ARTIKEL IMPLEMENTASI MICRO TEACHING PADA DIKLATDDWK METHODOLOGIPEMBELAJARAN GURU MI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO
OLEH : DRS. RUSLI, M.SI WIDYAISWARA MUDA
KEMENTERIAN AGAMA RI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO MANADO, AGUSTUS 2013
ABSTRAK Bagi mereka yang memiliki latarbelakang ilmu keguruan, secara tradisional praktek mengajar dilakukan langsung di sekolah sesudah calon guru memperoleh pengetahuan teoritis tentang dasar -dasar keguruan dan isi (konten) dari bidang studi yang akan diajarkannya. Hal tersebut dilakukan karena untuk pemantapan penguasaan materi dan methodologi pembelajaran agar menghasilkan anak didik yang berkualitas. Berbeda dengan para guru yang mengajar di MI, sebagian mereka tidak memiliki latar belakang ilmu keguruan, tetapi menguasai konten materi pembelajaran, untuk itulah perlu pembekalan micro teaching pada akhir pelaksanaan diklat di wilayah kerja(DDWK).Hal ini sangat penting mengingat bahwa selama 7 (tujuh) hari peserta Diklat dibekali dengan berbagai teknik mengajar dan juga Methodologipembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran ketika mereka kembali ke madrasah masing-masing. Penelitian deskriptif yaitu menguraikan tentang pelaksanaan mikro teaching pada Diklat di Wilyah Kerja (DDWK) MethodologiPembelajaran Guru MI dengan jumlah 30 peserta. Instrumen yang dibuat dalam bentuk kuesioner dan melakukan observasi terhadap pelaksanaan Mikro Teaching pada akhir pelaksanaan DDWK MethodologiPembelajaran. Hasil pengkajian yaituDari aspek mempertimbangkan dan memilih model pembelajaran dalam mikro teaching berada pada kriteria cukup.Hal ini ditandai dengan masih banyak peserta DDWK MethodologiPembelajaran MI yang kurang bervariasi dalam memilih model pembelajaran.Mendesain administrasi pembelajaran mikro teaching seperti RPP dan Silabus masih berada pada kriteria cukup.Hal ini ditandai dengan unsur-unsur dalam silabus dan RPP belum tertata dengan baik. Implementasi proses belajar mengajar dalam Mikro teaching dominan pada kriteria cukup. Terlihat masih banyak guru yang mempraktekkan dalam proses pebelajan dengan metode ceramah. Jadi pelaksanaan Mikro Teaching akan memberikan dampak yang positif pada peserta diklat dalam meningkatkan kompetensi mengajar. Untuk itu setiap guru harus mampu mengimplementasikan konsep Methodologipembelajaran dalam mikro teaching, sehingga ketika mengajar di kelas, persiapan menjadi lebih baik.
Kata Kunci :Implementasi Micro Teaching,Diklat DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi mereka yang memiliki latarbelakang ilmu keguruan, secara tradisional latihan praktek mengajar dilakukan langsung di sekolah sesudah calon guru memperoleh pengetahuan teoritis tentang dasar -dasar keguruan dan isi (konten) dari bidang studi yang akan diajarkannya. Hal tersebut dilakukan karena untuk pemantapan penguasaan materi dan methodologi pembelajaran agar menghasilkan anak didik yang berkualitas. Berbeda dengan para guru yang mengajar di MI, sebagian mereka tidak memiliki latar belakang ilmu keguruan, tetapi menguasai konten materi pembelajaran, untuk itulah perlu pembekalan dengan cara pelaksanaan micro teaching pada akhir pelaksanaan diklat di wilayah kerja(DDWK). Pada prinsipnya untuk menjadi guru berkualitas dibutuhkan paling sedikit 10 kompetensi profesional yang kemudian dapat dirangkum menjadi dua kompetensi utama: 1. Penguasaan materi pelajaran. 2Transfer pengetahuan secara jelas dan menarik. Untuk membantu menerapkan kompetensi profesional itu di kelas, penulis mengusulkan penggunaan pendekatan micro teaching harus dilakukan. Hal ini sangat penting mengingat bahwa selama 7 (tujuh ) hari peserta Diklat dibekali dengan berbagai teknik mengajar dan juga Methodologi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran ketika mereka kembali ke madrasah masing-masing.
Dengan pelaksanaan Micro Teaching pada DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI maka akan menjadi pengalaman tersediri bagi peserta mulai dari menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan penutup pada kegiatan proses pembelajaran. B. Rumusan Masalah Pada penelitian ini akan diuraikan tentang sejarah adanya micro teaching, prinsip-prinsip penggunaan micro teaching, perbandingan dengan metodologi pembelajarna klasikal, manfaat dari pelaksanaan pembelajaran micro teaching. C. Tujuan Pengkajian Setelah menyelesaikan pembelajaran ini diharapkan peserta diklat dapat memahami konsep dasar pelaksanaan micro teaching, serta dapat mengimplementasikan ketika kembali ke unit kerja masing-masing.
D. Manfaat Pengkajian Manfaat dari pengkajian tentang pelaksanaan Micro teaching di DDWK Methodologi Pembelajaran MI pada Balai Diklat Keagamaan Manado, yaitu : 1.
Bagi Kantor Bagi Balai Diklat Keagamaan Manado sebagai salah satu kebijakan untuk meningkatkan kompetensi widyaiswara.
2.
Bagi Widyaiswara Dengan adanya Micro teaching membantu dalam mentransfer ilmu pengetahuan terhadap peserta Diklat terutama berkaitan dengan aplikasi dari metodologi pembelajaran.
3.
Bagi Peneliti Sebagai bahan untuk melakukan pengembangan penelitian selanjutnya.
PEMBAHASAN A. Sejarah Micro Teaching Pengajaran Micro (Micro-Teaching) mulai dikembangkan di Universitas Stanford pada Tahun1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi para calon guru yang lebih efektif. Pengajaran Micro sebagai suatu teknik latihan guru berdasarkan rasional, yang terdiri atas : Pengajaran yang Nyata, Konsentrasi pada Keterampilan Mengajar, Menggunakan Informasi dan Pengetahuan tentang Tingkah Laku Belajar sebagai Umpan Balik, berdasarkan Kemampuan Calon dan Pengaturan Distribusi Latihan Keterampilan dalam Periode Waktu Tertentu. Mengajar merupakan pekerjaan Profesional yang memerlukan keahlian khusus yang ditempuh melalui Pendidikan dan Pengalaman.Untuk dapat melaksanakan Tugas dan Tanggung Jawab secara Profesional, Guru/Pendidik/Pengajar/Dosen
harus
memiliki
Kemampuan
dan
Keterampilan Mengajar secara Teori maupun Praktek.Kemampuan Mengajar merupakan
perpaduan
antara
Kemampuan
Intelektual,
Keterampilan
Mengajar, Bakat dan Seni. Keterampilan Mengajar dapat dilatih secara terus menerus melalui Pelatihan Mengajar. Kemampuan Intelektual dapat dipelajari dari Teori Pendidikan dan Teori Belajar Mengajar.Sedangkan Bakat dan Seni Mengajar dapat dikembangkan melelui berbagai Pengalaman Mengajar. Pertama kali, mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu
sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu. Dalam konteks ini, mentransfer tidak diartikan dengan memindahkan, seperti mentransfer uang. Sebab, kalau kita analogikan dengan mentransfer uang, maka jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi berkurang bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain. Apakah mengajar juga demikian? Apakah ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru, akan menjadi berkurang setelah dilakukan proses mentransfer? Tidak bukan? Bahkan mungkin saja ilmu yang dimiliki guru akan semakin bertambah. Karena itu kata mentransfer dalam konteks
ini
diartikan
sebagai
proses
menyebarluaskan,
seperti
menyebarluaskan atau memindahkan api. Ketika api dipindahkan atau disebarluaskan, maka api itu tidaklah menjadi kecil akan tetapi semakin membesar.
