Judul KTI :
Penerapan Make A Match dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris Pada Micro Teaching Diklat Di Tempat Kerja Model Model Pembelajaran Peserta Madrasah Ibtidaiyah Di Bolaang Mongondow BY: Puryanto, SS NIP 196705172005011004 Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Manado
ABSTRACT Puryanto, SS. The application of Learning Model of Make A Match Is a learning model which easy and practically, applied to the participants in General where the instrument is in the form that made of sheets in cards containing English lesson and images to be scrambled and can be paired again in accordance with a questions and answers keys cards that have been established and become English Language material in Bolaang Mongondow Iftidaiyyah Madrassa in Indonesia to the East. The application of this learning model is easy, which consists of sheets of cards containing a simple text and images that can train to the participants in the process of teaching in the classroom. As for the English lessons that will be applied which is simple because the participants have basic english level. This research uses the qualitative descriptions of research methods, the object of this research is the application of learning Model of Make A Match that has been designed to be some cards that had been written with English lesson and will be practiced to the participants the Micro Teaching Training In Workplace Learning Models of Iftidaiyyah Madrasah Teachers In Bolaang Mongondow East, with the number of participants 30 people with a background of the teaching profession. This research aims to describe how a civil servant instructor to manage learning, and describes the responses of the participants after the learning process, and describe the results of the study of participants in the cognitive aspects are analyzed by qualitative descriptive after the application of cooperative learning model of Make A Match. The application of Make A Match Model can improve the Learning ability and effort of the participants and the competence in speaking skill in English with economicly and practical ,especially for the participants of Workplace Learning Models at Iftidaiyyah Madrasah Teachers in Bolaang Mongondow East. Keywords: Models of learning, Make A Match, English Language, Micro Teaching
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh Widyaiswara untuk membuat para peserta belajar secara aktif dalam mengembangkan kreativitas berfikirnya. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran adalah membelajarkan para peserta agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi diri sendiri. Para peserta diharapkan termotivasi dan senang melakukan kegiatan belajar yang menarik dan bermakna. Hal ini berarti metode pembelajaran sangat penting dalam kaitannnya dengan keberhasilan belajar. Berdasarkan hasil observasi awal terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris, terdapat beberapa masalah yaitu Proses pembelajaran di kelas tersebut berlangsung hanya sebatas Widyaiswara menerangkan dan para peserta mendengarkan kemudian mencatat pelajaran yang diberikan. Media yang digunakan dalam pembelajaran hanya sebatas papan tulis, tidak terdapat media tambahan lain yang mendukung proses pembelajaran. Tidak terdapat kegiatan belajar yang menarik seperti diskusi kelompok, sebagian besar para peserta jarang terlibat dalam hal mengajukan pertanyaan atau mengutarakan pendapat, walaupun Widyaiswara telah berulang kali meminta para peserta untuk bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas. Ketika Widyaiswara bertanya, tidak ada satu pun para peserta yang menjawab.
2
Banyak para peserta yang tidak memperhatikan penjelasan Widyaiswara, hanya beberapa saat memperhatikan kemudian ramai dan bercanda. Pada kenyataannya
banyak
para
peserta
terlihat
malas,
tidak
percaya
diri
mengerjakan soal-soal latihan. Para peserta kurang antusias dalam mengerjakan tugas Widyaiswara. Sebagian besar para peserta tidak membawa buku bahasa Inggris dari pinjaman sekolah, tidak ada referensi buku lain. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa para peserta kurang terlibat dalam proses pembelajaran seperti diskusi kelompok, bertanya, mengerjakan tugas, memperhatikan penjelasan Widyaiswara, membawa buku sebagai sumber belajar,
meringkas
materi,
dan
mengerjakan
soal-soal.
Hal
tersebut
mengindikasikan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta masih rendah. Pelajaran bahasa Inggris tidak hanya dikuasai dengan mendengarkan dan mencatat saja, masih perlu lagi partisipasi para peserta dalam kegiatan lain seperti bertanya, mengerjakan latihan, mengerjakan pekerjaan rumah (PR), maju ke depan kelas, mengadakan diskusi, serta mengeluarkan ide atau gagasan. Hal ini berkaitan dengan metode yang digunakan Widyaiswara dalam proses pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran tersebut masih menggunakan metode ekspositori dimana
Widyaiswara
menerangkan
materi
dan
para
peserta
hanya
mendengarkan serta mencatat saja, sehingga motivasi belajar para peserta belum berkembang secara maksimal. Metode yang digunakan Widyaiswara dalam proses pembelajaran kurang dapat meningkatkan motivasi para peserta untuk belajar bahasa Inggris.
3
Widyaiswara dapat memilih dan menggunakan beberapa metode pembelajaran, dimana metode pembelajaran yang dipakai dapat menarik perhatian para peserta sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta, ditunjukkan dengan para peserta-para peserta terlibat aktif dalam proses
pembelajaran
dikelas.
Salah
satu
metode
pembelajaran
untuk
mengantisipasi kelemahan metode pembelajaran yang sering dipakai oleh seorang Widyaiswara adalah dengan menerapkan metode pembelajaran Make A Match. Metode tersebut Menggunakan
kartu -kartu yang dapat menarik
perhatian para peserta sehingga dapat memotivasi para peserta dalam mengikuti pembelajaran di kelas serta proses kooperatif pada metode tersebut dapat memacu para peserta dalam belajar bahasa Inggris dalam suatu kelompok. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang kita gunakan sekarang ini adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Sejalan dengan apa yang digariskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab. ( UU Sisdiknas, No. 20 tahun 2003 ).
