PENGENALAN TENTANG PENTINGNYA PERAN KEPEMIMPINAN PADAMASA TRANSISI ORGANISASI BIROKRASIDI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO Oleh : Andi Rahman Giu.,SE.,MM NIM. 197806302003121005 Widyaiswara Muda Website:
[email protected]
ABSTRAK Balai Diklat Keagamaan Manado merupakan salah satu organisasi birokrasi yang mengalami masa transisi akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Perubahan kebijakan-kebijakan tersebut berupa sistem pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan remunerasi yang belum ada realisasinya sampai sekarang, serta dengan adanya pemotongan anggaran yang berimplikasi negatif terhadap kegiatan-kegiatan kediklatan yang tidak dapat dilaksanakan. Untuk mengatasi masa transisi, maka setidaknya pemimpin harus melaksanakan, yaitu: (1) Fokus Dalam konteks birokrasi kepemimpinan berfokus pada kepentingan negara sebagaimana sumpah jabatan yang kita hafalkan ketika mengikuti prajabatan yaitu panca prasetya korps pegawai Republik Indonesia. (2) Trust (Kepercayaan) Unsur kepercayaan memainkan peranan yang teramat penting. Tidak mungkin seseorang menjalanan sebuah organisasi bila didalamnya tidak ada unsur kepercayaan, baik itu kepercayaan vertikal maupun horizontal. (3) Team Spirit (Grup Spirit) Harus diakui bahwa birorkasi yang mengutamakan group performance seringkali lebih berhasil dalam membina team spirit karena adanya kepatuhan pada central leadership. (4) Respect. Jadi respek kepemimpinan khususnya untuk mengatasi masa transisi harus benar-benar memberikan efek yang baik terhadap pegawai dalam organisasi. (5) Risk (Resiko) Para pemimpin birokrasi sering tidak berani mengambil resiko, dan hal ini seringkali berdampak terhadap sustainability birokrasi ketika organisasi mengalami masa transisi. Untuk itu pengambilan resiko harus dapat diprediksi sehingga tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kata Kunci : Kepemimpinan dan Transisi
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memimpin dalam masa transisi suatu kebijakan birokrasi berbeda dengan memimpin organisasi yang sudah berjalan dengan baik dan perlu dikembangkan. Memimpin pada masa transisi sangat membutuhkan karisma, keahlian, dan behavior untuk mengambil keputusan. Sasaran jangkan pendek harus lebih diprioritaskan ketimbang visi dan strategi untuk membangun sustainability. Tidak ada gunanya mengejar visi jangka panjang bila sasaran jangka pendek tidak berhasil dilaksanakan, sehingga malah membuat akan semakin terpuruk. Dari beberapa contoh kasus krisis organisasi kita lebih banyak melihat apa yang menjadi masalah utama dan mendesak, serta bagaimana mengatasinya dengan cepat. Ketika seorang pemimpin tidak mampu berbuat apa-apa pasti yang pertama menjadi korban adalah staf pegawai. Apalagi sampai staf dijadikan bemper (analogi pelindung mobil) untuk mendapatkan sesuatu yang besar dan tendensi kepentingan pribadi. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak patut dilakukan oleh seorang pemimpin, karena harus diingat bahwa: “setiap apa yang kita perbuat pasti akan diminta pertanggungjawabannya”. Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk mengatasi permasalahan pada masa transisi ini, termasuk merapatkan barisan dan membuat langkah-langkah konkrit untuk mengatasinya. Bukan justru menjadikannya semakin memburuk, dimana kegiatan operasional menjadi stagnan. Balai Diklat Keagamaan Manado merupakan salah satu organisasi birokrasi yang mengalami masa transisi akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Perubahan kebijakan-kebijakan tersebut berupa sistem pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan remunerasi yang belum ada realisasinya sampai sekarang, serta dengan adanya pemotongan anggaran yang berimplikasi negatif terhadap kegiatan-kegiatan kediklatan yang tidak dapat dilaksanakan. Hal ini mengakibatkan banyak pegawai dan widyaiswara tidak ada pekerjaan yang dapat dilaksanakannya. Ini merupakan dampak masa transisi yang dihadapi oleh pegawai dan widyaiswara pada Balai Diklat Keagamaan Manado. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang dapat membuat suatu rumusan-rumusan dan terobosan sehingga dapat mengatasi permasalahan sebagaimana uraian diatas. Melalui penulisan ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi sehingga terinspirasi untuk dapat menciptakan terobosan-terobosan baru yang diarahkan pada perbaikan pada masa transisi tersebut.