Untuk
proses
mengajar,
sebagai
proses
menyampaikan
pengetahuan akan lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith (1987) bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill). B. Pengajaran Micro Teaching Pelaksanaan Pengajaran Micro (Micro-Teaching) sebagai teknik dan prosedur latihan mengajar didasari oleh banyak hal. Penerapan pendekatan pelatihan mengajar secara tradisional dipandang kurang mampu membekali Kesiapan Mental, Kemampuan dan Keterampilan Mengajar Calon Guru/ Pendidik/ Pengajar/ Dosen untuk tampil di depan kelas (Real Classroom). Hal ini disebabkan pelatihan mengajar dengan teknik Tradisional dilakukan
secara langsung di sekolah.Sementara itu Lembaga Keguruan masih menekankan Teori tentang Dasar – Dasar Keguruan dan Isi/Bahan Pembelajaran.Cara ini diasumsikan bahwa dengan penguasaan teori, calon guru atau mahasiswa keguruan sudah menguasai dan terampil mengajarkan ilmunya kepada siswa di sekolah. Oleh karena itu, mereka langsung mengajar di sekolah – sekolah untuk praktik menjadi guru.Pendekatan semacam ini ternyata kurang efektif dan kurang berhasil.Penguasaan Teori Keguruan dan Bahan Pembelajaran lebih banyak memberikan bekal kemampuan Kognitif dan Belum Menjamin Kemampuan Calon Guru dalam Bersikap, Mengelola Kelas dan Menerapkan Keterampilan Mengajar sesuai dengan yang diharapkan. Melalui Pengajaran Micro (Micro-Teaching), dengan bantuan Observer, maka seluruh rangkaian penampilan calon Guru/ Dosen akan terekam dan kekurangannya akan dapat diketahui dan sekaligus dapat menjadi Umpan Balik (Feed-Back). Melalui Play
Back
rekaman,
calon
Guru/
Dosen
dapat
melihat
kembali
penampilannya yang kurang dan yang sudah baik, sehingga calon Guru/ Dosen dapat memperbaiki atau meningkatkan penampilan berikutnya. Menurut Brown (1978), untuk menghasilkan calon Guru/Dosen yang Profesional, sebelum praktik mengajar di kelas/sekolah, calon Guru perlu dilatih Mengembangkan Keterampilan Dasar Mengajar dengan diberikan kesempatan mengembangkan Gaya Mengajarnya sendiri dan Mengurangi atau Menghilangkan Kesalahan – Kesalahan atau Kekurangan–Kekurangan yang masih ada. Salah satu Pendekatan Pelatihan Mengajar yang
melandasiProgram Pelatihan Praktik Mengajar adalah “Pendekatan R-NB”.Prinsip Pelatihan Mengajar dengan Pendekatan R-N-B adalah dengan mempersiapkan guru agar dapat menyusun Rencana yang mendekati Tingkah Laku Nyata kemudian berlatih secara terus–menerus berbagai Keterampilan Dasar Mengajar, baik secara terisolasi (isolated skill) maupun terintegrasi (integrated skill). Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswa? Apa yang harus dikuasai siswa? Bagaimana cara melihat keberhasilan belajar? Semuanya tergantung guru. Begitu pentingnya peran guru, maka biasanya proses pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru; dan tidak mungkin ada
proses
pembelajaran
tanpa
guru.
Sehubungan
dengan
proses
pembelajaran yang berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana, sebagai penyampai informasi dan guru sebagai evaluator. Sebagai perencana pengajaran, sebelum proses pengajaran guru harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan, misalnya materi pelajaran apa yang harus disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, media apa yang harus digunakan dan lain sebagainya. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampai informasi, sering kali guru menggunakan metode ceramah sebagai metode utama. Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, menentukan siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran. Mereka dianggap sebagai organisme yang pasif, yang belum memahami apa
yang harus dipahami, sehingga melalui proses pengajaran mereka dituntut memahami segala sesuatu yang diberikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Jenis informasi dan pengetahuan yang harus dipelajari kadangkadang tidak berpijak dari kebutuhan siswa, baik dari segi pengembangan bakat maupun dari minat siswa akan tetapi berangkat dari pandangan apa yang menurut guru dianggap baik dan bermanfaat. C. Prinsip Umum Micro Teaching Setiap guru mempunyai rencana untuk setiap kegiatan mengajarnya. Hal – hal tertentu yang ingin
dicapai melalui Proses Belajar Mengajar,
seperti : Kompetensi dan Hasil Belajar yang ingin dicapai, Materi Pokok, Metode, Keterampilan yang Dilatihkan, Media, Alat Peraga, Waktu yang Digunakan, Langkah – Langkah KBM atau Pengalaman Belajar yang Diberikan kepada siswa/mahasiswa, maupun Perilaku dan Penampilan Guru itu Sendiri. Semua rencana yang disusun Oleh guru tersebut perlu dilatihkan agar dapat diwujudkan dalam tingkah laku nyata (n).Tingkah laku nyata (Performance) dari Rencana yang dapat diwujudkan dalam pelaksanaan Proses Belajar Mengajar secara konkret.tingkah laku nyatakerap kali masih banyak Kekurangan atau Menyimpang dari Perencanaan dan Penyesuaian dengan Dinamika Kondisi Kelas. Oleh karena itu, Keberhasilan dan Kegagalan dari Penampilan Tingkah Laku nyata tersebut perlu dijadikan Balikan (Feed-Back) untuk memberikan Gambaran atau Bayangan dalam “mengimprovisasi” dan “me-Motivasi” Perencanaan Pengajaran berikutnya. Tingkah laku bayangan yang memberikan „Motivasi” bagi setiap Guru untuk
membuat
Perencanaan
sekaligus
memberikan
Gambaran
atau
bayanganmengenai Tingkah Laku-nya sendiri dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa Pengajaran Micro (Micro-Teaching) merupakan kebutuhan yang amat penting guna melatih berbagai Keterampilan Dasar Mengajar secara utuh sebelum Praktik Mengajar di Lahan Praktek/Institusi Pendidikan.Penguasaan teori keguruan dan bahan pembelajaran “belum” menjamin kemampuan penampilan mengajar yang baik.Oleh karena itu, calon guru atau pengajar harus berlatih terus – menerus keterampilan dasar mengajar-nya baik secara “ter-isolasi” maupun secara “ter-integrasi” melalui pengajaran Micro (micro-teaching). Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, akan tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri. Hendak belajar apa siswa dari topik yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, bukan hanya guru yang menentukan akan tetapi juga siswa. Siswa memliki kesungguhan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Dengan demikian peran guru berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu krtieria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari siswa telah menguasai materi pelajaran akan tetapi diukur dari siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar
siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna proses pembelajaran berpusat kepada siswa (student oriented). D. Dasar-Dasar Micro Teaching Pengajaran Micro (Micro-Teaching) merupakan salah satu bentuk Model Praktek Kependidikan atau Pelatihan Mengajar. Dalam konteks yang sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup Teknis Penyampaian Materi, Penggunaan Metode, Penggunaan Media, Membimbing Belajar, Memberi Motivasi, Mengelola Kelas, Memberikan Penilaian dst. Dengan kata lain; bahwa Perbuatan Mengajar itu sangatlah Kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka Penguasaan Keterampilan Dasar Mengajar, calon Guru/Dosen perlu berlatih secara Parsial, artinya : Tiap – tiap Komponen Keterampilan Dasar Mengajar itu perlu dikuasai secara terpisah – pisah (Isolated). Berlatih untuk menguasai Keterampilan Dasar Mengajar seperti itulah yang dinamakan Micro-Teaching (Pengajaran Micro). Pengajaran
Micro
(Micro-Teaching)
merupakan
suatu
situasi
pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5 – 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 – 10 orang.(Cooperdan Allen, 1971).Bentuk pengajaran yang sederhana, dimana calon guru/dosen berada dalam suatu lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol.Dan hanya mengajarkan Satu Konsep dengan menggunakan Satu atau Dua Keterampilan Dasar Mengajar.
