PENERAPAN MODEL SAVI PADA DIKLAT GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA/SMK DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO Oleh : R U S L I Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui kemempuan guru pendidikan agama islam SMA/SMK untuk memahami konsep serta penyusunan langkah-langkah penerapan model SAVI dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Istilah SAVI sendiri adalah singkatan dari ; Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands on, aktivitas fisik) dimana cara belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menaggapi; Visualisation yang bermakna belajar haruslah menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intelectually yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan menggunakan kemampuan berfikir (minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengindentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Penggunaan model SAVI sangat tepat diterapkan pada pembelajaran materi Pendidikan agama islam, yang meliputi: Fiqh, SKI, Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak. Penulisan artikel ini berdasarkan aktivitas peserta dalam proses pendidikan dan pelatihan sehingga mereka menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan dan pada akhirnya menarik kesimpulan. Kata Kunci : Penerapan, Model SAVI, Guru PAI, SMA/SMK.
1
Pendahuluan A. Latar Belakang Lembaga pendidikan dan pelatihan (Diklat) merupakan salah satu instrument yang dipakai oleh pemerintah dalam meningkatkan kompetensi aparatur Negara, di seluruh kementerian yang ada di Indonesia. Lembaga pendidikan dan pelatihan termasuk didalamnya Kementerian Agama. Tuntutan stakeholder dalam peningaktan kualitas diklat merupakan hal yang penting untuk diperhatikan atau ditindaklanjuti. Diklat dapat dipandang sebagai suatu system,
dilihat dengan pendekatan Input –
Proses – output. Sebagai inputnya adalah calon peserta, tenaga pengajar, administrator, dana, sarana dan prasarana, kurikulum, buku-buku perpustakaan, laboratorium serta alat-alat pembelajaran baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Dan konten proses kediklataan
meliputi mengelola lembaga diklat,
mengelola
kegiatan
program
diklat,
mengelola
belajar-mengajar
dengan
menggunakan berbagai metode. Sedangkan outputnya adalah lulusan yang kompetensi kerjanya mengalami kemajuan sesuai dengan standar yang diharapkan. Karena dipandang sebagai suatu sistem maka antara unsur yang satu dengan unsur yang lain saling berkaitan, artinya semua unsur dalam diklat berperan dalam pencapaian tujuan kediklatan. Strategi
pembelajaran
akan
berpengaruh
terhadap
pelaksanaan
pembelajaran. Apabila proses pembelajaran dapat efektif maka akan meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, proses pembelajaran yang kurang efektif akan menjadikan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran kurang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran sangat menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Efektifitas proses pembelajaran sangat tergantung pada straategi yang digunakan. Apabila strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik akan menumbuhkan partisipasi, sehingga akan tercapai hasil pembelajaran yang efektif. Diklat Guru Pendidikan agama islam
SMA/SMK merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru. Sedangkan guru merupakan salah satu unsure penting terhadap penanaman dan pembiasaan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari dirumah maupun di sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan diberi tugas dan tanggung jawab oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional “Berkembangnya potensi peserta 2
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Berdasarkan tujuan pendidikan nasioal pemerintah mempersiapkan anak bangsa agar mampu menghadapi persoalan yang muncul, kadangkala bertentangan dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam pancasila dan UUD 1945, hal tersebut
membutuhkan pemecahan. Oleh karena itu masyarakat memberikan
harapan besar pada dunia pendidikan dalam rangka membentuk karakter bangsa. Hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi Balai Diklat Keagamaan untuk dapat memberikan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas terhadap guru. Widyaiswara sebagai pendidik dan pengajar yang mempunyai wewenang, tugas dan tanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan/atau melatih peserta diklat sebagaimana tertuang dalam peraturan MENPAN No. 14 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, maka peran widyaiswara dalam keberlangsungan suatu diklat sangat menentukan. Serta bertanggung jawab dalam proses pembelajaran, karena melalui proses pembelajaran itulah peserta dapat memiliki pengalaman belajar yang nantinya akan meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Dan salah satu komponen yang turut berperan dalam keberhasilan dari proses pembelajaran tersebut adalah penggunaan pendekatan yang tepat. Diantara pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh Widyaiswara pada diklat GPAI SMA/SMK yaitu model SAVI . Menurut Dave Meier Adapun Unsurunsur SAVI antara lain1: somatic, auditori, visual dan intelektual.Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu:2 1. Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat ”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh. 2. Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar.