4
Hasil belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak menjadikan peserta hanya sebagai obyek belajar, tetapi peserta dijadikan sebagai subyek, sehingga peserta bisa terlibat langgsung dalam proses pembelajaran. Selain itu juga, guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton tetapi, guru harus bisa mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan agar peserta senang dalam mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta. Adapun judul penelitian ini yaitu: Penerapan Make A Match dalam Mata Pelajaran bahasa Inggris Pada Micro Teaching Diklat Di Tempat Kerja Model Model Pembelajaran Peserta Madrasah Iftidaiyah Di Bolaang Mongondow ”
B.Identifikasi Masalah Permasalahan yang didapat pada pembelajaran bahasa inggris : 1.Peserta sangat sulit menghafal
kosa kata ataupun teks
bahasa inggris
sederhana disaat mengajar di kelas Madrasah Iftidaiyah dengan menggunakan metode lama atau metode tanpa menggunakan model Make A Match.
C.Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
5
-
Apakah
penerapan
metode
pembelajaran
Make
A
Match
dapat
meningkatkan motivasi belajar dalam penguasaan kosa kata pada peserta Mikro Teaching pada DDTK Model Model Pembelajaran peserta Madrasah iftidaiyyah di daerah Bolaang mongondow Timur dengan materi bahasa inggris ?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian sebagai berikut: Meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris dalam penguasaan perbendaharaan bahasa inggris para peserta Micro Teaching Diklat Di Tempat Kerja Model Model Pembelajaran Peserta Madrasah Iftidaiyyah di Bolaang Mongondow Timur. Dengan penerapan metode pembelajaran Make A Match pada materi bahasa inggris
diharapkan akan memotifasi para peserta untuk
berani mendeskripsikan melalui cerita dengan penerapan metode baca makna dalam kartu -kartu bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara Widyaiswara mengelola pembelajaran, mendeskripsikan respon peserta setelah proses pembelajaran, dan mendeskripsikan hasil belajar peserta pada aspek kognitif dianalisis secara deskriptif kualitatif setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
6
1 . Bagi para peserta : a.Memberikan pengalaman secara nyata kepada para peserta melalui pembelajaran kooperatif Make A Match. b.Meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta c.Memberikan suasana baru dalam pembelajaran sehingga para peserta lebih semangat dalam belajar 2 . Bagi Widyaiswara : a.Memberikan sumbangan pemikiran bagi Widyaiswara dalam pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran sebagai evaluasi Widyaiswara dalam meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta b.Memberikan masukan bagi Widyaiswara mengenai manfaat pembelajaran kooperatif Make A Match untuk meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta c.Membangkitkan kinerja Widyaiswara dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Bagi sekolah dan instansi pendidikan lainnya : a.Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran. b.Menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun program peningkatan proses pembelajaran pada tahap berikutnya. c.Meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran Bahasa Inggris
7
d.Bahan referensi bagi semua pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
8
BAB II LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka. Teknik
belajar
mengajar
mencari
pasangan
(make
a
match)
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah peserta mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. (Anita Lee, 2010: 55) Menurut Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartukartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena dalam pembelajaran ini, peserta ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang memegang pertanyaan pertanyaan.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Make A Match Adalah-sebagai-berikut 1. Widyaiswara menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Di langkah ini Widyaiswara diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi
9
Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka peserta dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu Widyaiswarajuga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik. 2. Menyajikan materi sebagai pengantar. Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini Widyaiswara memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena Widyaiswara dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian peserta yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat peserta untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari. 3. Widyaiswara menunjukkan / memperlihatkan
kartu -kartu kegiatan
berkaitan dengan materi. Dalam proses penyajian materi, Widyaiswara mengajar peserta ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap kartu -kartu yang ditunjukan oleh Widyaiswara atau oleh temannya. Dengan Picture atau kartu -kartu kita akan menghemat energy kita dan peserta akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai Widyaiswara dapat memodifikasikan kartu -kartu atau mengganti kartu -kartu dengan video atau demontrasi yang kegiatan-tertentu. 4. Widyaiswaramenunjuk/memanggil peserta secara bergantian mencari
10
pasangan kartu
kartu –kartu . Di langkah ini Widyaiswara harus dapat
melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan peserta merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga peserta merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. kartu –kartu yang sudah ada diminta oleh peserta untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. 5. Widyaiswaramenanyakan alasan/dasar pemikiran urutan kartu -kartu tersebut. Setelah itu ajaklah peserta menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyakbanyaknya peran peserta dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik. 6. Dari alasan/ kartu -kartu tersebut Widyaiswara memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam proses diskusi dan pembacaan
kartu -kartu ini Widyaiswara harus memberikan
penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta peserta lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan peserta mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa peserta telah menguasai indicator yang telah-ditetapkan. 7.Kesimpulan/rangkuman Di
akhir
pembelajaran,
Widyaiswara
bersama
kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran
11
peserta
mengambil
B. Metodologi Penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dimana data
yang
diperoleh dan dianalisis secara deskriptif. Menurut Nasution (1988:25) bahwa metode penelitian kualitatif ini pada hakekatnya adalah mengamati orang pada lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha menyampaikan bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya Jadi, teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif.
C. Metode Pengumpulan Data. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research). Data dikumpulkan dari media kartu -kartu bahasa inggris yang sudah disediakan oleh widyaiswara dan merujuk pada
referensi yang terkait dengan model
pembelajaran Make A Match sebagai pengampu spesialisasi bahasa Bahasa Inggris pada balai diklat kementerian Agama di Manado.