Terdapat beberapa Definisi tentang Pengajaran Micro (Micro Teaching) yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah : Cooper dan Allen (1971), mendefinisikan “Pengajaran Micro (Micro-Teaching) adalah suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalamwaktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5 – 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 – 10 orang”. Mc. Laughl Lin dan Moul It Tonn (1975) mendefinisikan “Micro Teachingis a Performance training method designed to isolated the component part of teaching process, so that the trainee can master each component one by one in a simplified teaching situation”. Mengajar sehingga calon guru dapat Menguasai setiap Komponen Satu per Satu dalam Situasi yang disedrhanakan atau dikecilkan”. Berdasarkan beberapa Pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa MicroTeaching atau Pengajaran Microadalah : “Salah SatuModel Pelatihan Praktik Mengajar
Dalam
Lingkup
Terbatas(Micro)
Untuk
Mengembangkan
Keterampilan Dasar Mengajar(Base Teaching Skill) Yang dilaksanakan secara
terisolasidan
Dalam
Situasi
yang
disederhanakan/dikecilkan”.
Pertimbangan yang mendasari Penggunaan Program Pengajaran Micro (Micro Teaching) adalah : 1.
Untuk mengatasi kekurangan waktu yang diperlukan dalam latihan mengajar secara Tradisional.
2.
Keterampilan Mengajar yang Kompleks dapat diperinci menjadi keterampilan – keterampilan mengajar yang khusus dan dapat dilatih secara berurutan.
3.
Pengajaran Micro dimaksudkan untuk memperluas kesungguhan latihan mengajar
mengingat
banyaknya
calon
guru/dosen
yang
menyampaikan
ilmu
membutuhkannya. 4. Pandangan
mengajar
yang
hanya
sebatas
pengetahuan itu, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Mengapa demikian? Minimal ada tiga alasan penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. 5. Pertama, siswa
bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi
mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melaksanakan tugastugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi
khususnya
teknologi
informasi
yang
memungkinkan setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi, tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit akan tetapi justru semakin komplek. 6. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjukkan pada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat
menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut perubahan peran guru. Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri. 7. Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebatnya perkembangan ilmu biologi, ilmu ekonomi, hukum dan lain sebagainya. Apa yang dulu tidak pernah terbayangkan, sekarang menjadi kenyataan. Dalam bidang teknologi, begitu hebatnya orang menciptakan benda-benda mekanik yang bukan hanya diam, tapi bergerak, bahkan dapat terbang menembus angkasa luar. Demikian juga kehebatan para ahli yang bergerak dalam bidang kesehatan yang mampu mencangkok organ tubuh manusia sehingga menambah harapan hidup manusia. Semua dibalik kehebatan-kehebatan itu, bersumber dari apa yang kita sebut sebagai pengetahuan. Abad pengetahuan itulah yang seharusnya menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar, bukan hanya sekedar mengahapal informasi, menghapal rumus-rumus, akan tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengatahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir. 8. Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini, anggapan manusia sebagai organisme yang pasif
yang
perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang
dijelaskan dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekarang lebih percaya, bahwa manusia adalah organisme yang memiliki potensi seperti yang dikembangkan oleh aliran kognitif wholistik. Potensi itulah yang akan menentukan perilaku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan
bukan
lagi
memberikan
stimulus,
akan
tetapi
usaha
mengembangkan potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan itu tidak diberikan, akan tetapi dibangun oleh siswa. E. Konsep Pengajaran Micro Teaching Konsep Pengajaran Micro (Micro-Teaching) dilandasi oleh Pokok – Pokok Pikiran sebagai berikut : 1.
Pengajaran yang Nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang sebenarnya) tetapi berkonsep Mini.
2.
Latihan terpusat pada Keterampilan Dasar Mengajar,
3.
Mempergunakan Informasi dan Pengetahuan tentang Tingkat Belajar Siswa sebagai Umpan Balik terhadap Kemampuan calon guru/Dosen.
4.
Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang berbeda – beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual kelompok usia tertentu.
5.
Pengontrolan
secara
ketat
terhadap
lingkungan
diselenggarakan dalam Laboratorium Micro – Teaching.
latihan
yang
6.
Pengadaan Low-Threat-Situation untuk memudahkan calon guru/dosen mempelajari Keterampilan Mengajar.
7.
Penyediaan Low-Risk-Situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran.
8.
Penyediaan kesungguhan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu.