1
Dave Meier, The Accelerated Learning HandBook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Progra Pendidkan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2005), hal.100 2 Herdian, Model Pembelajaran SAVI, di akses 17 September 2009, dari http://Herdy07.wordpress.com
3
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, atau menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri. 3. Visual : Belajar dengan mengamati. Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar. 4. Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan berfikir. Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulisan makalah dengan judul : Penerapan Model SAVI pada Diklat Guru Pendidikan agama islam SMA/SMK di Balai Diklat Keagamaan Manado. B. Identifikasi Masalah 1. Proses pembelajaran di kelas masih berjalan monoton 2. Metode yang digunakan bersifat konvensional 3. Tingkat penguasaan materi peserta diklat yang masih rendah 4. Pembelajaran berpusat pada guru, 5. Para guru kurang AKIC (aktif, kreatif,inovatif dan cerdas)(pen)
4
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang muncul dan menjadi pokok penting dalam kajian ini adalah : “Bagaimana Menerapkan Model SAVI Dalam Pembelajaran pada Diklat Guru Pendidikan agama islam SMA/SMK di Balai Diklat Keagamaan Manado. D. Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk : Mendeskripsikan Penerapan Model SAVI pada Diklat Guru Pendidikan agama islam SMA/SMK di Balai Diklat Keagamaan Manado.
5
KERANGKA TEORITIK
A. Medel SAVI Model pembelajaran SAVI sangat memperhatikan kegembiraan dalam belajar. Kegembiraan ini berarti bangkitnya minat siswa, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan pada diri siswa. Dengan adanya kegembiraan inilah perhatian dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran akan meningkat. Kualitas perhatian dan motivasi individu terhadap belajar sangat mempengaruhi terhadap kualitas proses dan hasil belajarnya.3 Belajar bukanlah peristiwa kognitif yang terpisah, melainkan sesuatu yang melibatkan dri seseorang secara utuh (tubuh, pikiran dan jiwa) dan seluruh kecerdasan seseorang yang unik. Siswa tidak lagi dipandang sebagai konsumen pasif atas informasi orang lain, melainkan kreator aktif dari pengetahuan keterampilan mereka sendiri. Perpaduan gerakan Fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran dengan unsur somatic(gerak tubuh), auditory (pendengaran), visualization ,dan intellectually (intelektual)4 Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SAVI diartikan menggabungkan segala aspek gaya belajar yang dimiliki siswa sesuai dengan keadaan kelas dan juga proporsi gaya belajar yang ada di dalam kelas. Dengan penerapan konsep belajar tersebut dapat meningkat sesuai keterlibatan dengan indicator ; 1. unsur somatic(gerak tubuh), 2. auditory (pendengaran), 3. visualization ,(penglihatan) dan 4.
intellectually (intelektual) dalam proses
pembelajaran. Sedangkan pengajaran biasa dimana kegiatan belajar mengajar jarang memperhatikan
gaya belajar siswa dengan anggapan bahwa setiap siswa
mempunyai gaya belajar yang sama sehingga pembelajarannya akan berdasarkan keinginan guru tanpa melihat keinginan siswa. Pada dasarnya guru yang mengajar
3 4
Majid, A. (2011). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Meier, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Terj. Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Kaifa. (Buku asli diterbitkan 2000) 6
terkadang sudah memunculkan aspek SAVI tetapi penerapannya kurang sesuai karena tidak mengetahui karakteristik siswanya.
B. Tahapan Pendekatan SAVI. Menurut Meier, pembelajaran SAVI akan tercapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan baik,
jika empat tahap berikut dilaksanakan dengan baik
(Rahmani Astuti, 2002: 106-108). Empat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.5 1. Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan) Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal sebagai berikut. a. Memberikan sugesti positif b. Memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa c. Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna d. Membangkitkan rasa ingin tahu e. Menciptakan lingkungan fisik yang positif f. Menciptakan lingkungan emosional yang positif g. Menciptakan lingkungan sosial yang positif h. Menenangkan rasa takut i. Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar j. Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah k. Merangsang rasa ingin tahu siswa l. Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
2. Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti) Pada tahap ini guru membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal yang dapat dilakukan guru adalah berikut. a. Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan b. Pengamatan fenomena dunia nyata 5
Rahmani Astuti. 2002. The Accelerated Learning Handbook - Panduan Kreatif Dan efektif Merancang Program Pendidikan Dan Pelatihan (Dave Meier.Terjemahan). Bandung: Kaifa. 7
c. Pelibatan seluruh otak dan seluruh tubuh d. Presentasi interaktif e. Grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni f. Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar g. Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim h. Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok) i. Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual j. Pelatihan memecahkan masalah
3. Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti) Pada tahap ini guru membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru adalah sebagai berikut. a. Aktivitas pemrosesan siswa b. Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali c. Simulasi dunia-nyata d. Permainan dalam belajar e. Pelatihan aksi pembelajaran f. Aktivitas pemecahan masalah g. Refleksi dan artikulasi individu h. Dialog berpasangan atau berkelompok i. Pengajaran dan tinjauan kolaboratif j. Aktivitas praktis membangun keterampilan k. Mengajar balik.
