ARTIKEL PENGARUH METODE DISKUSI KELOMPOK TUTOR SEBAYA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN PESERTA DIKLAT GURU PAISMP
PADA BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO
OLEH : DRS. RUSLI, M.SI WIDYAISWARA MUDA
KEMENTERIAN AGAMA RI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO MANADO, APRIL 2013
ABSTRAK Diklat sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan berfungsi ganda, pertama tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban) kedua pengembangan methodologi. Melalui kedua hal tersebut, peserta diklat diajak untuk memahami bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan yang terus berkembang atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tugas atau tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya Dalam lembaga Pendidikan dan Pelatihan selalu menekankan pada pengembangan kemampuan (kompetensi) melakukan tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Pada pelaksanaan kurikulum kediklatan, widyaiswara ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta berlangsung dengan baik. Fungsi widyaiswara sebagai fasilitator dan mediator yaitu; Menyediakan pengalamann belajar yang memungkinkan peserta bertanggung jawab dalam membuat rancangan dan proses. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang peserta berfikir secara produktif. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran peserta berkembang atau tidak.
Penelitian asosiasi atau hubungan antara metode diskusi dengan efektivitas proses belajar mengajar. Menggunakan rumus dari Uji Wilcoxon yaitu membandingkan proses belajar mengajar sebelum dan sesudah penerapan metode pembelajaran diskusi. Jumlah sampel yaitu sebanyak peserta Diklat Guru Mata Pelajaran PAI SMP sebanyak 25 orang. Dari hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagaimana diuraikan dibawah ini, yaitu :Pelaksanaan metode diskusi tutor sebaya berada pada kriteria baik, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin berkembangnya proses pelaksanaan pembelajaran dalam diklat.Hasil dari pelaksanaan atau implementasi diskusi tutor sebaya memberikan dampak yang positif terhadap proses pembelajaran dimana dari nilai pretes dan post test menglami peningkatan.Ada pengaruh antara metode pembelajaran diskusi dengan kualitas proses pembelajaran selama pelaksanaan diklat pengajar Mata Pelajaran PAI SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado. Jadi implementasi dari metode diskusi sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar pada pendidikan dan pelatihan. Dengan metode diskusi maka akan terjadi interaksi antara peserta dengan widyaiswara dan peserta dengan peserta. Kata Kunci :Metode Diskusi Tutor Sebaya,Proses Pembelajaran Guru PAI SMP.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diklat sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan berfungsi ganda, pertama tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban) kedua pengembangan methodologi. Melalui kedua hal tersebut, peserta diklat diajak untuk memahami bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan yang terus berkembang atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tugas atau
tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya.
Dengan, pergumulan pengetahuan dan kebudayaan sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya pengaruh zaman. Dan jugaLembaga Diklat selalu menekankan pada pengembangan kemampuan (kompetensi) melakukan tugas-tugas dengan standar performans tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Sehingga pada pelaksanaan pelatihan, widyaiswara ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta berlangsung dengan baik. Fungsi widyaiswara sebagai fasilitator dan mediator yaitu; 1.
Menyediakan
pengalamann
belajar
yang
memungkinkan
peserta
bertanggung jawab dalam membuat rancangan dan proses 2.
Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang peserta berfikir secara produktif
3.
Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran peserta berkembang atau tidak. Proses interaksi antara widyaiswara dan peserta, sangat penting dalam
penyampaian suatu informasi agar tujuan dapat dicapai dengan sebaikbaiknya.
Berdasarkan
pendapat
(Sudjana,
2002:160)
bahwa
proses
pembelajaran pada dasarnya merupakan proses mengkoordinasikan sejumlah komponen (tujuan, bahan, metode,
alat, dan penilaian) yang saling
berhubungan serta saling mempengaruhi, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada peserta diklat atau peserta diklat seoptimal mungkin menunju kepada perubahan tingkah laku serta penguasaan pengetahuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut (Hamalik, 2007:123), dalam kegiatan pembelajaran, pengajar berperan sebagai fasilitator, belajar yang bertitik tolak dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai sehingga kegagalan atau keberhasilan situasi belajar sangat bergantung pada seni dan keterampilan pengajar.Dengan menguasai seni dan keterampilan dalam mengajar, fasilitator dapat membuat proses belajar peserta diklat aktif dan kreatif. Faktor dari luar diri peserta yang dapat mempengaruhi proses belajar yaitu : 1.
Faktor metode pembelajaran
2.
Metode yang digunakan pengajar dalam mengajar.
3.