F. Karakteristik Micro Teaching Pengajaran Micro (Micro-Teaching) merupakan Real Teaching, tetapi dalam skala Micro. Karakteristik yang Khas dalam Pengajaran Mirko (MicroTeaching) adalah : Komponen – Komponen dalam Pengajaran yang diMicrokan atau disederhanakan. Dalam Pengajaran Sesungguhnya (Real Teaching) lingkup pembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di MicroTeaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan satu materi pokok bahasan tertentu; demikian pula alokasi waktunya juga terbatas antara 10 – 15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10 – 15 siswa, serta keterampilan dasar yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi). Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Kognitifwholistik, yang menunjukkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan
cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (1992: 3), yang menyatakan bahwa “instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Dengan demikian, Ciri Khas Micro-Teaching adalah : “Real-Teaching yang
diMicrokan
meliputi
Jumlah
Siswa,
Alokasi
Waktu,
Fokus
Keterampilan, Kompetensi Dasar, Hasil belajar dan Materi Pokok Pembelajaran
yang
terbatas”.Pelaksanaan
Pengajaran
Micro
(Micro-
Teaching) pada prinsipnyamerupakan Realisasi Pola – Pola Pengajaran yang Sesungguhnya (Real Teaching) yang didesain dalam bentuk Micro.Setiap calon Guru/Dosenmembuat persiapan mengajar yang kemudian dilaksanakan dalam ProsesPembelajaran bersama siswa/teman sejawat (Peer Teaching) dengan setingkondisi dan konteks Kegiatan Belajar Mengajar yang sesungguhnya.Berikut ini disajikan Daftar Komponen Mengajar yang diMicrokandibandingkan dengan Pengajaran yang Normal (Real Teaching) : Tabel-1 Perbandingan Pengajaran Real dan Micro Teaching Pengajaran No
Komponen Real
Micro
1
Siswa atau Audience
30 – 70 Orang
10 – 15 Orang
2
Kompetensi Dasar
2 – 7 KD
1 KD
3
Indikator Hasil Belajar
1 – 9 IHB
1 – 3 IHB
7
Materi
Luas
Terbatas
5
Waktu
30 – 50 Menit
10 – 15 Menit
6
Keterampilan Mengajar
Terintegrasi
Terisolasi
Penyederhanaan Komponen Pengajaran sebagai Karakteristik Pengajaran Micro (Micro-Teaching) didasarkan pada Asumsi – Asumsi sebagai berikut ini : 1.
Seluruh Komponen Keterampilan Dasar Mengajar akan dapat dikuasai secara
mudah
apabila
terlebih
dahulu
menguasai
Komponen
Keterampilan Dasar Mengajar tersebut secara Terpisah (terisolasi) satu demi satu. 2.
Penyederhanaan Situasi dan Kondisi Latihan, memungkinkan Perhatian Praktikan terarah pada Keterampilan yang Dilatihkan.
3.
Penyederhanaan Situasi dan Kondisi dengan bantuan VTR memudahkan Observasi dan bermanfaat untuk Umpan Balik (FeedBack). Mengajar adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan
pengintegrasian secara utuh dari berbagai komponen kemampuan.Komponen kemampuan tersebut dapat berupa Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Nilai. Sebagian kemampuan tersebut telah dibentuk secara bertahap melalui penyampaian teori – teori tentang Prinsip – prinsip Belajar dan Pembelajaran, Strategi Mengajar, Rancangan Instruksional, Media Pembelajaran, Evaluasi Pembelajaran, dan sebagaianya.
Setelah Guru/Dosen Pemula dianggap menguasai materi dan system penyampaiannya, tiba saatnya untuk berlatih menguasai Keterampilan Dasar Mengajar, yaitu ; Keterampilan yang bersifat Generik yang harus dikuasai oleh semua calon Guru/Dosen. Komponen Keterampilan Dasar Mengajar yang dilatihkan dalam Pengajaran Micro (Micro-Teaching) menurut hasil Penelitian Tumey (1973) terdapat 8 (Delapan) Keterampilan yang sangat berperan dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Kedelapan Keterampilan tersebut sebagai berikut : 1.
Keterampilan Dasar Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure)
2.
Keterampilan Dasar Menjelaskan (Explaining Skills)
3.
Keterampilan Dasar Mengadakan Variasi (Variation Skills)
4.
Keterampilan Dasar Memberikan Penguatan (Reinforcement Skills)
5.
Keterampilan Dasar Bertanya (Questioning Skills)
6.
Keterampilan Dasar Mengelola Kelas
7.
Keterampilan Dasar Mengajar Perorangan/Kelompok Kecil
8.
Keterampilan Dasar Membimbing Diskusi Kelompok Kecil Perlu ditekankan bahwa hanya untuk tujuan latihan, Keterampilan
yang Kompleks tersebut dapat dipilah – pilah menjadi 8 (delapan) komponen Keterampilan Dasar Mengajar seperti di atas, supaya masing–masing dapat dilatihkan secara Terpisah (terisolasi).Namun ketika Dosen Menggunakan atau menerapkan keterampilan tersebut di dalam kelas, harus mampu menampilkan secara utuh dan terintegrasi.
G. Tujuan Dan Manfaat Micro Teaching Pengajaran
Micro
(Micro
Teaching)
adalah
untuk
memberikankesungguhan kepada Mahasiswa (calonGuru/Dosen) untuk berlatih mempraktikkanbeberapa Keterampilan Dasar Mengajar didepan teman – temannya dalam suasana yang Constructive, Supportive, dan Bersahabat sehingga mendukung kesiapan Mental, Keterampilan dan Kemampuan Performance yang ter-Integrasi untuk Bekal Praktik Mengajar sesungguhnya di sekolah/institusi Pendidikan. Adapun tujuan khususPengajaran Micro (Micro Teaching) antara lain sebagai berikut : 1.
Mahasiswa terampil untuk membuat Persiapan Mengajar
2.
Membentuk Sikap Profesional sebagai calon Guru/Dosen
3.
Berlatih menjadi guru yang bertanggung jawab dan berpegang kepada Etika keguruan,
4.
Dapat menjelaskan Pengertian Micro Teaching
5.
Dapat berbicara di depan kelas secara runtut dan runut sehingga mudah dipahami oleh audience atau peserta didik
6.
Terampil membuka dan menutup pelajaran
7.
Dapat bertanya secara benar
8.
Dapat memotivasi belajar siswa/peserta didik
9.
Dapat membuat variasi dalam mengajar
10. Dapat menggunakan alat-alat / media pembelajaran dengan benar dan tepat
11. Dapat mengamati keterampilan keguruan secara obyektif, sistematis, kritis dan praktis 12. Dapat memerankan sebagai Guru/Dosen , Supervisor, Peserta Didik, maupun sebagai Observer dengan baik 13. Dapat menerapkan teori Belajar dan Pembelajaran dalam suasana Didaktis, Paedagogis, Metodik dan Andragogis secara tepat dan menarik 14. Berlatih membangun rasa percaya diri Pengajaran Micro (Micro Teaching) dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan model praktik pengajaran tradisional. Melalui Pengajaran Micro (Micro
Teaching),
keterampilan
mengajar
yang
potensial
dapat
diorganisasikan dalam satu penampilan yang utuh. Praktikan akan lebih siap dan terampil untuk mengantisipasi perilaku mengajar yang sebenarnya di kelas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengajaran Micro (Micro Teaching) memberikan pengaruh positif dalam melatih keterampilan mengajar di kelas.Brown dan Ametrong (1975), mencatat hasil Riset tentang Manfaat Pengajaran Micro (Micro Teaching) sebagai berikut : 1.
Korelasi antara Pengajaran Micro (Micro Teaching) dan Praktik Keguruan
sangat
tinggi.
Artinya
:
Calon
Guru/Dosen
yang
berpenampilan baik dalam Pengajaran Micro (Micro Teaching), akan baik pula dalam Praktik mengajar di kelas.
2.
Praktikan yang lebih dulu menempuh program Pengajaran Micro (Micro Teaching) ternyata lebih baik/lebih terampil dibandingkan praktikan yang tidak mengikuti Pengajaran Micro (Micro Teaching).
3.
Praktikan yang menempuh Pengajaran Micro (Micro Teaching) menunjukkan prestasi mengajar yang lebih tinggi.
4.