D. Objek, Lokasi dan Waktu Penelitian. Adapun objek dalam penelitian ini adalah Para Peserta Micro Teaching DDTK
Model Model Pembelajaran Peserta Madrasah Iftidaiyyah
di daerah
kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara , Indonesia dan waktu Penelitiannya yaitu tanggal 23 Oktober 2012 dengan jumlah peserta 30 orang.
12
E. Metode Analisis Data Dalam Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif
dimana
kartu sebagai media data yang berasal dari variasi yang bersumber, pada : ■Manusia (secara perorangan atau kelompok) ■Bacaan (publikasi, termasuk yang sebenarnya) ■Kondisi dan lingkungan (kenyataan atau perasaan dan materi sesungguhnya) ■Obyek, hasil karya, produksi media (tertulis, visual, perasaan dan materi sesungguhnya) ■Peristiwa dan yang terjadi (tulisan, visual, perasaan dan materi sesungguhnya)
F. Definisi Operasional. 1. Apakah itu model pembelajaran? Model pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup, dan urutan model yang dapat memberi pengalaman belajar kepada peserta. Model pembelajaran terdiri dari teknik dan metode yang akan membawa peserta pada pencapaian tujuan. Jadi, model lebih luas daripada metode dan teknik. Model dapat pula diartikan sebagai proses yang dilakukan peserta dalam menyusun tahapan pembelajaran untuk mencapai tujuan, mulai dari menyusun persiapan, merencanakan, menentukan model, dan melaksanakan pembelajaran
13
sampai pada proses evaluasi yang akan dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan metode adalah cara yang digunakan oleh peserta untuk mengorganisasikan kelas pada umumnya, atau menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Contoh: metode ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi, demonstrasi, dsb Adapun teknik pembelajaran sangat bersifat individual. Dua orang peserta yang mengajar materi yang sama dengan metode yang sama belum tentu hasilnya sama karena kedua peserta tersebut memiliki teknik mengajar yang berbeda.
2. Diklat. Menurut Keputusan Menteri Agama Nomor I Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: ”Pendidikan dan Pelatihan adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 40 jam pelajaran, dengan durasi tiap jam pelajaran adalah 45 menit.” Dari uraian diatas sesuai dengan Peraturan Kepala LAN, Nomor 1 Tahun 2006, Widyaiswara adalah orang yang diberi kewenangan untuk menjadi fasilitator dalam proses belajar mengajar di ruang kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan widyaiswara disini adalah: ”Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang, untuk mendidik, mengajar dan atau melatih PNS pada lembaga
14
Pendidikan dan pelatihan.” Karena peran dan fungsinya, maka widyaiswara harus dapat memberikan bimbingan, narasumber, dan mengarahkan berlangsungnya proses belajar mengajar di lapangan. 3. Peserta Diklat. Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa: ”Peserta adalah pendidik Profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.” Sedangkan dalam pengertian lain, menyatakan bahwa ”peserta adalah semua yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.” Dari pendapat tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa peserta adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, berwenang dan bertanggung jawab membina anak didik secara individu maupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah. Peserta adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Menurut Djamarah (2004:33), peserta yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat antara lain: ”Menuliskan dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan, memiliki tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya, menghargai anak didik, bijaksana dan hati-hati serta taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, peserta harus bertanggung jawab atas
15
segala sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam kerangka membina jiwa dan watak anak didik. 4. Model Make A Match. Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Make A Match ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif
adalah
pembelajaran
yang
secara
sadar
dan
sistematis
mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Make A Match adalah suatu metode belajar yang menggunakan kartu -kartu dan dipasangkan secara berurut.
5. Penelitian. Penelitian merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sesuatu atau menyelesaikan suatu masalah untuk mendapatkan solusi Penelitian merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sesuatu atau menyelesaikan suatu masalah untuk mendapatkan solusi.
Keingin-tahuan manusia pada suatu obyek yang akan dipelajari atau
dipecahkan
permasalahannya
bisa
menggunakan
prinsip-prinsip
yang
belandaskan pada teori dan hukum dari ilmu pengetahuan. Suatu fenomena bisa terjadi karena adanya perubahan atau dampak dari suatu rangkaian peristiwa alam atau gejala sosial; yang ingin diketahui, diamati, dipelajari, dipecahkan; menggunakan metode penelitian.
Kita
16
dapat menyaksikan pada beberapa
publikasi ilmiah, betapa ilmu pengetahuan terus berkembang dari waktu ke waktu. Berkembangnya ilmu pengetahuan tentunya tidak terlepas dari hasilhasil penelitian (research) dan percobaan (experiment). Penelitian dilakukan melalui suatu proses, dimulai dari penemuan sesuatu yang ingin diketahui, atau adanya suatu masalah yang akan dipecahkan, selanjutnya penelaahan berdasarkan teori yang ada, perencanaan, pelaksanaan hingga ditemukannya suatu pengetahuan atau pemecahan masalah yang dinyatakan
sebagai
kesimpulan.
Soeratno
dan
Lincoln
Asyad,
(1988),
menyatakan bahwa penelitian itu merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus. Selanjutnya dikatakan suatu proyek penelitian dilakukan dari awal hingga akhir dalam suatu proses, yaitu proses yang terus menerus disempurnakan dalam usaha menjawab persoalan. Bila dilihat dari asal katanya bahwa re-search memiliki arti harfiah pencarian kembali. Penelitian dikategorikan dalam dua metode yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kita mengesampingkan dulu metode penelitian kuantitatif, dalam tulisan ini akan dibicarakan tentang lingkup penelitian kualitatif.