Selain itu unsur yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah pengajar. Seorang widyaiswara dalam menyampaikan materi perlu memiliki
seni dan kharismatik serta memilih metode yang sesuai dengan keadaan
kelas, sehingga peserta merasa tertarik, termotivasi,
untuk mengikuti
pelajaran yang diajarkan. Menurut (Hamalik, 2007:79) proses belajar adalah dalam rangka mempengaruhi pelajar agar dapat menyesuaikan terhadap diri sendiri maupun dengan lingkungannya, supaya menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan berfungsi dalam kehidupan dan dunia kerja. Pengajar mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka perlu dicari alternatif sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif dan menyenangkan. Penggunaan
metode yang tepat dapat meningkatkan
aktivitas serta hasil belajar peserta. Sesuai dengan tuntutan kurikulum, bahwa pembelajaran harus aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga
strategi pembelajaran yang
dilakukan harus mengikuti tuntutan kurikulum. Menurut peneliti salah satu strategi yang dapat mengantarkan peserta belajar secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan adalah metode diskusi kelompok tutor sebaya. Kelebihan metode ini menurut (Herianto, dkk., 2010:1) metode diskusi kelompok tutor sebaya ini peserta didik bukan hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran tetapi menjadi subjek pembelajaran, yaitu peserta dijadikan sebagai tutor atau sumber belajar dan tempat bertanya bagi temannya, dengan cara demikian peserta yang menjadi tutor melakukan repetition (pengulangan) menjelaskan kembali materi sehingga menjadi lebih paham dalam setiap bahan ajar yang disampaikan sehingga mempengaruhi hasil belajar. Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP.Berdasarkan hasil pree test Peserta Diklat
Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado mendapatkan nilai rata-rata yaitu 65. Menurut Depdikbud dikutip oleh Mansyur (1999: 5) suatu kelas telah tuntas belajar apabila di kelas itu telah terdapat 85% atau lebih peserta didik yang telah mencapai nilai 70 ke atas atau 70, dan dilihat dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan metode diskusi kelompok tutor sebaya didapatkan hasil adanya peningkatkan hasil belajar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode diskusi kelompok tutor sebaya terdapat dua hasil yang sama, pada penelitian yang pertama oleh Setiawati ( 2009 ) begitu juga pada penelitian kedua oleh (Herianto, dkk., 2010:1) didapat hasil Teknologi Informasi dan Komunikasi, bahwa dengan menggunakan model pembelajaran tutor sebaya lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini ditunjukkan dari uji berbedaan atau uji-t selisih rata-rata nilai 0,47 – 0,32. Kegiatan belajar mengajar (KBM) dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang edukatif yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan peserta diklat aktif dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian dalam KBM para tutor/fasilitator perlu memberikan dorongan kepada peserta untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada pada diri peserta, dan para tutor/fasilitator hanya bertaunggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta untuk belajar secara berkelanjutan atau sepanjang hayat.
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan diri, manusia melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual, yakni peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengertian belajar menurut Soedijarto (1989:49) adalah suatu proses secara langsung dan aktif pada saat pelajar itu mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan disajikan di sekolah, proses belajar mengajar tersebut dapat terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Dengan demikian seorang pelajar dikatakan sedang belajar apabila pelajar tersebut terlibat secara langsung dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya (W.H. Burton, dalam Moh. Uzer Usman 1995:2). Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah belajar apabila telah terjadi suatu perubahan pada dirinya. Perubahan tersebut terjadi karena adanya interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Untuk dapat belajar secara optimal diperlukan orang lain, dalam hal ini widyaiswara dan teman belajar. Jika yang belajar adalah peserta diklat. Dengan demikian dapat dikatakan seorang pelajar tidak dapat belajar dengan baik bila hanya sendirian saja, dia juga perlu pembimbing serta teman untuk berdiskusi. Dari hasil penelitian terdahulu peneliti tertarik untuk menerapkan metode diskusi kelompok tutor sebaya, yang diterapkan pada mata diklat
pendalaman materi Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tahun 2010 masih banyak peserta diklat yang tidak termotivasi untuk belajar pendalaman materi Pendidikan Agama Islam SMP karena terlalu banyak dengan metode konvensional, sehingga cenderung membosankan.(Kasus pendalaman PAI tentang Aqidah dan Mawaris tenaga pengajar dari PT)
Oleh karena itu diharapkan yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta diklat dengan pendekatan metode diskusi kelompok tutor sebaya, di dalam proses pembelajaran berlangsung melibatkan peserta dengan membagi kelas kedalam diskusi kelompok tutor sebaya. Tutor sebaya ini sekelompok peserta yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, dan memberikan tutorial kepada peserta yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan yang mereka pelajari, dengan membagi kelas dalam kelompok yang beranggotakan, 4 – 5 orang peserta pada setiap kelompok di bawah bimbingan widyaiswara, dengan menggunakan tutor sebaya. Kriteria peserta yang dapat menjadi tutor sebaya adalah memiliki nilai pretes di atas 75, dan termasuk peringkat 1-10 dikelas ( setiawati, 2009:5) Dengan menggunakan metode diskusi kelompok tutor sebaya, selain peserta dapat meningkatkan kecakapan dalam berkomunikasi juga diharapkan semua peserta lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah, yang dihadapi sehingga peserta bersangkutan terpacu semangatnya, untuk mengikuti diklat. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik untuk menindaklanjuti penelitian Setiawati ( 2009 ) dan Herianto, dkk., ( 2010 ) serta permasalahan rendahnya
aktivitas dan hasil belajar peserta diklat dengan judul “Pengaruh Metode Diskusi Kelompok Tutor Sebaya terhadap Proses Pembelajaran Peserta Diklat Guru PAI SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah penerapan metode diskusi kelompok tutor sebaya Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado?
2.
Bagaimanakah proses belajar mengajar Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado?
3.
Apakah ada pengaruh penerapan metode diskusi kelompok tutor sebaya terhadap proses pembelajaran Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka rumusan masalahnya yaitu : 1.
Untuk mengetahui penerapan metode diskusi kelompok tutor sebaya Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado.
2.
Untuk mengetahui proses belajar mengajar Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado.
3.