B.
Rumusan Permasalahan 1.
Bagaimanakah konsep manajemen kepemimpinan dalam menghadapi masa transisi dalam organisasi birokrasi?
2.
Bagaimanakah langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan masa transisi dalam organisasi birokrasi?
C. Tujuan Penulisan 1.
Untuk mengetahui konsep manajemen kepemimpinan dalam menghadapi masa transisi dalam organisasi Birokrasi.
2.
Untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan masa transisi dalam organisasi birokrasi. 2
D. Manfaat Penulisan 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan berkaitan dengan manajeme kepemimpinan 2. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian berkaitan dengan manajemen kepemimpinan.
PEMBAHASAN A. Definisi Kepemimpinan Keberadaan pemimpin memegang peranan penting dalam suatu organisasi. Peran seorang pemimpin adalah sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negosiator (spokes person), dan sebagai pembina (coach). Studi tentang kepemimpinan dilakukan melalui berbagai cara, tergantung dari metodologi yang dipilih oleh peneliti dan definisi kepemimpinan. Sebagian besar penelitian kepemimpinan meliputi pendekatan ciri-ciri pemimpin (traits approach), perilaku pemimpin (behavior approach), pengaruh-kekuasaan (power- influence approach) dan pendekatan situasional (situational approach). (McClelland, 1985; Compball, & Grant, 1974 dalam Chen, 2002). Kebanyakan teori terbaru dari kepemimpinan amat terpengaruh oleh James McGregor Burns (1978). Burns membedakan antara kepemimpinan yang melakukan tranformasi dengan kepemimpinan transaksional (Yulk, 2009). Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma
baru
dalam arus
globalisasi
dirumuskan
sebagai
kepemimpinan
transformasional.
Kepemimpinan transformasional, digambarkan sebagai gaya kepemimpinan yang dapat membangkitkan atau memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya (I) Selain itu, gaya kepemimpinan tranformasional dianggap efektif dalam situasi dan budaya apapun ( Bass: 1996, 1997, dalam Yukl 2009). Kepemimpinan transformasional, digambarkan sebagai gaya kepemimpinan yang dapat membangkitkan atau memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya. (Bass: 1985,1996 dalam Yukl, 2009).
E.
Kepemimpinan Masa Transisi Masa transisi merupakan ketidakpastian dalam melaksanakan sistem operasionalisasi kantor. Masa transisi seringkali kita belum bisa mengetahui dampak dari suatu perubahan kebijakan, apakah dampak positif atau dampak negatif. Hal ini penting mengingat bahwa ketika terjadi masa transisi maka kita harus mampu mengarahkan pada hal yang positif. Menurut Djohan (2005:152) Lima kunci kepemimpinan organisasi birokrasi dalam mengatasai masa transisi, yaitu: 1.
Focus (Fokus) Dalam konteks birokrasi kepemimpinan berfokus pada kepentingan negara sebagaimana sumpah
jabatan yang kita hafalkan ketika mengikuti prajabatan yaitu panca prasetya korps pegawai Republik Indonesia. Visi, strategi, dan operasional dikendalikan dengan sistem yang sangat birokrasi, serta mengikuti
3
aturan-aturan yang ketat. Fokus pada permasalahan merupakan hal yang penting dan segera mungkin untuk diatasi. 2.
