaSMU Melalui Pembelajaran BerbasisMasalah. Proseding Seminar NasionalMatematika. Jurusan pendidikanMatematika FMPA Universitas PendidikanIndonesia, Bandung.
Soedjadi, 1999. Kiat Pendidikan Matematika diIndonesia. Dikti Depdiknas, Jakarta Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R &D. Alfabeta, Bandung Tim FKIP. 2007. Paduan Akademik FKIPUnsyiah. Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Syiah Kuala,Darussalam Banda Aceh Usman.
2008. Penerapan Strategi ProblemBased Instruction sebagai UpayaMeningkatkan Kemampuan SiswaMemahami Konsep Persamaan Kuadaratdi kelas X SMA. Laporan Penelitian WidyaiswaraMuda FKIP Unsyiah, Banda Aceh
44