Apakah itu Penelitian Kualitatif ? Penelitian kualitatif meliputi kesatuan dari suatu penafsiran pasangan kartu –kartu yang memiliki uantaian kata atau kalimat bahasa inggris, memecahkan kode, menterjemahkan dan memberikan makna, bukan dalam bentuk frekuensi tertentu yang menunjukkan kurang atau lebih terjadinya gejala alami dalam lingkup kehidupan social.
17
terhadap
BAB III HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Pelaksanaan Micro Teaching Model Make A Match. Dalam Pelaksanaan penelitian pada Kelas Micro Teaching Model Model Pembelajaran peserta MI di daerah Bolaang Mongondow Timur ini, peserta yang menerapkan model Make A Match dimana kartu kartu yang memiliki makna yang dituliskan dengan materi bahasa inggris. Peserta lain berperan sebagai murid yang layaknya sedang menerima pelajaran dari seorang peserta mata pelajaran. Dan Peserta yang berperan sebagai peserta mengajar layaknya mengajar di unit kerjanya masing masing dan disini peserta menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu Make A Match dengan materi yang dipakai yaitu bahasa inggris dengan menggunakan media kartu -kartu.
B.Media kartu -kartu sebagai Media Model Pembelajaran Make A Match.
Model pembelajaran Make A Match adalah suatu metode belajar yang menggunakan kartu -kartu dan dipasangkan / dicocokkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan.Adapun isian materi mengacu pada standar kompetensi dan kopetensi dasar
dari
masing masing capaian yang ingin diterapkan pada peserta kita disekolah. Model Pembelajaran ini mengandalkan kartu -kartu sebagai media dalam proses pembelajaran.
kartu –kartu
ini menjadi factor utama dalam proses
pembelajaran. 18
C. Analisis Data Penerapan Make A Match pada Peserta Micro Teaching DDTK Model Model pembelajaran Madrasah Iftidaiyyah.
Ini ada kartu -kartu dalam bentuk gambar dan teks makna yang dijadikan sebagai media kartu -kartu dalam penerapan model Make A Match pada kegiatan Micro Teaching Model model pembelajaran widyaiswara MI di daerah Bolaang Mongondow Timur. Gambar dan teks makna ini akan dicocokan oleh peserta yang menerapkan model tersebut di kelas, dimana peserta lainnya berperan sebagai Murid mereka dan perlakuan terhadap peserta seperti memperlakukan murid asuhannya di unit kerjanya. Susunan gambar dan teks makna akan menjadi sebuah model pembelajaran dari peserta dalam bercakap bahasa inggris dikelas, sesuai dengan kemampuan dan kreatifitasnya masing masing. Peneliti tidak memberikan Nomor urut gambar dan teks makna dan tidak pula memberikan teks tertulis pada gambar tersebut, dan ini murni gambar dan teks makna. Dan perhatikan mencari pasangan gambar dan teks makna
merupakan
kegiatan dalam kelas antar peserta dan widyaiswara, dan suasananya antara gambar dan teks makna satu dengan lainnya berbeda. Adapun data yang kami dapatkan dari penelitian ini yaitu dilihat dari kemampuan peserta dalam menyusun gambar dan teks makna dan mengekspresikannya dalam bentuk teks tertulis dan gambar
dengan menggunakan bahasa inggris. Hasil
penelitian ini luar biasa bahwa peserta mengalami perubahan secara bertahap demi bertahap menuju output peserta yang memiliki kualitas mengajar yang tidak
19
membosankan dan justru peserta diberikan berekspresi sesuai dengan buah pikirannya dan gagasannya dalam bercerita sesuai dengan kemampuannya dan pengalamannya serta latar belakang pendidikannya yang mumpuni. Perhatikan gambar dan teks makna gambar ini suasananya adalah didalam kelas mulai dari gambar dan teks makna pertama sampai gambar dan teks makna ke empat, sebenarnya lebih banyak lebih kreatif sesuai dengan kreatifitas para peserta. Ini poto kegiatan pembelajaran dan suasana dalam kelas yang sedang praktek mengajar :
Picture 1
Picture 2 20
Picture 3
Picture 4
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan presentase hasil belajar peserta. Hal ini dapat dilihat dari hasil peningkatan presentase tingkat penguasaan materi sesudah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan peningkatan ketuntasan klasikal
21
Model pembelajaran benar-benar dapat dikelola dengan baik oleh peserta. Respon peserta terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match umumnya senang, merasa baru dan berminat mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran yang sama.
D.Keunggulan Pembelajaran Kooperatf Make A Match.
a. Melalui pembelajaran kooperatif peserta tidak terlalu menggantungkan pada widyaiswara, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta yang lain. b.
Pembelajaran
kooperatif
dapat
mengembangkan
kemampuan
mengungkapkan idea atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. c. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. d.
Dapat
membantu
memberdayakan
setiap
peserta
untuk
lebih
bertanggungjawab dalam belajar. e. Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
22
f. Dapat mengembangkan kemampuan peserta untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Peserta dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggungjawab kelompoknya. g. Dapat meningkatkan kemampuan peserta untuk menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil). h.Reaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
E. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Make A Match. a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang perlu waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis peserta akan mengerti dan memahami filsafat pembelajaran kooperatif. Untuk peserta yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh peserta yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.
b. Ciri utama kooperatif adalah bahwa peserta saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari widyaiswara, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh peserta.
23
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, widyaiswara perlu menyadari, bahwa sebenarnya prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu peserta.
d.