Trust(Kepercayaan) Unsur kepercayaan memainkan peranan yang teramat penting. Tidak mungkin seseorang menjalanan
sebuah organisasi bila didalamnya tidak ada unsur kepercayaan, baik itu kepercayaan vertikal maupun horizontal. Kepercayaan (trust) didefinisikan sebagai kemauan untuk bertumpu kepada seseorang yang kita percaya dan yakini. Kita mempercayai seseorang karena mengganggap orang itu punak kredibilitas sesuai dengan satunya kata dan perbuatan yang telah ditunjukkannya secara konsisten. Dalam dunia birokrasi terbiasa melihat pemerintah sebagai birokrasi yang memegang otoritas yang memiliki power untuk menentukan arah kebijakan dan juga selalu memberikan arahan-arahan yang bersifat sistematis. Pada sistem ini para pemimpin birokrasi memperoleh proteksi dari pemerintah. Ada 2 (dua) fenomena yang terjadi berkaitan dengan unsur kepercayaan khususnya di organisasi birokrasi, yaitu: a. Kredibilitas dari orang yang dipercaya untuk dapat dipercaya merupakan bagian terpenting dalam karakteristik kepemimpinan b. Itikad baik dari pihak yang dipercaya terhadap pihak yang mempercayainya, dengan katalain respek terhadap bawahannya Makna dari definisi lain tentang trust sebenarna bersandar pada premis ang sama, yaitu bahwa kepercaaan adalah sikap percaya kepada seseorang dan keyakinan kepada suatu target yang hendak dicapai. Pada konteks kepemimpinan, kepercayaan kepada seseorang akan sangat menonjol bila pemimpin itu dapat menjadi pandu (modeling the way). Pada praktiknya katika seorang pemimpin menjalankan organisasi dalam birokrasi, ia harus memberi contoh yang baik dan konsisten dalam perilakunya. Kepercayaan ini meliputi tiga aspek, yaitu: a. Percaya pada strategi dan tujuan Untuk memperoleh kepercayaan staf, strategi yang dijalankan pemimpin harus berarah dan merupakan kepentingan bersama yaitu kepentingan dari pemimpin dan yang dipimpin. Strategi ini tentu bersifat realistis, sehingga tidak akan diragukan oleh bawahannya sendiri. b. Percaya pada Pemimpin Personal trust (kepercayaan perorangan) merupakan kepercaaan an glahir karena timbulnya rasa percaya pada seseorang, misalnya rasa percaya bawahan tehadap pemimpin mereka. Disini pemimpin dapat berpendapat bahwa “bila anda percaya pada saya, maka saa dapat memperoleh dukungan anda”. Untuk memperoleh kepercayaan yang sifatnya pribadi seperti ini, pemimpin harus memberikan contoh yang baik dan menciptakan confidence (percaya diri) dikalanagan bawahan. c. Percaya pada Organisasi Semua orang yang dipimpin percaya pada organisasi, karena kepentingan yang diutamakan adalah kepentingan kantor bukan kepentingan pemimpin atau beberapa orang saja. Kepercayaan ini tercipta melalui transparansi, proses, dan sistem kerja yang baik serta penempatan orang-orang yang kompeten dan produktif pada posisi-posisi penting. Disamping itu kepercayaan organisasi 4
(organizational trust) dapat berkembang apabila organisasi memiliki iklim ang mengutamakan pengembangan kepemimpinan melalui pengembangan karir, pelatihan, dan pendidikan, serta setiap orang merasa berkepentingan dalam suatu unit organisasi termasuk Balai Diklat Keagamaan Manado. 3.