Untuk mengetahui pengaruh penerapan metode diskusi kelompok tutor sebaya terhadap proses pembelajaran Peserta Diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Peserta Diharapkan penelitian dengan menggunakan metode diskusi kelompok tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar peserta diklat.
2. Bagi Widyaiswara Diharapkan metode diskusi kelompok tutor sebaya dapat menjadi salah satu alternatif bagi widyaiswara dalam memilih metode dan sebagai upaya meningkatkan hasil belajar. 3. Bagi Penulis Memberikan pengetahuan kepada peneliti dalam menyusun dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok tutor sebaya. 4. Bagi Kantor Menjadi masukan bagi penelitian yang sejenis pada topik dari bidang ilmu pengetahuan yang berbeda dan membantu sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan hasil belajar di sekolah.
PEMBAHASAN
A. Metode Diskusi Kelompok Metode diskusi kelompok merupakan interaksi antar peserta didik dengan peserta didik atau peserta didik dengan pengajar untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik permasalahan tertentu (Yamin, 2007:159). Metode diskusi ini digunakan oleh pengajar, pelatih atau struktur jika : 1.
Menyediakan bahan, topik, atau masalah yang akan didiskusikan.
2.
Menugaskan peserta didik untuk menjelaskan, menganalisis dan meringkas.
3.
Melatih peserta didik dalam menghargai pendapat orang lain.
4.
Menyebutkan pokok-pokok yang akan dibahas.
Metode diskusi kelompok memiliki kelebihan sebagai berikut (Djamarah, 2005:157-158) 1.
Anggota kelompok memiliki sumber yang lebih banyak daripada individu.
2.
Anggota kelompok sering diberi masukan dan motivasi dari anggota yang lain.
3.
Anggota kelompok dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik.
4.
Partisipasi diskusi akan meningkatkan saling pengertian antar individu dalam satu kelompok dan kelompok lain.
Metode diskusi kelompok juga memiliki keterbatasan. 1.
Menyita waktu lama dan jumlah peserta didik harus sedikit.
2.
Diskusi kelompok dapat menekan pendirian.
3.
Mempersyaratkan peserta didik memiliki latar belakang yang cukup tentang topik atau masalah yang didiskusikan. Setiawati (2009: 7) diskusi kelompok dapat dirumuskan menjadi dua
unsur yaitu: berpikir dan bersama. Berpikir adalah tindakan yang paling wajar bagi setiap manusia, namun paling sulit pelaksanaannya dengan baik. Berkhayal atau melamun juga merupakan cara berpikir, akan tetapi cara berpikir yang tidak produktif, sikap relistislah yang dapat menghasilkan pemikiran produktif karena sikap ini yang menyebabkan manusia mengarahkan pemikirannya kepada kenyataan hidup, yang mendorongnya untuk bertanya kepada dirinya sendiri, yang mendorong orang bergabung dalam berpikir adalah usaha untuk mengetahui realistis setidaknya pemikirannya sendiri apabila dikaji dengan pengalaman sesamanya. Bergabung dalam berpikir berarti saling tukar – menukar pandangan, saling memperbandingkan dua jenis pandangan, saling memperbandingkan dua jenis rangkaian pengalaman yang berbeda dalam rangka usaha bersama untuk mencapai
realita, dengan demikian pemikiran bersama mempunyai
kemampuan kreatif, dalam pengertian yang realistis.
B. Diskusi Kelompok Tutor Sebaya Tutor sebaya merupakan sekelompok peserta didik yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, dan memberikan bantuan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya. Seorang atau beberapa orang peserta didik yang ditunjuk oleh pengajar, untuk membantu pengajar dalam melakukan bimbingan terhadap kawan sekelas. Dengan sistem pembelajaran menggunakan tutor sebaya, akan membantu peserta didik yang belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ), atau kurang cepat menerima pelajaran dari pengajar (Herianto dkk., 2010:2) Tutor sebaya dikenal dengan pembelajaran teman sebaya atau pemberian pembelajaran antar peserta didik atau peserta didik. Hal ini bisa terjadi ketika peserta didik yang lebih mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri, dan kemudian membantu peserta didik lain, yang kurang mampu.Hal ini merupakan strategi untuk mendukung pengajaran, sesama peserta didik didalam kelas. Strategi ini menempatkan seluruh tanggung jawab pengajaran kepada seluruh anggota kelas ( Setiawati, 2009: 9). Pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, sumber belajar tidak hanya dari pengajar melainkan dari teman sekelas yang nilai KKMnya lebih tinggi. Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan, bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami, selain itu dengan teman sebaya tidak ada rasa malu untuk mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Tutor berfungsi sebagai pelaksana mengajar yang cara mengajarnya telah disiapkan secara khusus dan terperinci. Untuk menimbulkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Peran tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan melalui metode diskusi kelompok tutor sebaya (Herianto dkk.,
2010:2-3) Menurut Surya dikutif (Soeprodjo dkk., 2008:295) Metode tutor sebaya merupakan metode yang dilakukan dengan cara memperdayakan kemampuan peserta didik yang memiliki daya serap tinggi, peserta didik tersebut mengajarkan materi atau latihan kepada teman-temannya yang belum paham. Pemakaian tutor dari teman mereka memungkinkan peserta didik tidak merasa enggan untuk bertanya, dengan adanya tutor dapat memberikan keringanan pada pengajar dalam memberikan contoh soal atau latihan. Peran pengajar adalah mengawasi kelancaran pelaksanaan metode ini dengan memberi pengarahan dan lain-lain. Dalam memilih tutor sebaya hendaknya diperhatikan segi kemampuan dalam penguasaan materi dan kemampuan dalam membantu orang lain. Ini berarti bahwa tutor adalah murid yang tergolong baik dalam prestasi. Ada beberapa keuntungan metode tutor sebaya antara lain: 1.