Bagi Guruyang telah memiliki kemampuan tinggi dalam pengajaran, Pengajaran Micro (Micro Teaching) kurang bermanfaat.
5.
Setelah mengikuti Pengajaran Micro (Micro Teaching), Gurudapat menciptakan interaksi dengan siswa secara lebih baik.
6.
Penyajian model rekaman mengajar lebih baik daripada model lisan sehingga lebih signifikan dengan keterampilan mengajar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan bahwa
praktikan yang memiliki prestasi tinggi dalam pembelajaran Pengajaran Micro (Micro Teaching) akan berprestasi pula dalam praktik mengajar. Oleh karena itu, perbedaan prestasi Pengajaran Micro (Micro Teaching) diantara praktikan, akan diikuti pula oleh perbedaan prestasi praktik mengajarnya. Dalam pelaksanaan Pengajaran Micro (Micro Teaching), Tahap Pertama dan Kedua guru/mahasiswa diarahkan untuk memahami wawasan dan landasan teori Keterampilan Dasar Mengajar yang harus dikuasai serta mengamati dan mencontoh penerapan model – model keterampilanmengajar sesuai bidang studinya. Tahap Ketiga adalah Penyusunan Perencanaan Program Pembelajaran dengan mengacu pada format yang telah ada dan dipelajari. Tahap
keempatadalah setiap calon guru/dosen dalam kelompok masing–masing akan mempraktikkan satu sesi pengajaran dengan kontrak keterampilan dasar mengajar yang berbeda – beda secara terisolasi. Setelah presentasi calon guru/dosen saling memberikan komentar (Debriefing) terhadap apa yang telah berjalan dan pada Tahap Kelima anggota lain memberikan Feed Back yang konstruktif terhadap presentasi yang telah dilakukan. Hasil dari Feed Back penampilan yang pertama ini digunakan Masukan dan Perbaikan untuk menyusun persiapan dan Praktik Ulang dengan kontrak menerapkan Ketreampilan Dasar Mengajar secara ter-Integrasi pada Tahap Enam dan Tujuh. Dalam rangka Observasi latihan praktik mengajar, digunakan alat bantu VTR (Video Tape Recorder). Tujuan penggunaan alat tersebut adalah untuk merekam penampilan guru/dosen ketika sedang berlatih mengajar.Tiap – tiap penampilan dalam pelatihan mengajar dianalisis bersama oleh Observer dan Supervisor. Dengan menggunakan alat bantu VTR, penampilan mengajar dapat diputar kembali, sehingga pihak yang berlatih dapat mengamati penampilannya. Dengan cara ini pula, pihak yang berlatih dapat menganalisis penampilannya bersama observer dan fasilitator. H. Metodologi Untuk melakukan pengkajian terhadap implementasi Micro teaching DDWK Methodologi Pembelajaran MI maka dilakukan beberapa hal yaitu : 1. Penentuan Jumlah Sampel Jumlah sampel pada pengkajian ini adalah 30 orang peserta Diklat di Wilayah Kerja (DDWK) Methodologi pembelajaran MI.
2. Sumber Data Sumber data yang dibutuhkan yaitu : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari informan langsung berkiatan dengan pelaksanaan DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data penunjang untuk memperkuat pengkajian berkiatan dengan DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI. 3. Instrumen Pengkajian a. Kuesioner Dibuat kusioner untuk memperjelas apakah pelaksanaan DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI
berada pada kriteria Baik,
Cukup, Kurang. b. Observasi Dilakukan observasi untuk melihat secara langsung kegiatan pelaksanaan DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI di Balai Diklat Keagamaan Manado. c. Tes Praktek Mengajar Dilakukan praktek mengajar setelah selesai mendapatkan materi Methodologi pembelajaran. 4. Metode Analisis Data
Analisis data menggunakan konsep analisis deskriptif yaitu dalam bentuk presentase yang sederhana sehingga ada kejelasan atau bisa diuraikan kajian deskriptif tentang kualitas pelaksanaan DDWK Methodologi Pembelajaran di Balai Diklat Keagamaan Manado. Pelaksanaan Micro teaching di Balai Diklat Keagamaan Manado untuk DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI akan dianalisis mulai dari transfer ilmu pengetahuan, sampai pada pelaksanaan Micro teaching. Sebagaimana penelitian ini lebih difokuska pada analisis deskriptif hanya berupa data-data yang sederhana. 1. Profil Responden Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui hasil wawancara dan survei angket, sesuai permasalahan penelitian maka hasil penelitian dapat dideskripsikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Ada
beberapa aspek yang akan akan dituangkan dalam tabel distribusi, yaitu implementasi dari pelaksanaan Micro teaching, pemahaman peserta tentang konsep dari Micro teaching, kemampuan guru dalam menyiapkan administrasi pembelajaran dalam Micro teaching, kemampuan guru dalam mengelola waktu untuk pelaksanaan Micro teaching. Data yang diperlukan berupa data primer yang didapatkan langsung dari peserta diklat. Sedangkan data sekunder didapatkan langsung dari panitia penyelenggara Diklat di Wilayah Kerja (DDWK) Methodologi Pembelajaran Guru MI pada Balai Diklat Keagamaan Manado. dari data-data tersebut maka akan diuraikan dibawah ini, yaitu :
1. Kualitas SDM Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI Pada Balai Diklat Keagamaan Manado Merupakan data yang diperoleh dari Kantor Balai Diklat Keagamaan Manado melalui panitia penyelenggara DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI. Dimana dalam data ini yang dimuat adalah data pendidikan terakhir, masa kerja, dan golongan/pangkat pegawai. Dengan rincian sebagai berikut : Tabel-1
Tingkat Pendidikan Pembelajaran Guru MI
Peserta
DDWK
Jumlah
Methodologi
Pendidikan Terakhir
(Orang)
Persentase (%)
1.
SMA
0
0
2.
D/III
0
0
3.
S.1
25
87
7.
S.2
5
16
5.
S.3
0
0
No
30
100
Di lihat dari aspek pendidikan terakhir ternyata rata-rata peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI mempunyai jenjang pendidikan terakhir adalah S1 yaitu berjumlah 25 orang (87%), dan pendidikan S.2 berjumlah 5 orang (16%), S.3 belum ada. Dari sisi akademis sudah memenuhi standar sebagaimana yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Tabel-2
Masa Kerja Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI Jumlah
No
(Orang)
Persentase (%)
Masa Kerja
1.
1 s/d 5 Tahun
5
17
2.
6 s/d 10 Tahun
15
50
3.
11 s/d 15
8
27
7.
16 s/d 20
2
7
5.
21 s/d 30
0
0
6.
Diatas 30 Tahun
0
0
Jumlah
30
100
Dari data tabel-2 diatas terlihat bahwa masa kerja peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI adalah 1 s/d 5 tahun 5 orang (17%), 6 s/d 10 tahun 15 orang (50%), 11 s/d 15 tahun 8 orang, 16 s/d 20 tahun 2 orang (7%), sedangkan untuk 21 s/d 30 tahun dan diatas 30 tahun tidak ada. Hal ini dapat dimaknai bahwa rata-rata masa kerja peserta berada sekitar 6 s/d 10 tahun. Sehingga Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI sudah sebahagian besar berpengalaman dalam mengajar di Madrasah. Selanjutnya dilihat dari aspek pangkat dan golongan peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI. Data ini diperoleh dari Bidang Akademik Panitia Pelaksanaan DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
Tabel-3
Pangkat dan Golongan Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI Jumlah
No 1.