Keberhasilan
kooperatif
dalam
upaya
mengembangkan
kesadaran
berkelompok memerlukan periode yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali penerapan strategi ini.
e. Walaupun kemauan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat untuk peserta, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena idealnya melalui kooperatif selain peserta belajar bekerjasama, peserta juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah. (Sanjaya, 2010:249-251)
F.PEMBAHASAN LINGUISTIK TERAPAN BAHASA INGGRIS. Dalam penerapan Model Make A Match yang berupa kartu kartu ini bisa dalam untaian kalimat, kata kata bahasa ingris, gambar bermakna ataupun materi yang ada keterkaitannya dengan mata pelajaran bahasa inggris. Kompetensi ini mengacu pada kemampuan menerapkan dan memahami unsur-
24
unsur tatabahasa, kosakata, lafal, dan ejaan di dalam
kartu -kartu dengan
benar. Klausa/Kalimat • Jenis kalimat berita, tanya, perintah, seru • Bentuk khusus; - keberadaan (there + BE…) - “It was Mr. Benning who opened the meeting”. - “What I mean is you have to meet her soon”. - Questions tags, dsb. • Frasa verba: - Tenses: present/past, simple, continuous/non-continuous, perfect/ non-perfect - Voices: aktif/pasif - Modals: should, may, ought to, will, have to, … • Frasa nominal (dan proses modifikasi): - pronouns (kata ganti) - plural/singular nouns - articles: a, the - demonstratives: this, that, those, these - possessives: my, his, her, our, its, Rina’s, one’s, their sister’s, … - deiktik yang tidak spesifik: each, every, both, all, neither, no, either, some, any - quantitative: one, two, six, a couple of, a quarter of, few, several,
25
much, … - ordinatives: first, second, third, next, last, preceding, subsequent, … - adjectives: long/longer/longest, fast/faster/fastest, beautiful, comfortable, interesting, broken, … - klausa ajektifa dengan kata sambung who, that, which, … • Adverb: easily, more easily, not very easily, … • Prepositions: - tunggal: in, on, of, off, behind, with, without, after, before, … - majemuk: in front of, for the sake of, … • Kalimat majemuk: - setara: dengan kata sambung tunggal (and, but, or) dan jamak (not only X but Y, both X and Y, neither X nor Y, …) - bertingkat: berbagai klausa adverbia dengan kata sambung when, while, because, so, in order that, …; kondisional dengan kata sambung if, as long as, provided that, …. - Sisipan (embedding): • noun clause • relative clause (e.g. restrictive dan non-restrictive) • reported speech Morfologi • jenis kata: kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, dan sebagainya • infleksi: go-went-gone-going; book-books, child-children; long-longerlongest,
26
• derivasi: nation-national-nationality, like-dislike, interpret misinterpret, Kosakata • content words: book, school, boy, go, sleep, write; white, big, lovely; … • function words: kata ganti, preposisi, modals, articles, … • frasa baku: of course, all of a sudden, by the way, … • ungkapan baku: How do you do?, Nice to see you; See you soon, … • kolokasi (kata pasangan): spend money, tall building, nice weather, make a fortune, … • idiom: He kicked the bucket Fonologi (untuk lafal) • Segmental: consonants (p, b, k, l, m, n, …); vowels (a, i, e, u, …) • Suprasegmental: tekanan, intonasi, ritme, ketinggian nada, jeda Eajaan dan tanda baca • huruf • aturan ejaan • tanda baca Kompetensi ini mengacu pada kemampuan menyatakan pesan dengan benar dan berterima menurut konteks sosial budaya yang terkait dengan kegiatan komunikatif yang dilakukan. Faktor sosial dan kontekstual • Variabel partisipan: umur, gender, posisi dan status, jarak sosial, hubungan kekuasaan dan hubungan emosional • Variabel situasional: waktu, tempat, situasi sosial Faktor gaya (style) dan kepatutan
27
• Adat dan strategi kesopanan • Ragam gaya: - ragam formal/informal - register untuk bidang-bidang tertentu Sikap : 1. Memiliki rasa percaya diri dan keinginan untuk meningkatkan kemampuannya memahami berbagai jenis teks-teks lisan yang dipelajari dengan cara: • berinisiatif untuk berlatih dengan temannya, dengan saling membacakan atau memperdengarkan berbagai teks • meminta peserta atau teman untuk membacakan atau memperdengarkan kartu -kartu yang akan dipakai tugas membaca • menjawab/menanggapi pernyataan/pertanyaan dalam bahasa Inggris dalam interaksi dengan peserta dan teman dan tidak takut membuat kesalahan. 2. Peserta melakukan berbagai hal untuk mengungkapkan gagasan dan cerita serta
secara
aktif
dan
mandiri
dan
menyiapkan
diri
untuk
dapat
mempresentasikannya dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar misalnya dengan: • melakukan presentasi apa saja yang telah dibacanya termasuk cerita pendek, buku, komik dsb. • mengemukakan pendapat pribadi tentang apa yang dibacanya • sering memberikan penjelasan tentang fakta yang diketahuinya • sering bercerita dan berdiskusi • menunjukkan keterlibatan dalam kegiatan ekstra berbahasa Inggris
28
• membuat persiapan menyeluruh untuk presentasi yang melibatkan alat bantu audiovisual, kartu -kartu, poster dll. • berusaha melakukan presentasi kartu -kartu secara lisan dalam bentuk atau tentang bentuk yang sedang dipelajari • tampil berbahasa Inggris di depan publik untuk mengemukakan pendapatnya secara kritis. 3. Peserta memiliki rasa percaya diri dan antusias membaca secara nyaring maupun membaca untuk pemahaman berbagai jenis kartu -kartu yang sedang dipelajari dengan • melaksanakan tugas membaca yang diberikan peserta • berinisiatif mencari dan mempelajari teks-teks sejenis, termasuk yang otentik, meskipun tidak ditugaskan • berpartisipasi aktif dalam kegiatan membahas setiap kartu -kartu atau tugas dengan peserta dan teman. 4. Peserta memiliki rasa percaya diri dan antusias mengerjakan tugas tugas yang diberikan dan juga berinisiatif menghasilkan