Team Spirit (Grup Spirit) Harus diakui bahwa birorkasi yang mengutamakan group performance seringkali lebih berhasil
dalam membina team spirit karena adanya kepatuhan pada central leadership. Dalam krisi teamawork adalah sesuatu yang sangat penting. Ini terjadi karena umumnya masa transisi umumnya bersifat multidimensi, sehingga memerlukan perhatian dan banyak ahli-ahli khusu untuk mengatasi setiap bagiannya. Dalam konteks ini, seorang pemimpin dikatakan berhasil bila ia sanggup mengelola masa transisi bukan semata-mata karena keahliannya, melainkan karena kekuatan dan kekompakan dari sebuah tim. Berbagai sub tim dalam suatu organisasi juga hasil bentukan dari suatu tim yang besar, yang masingmasing sub tim tersebut mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing. Semuanya harus bekerja secara terfokus bidang tugas masing-masing, sehingga dapat merealisasikan sasaran kerja yang lebih besar. Menurut Robby Djohan (2005:189), untuk memberdayakan tim efektif,maka diperlukan: a. Deskripsi kerja ang jelas Dalam membentuk suatu tim, harus ditetapkan tugas dan tanggung jawab bagi seiap eksekutif maupun manajer secara jelas. Kalau ini tidak dilaksanakan, akan timbul kebingungan, kerancuan dan perselisihanpendapat. b. Iklim komunikasi Penciptaan iklim komunikasi yang baik merupakan hal penting dalam mengatasi masa transisi dalam suatu organisasi birokrasi. Dengan hilangnya honor megajar dan menuruna honor panitia, seolaholah terlihat penurunan motivasi kerja staf pegawai dan widyaiswara. Untuk itu diperlukan pemimpin yang mampu menciptakan iklim komunikasi yang baik, dengan memberikan penjelasan-penjelasan dengan bertatap muka langsung dengan bawahannya. Melihat peluang-peluang yang dapat dilaksanakan untuk menggerakkan operasionalisasi kantor. c. Atasi Perbedaan Pendapat Dari suatu tim seringkali terjadi perbedaan pendapat. Dengan etika yang baik sebenarnya perbedaan pendapat itu sah dan perlu, namun masih dalam tataran yang positif dan bermanfaat bagi organisasi. Untuk sebagai seorang pemimpin kita harus menjaga netralitas, tidak berpihak, dan setiap keputusan harus didasarkan pada kepentingan kantor. Intinya pemimpin harus dapat mengakomodir saran-saran yang ada baik dari staf ali tingkatan struktural. Hal ini penting karena seringkali informasi yang didapatkan tidak seimbang, hal ini akan merugikan orang lain. d. Reward dan Recognation Agar motivasi dan semangat tim tetap berkobar, setiap keberhasilan harus diakui (recognized), dihargai (reward), dan diberi imbalan. Dengan demikian setiap individu dalam tim akan termotivasi. Begitu pula setiap orang atau tim yang berhasil, harus diberi penghargaan. Kita harus menciptakan suatu pengakuan terbesar adalah kebanggaan mereka atas pengakuan terhadap hasil yang dicapai. 5
e. Memilih Orang Terbaik Dalam suatu tim memilih orang terbaik untuk mengatasi masa transisi adalah isu yang paling kruisial. Isu yang seringkali muncul di Balai Diklat Keagamaan Manado adalah tentang hilangnya honor dan akan datangnya remunerasi, ini adalah suatu transisi yang sangat kruisial untuk diperhatikan. Suatu tim yang kuat karena didukung oleh orang-orang terbaik akan memberikan efek positif terhadap organisasi. 4.
Respect Dalam dunia birokrasi ada kesan yang selama ini terjadi yaitu respek lebih didasarkan pada
senioritas. Bagi kebanyakan orang Indonesia, respk sering diterjemahkan secara basa-basi misalnya: “enggan berdebat dengan atasan secara terbuka, mengatakan “ya” didepan atasan, tetapi kemudian tidak melaksanakannya. Sebaliknya, basa-basi yang sama juga tampak pada wacana publik para pemimpin kita. Jadi respek kepemimpinan khususnya untuk mengatasi masa transisi harus benar-benar memberikan efek yang baik. Pada setiap transisi hampir bisa dipastikan ketidakjelasan antara harapan yang baik atau harapan yang tidak baik. Perasaan seperti ini umumnya muncul dalam diri pegawai secara luas. Untuk itu, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan dan memotivasi mereka. Dengan sikapnya yang optimistis, seorang pemimpin harus mampu membangun kembali harapan yang baik ditataran bawahannya. Keduanya bahkan tidak dapat diKepiawaian untuk memotivasi staf menjadi hal penting yang dituntut pada kualifikasi seorang pemimpin ketika menghadapi krisis. Motivasi memberikan daya dorong kepada stiap orang untuk memiliki keyakinan bahwa masa transisi dapat diselesaikan dan akan berimplikasi positif. Banyak pemimpin ketika mengadapi masa transisi justru lebih banyak “waiting” atau tidak bisa berbuat apa-apa. 5.