Adanya suasana hubungan lebih akrab antara murid dengan tutor
2.
Bersifat efisien
3.
Bagi tutor merupakan pengayaan dan
4.
Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab. Namun demikian ada kekurangannya yaitu pengajar harus tahu peserta
didik yang mempunyai pemahaman lebih, pengawasan tutor harus dilakukan dengan baik dan proses tutoring akan terhambat manakala peserta didik yang ditutori merasa rendah diri. Pemasalahan dalam metode ini antara lain apabila di dalam kelas tidak ada yang mampu dan bersedia menjadi tutor sebaya. Tutor sebaya menurut Djamarah dan Zain dikutif (Azimatul dan Rosijono, 2010:30) adalah pembelajaran yang terpusat pada peserta didik,
dalam hal ini peserta didik belajar dari peserta didik lain yang memiliki status umur, kematangan atau harga diri yang tidak jauh berbeda dari dirinya sendiri. Sehingga anak tidak merasa begitu terpaksa untuk menerima ide-ide dan sikap dari pengajarnya yang tidak lain adalah teman sebayanya itu sendiri dari kedua pengertian di atas dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran tutor sebaya merupakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik sekelas yang memiliki kemampuan dan kriteria sebagai tutor untuk membimbing teman lainnya yang mengalami kesulitan dalam memahami penjelasan dari pengajarnya. Tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang peserta didik yang ditunjuk atau ditugaskan untuk membantu peserta didik dalam mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari kelompok peserta didik yang memiliki prestasi yang lebih tinggi daripada peserta didik-peserta didik lainnya dan memiliki kemampuan menjelaskan kembali pemahaman yang dimiliki. Menurut Gintings dikutif (Amizatul dan Rusijono, 2010:30) penjelasan mengenai
tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran tutor sebaya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Langkah perencanaan, pengajar mempelajari bahan ajar dengan seksama dan mengedentifikasi bagian-bagian yang sulit dari isi bahan ajar kemudian menyusun strategi untuk membantu peserta didik menghadapi kesulitan agar bisa mempelajari bagian yang sulit.
2.
Langkah persiapan, pengajar menyiapkan bahan ajar tambahan seperti variasi, contoh-contoh penyelesaian soal atau LKS.
3.
Langkah pelaksanaan, pengajar mengidentifikasi peserta didik yang menghadapi kesulitan dalam memahami bahan ajar yang diberikan dan sulit dipahami dan melaksanakan tutorial dengan menggunakan bahan dan langkah-langkah yang telah disiapkan.
4.
Langkah evaluasi, pengajar melakukan tanya jawab untuk meyakinkan bahwa peserta didik tersebut telah mengatasi kesulitan belajarnya dan memahami materi yang sedang dipelajari dan memberikan tugas mandiri.
C. Kriteria Tutor Sebaya Seorang
tutor
hendaknya
memiliki
kriteria
yaitu,
memiliki
kemampuan akademik di atas nilai yang ditetapkah oleh pusat, mampu menjalin kerja sama dengan sesama peserta didik, memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademik yang baik, memiliki sifat toleransi dan tenggang rasa dengan sesama, memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik, bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab, suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan. Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut yaitu : 1.
Memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari
2.
Mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis
3.
Menyampaikan permasalahan kepada pengajar pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai
4.
Menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dalam memecahkan masalah yang dihadapi
5.
Melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada pengajar pembimbing pada setiap materi yang dipelajari, peran pengajar dalam metode diskusi kelompok terbimbing dengan tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya fasilitator hanya melakukan intervensi ketika betul – betul diperlukan oleh peserta didik (Setiawati, 2009:11)
D. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2010:2). Menurut (Djamarah, 2002:13) pengertian belajar sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, Belajar dapat pula diartikan sebagai suatu proses adanya perubahan pada diri sendiri
dalam
berbagai
bentuk
seperti
berubah
pengetahuannya,
pengalamannya, daya reaksinya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
Konsep Efektivitas Pembelajaran, sebagaimana diuraikan dibawah ini, yaitu : 1. Definisi Efektivitas Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris effective didefinisikan “producing a desired or intended result” (Concise Oxford Dictionary, 2001) atau “producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “coming into use” (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003:138). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:584) mendefinisikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh; hal berkesan” atau ” keberhasilan
(usaha,
tindakan)”.