kartu -kartu yang sedang
dipelajari, yang tercermin dalam • penyelesaian setiap tugas yang diberikan • partisipasi aktif pada kegiatan membahas setiap tugas di kelas • inisiatif mendisain kartu -kartu kartu -kartu dalam berbagai jenis yang sedang dipelajar. Peserta program bahasa juga diharapkan dapat mempertajam rasa bahasanya dalam konteks khusus yang mengarah ke bahasa akademik. Oleh
29
karenanya, selain merespon terhadap mengembangkan
keterampilan
berbicara
kartu -kartu, peserta diharapkan didepan
publik,
berdebat
dan
berseminar dalam bahasa inggris.Kompetensi dasar untuk program ini tidak dirumuskan dalam kerangka keterampilan seperti mendengarkan, berbicara, membaca dan mendisain kartu -kartu karena keterampilan tersebut diharapkan tercakup dalam proses/hasil belajar sebagaimana terlihat dalam indikatornya. Kompetensi wacana bukan merupakan kumpulan pengetahuan tentang kompetensi-kompetensi dasar yang disebut di atas. Kompetensi wacana atau kompetensi komunikatif adalah kombinasi dari kemampuan, strategi dan/ atau prosedur untuk mendayagunakan seluruh kompetensi secara sinergis dalam konteks komunikasi, dalam penciptaan makna, dalam menciptakan
wacana
yang tertata dan utuh, baik yang ber kartu -kartu maupun lisan. Implikasinya, jika kompetensi-kompetensi dasar dan jabarannya disajikan sebagai pengetahuan, bukan berarti kompetensi komunikatif sudah diperoleh. Kompetensi wacana hanya dapat diperoleh jika peserta dilibatkandalam proses dan pengalaman berwacana di dalam maupun di luar kelas. Kurikulum bahasa yang berbasis kompetensi adalah sebuah kerangka sistemik
dan
strategis
yang
membangun
kompetensi
komunikatif
atau
kompetensi wacana. Ini berarti membangun semua kompetensi pendukungnya seperti kompetensi linguistik, tindak tutur, sosiokultural dan strategis serta piranti pembentuk wacana. Artinya, mengajar bahasa tidak berangkat dari pertanyaan “Materi apa yang harus saya ajarkan hari ini?”, melainkan “kompetensi apa yang harus diperoleh hari ini?”. Jika sudah ditetapkan, misalnya, “peserta harus dapat
30
meminta bantuan dengan sopan di sejumlah konteks secara lisan” maka peserta mulai mencari materi yang mendukung pencapaian kompetensi tersebut dari berbagai sumber. Materi yang diperlukan untuk menunjang kurikulum ini tidak terbatas pada apa yang disebut “buku teks”. Oleh karenanya, sumber-sumber berbahasa Inggris apapun, sejauh dapat mendukung pemerolehan kompetensi selayaknya digunakan, dan peserta selayaknya tidak terpaku kepada sebuah buku teks. Declarative knowledge Pengetahuan tentang seluk beluk tentang bahasa seperti yang dijabarkan dalam rincian kompetensi dan pengetahuan lain yang relevan. Precedural knowledge Kemampuan menggunakan pengetahuan tentang bahasa dan pengetahuan lain yang relevan secara dinamis sesuai dengan kon
kartu -kartu dan tujuan
komunikasi. Context of situation Secara teoritis kon
kartu -kartu memiliki minimal tiga unsur, dan ketiganya
mempengaruhi bahasa yang kita gunakan dengan uraian sebagai berikut. • Tenor menunjukkan hubungan antar pembicara (dalam
kartu -kartu ) atau
hubungan antara pembicara dengan pendengar. Jika orang mendengarkan percakapan yang direkam, misalnya, orang biasanya dapat menebak hubungan interpersonal pihak-pihak yang bercakap, misalnya, percakapan antara dua teman akrab, antara widyaiswara dan peserta. Ketepatan tebakan tersebut bukan tanpa dasar. Orang mampu menebak berdasarkan fitur-fitur (features)
31
bahasa yang digunakan, seperti vocative (Sir, John dll.), ungkapan-ungkapan (bloody hell, yeah right dll.). Hubungan ini menentukan pula seberapa sering orang saling mengejek, atau saling bertukar ungkapan penghormatan sehingga hubungan interpersonal juga membatasi tindak tutur apa yang selayaknya digunakan dsb. • Field menunjukkan apa yang sedang menjadi gagasan/topik tulisan atau pembicaraan. Misalnya, dengan mendengarkan rekaman pembicaraan telpon orang dapat menyimpulkan bahwa topik yang dibahas adalah, misalnya, mengapa bayi mereka suka menangis pada malam hari atau topik lainnya dengan mengidentifikasi kosa lukisan yang digunakan. Begitu pula kalau orang membaca tulisan dokter yang membahas mengapa bayi menangis pada malam hari, ia dapat mengidentifikasi topiknya. Dua contoh tersebut memiliki field yang sama meskipun cara pengungkapannya berbeda karena Tenornya berbeda. • Mode menunjukkan jalur komunikasi yang digunakan: jalur lisan atau tertulis. Misalnya, meskipun topik pembicaraannya sama, yaitu tentang bayi yang menangis malam hari, jika jalurnya adalah bahasa lisan, maka bahasa yang digunakan akan berbeda dengan bahasa dokter yang memberi penjelasan tentang hal itu di majalah ilmiah. Singkatnya, hubungan interpersonal, topik pembicaraan dan jalur komunikasi membentuk kon
kartu -kartu situasi yang
membuat orang memilih gaya bahasanya. kartu -kartu dapat dilihat sebagai sepenggal produk komunikasi. Sebuah percakapan menghasilkan istilah
kartu -kartu, begitu pula jika orang menulis. Maka
kartu -kartu mencakup keduanya. Sekumpulan lukisan disebut
32
kartu -
kartu hanya jika kumpulan lukisan/bunyi tersebut memiliki makna; adalah satuan makna. Artinya, dengan melihat/mendengar
kartu -kartu
kartu -kartu orang
dapat menebak siapa saja yang terlibat sebagai pelaku, apa topiknya, apa jalur komunikasinya. Jadi,
kartu -kartu adalah sebuah “rekaman” dari kon kartu -
kartu sehingga disebut wacana. Sebuah wacana tidak lahir dalam kevakuman.; ia lahir dalam kon kartu -kartu.