(Orang)
Presentase (%)
0
0
0
0
6
20
27
80
30
100
Pangkat / Golongan Golongan I (I/a, I/b, I/c, I,d)
2.
Golongan II (II/a, II/b, II/c, II/d)
3.
7.
Golongan III (III/a, III/b, III/c, III/d) Golongan IV (IV/a, IV/b, IV/c, IV/d, IV/e) Jumlah
Dari tabel diatas terlihat jelas bawah rata-rata peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI mempunyai pangkat dan golongan IV (a-d) yaitu berjumlah 27 orang (80%), untuk gologan I (a-d) dan golongan II (a-d) tidak ada (0%), dan golongan III (a – e) berjumlah 6 orang (20%). Ini dapat dimaknai ternyata rata-rata pangkat dan golongan peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI berada pada golongan IV. Jadi terlihat bahwa ternyata dari sisi golongan dan kepangkatan peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI rata-rata sangat baik.
2.
Kemampuan Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI Dalam Mempertimbangkan dan Memilih Metodologi Pembelajaran Untuk Mencapai Sasaran.
Kemampuan
peserta
memahami
tentang
cara
memilih
dan
mempertimbangkan suatu proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting karena dengan metode yang baik akan mencerminkan nilai-nilai efektifitas suatu proses pembelajaran. Ada beberapa indikator yang dikembangkan dalam mengukur kemampuan guru dalam memilih dan membertimbangkan metodologi pembelajaran yaitu :
aspek kemampuan mengidentifikasi materi yang akan
diajarkan, kemampuan melihat atau mencocokkan model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik materi yang diajarkan, penguasaan konsep pembelajaran berdasarkan tahap-tahap yang nantinya memberikan dampak yang positif terhadap keberhasilan siswa. Dari hasil rekapitulasi data sehingga diperoleh hasil sebagaimana diuraikan pada tabel dibawha ini, yaitu :
Tabel-7 Kemampuan Memilih dan Mempertimbangkan Model Pembelajaran Yang Efektif. Persentase
Kriteria
Jumlah
Baik
5
17
Cukup
17
56
Kurang
8
27
30
100
(%)
Dari tabel di atas terlihat untuk kategori baik berjumlah 5 responden (17%), cukup 17 responden (56%), dan kurang 8 responden (27%). Dari hasil ini untuk kompetensi peserta DDWK berkaitan dengan Kemampuan mempertimbangkan dan memilih model pembelajaran yang dianggap efektif untuk mencapai sasaran pembelajaran relatif berada pada skala cukup. Dari hasil analisis indikator soal ternyata yang paling rendah yaitu indikator berkaitan dengan mencocokkan karateristik materi dengan model pembelajaran yang nantinya akan diterapkan. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan beberapa orang peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI ternyata masih banyak yang belum memahami konsep-konsep model pembelajaran, walaupun memang dari substansi materi sudah dipahami tetapi dari segi konsep dan model pembelajaran masih sangat rendah. Konsep dan model pembelajaran yang akan diterapkan dalam Micro Teaching merupakan merupakan hal yang sangat penting. 3.
Kompetensi Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI dalam Mendesain Micro Teaching. Micro
Teaching
merupakan
salah
satu
carayang
banyak
dikembangkan di dunia pendidikan sebagai langkah awal untuk melihat kemampuan guru dalam mengajar. Salah satu prinsipnya bagaimana belajar secara bersama-sama sehingga pemahaman tentang materi
bukan hanya
dikuasai oleh beberapa orang saja, akan tetapi semua dapat memahaminya. Untuk pengukuran kemampuan peserta DDWK Methodologi Pembelajaran
Guru MI mendesain Micro teaching ada beberapa indikator yang dikembangkan yaitu kemampuan untuk mendesain Micro teaching dikaitkan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP sesuai panduan KTSP) mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Untuk lebih jelasnya hasil pengolahan data sebagaimana pada tabel di bawah ini : Tabel-5 Kompetensi Peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI dalam Mendesain Micro Teaching Persentase Kriteria
Jumlah (%)
Baik
3
10
Cukup
15
50
Kurang
12
70
30
100
Dari hasil tabel di atas 3 responden (10%) baik, 15 responden (50%) cukup, dan 12 responden (70%) kurang. Kompetensi DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI dalam mendesain Micro teaching relatif cukup akan tetapi hampir setengah 70% dari jumlah peserta masih kurang. Berdasarkan analisis indikator soal ternyata paling kurang yaitu pada proses penyusunan RPP, hal ini disebabkan karena masih banyak peserta yang belum memahami dengan baik tentang teknik penyusunan KTSP baik dokumen I dan dokumen II.
4.
Kemampuan
Peserta
DDWK
Methodologi
Pembelajaran
MISelama Proses Belajar Mengajar dalam Micro Teaching
Guru
Gurusebagai bagian dari unsur pembelajaran yang bertugas sebagai pengajar dan memegang peranan penting dalam menjaga standar pendidikan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk itu segala permasalahan pendiidkan yang terjadi di madrasah harus di pahami oleh guru itu sendiri. Banyak hal yang perlu di lihat dari aspek pendidikan, berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Sebagai guru harus mampu untuk melihat permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan proses pembelajaran. Ada beberapa indikator yang di susun untuk melihat kompetensi guru selama proses pembelajaran, berkaitan dengan penyusunan penilaian proses pembelajaran
yaitu
kemampuan
menerapkan
model
pembelajaran,
kemampuan dalam manajemen kelas, kemampuan untuk memberikan kesimpulan. Dari hasil pengolahan data sehingga diperoleh sebagaimana pada tabel di bawah ini yaitu : Tabel-6
Kemampuan Guruselama proses belajar Dalam Micro Teaching. Persentase Kriteria
Jumlah (%)
Baik
6
20
Cukup
15
50
Kurang
9
30
30
100
Dari hasil tabel di atas terlihat 6 responden (20%) baik, 15 responden (50%) cukup, dan 9 responden (30%) kurang. Kompetensi peserta dalam
menemukan permasalahan relatif cukup. Dari hasil analisis indikator masih banyak peserta belum memahami secara jelas tentang aplikasi dari pelaksanaan
standar
nasional
pendidikan
berkaitan
dengan
konsep
pembelajaran yang berorientasi pada siswa, hal ini terlihat masih banyak peserta yang dominan (ceramah). Perkembangan dari kurikulum sangatlah pesat, kurikulum sekarang berorientasi pada siswa bukan guru.Sebagai guru harus mampu mengimplementasi konsep pembelajaran yang berorientasi pada siswa, sehingga dalam melakukan pengajaran tidak mengalami kesulitan. Permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut diharapkan dapat segera diatasi atau dicarikan solusiknya. Dalam kompetensi akadmik dalam KTSP tentunya perlu dipahami tentang struktur dan muatan kurikulum. Ini sangat penting mengingat proses pembelajaran tidak akan lari dari struktur dan muatan kurikulum. Dalam model kurikulum sekarang ini sebagaimana dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 sudah di atur sehingga sekolah
bagaimana
dapat melaksanakan aturan tersebut dengan baik. Sejumlah mata pelajaran yang disusun sedemikian untuk dipelajari
dalam suatu periode waktu tertentu, dalam rangka membentuk suatu jenis dan atau jenjang kemampuan tertentu disebut dengan struktur kurikulum. Siswa yang sudah menyelesaikan seluruh mata palajaran (kurikulum) dalam satu jenjang pendidikan tertentu akan memperoleh keterangan telah menamatkan kurikulum tersebut, mungkin buku raport, sertifikat, atau izajah. Seperti halnya dalam unsur manajemen yang lain, pengembangangan kurikulum
mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan (implementasi), monitoring, dan evaluasi. Siklus pengembangan kurikulum sebagai berikut :
Gambar-2 : Siklus Pengembangan Kurikulum Dengan 8 (delapan) siklus pengembangan kurikulum maka diharapkan kurikulum yang dibuat sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pemerintah secara umum dan untuk kepentingan mutu belajar siswa khususnya di madrasah. Disamping itu juga kurikulum yang dibuat sesuai dengan keinginan para stakeholder termasuk didalamnya yaitu siswa itu sendiri. Dalam pembahasan pada penelitian ini sebagaimana judul penelitian lebih difokuskan pada pelaksanaan Micro teaching dalam DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI. Sebagaimana berdasarkan
rumusan
masalah ada 3 (tiga) hal yang akan diuraikan yaitu berkaitan dengan
kemampuan peserta dalam mempertimbangkan dan memilih model pembelajaran
yang
dianggap
efektif
untuk
mencapai
sasaran
pembelajaran,kemampuan Peserta Diklat dalam Mendesain Micro teaching, kemampuan Pesertamengimplementasikan proses belajar mengajar selama Micro teaching. Kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran yang paling cocok agar supaya pembelajaran lebih efektif berdasarkan beberapa indikator yaitu aspek
kemampuan mengidentifikasi materi yang akan diajarkan,
kemampuan melihat atau mencocokkan model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik materi yang diajarkan, penguasaan konsep pembelajaran berdasarkan tahap-tahap yang nantinya memberikan dampak yang positif terhadap keberhasilan siswa. Dari hasil rekapitulasi data ternyata rata-rata kemampuan peserta DDWK Methodologi Pembelajaran Guru MI berkaitan dengan kemampuan memilih model pembelajaran yang paling cocok dalam pembelajaran yaitu berada pada skala relatif cukup. Dari hasil analisis indikator ternyata masih banyak peserta yang belum memahami secara jelas tenang konsep model pembelajaran, sehingga mengalami kesulitan dalam memilih pendekatan apa yang paling cocok agar supaya pembelajaran efektif. Hal ini memberi bukti bahwa motivasi peserta dalam meningkatkan kompetensi masih kurang, sehingga perlu
diberikan program-program
pengembangan kualitas guru salah satunya melalui volume kegiatan diklat yang lebih banyak lagi. Pemilihan pendekatan dan model pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran sangat diperlukan, sebagaimana menurut
Roy
Killen dalam Wina Sanjaya (2006 : 125) mengemukakan dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu : 1.
Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches)
Pada pendekatan ini, menghasilkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), dan pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. 2. Pendekatan yang berpusat pada siswa (Student Centred approaches) Pada pendekatan ini, menghasilan straetgi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif. Syaiful Bahri Djamarah (1996 : 61) mengemukakan banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran, diantaranya : 1. Pendekatan Individul Dalam pendekatan ini menuntut strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan, karakter dan latar belakang anak didik. Karena kalau guru tidak memahami dan memperhatikan perbedaan ini maka tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tidak akan tercapai. Setelah guru memhami perbedaan antara anak didik satu dengan yang lainnya, maka strategi yang digunakan dalam pembelajaran inipun akan disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak didik, inilah yang dimaksud dengan pendekatan individual. 2. Pendekatan Kelompok Dalam pendekatan kelompok bertujuan untuk menumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri anak didik. Mereka dibina
untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masingmasing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan bekerja sama dalam kelompok, sehingga akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Guru dapat memanfaatkan pendekatan kelompok demi untuk kepentingan pengelolaan pengajaran pada umumnya dan pengelolaan kelas pada khususnya. 3. Pendekatan Bervariasi Dalam proses pembelajaran pasti guru akan menjumpai berbagai permasalahan anak didik yang bervariasi, sehingga dari setiap permasalahan tersebut membutuhkan penyelesaian dan pendekatan yang bervariasi pula. Dengan pendekatan yang bervariasi ini, guru dengan mudah dapat menyelesaikan permasalahan anak didik yang bervariasi. 4. Pendekatan Edukatif Pendekatan edukatif adalah apapun yang dilakukan oleh guru dimaksudkan untuk kepentingan pendidikan peserta didik, bukan karena motif lain, seperti karena dendam, karena gengsi, karena ingin ditakuti, dan sebagainya (Syaiful Bahri, 1996 : 67). 5. Pendekatan Pengalaman Experiance is the best teacher, pengalaman adalah guru yang baik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga.
Belajar dari pengalamanadalah lebih baik dari pada sekedar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali. Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup oleh setiap orang, namun tidak semua pengalaman dapat bersifat mendidik (educative experiance), karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik (miseducative experiance). 6. Pendekatan pembiasaan Pada pendekatan ini akan tepat kalau diterapkan bagi anakanak yang masih kecil. Pembiasaan ini sangat penting, karena pembiasaan dapat dijadikan cara untuk melakukan pendidikan. Pembiasaan yang dilakukan dalam pembelajaran biasanya ingin membentuk sosok manusia yang berkepribadian. Hal ini sangat penting mengingat inti dari suatu proses pembelajarna yaitu membentuk manusia yang
mempunyai
kepribadian
yang
baik
serta
dapat
diterima
dimasyarakat luas. 7. Pendekatan Emosional Emosional adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan, sehingga emosi
mempunyai
peranan
yang
penting
dalam
menbentukan
kepribasdian seseorang. Pendekatan emosional yang berdasarkan emosi atau perasaan dapat dijadikan salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pembelajaran, dalam pendidikan agama Islam, pendekatan emosional
dapat dimaknai suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosisiswa dalam meyakini, memahami, dan menghayati ajaran agamanya. 8. Pendekatan Rasional Manusia adalah makhluk yang sanat sempurna di bianding dengan makhluk lainnya. Dikarenakan manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lain tidak mempunyai akal. Dengan akal tersebut manusia mampu berpikir dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 9. Pendekatan Fungsional Materi yang disampaikan dalam pembelajaran bukanlah hanya sekedar pengisi otak saja, tetapi diharapkan ilmu yang telah dipelajari dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan ini diharapkan materi yang disampaikan dapat berguna dalam kehidupan nyata. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut dibutuhkan strategi dan metode pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini metode yang tepat antara lain : metode latihan, ceramah, tanya jawab, dan lain-lain. 10. Pendekatan keagamaan Pendekatan keagamaan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi keberagamaan, yang terdapat dalam diri peserta didik. Dalam pendekatan keagamaan, guru menjadikan agama sebagai sumber nilai yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Pendekatan keagamaan bertujuan gar anak didik dapat memahami agama dengan baik.