Efektivitas
merujuk
pada
kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client. Selanjutnya,
Steers
(1985:176)
menyatakan
“sebuah
organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab,
bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan.” Pernyataan Steers di atas menunjukkan bahwa efektivitas tidak hanya berorientasi pada tujuan melainkan berorientasi juga pada proses dalam mencapai tujuan. Jika definisi ini diterapkan dalam pembelajaran, efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik. 2. Pendekatan dan Model Penilaian Efektivitas Untuk mengetahui efektivitas suatu program, perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat atau daya guna program tersebut. Penilaian terhadap manfaat atau daya guna disebut juga dengan evaluasi (Stufflebeam, 1974, dalam Tayibnafis, 2000:3). Dulu, evaluasi hanya berfokus pada hasil yang dicapai. Jadi, untuk mengevaluasi objek pendidikan, seperti halnya pembelajaran, hanya berfokus pada hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variable evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi. Dalam menilai efektivitas program, Tayibnafis (2000:23-36) menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi, yakni sebagai berikut :
1. Pendekatan eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu dengan mengontrol sabanyakbanyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program. 2. Pendekaatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan ini amat wajar dan prakits untuk desain pengembangan program. Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai. 3. Pendekatan yang berfokus pada keputusan (the decision focused approach). Pendekatan ini menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program. 4. Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan ini memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial. Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien, kepekaan, faktor kondisi,
situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data, atau penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting usaha pemakai dan cara pemakaian informasi. 5. Pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara
unik.
Evaluator
mencoba
menjembatani
pertanyaan
yang
berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. 6. Konsep Pembelajaran yang Efektif Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional. Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa.
Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masingmasing. Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Lesli Rae, 2001 : 3). Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran harus ditetapkan sejumlah fakta tertentu, antara lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. 1.
Apakah pembelajaran mencapai tujuannya?
2.
Apakah pembelajaran memenuhi kebutuhan siswa dan dunia usaha?
3.
Apakah siswa memiliki keterampilan yang diperlukan di dunia kerja?
4.
Apakah keterampilan tersebut diperoleh siswa sebagai hasil dari pembelajaran?
5.
Apakah pelajaran yang diperoleh diterapkan dalam situasi pekerjaan yang sebenarnya?
6.
Apakah pembelajaran menghasilkan lulusan yang mampu berkerja dengan efektif dan efisien? (diadaptasi dari Rae, 2001:5) Efektivitas pembelajaran merupakan permasalahan yang kompleks
dan multidimensional. Penyelenggaraan program produktif sebagai bagian dari proses pendidikan dan latihan harus dipandang sebagai suatu kekuatan
yang komprehensif dan utuh. Oleh karena itu, selain melakukan evaluasi intensif terhadap pelaksanaan pembelajaran produktif, perlu diterapkan konsep scientific dalam pembelajaran E. Metodologi Pengkajian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif yaitu membandingkan nilai tes sebelum dan sesudah pelaksanaan implementasi dari metode diskusi tutor sebaya. Metode yang digunakan adalah dari teori wilcoxon dimana membandingkan dua variabel yang saling berhubungan. 2. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas a.
Variabel bebas: penggunaan metode diskusi kelompok tutor sebaya
b.
Variable terikat: Proses Belajar Mengajar
3. Populasi dan Sampel Populasinya adalah Peserta Diklat Guru Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado yang berjumlah 25 orang.Semuanya dijadikan sampel pada pengkajian ini.
F. Hasil Temuan dan Pengkajian Untuk mengetahui penilaian yang diberikan oleh widyaiswara maka sebelum proses pembelajara widyaiswara malakukan tes awal. Hal ini sangat penting untuk melihat tingkat kompetensi yang dimiliki oleh peserta diklat
ketika akan mengikuti pendidikan dan pelatihan di Balai Diklat Keagamaan Manado. Hasil dari tes awal sebagaimana diuraikan di bawah ini :
Tabel 1 Hasil Penilaian Sebelum Pelaksanaan Proses Pembelajaran Menggunakan Metode Diskusi Tutor Sebaya Interva l o Kel as 1. 40 – 2. 59 60 – 70 Total Mean Median Modus Deviasi Standar N
Jumla h 15 15
Prosentas e (%)
Keteranga n
50 50
Kurang Cukup
30 100 50.00 “berada pada kriteria kurang” 50.00 “berada pada kriteria kurang” 55.00 “berada pada kriteria kurang” 8.29
Dari data di atas terlihat bahwa interval nilai pre tes Peserta Diklat Guru Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat Keagamaan mempunyai nilai 40 – 59 sebesar 15 peserta (50%) dan 60 – 70 sebesar 15 peserta (50%). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai yang diperoleh adalah 55 sehingga masih berada pada kriteria kurang. Berdasarkah hasil wawancara dengan peserta, ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu : Persiapan peserta untuk mengikuti diklat masih sangat kurang 1. Masih banyak peserta yang mengikuti diklat tidak sesuai jenjang.
2. Merasah belum memperoleh pengetahuan yang luas berkaitan dengan materi dasar seperti pengantar KTSP, penilaian berbasis kelas, serta silabus dan RPP. Jadi memang masih banyak kendala yang dihadapi pengajar dalam mentransfer materi-materi yang dikuasainya. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan metodologi pembelajaran yang tepat, sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sebagaimana menurut M Yamin (2004 : 142) Ada beberapa prinsif yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode mengajar, prinsip tersebut terutama berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan peserta didik, diantaranya : 1. Metode mengajar harus memungkinkan dapat mengakibatkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity). 2. Metode mengajar harus harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk berekspresi yang kreatif dalam aspek seni. 3. Metode mengajar harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan masalah. 4. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu (sikap skeptis). 5. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk melakukan penemuan (berinkuiri) terhadap sesuatu topik permasalahan. 6. Metode mengajar harus memungkinkan siswa mampu menyimak. 7. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar mandiri (independent study).
8. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerja sama (cooperative learning). 9. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar mandiri untuk lebih termotivasi dalam belajarnya. Prinsip-prinsip tersebut dalam prosesnya merupakan esensi dan karakteristik dari masing-masing metode-metode mengajar. Menurut Djamarah (2006 : 204) Penggunaan metode mengajar dalam pembelajaran ditinjau dari segi prosesnya memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap pembelajaran harus bertujuan, sehingga dalam proses pembelajarannya akan memerlukan suatu cara dan teknik yang efektif yang memungkinkan dapat mencapai tujuan tersebut. 2. Sebagai gambaran aktivitas yang harus ditempuh oleh siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar pada dasarnya adalah proses atau prosedur penggunaan metode-metode dengan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. 3. Sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menentukan
alat
penilaian
pembelajaran. Karaktetristik metode mengajar dapat dijadikan pertimbangan untuk penilaian, misalnya kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab akan berbeda penilaiannya dengan metode demonstrasi atau latihan/praktek.
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bimbingan dalam kegiatan pembelajaran, apakah dalam kegiatan pembelajaran tersebut perlu diberikan bimbingan secara individu atau kelompok. Memperhatikan beberapa prinsip dan fungsi metode mengajar di atas, betapa metode mengajar ini sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan pembelajaran harus secara analisis dan fleksibel menentukan metode apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Selanjutnya hasil tes atau posttes yang diperoleh setelah adanya penerapan metode diskusi tutor sebaya pada Peserta Diklat Guru Bidang Studi PAI SMP sebagaimana diuraikan berikut : Tabel 2
Hasil Penilaian Sesudah (Posttes) Pelaksanaan Proses Pembelajaran Menggunakan Metode Diskusi Tutor Sebaya
Interva l o Kel as 1. 60 – 2. 69 3. 70 – 80 81 – 90 Total Mean Median Modus Deviasi Standar N
Jumla h 6 12 7
Prosentas e (%)
Keteranga n
24 48 28
Kurang Cukup Baik
25 100 75.00 “berada pada kriteria kurang” 72.00 “berada pada kriteria kurang” 76.00 “berada pada kriteria kurang” 4.29
Dari data di atas terlihat bahwa interval nilai post tes Peserta Diklat Guru Bidang Studi Pendidikan Agama Islam SMP di Balai Diklat
Keagamaan mempunyai nilai 60 – 69 sebesar 6 peserta (24%), 70 – 80 sebesar 12 peserta (48%) dan 81 – 90 sebesar 7 peserta (28%). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai yang diperoleh adalah 75 sehingga masih berada pada kriteria cukup. Namun jika dibandingkan dengan pre test maka implementasi dari pembelajaran berbasis metode diskusi kelompok memberikan pengaruh pada proses pembelajaran. Dari hasil wawancara dengan peserta diklat, diperoleh hasil yaitu : 1. Merasa senang dengan konsep metode diskusi karena memberikan kesempatan kepada peserta diklat untuk memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi di madrasah masing-masing. 2. Lebih memberikan gambara yang jelas tentang permasalahan yang dihadapi ditempat kerja, karena lebih bersifat sering dengan teman-teman dari madrasah yang lain. 3. Memberikan
kesempatan
kepada
seluruh
peserta
diklat
untuk
mengemukakan pendapat, sehingga peserta diklat merasa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajarna selama pelaksanaan pembelajaran dalam diklat. Jadi melihat perbandingan dari sebelum dan sesudah pelaksanaan atau implementasi metode pembelajaran berbasis diskusi tutor sebaya memberikan perubahan kepada Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran PAI SMP. jadi untuk mengetahui perkembangan siswa maka diperlukan penilaian, hal ini dimaksudkan untuk melihat perkembanga peserta dalam belajar.
Sebagaimana menurut Soerjopredjo (2006 : 214) Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh widyaiswara tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan. Manfaat penilaian kelas antara lain sebagai berikut: 1.
Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
2.
Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
3.
Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
4.
Untuk masukan bagi guru guna merancang kegiatan pembelajaran.
5.
Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
6.
Untuk memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Diknas Daerah) dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas. Selanjutnya penilaian kelas memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
Memberikan informasi sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2.
Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3.
Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4.
Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
5.
Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didi Selanjutnya melakukan pengujian sebelum dan sesudah implementasi
metode pembelajaran diskusi pada Diklat Pengajar Mata Pelajaran PAI SMP dengna menggunakan uji Wilcoxon, yaitu : Tabel 3 Uraian Perhitungan Uji Wilcoxon Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Diskusi dengan SPSS 17.00 Ranks N Negative Ranks Positive Ranks Sebelum Metode Diskusi - Sesudah Metode DiskusiTies Total
a. Sebelum Metode Diskusi < Sesudah Metode Diskusi b. Sebelum Metode Diskusi > Sesudah Metode Diskusi c. Sebelum Metode Diskusi = Sesudah Metode Diskusi
Mean Rank a
25 b 0 c 0
25
13.00 .00
Sum of Ranks 325.00 .00
Dari tabel di atas terlihat bahwa terjadi perubahan sebelum dan sesudah metode diskusi dimana 25 peserta semuanya mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Selanjutnya hasil Wilcoxon Tes sebagaimana hasil dibawah ini, yaitu : Tabel 4 Hasil Uji Wilcoxon dengan SPSS 17.00 a
Test Statistics
Sebelum Metode Diskusi - Sesudah Metode Diskusi b
Z
-4.490 Asymp. Sig. (2tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks TestBased on positive ranks. b.