kartu -kartu semacam inilah yang selayaknya
digunakan dalam pengajaran bahasa agar peserta terpajangkan (exposed) kepada komunikasi nyata yang dicocokan oleh penutur asli. Setiap klausa atau kalimat memiliki paling tidak tiga nuansa makna, yakni interpersonal (interpersonal), ideasional (ideational) dan
kartu -kartu.Ada
kalanya, ketika beberapa klausa berjajar membentuk kalimat majemuk, terdapat pula makna logika (logical), misalnya klausa yang satu menjadi penyebab dari klausa (dengan lukisan sambung because) yang lain sehingga terjadi hubungan logis sebab-akibat. Makna interpersonal dalam klausa direalisasikan dalam Mood-nya. Mood mencakup subyek dan lukisan kerja finite. Lukisan kerja ffinite adalah lukisan kerja, atau bagian dari verb phrase yang potensial berubah-ubah karena pengaruh lingkungannya. Dalam klausa He is going to leave tomorrow, misalnya, finite verbnya adalah is sebab jika subyeknya diganti menjadi they maka finite verb berubah, begitu pula kalau tense-nya diubah menjadi past tense . Bagian lainnya (going to leave) disebut predicator. Jika lukisan kerjanya hanya satu, misalnya He left yesterday, makan left adalah finite (did) dan juga predicator (leave). Subject + Finite* menunjukkan maksud (Mood) seseorang, misalnya:
33
a) He leaves at 7 every morning menggunakan declarative mood, berarti maksud pembicara ini, atau mood-nya, atau tindak tuturnya, adalah “memberi informasi”. b) Did he leave at 7? menggunakan interrogative mood, berarti maksud pembicara ini, atau mood-nya, atau tindak tuturnya adalah “meminta informasi”. c) Leave at 7! menggunakan imperative mood, berarti maksud pembicara ini, atau mood-nya, atau tidak tuturnya adalah “meminta orang melakukan sesuatu” Dalam a), b) dan c) terlihat bahwa yang potensial membedakan maksud hati seseorang adalah mood. Pada a), maksud hati atau makna interpersonalnya adalah “aku memberi tahu engkau bahwa...”, pada b), maksud hatinya adalah “aku bertanya kepadamu apakah...”, pada c), maksud hatinya adalah ”lakukan yang aku minta, yakni...”. Oleh karena itu, Mood mengungkapkan makna interpersonal, yakni makna hubungan “aku dan kamu”. Makna ideasional adalah makna apa yang tersurat. Dalam kalimat He leaves at 7 every morning, subyek he berarti orang laki-laki tertentu, bukan perempuan, lukisan leaves berarti “berangkat”, bukan “pulang” dsb. Makna ideasional terkandung dalam lukisan-lukisan, meskipun dalam kon kartu -kartu tertentu orang menggunakannya dengan maksud yang berbeda. Dalam
kartu -kartu yang lebih besar biasa dijumpai bahwa urutan
tertentu harus dipatuhi agar
kartu -kartu mudah difahami. Misalnya, sebuah
resep tidak dimulai dengan “cara memasak” dan dilanjutkan dengan “bahan”. Singkatnya, tata
kartu -kartutual
kartu -kartu memiliki fungsi, memiliki makna
34
dan sangat bermanfaat dalam mengembangkan
kartu -kartu agar menjadi
menarik dan efektif. Fitur berasal dari lukisan “feature”. Pada umumnya bahasa lisan memiliki fitur-fitur khusus seperti “well..., yeah right, dsb. dan kalimat-kalimat yang cenderung pendek. Bahasa tulis diwarnai oleh fitur-fitur khusus seperti banyaknya noun phrase, panjangnya kalimat dan pilihan lukisan seperti “however, therefore, dsb. Wacana dapat diartikan sebagai peristiwa komunikasi dalam media kartu -kartu secara sistematis sesuai dengan norma budaya yang melingkupinya. Semiotik social: adalah sistem-sistem tanda yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berkomunikasi seperti lampu lalu-lintas, marka jalan, bahasa, dll. Register adalah bahasa yang digunakan dalam kon kartu -kartu situasi tertentu yang sangat dipengaruhi oleh topik yang dibicarakan, pihak yang terlibat dalam komunikasi dan media yang digunakan untuk komunikasi tersebut. Dengan lukisan lain, kon
kartu -kartu situasi melahirkan register yang
berpengaruh terhadap makna yang dinegosiasikan. Contohnya, makna lukisan “bunga” dalam kon
kartu -kartu bank memiliki makna yang berbeda dengan
“bunga’ dalam kon kartu -kartu tanaman atau toko bunga. Language accompanying action: Ini adalah bahasa yang digunakan oleh widyaiswara maupun peserta untuk menyertai tindakannya. Oleh widyaiswara, bahasa ini digunakan mengelola kelas seperti memberi instruksi, mengatur peserta, memberi komentar
35
atau lazim disebut scaffolding talk. Oleh peserta, bahasa ini digunakan untuk bermain, bertikai, bekerja bersama teman, dsb. Bahasa inilah yang diharapkan dikembangkan pada tahap awal dikenalkannya bahasa asing. Reader response: Pendelukisann Reader response merupakan pergeseran paradigma dari analisis yang terfokus pada
kartu -kartu kepada tanggapan peserta terhadap
kartu -kartu,ini bertujuan mendidik peserta menjadi pembaca yang baik untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk melakukan imaginative re-creation terhadap apa yang dilihatnya dan bukan memaksakan kemurnian dan makna kartu -kartu .