Risk(Resiko) Ketatnya peraturan-peraturan yang berlaku di birokrasi berdampak negatif pada kemampuan mereka
untuk melakukan perubahan baik eksternal maupun internal. Para pemimpin birokrasi sering tidak berani mengambil resiko, dan hal ini seringkali berdampak terhadap sustainability birokrasi ketika organisasi mengalami masa transisi. Hubungan antara risk (resiko) dan change (perubahan) sangatlah dekat keduanya bahkan tidak dapat dipisahkan. Semua perubahan membawa resiko, jika tidak diantisipasi perubahan yang akan terjadi, resiko yang muncul akan sangat mengejutkan kita. Bahkan ketika kita sedang merencanakan perubahan, resiko sudah hadir dalam setiap tahap perencanaan dan pengambilan keputusannya.
PENUTUP A. Kesimpulan Untuk mengatasi masa transisi, maka setidaknya pemimpin harus melaksanakan, yaitu: (1) Fokus Dalam konteks birokrasi kepemimpinan berfokus pada kepentingan negara sebagaimana sumpah jabatan yang kita hafalkan ketika mengikuti prajabatan yaitu panca prasetya korps pegawai Republik Indonesia. (2) Trust (Kepercayaan) Unsur kepercayaan memainkan peranan yang teramat penting. Tidak mungkin seseorang menjalanan sebuah organisasi bila didalamnya tidak ada unsur kepercayaan, baik itu 6
kepercayaan vertikal maupun horizontal. (3) Team Spirit (Grup Spirit) Harus diakui bahwa birorkasi yang mengutamakan group performance seringkali lebih berhasil dalam membina team spirit karena adanya kepatuhan pada central leadership. (4) Respect. Jadi respek kepemimpinan khususnya untuk mengatasi masa transisi harus benar-benar memberikan efek yang baik terhadap pegawai dalam organisasi. (5) Risk (Resiko) Para pemimpin birokrasi sering tidak berani mengambil resiko, dan hal ini seringkali berdampak terhadap sustainability birokrasi ketika organisasi mengalami masa transisi. Untuk itu pengambilan resiko harus dapat diprediksi sehingga tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
B.
Rekomendasi 1.
Kepemimpinan yang harus dapat melindungi bawahannya pada saat mengalami masa transisi, dimana mampu menyusun program-program yang dapat mendukung terciptakan suatu kerja yang kondusif.
2.
Kepemimpinan selalu melibatkan seluruh komponen dalam organisasi untuk menetapkan suatu komitmen kerja bersama, serta menerima usulan-usulan ang disampaikan oleh bawahan.
3.
Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja pegawai yang menjadi bawahannya, bukan hanya mengejar target-target tanpa memperhatikan kondisi stafnya.
DAFTAR PUSTAKA Bass, B.M. 2001.Leadership and performance Beyond Expextations. New York: Free Prees. Baron, R.M., and Kenny, D.A. 1986. “The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Phsycological Research : Conseptual, Strategic and Statistical Considerations”, Journal of Personality and Social Phsycological, Vol. 51, No. 6 p. 1173-1182 Butler, John K. et. al.1999. Transformation Leadership, Upward Trust and Satisfaction in Self managed Work Teams”, Organization Development Journal, Vol. 17, p. 13-16 Djohan Robby. 2006. Leading in Crisis “Praktik Kepemimpinan dalam Mega Merger Bank Mandiri”. Penerbit Bara. Jakarta. Kreitner R. dan Angelo Kinicki. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT Salemba Emban Patria. Robbins, S. P. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh Bahasa Indonesia. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia. Robbins, S. P. 2006. Perilaku Keorganisasian : Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Jakarta : PT Prehallindo Tondok M.S.dan Andika, R. 2004. Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_marcel_rita.pdf Yulk G. 2009. Kepemimpinan dalam Organisasi”. Jakarta: PT. Indeks
7