Dari tabel di atas terlihat bahwa dikatakan ada pengaruh antara metode pembelajaran diskusi dengan proses hasil belajar Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran PAI SMP. Dimana Sig < 0.05 atau 0.000 < 0.05 jadi berdasarkan perhitungan memang ada pengaruh yang antara metode pembelajaran diskusi dengan proses pembelajaran pada Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran PAI SMP di Balai Diklat Keagamaan Manado. Perawan widyaiswara dalam hal ini sebagai pengajar sangat penting untuk melaksanakan proses diskusi kelompok, sebagaimana menurut Agung Pramono (2003 : 234) Dalam proses diskusi, peranan pengajar sangat penting untuk memastikan diskusi berjalan dengan baik. Berikut ini peranan pengajar dalam metode diskusi: 1. Penunjuk jalan
.000
Widyaiswara memberikan petunjuk umum dalam diskusi untuk mencapai kemajuan di dalam diskusi.Widyaiswara merumuskan jalannya diskusi andaikata terjadi penyimpangan dari masalah.Apabila widyaiswara mengalami dalam diskusi terjadi jawaban buntu, maka widyaiswara meluangkan jalan bagi peserta sehingga diskusi berjalan dengan lancar. 2. Pengatur lalu lintas widyaiswara mengajukan semua pertanyaan secara teratur untuk semua anggota diskusi, pengajar menjaga agar semua anggota dapat berbicara bergiliran untuk ini biasanya diadakan urutan-urutannya atau terjamin, widyaiswara menjaga supaya diskusi jangan hanya semata-mata dikuasai oleh peserta diklat yang gemar berbicara, widyaiswara terhadap peserta yang pendiam dan pemalu widyaiswara harus mendorongnya supaya ia berani mengeluarkan pendapatnya. 3. Diding penangkis widyaiswara atau pemimpin diskusi harus memantulkan semua pertanyaan yang diajukan kepada semua pengikut diskusi. Dia tidak harus menjawab pertanyaan yang harus diberikan kepadanya.Dia hanya boleh menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pengikut diskusi.Ini bertujuan agar semua pengikut diskusi dapat menjawabnya. Menurut Gangne (1985) bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Terdapat tiga atribut belajar yaitu: proses, perubahan perilaku, dan pengalaman. Seperti uraian berikut ini:
1.
Proses Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya aktif.
2.
Perubahan perilaku Seseorang
yang
belajar
akan
berubah
atau
bertambah
perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan emosional terjadi. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan 3 ranah: Kognitif, afektif dan psikomotor. 3.
Pengalaman Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar belajar belajar terjadi di dalam interaksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang memicu dan menantang siswa belajar.
Implikasi konsep belajar terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut: 1.
Pada prinsipnya, strategi pembelajaran digunakan guru untuk mengaktifkan siswa belajar (mental dan emosional)
2.
Perubahan perilaku siswa sebagai hasil belajar harus dirumuskan secara jelas dalam rumusan kompetensi yang mengandung tujuan pembelajaran atau indikator (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)
3.
Guru hars menyiapkan lingkungan belajar yang memicu dan menantang siswa belajar. Lingkungan yang memungkingkan siswa belajar dengan melalui pengalaman langsung atau pengamatan langsung hasilnya kan lebih baik daripada belajar dengan melalui pengalaman tidak langsung. Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan di dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar.
1.
Motivasi Berfungsi sebagai penggerak aktivitas. Bila motornya tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi; dan bila motornya lemah, aktivitas yang terjadi pun lemah pula. Motivasi belajar berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri.
2.
Perhatian Adalah pemusatan energi psikis (pikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua ha:
a.
Orang itu mempunyai kaitan dengan dirinya, misalkan dengan kebutuhan, cita-cita, pengalaman, bakat, dan minat.
b.
Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain dari yang sudah biasa.
3.
Aktivitas
Belajar adalah aktivitas, yaitu aktivitas mental dan emosionalAdapun tujuan penggunaan teknik diskusi antara lain adalah : 1.
Dengan
diskusi
siswa
didorong
menggunakan
pengetahuan
dan
pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi pandangan, sehingga member jawaban yang berbeda. Hal itu tidak menjadi soal; asal pendapat logis dan dan mendekati kebenaran. jadi siswa dilatih berfikir dan memecahkan masalah sendiri. 2.
Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan demikian siswa melatih diri untuk menyatakan pendapatnya sendiri secara lisan tentang suatu masalah bersama.
3.
Diskusi member kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaran untuk memecahkan suatu masalah bersama. Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap
jenis memiliki
karakteristik masing-masing.Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah diskusi kelas dapat dilaksanakan dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut: a.
Merumuskan masalah secara jelas
b.
Dengan
pimpinan guru para siswa
membentuk
kelompok-kelompok
diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur “lalu lintas” pembicaraan. c.
Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam
suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka
mempunyai hak bicara yang sama. d.
Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.
e.
Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok.
Budiardjo, dkk, 1994:20–23 membuat langkah penggunaan metode diskusi melalui tahap-tahap berikut : 1.
Tahap Persiapan a. Merumuskan tujuan pembelajaran b. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas. c. Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar. d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: (1) menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah,(2) menentukan alokasi waktu,(3)
menuliskan garis besar bahan diskusi,(3) menentukan format susunan tempat,(4) menetukan aturan main jalannya diskusi. e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi: (1) menggandakan bahan diskusi,(2)menentukan dan mendisain tempat,(3) mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2.