36
BAB IV SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif Make A Match dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris para peserta Micro Teaching pada Diklat Di Tempat Kerja Model Model Pembelajaran widyaiswara MI di wilayah Bolmong Timur , Sulawesi Utara.
Hal ini dapat dilihat dari hasil peningkatan presentase tingkat penguasaan materi sesudah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan peningkatan ketuntasan klasikal. Hasil belajar peserta pada tiap siklus mengalami peningkatan. Model pembelajaran benar-benar dapat dikelola dengan baik oleh widyaiswara. Respon peserta terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match umumnya senang, merasa baru dan berminat mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran yang sama.
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk: a. Sumber acuan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut.
37
b. Sumbangan pemikiran bagi Widyaiswara untuk mengembangkan variasi metode pembelajaran. c. Menambah wawasan Widyaiswara dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Inggris. 2. Implikasi Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa Inggris di kelas DDTK Model Model Pembelajaran Madrasah Iftidaiyyah di kabupaten Bolaang Mongondow Timur, yaitu untuk memotivasi belajar bahasa Inggris para peserta dapat ditingkatkan dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif Make A Match. C. Saran 1. Bagi Widyaiswara a. Pelaksanaan penerapan pembelajaran kooperatif Make A Match membutuhkan instruksi yang jelas agar para peserta dapat membedakannya dengan metode pembelajaran diskusi, oleh sebab itu Widyaiswara hendaknya memberikan instruksi dan arahan yang jelas kepada para peserta tentang pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif Make A Match agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif. b. Widyaiswara hendaknya lebih inovatif lagi pada saat memberikan apersepsi dan motivasi kepada para peserta, misalnya dengan menggunakan metode atau alat bantu dalam proses belajar mengajar. Sehingga diharapkan para peserta akan lebih tertarik untuk memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh Widyaiswara.
38
2. Bagi Para peserta a. Para peserta hendaknya memperhatikan instruksi yang diberikan oleh Widyaiswara
dengan seksama agar dapat melaksanakan pembelajaran
kooperatif Make A Match dengan baik. b. Para peserta hendaknya tidak tergantung pada materi yang diberikan oleh Widyaiswara saja, tetapi juga lebih aktif mencari informasi materi dari sumbersumber lain sehingga akan menambah wawasan para peserta dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. c. Para peserta hendaknya lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. Semoga hasil penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan penelitian yang lebih mendalam serta dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pendidik.
39
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, L, 1933 Language. New York : Henry Holt and Company. Aarts & Aarts 1982, English Syntactic Structure : Functions And categories In Sentence Analysisi. Oxford: Pergamon Press. Srikanti, (2008). Model-model Pembelajaran yang Efektif. [online]. Tersedia: http://k4bahasaindonesia.blogspot.com/2008/03/model-model-pembelajaran-yangefektif.html [3 januari 2012] Suryatno (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovativ. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Prayoga dan Ati (2008). Menjadi Warga Negara yang Baik. Jakarta: Pusat Perbukuan. Sukarto
(2009). Model Pembelajaran 3. [online]. Tersedia: http://suksesbersamasukarto.blogspot.com/2009/12/model-pembelajaran-3.html [25 Desember 2011] Agus Supriyono,Make A Match,2010
www.make a match.com www.teori make a match.com www.model model pembealajaran.com http:// model make a match.com
40
BIODATA PENULIS
Nama
: Puryanto,SS
TTL
: Tangerang, 17 Mei 1967
NIP
: 196705172005011004
Pekerjaan
: PNS sebagai Widyaiswara Muda
Alamat Instansi
: Jl. A.A. Maramis Km.09 Paniki-Kairagi Manado Sulawesi Utara
E-MAIL
:
[email protected] (FB:puryanto ramlah manado)
Pengalaman Pendidikan: S1, Sastra dan Bahasa Inggris di Universitas Samratulangi di Manado 1998. S2, Linguistic Antropologi , Pasca Sarjana di Universitas Samratulangi di Manado ( masih Studi). Pendidikan dan Pelatihan: Pernah mengikuti TOT Bahasa Inggris di Depok; TOT Penilaian Berbasis Kelas, TOT Model Model Pembelajaran dan TOT Penelitian Tindakan Kelas diCiputat Jakarta; Karya Tulis Ilmiah di Bekasi ; Diklat Barang dan Jasa di BDK Manado.dll Pengalaman Memberikan Trainning : 2003
: Memberikan Pelatihan bahasa Inggris pada Bank Artha Graha Manado, PT Pelni Cabang Manado, PT Jas Airport Service
2005 s/d sekarang
:Widyaisawara di tiga Wilayah kerja Sulawesi Utara, Gorontalo Dan Maluku Utara di Indonesia Timur.
41