11. Pendekatan Kebermaknaan Pendekatan kebermaknaan dimaksudkan untuk mempermudah dalam pembelajaran bahasa, khususnya penguasaan bahasa asing. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami dan menguasai bahasa tertentu. Jadi melalui pendekatan-pendekatan ini diharapkan dunia pendidikan kita tidak hanya terperangkap pada aspek kognitif saja, harus menyeluruh termasuk aspek afektif dan psikomotor. Pengembangan model pembelajaran akan memberikan ruang terhadap siswa dan guru untuk saling memahami permasalahan yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar. Selanjutnya berkaitan dengan kompetensi atau kemampuan guru dalam mendesain Micro teaching. Untuk pengukurannya ada beberapa indikator yang dikembangkan yaitu pengetahuan tentang Micro teaching, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP sesuai panduan KTSP) mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dari hasil rekapitulasi data ternyata kemampuan guru dominan berada pada skala relatif cukup dan kurang. Dari hasil analisis indikator ternyata masih banyak guru yang belum memahami secara jelas tentang aplikasi dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) apalagi akan mengkaitkan dengan model pembelajaran. Berkaitan dengan konsep desain pelaksanaan pembelajaran dengan KTSP, untuk mengaplikasikan model pembelajaran harus tercermin dalam kegiatan
pembelajaran
sebagaimana
yang
ada
dalam
rencana
pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Dalam modul Diknas (2006) unsur-unsur RPP, yaitu sebagai berikut : 1. Identitas mata pelajaran, meliputi: a.
Satuan pendidikan
b.
Kelas
c.
Semester
d.
Program studi
e.
Mata pelajaran atau tema pelajaran
f.
Jumlah pertemuan Identitas mata pelajaran diatas dimuat berdasarkan identitas
sebagaimana yang ada dalam silabus. 2. Standar Kompetensi, merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Dimana standar kompetensi ini sudah ditetapkan dalam standar isi yaitu permendiknas nomor 22 tahun 2006. 3. Kompetensi Dasar, adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Dimana kompetensi dasar ini juga sudah ditetapkan dalam standar isi yaitu permendiknas nomor 22 tahun 2006.
4. Indikator Pencapaian Kompetensi, adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 5. Tujuan Pembelajaran,
menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Biasanya dalam merumuskan tujuan pembelajaran harus memperhatikan standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pencapaian hasil pembelajaran. 6. Materi Ajar, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Jadi hirarki dari penyampaian materi sangat diperlukan umpamanya
menjelaskan
tentang keseimbangan pasar
(equlibirum) maka perlu dijelaskan lebih dahulu tentang materi permintaan (demand) dan supply (penawaran) dalam ilmu ekonomi. 7. Alokasi Waktu, ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar (KD) dan beban belajar.
Alokasi waktu ini harus
diperhatikan oleh guru terutama keterkaitan antara substansi materi yang akan diajarkan kepada siswa, terutama kompleksitas materi. Semakin tinggi kompleksitas materinya maka jumlah waktu yang diperlukan semakin banyak begitu juga sebaliknya.
8. Metode Pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. 9. Kegiatan Pembelajaran : a. Kegiatan Awal Pendahuluan
merupakan
kegiatan
awal
dalam
suatu
pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi
dan
memfokuskan
perhatian
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan awal ini sangat diperlukan ketika guru akan menyampaikan materi kepada siswanya. Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam kegiatan awal ini seperti faktor pembiasaan (berdoa sebelum belajar), mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, sikap simpatik harus dimunculkan oleh guru itu sendiri. b. Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD). Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi,
dan
konfirmasi.
Sebagaimana
diamantkan
dalam
permendiknas nomor 71 tahun 2007 tentang standar proses pembelajaran dimana dalam penyusunan RPP setidaknya mengandung tiga hal yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Eksplorasi bertujuan untuk melihat kemampuan siswa berkaitan dengan pemahaman
siswa
tentang
substansi
materi,
elaborasi
untuk
memperkuat pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan, sedangkan konfirmasi berkaitan dengan pemantapan dari materi yang diajarkan jika selama proses pembelajaran ada kekurangan dalam hal penyampaian materi maka perlu dilengkapi dalam pembelajaran tersebut. c. Kegiatan Penutup Penutup
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut. Jika sudah menyelesaikan satu kompetensi dasar maka diperlukan tes untuk melihat sudah sejauh mana daya serap siswa terhadap substansi materi yang diajarkan. 10. Penilaian hasil belajar, prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar, penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi
dan
kompetensi
dasar,
serta
materi
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
ajar,
kegiatan
KESIMPULAN
1. Dari aspek mempertimbangkan dan memilih model pembelajaran dalam Micro teaching berada pada kriteria cukup. Hal ini dapat dilihat masih banyak peserta DDWK Methodologi Pembelajaran MI yang kurang bervariasi dalam memprakkan model pembelajaran. 2. Mendesain administrasi pembelajaran Micro teaching seperti RPP dan Silabus masih berada pada kriteria cukup. Hal ini ditandai dengan unsurunsur dalam silabus dan RPP belum tertata dengan baik. 3. Implementasi proses belajar mengajar dalam Micro teaching dominan pada kriteria cukup. Terlihat masih banyak guru yang mempraktekkan dalam proses pebelajan metode ceramah.
REKOMENDASI
1. Guru harus memilih model pembelajaran yang cocok dengan materi-materi yang diajarkan, seperti model pembelajaran kooperatif yang mempunyai banyak tipe. 2. Guru harus mampumenerapkan manajemen kelasserta mampu membagi kelompok belajar secara heterogen dan selalu berubah.Dan juga mampu menyusun silabus dan RPP sesuai degan standar yang dikembangkan oleh pemerintah 3. Guru harusmengurangi metode cerama dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan memberikan saran selama proses belajar mengajar. Hal ini penting sehingga terlihat aktif antara pengajar dan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Murni, Wahid, dkk. (2010). Keterampilan Dasar Mengajar.Jogjakarta : ArRuzzMedia. Hamalik,
Oemar. (2006). Pendidikan Guru Kompetensi.Jakarta. PT. Bumi Aksara.
Berdasarkan
Pendekatan
Uzer Usman (2006). Menjadi Guru Profesional.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Wardani, IGAK (2005). Dasar – Dasar Komunikasi dan Keterampilan DasarMengajar.Jakarta : Pusat Antar Universitas – Peningkatan dan PengembanganAktivitas Instruksional – Universitas Terbuka (PAUPPAI-UT). Wardani, IGAK (2005). Praktik Mengajar. Jakarta : Pusat Antar Universitas – Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional – Universitas Terbuka (PAUPPAI-UT). Amat
Mukhadis (2005). Micro Teaching : Karakteristik dan ProsedurPelaksanaannya. Materi Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan LaboratoriumMicro Teaching di FKIP Universitas Slamet Riyadi Surakarta ; 29 – 30 Januari 2005.LP3 Universitas Negeri Malang.