Tahap pelaksanaan a. Menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan. c. Menjelaskan prosedur diskusi. d. Mengatur kelompok-kelompok diskusi e. Melaksanakan diskusi.
3. Tahap penutup a. Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil. b. Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi. c. Memberikan umpan balik. d. Menyimpulkan hasil diskusi. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain.
Demikian pula halnya dengan metode diskusi.Metode diskusi mempunyai kelebihan dan kelemahan tertentu,dengan kelebihan dan kekurangan tersebut menimbulkan peluang peluang serta tantangan – tantangan yang dihadapi dalam penggunaan metode diskusi khususnya pada penggunaannya dalam pembelajaran fisika. Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut: a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasanpenjelasan dari berbagai sumber data. c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatuproblembersama-sama. d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru. e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri,menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya. f. Membina
suatu
perasaan
tanggung
jawab
mengenai
suatu
pendapat,kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil. g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yangbervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali. h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara. i. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihanberbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secarasistematis dan logis.
j. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas adapun kelemahannya : 1. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. 2. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu. 3.
Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
4. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat. 5. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara. 6. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagaimana diuraikan dibawah ini, yaitu : 1. Pelaksanaan metode diskusi tutor sebaya berada pada kriteria baik, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin berkembangnya proses pelaksanaan pembelajaran dalam diklat. 2. Hasil dari pelaksanaan atau implementasi diskusi tutor sebaya memberikan dampatk yang positif terhadap proses pembelajaran dimana dari nilai pretes dan post test menglami peningkatan. 3. Ada pengaruh antara metode pembelajaran diskusi dengan kualitas proses pembelajaran selama pelaksanaan diklat pengajar Mata Pelajaran PAI SD di Balai Diklat Keagamaan Manado.
REKOMENDASI
Setelah melakukan penelitian beberapa hal yang direkomendasikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok tutor sebaya para guru harus memperhatikan alokasi waktu yang cukup, dengan cara memberikan batasan waktu pada saat diskusi agar pelaksanaan diskusi tutor sebaya dapat terlaksanakan secara maksimal. 2. Diskusi tutor sebaya harus menjadi salah satu model pembelajaran pilihan dalam proses KBM. 3. Widyaiswara,harus dapat memanfaatkan potensi peserta yang memiliki kemampuan akademik di atas Kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1993. Metode penelitian.Jakarta : Rineka Cipta. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT. Bumi Aksara. Azimatul, I. Rusijono. 2010. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tutor Sebaya Terhadap Hasil Belajar TIK.Journal Teknologi Pendidikan, Vol, 10, No. 2, 2010, hlm 26-37. Daryanto, 2010.Media Pembelajaran.Yogyakarta: Gava Media Dimyati dan Mudjiono, 2002.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, 2002.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, 2005.Pengajar dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.Jakarta: Rineka Cipta Gulo, W. 2004.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo Hamalik, O. 2007.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta. PT Bumi Aksara. Handayani, F. 2006. ―Keterampilan Mengelola Kelas Mahapeserta didik PPL Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNSRI Tahun Akademik 20052006 Menurut Pendapat Pengajar Pamong dan Peserta didik”.Skripsi. Indralaya: FKIP UNSRI. Herianto, D. Persaoran, S. Jajang, K. 2010. Efektivitas Model Pembelajaran Tutor Sebaya terhadap Hasil Belajar Peserta didik. Bandung: Skrifsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Kunandar. 2007. Pengajar Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Pengajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Mansyur, A. 1999."Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik Melalui Kegiatan Belajar Dalam Kelompok Kecil Dengan Tutor Sebaya Di SLTP N. 1 Gunung Megang".Skripsi.Indralaya: FKIP Universitas Sriwijaya. Margareta, R. 2006. Pengembangan Model Kooperatif TPS dengan Dua Tunggal Dua Tamu Pada Aktivitas dan Hasil Belajar Peserta didik dalam Mata Pelajaran Biologi Kelas XI di SMA Negeri 5 Palembang‖.Skripsi. Indralaya: FKIP Universitas Sriwijaya. Nasution, 2000.Didaktik Asas-asas Mengajar.Jakarta. Bumi Aksara. Priyatno, D. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data SPSS 17. Yogyakarta: Andi
Purwanto, N. 2002.Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung : Remaja RoSMPakarya. Rosita, T. 1994. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Depdikbud. Setiawati, D. 2009. "Perbandingan Hasil Belajar Peserta didik yang Menggunakan Metode Diskusi Kelompok Model Tutor Sebaya dengan yang Menggunakan Metode Diskusi Kelompok Biasa Untuk Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Indralaya".Skripsi.Indralaya: FKIP Universitas Sriwijaya. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soeprodjo. Eko Budi, S. Sukron. 2008. Komparasi Hasil Belajar dengan Metode Tutor Sebaya dan Team Work Learning dalam Pembelajaran Kimia.Journal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 2,No. 2, 2008, hlm 294-298. Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sudjana, N. 2002.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT. Remaja RoSMPikarya. Sudjana.1996. Metoda Statistika..Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2012.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta Susyosubroto, 2009.Proses Belajar Mengajar di Sekolah.Jakarta: Rineka Cipta. Winkel, W. S. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Yamin, M. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press