4. Tahap Penampilan Hasil (Kegiatan Penutup) Pada tahap ini guru membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal yang dapat dilakukan guru adalah sebagai berikut. a. Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera, b. Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, c. Aktivitas penguatan penerapan, d. Materi penguatan pascasesi kegiatan inti, 8
e. Pelatihan terus menerus, f. Umpan balik dan evaluasi kinerja, g. Aktivitas dukungan kawan. Dari konsep pembelajaran model SAVI tersebu di atas, mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan yang harus dilalui; tahapan persiapan,
tahapan
penyampaian, tahapan pelatihan, dan tahapan penampilan hasil, hal tersebut dianggap sebagai
langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh seorang guru
untuk mempraktekkan model pendekatan SAVI. Dari tahapan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1).Pembukaan, 2).Penguasaan Kelas, 3)Memotivasi siswa, 4)Penguasaan Materi, 5)Pendekatan model, 6)Penggunaan media sederhana, 7)Mengatifkan siswa, 8)Penggunaan waktu, 9)Keterampilan 10)Menyimpulkan dan menutup pelajaran.
9
mengevaluasi,
TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan. Mata diklat methodologi pembelajaran dan micro teaching salah satu materi pada diklat Guru Pendidikan Agama Islam SMA/SMK. Proses pembelajaran berlangsung secara aktif dan menyenangkan karena konsep materi sekalikus praktek. Tatkala penyajian konsep materi methodology pembelajaran berakhir dan peserta dipersilahkan untuk mempersiapkan diri pada pelaksanaan micro teaching di hari berikutnya. Menjelang
pelaksanaan
micro teaching
suasana peserta mulai tegang sehingga konsep metodologi pembelajaran yang sudah di ajarkan terlupakan, tetapi kebiasaan cara mengajar sebelumnya yang muncul, misalnya: Proses pembelajaran di kelas masih berjalan monoton, Metode yang digunakan bersifat konvensional, Tingkat penguasaan materi peserta diklat yang masih rendah, Pembelajaran berpusat pada guru, Para guru kurang AKIM (aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan)(pen). Merubah kebiasaan memang sulit, tapi untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa para guru haru mau memperbaiki cara mendidik, melatih, membimbing dan mengajar. Sebelum micro teaching di mulai peseta dibekali dengan rambu-rambu atau aturan pelaksanaan, misalnya: 1. Rambu- rambu pelaksanaan micro teaching. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Pembukaan, Penguasaan Kelas, Memotivasi siswa, Penguasaan Materi, Pendekatan model, Penggunaan media sederhana, Mengatifkan siswa, Penggunaan waktu, Keterampilan mengevaluasi, Menyimpulkan dan menutup pelajaran, Alokasi waktu 20 menit setiap peserta. Rambu-rambu pelaksanaan micro teaching tersebut diatas sekaligus
menjadi unsur-unsur penilaian, sehingga memudahkan para peserta untuk mempokuskan kegiatan pembelajaran. Kemudian bagi tim penilai micro teaching dibuatkan indicator unsur penilaian agar hasil penilaian obyektif. Adapun unsur penilaian dapat dilihat pada format sebagai berikut. 10
2. Format penilaian pelaksanaan micro teaching. Nama : No Absen : Diklat : N Unsur yang di Indicator Penilaian Total Nilai O Nilai Salam, doa, obrolan 100 1 ringan, apersepsi, Pembukaan tokoh inspiratif. Absen, kebersihan, 100 Penguasaan 2 petugas, informasi, Kelas janji siswa. Konsep materi, soal, 100 Penguasaan 3 jawaban, dipajang. Materi Penanya penjawab. Kelompok, ketua, 100 Pendekatan 4 penyaji, diskusi, model, presentasi. Papan tulis, alat 100 Penggunaan peraga, kertas, 5 gambar, dll sesuai media dengan materi. Ice breaking, diskusi, 100 Mengatifkan 6 tugas, jawaban, siswa tanggapan Cerita Inspiratif, 100 Memotivasi 7 memberikan perhtian, siswa pujian, penghargaan, Pembukaan, kegian 100 Penggunaan 8 inti, penutup. waktu Pertanyaan individu, 100 Keterampilan 9 pasangan, kelompok mengevaluasi 100 Menyimpulkan Kesimpulan, menutup pembelajaran. 10 dan menutup pelajaran Jumlah Keterangan: 1. 91 – 100 = a ( sangat baik) 2. 81 - 90 = b ( baik ) 3. 71 - 80 = c ( cukup ) 4. 61 - 70 = d ( kurang )
Perolehan Nilai
Nilai akhir, Nilai Perolehan Unsur
II,
MANADO, …………… Tim Penilai, I,
…………………..
………………………… 11
3. Hasil micro teaching. Jumlah yang mengikuti micro teaching 30 orang. N O
Unsur yang di Nilai
1
Pembukaan
2
Penguasaan Kelas
3
Penguasaan Materi
4
Pendekatan model,
5
Penggunaan media
Mengatifkan siswa
7
Memotivasi siswa
8
Penggunaan waktu
9
Keterampilan mengevaluasi
10
Menyimpulkan dan menutup pelajaran
Pencapaian Indicator
Jlh guru
Indikator Real dipraktekkan Guru 30 30 9 30 3 30 15 15 2 3 15 3 3 15 3 30 15 15 9 30 3 2 3 3
Persentase
Salam, doa, obrolan ringan, apersepsi, tokoh inspirasi. Absen, kebersihan, petugas, informasi, janji siswa. Konsep materi, soal, jawaban, dipajang. Penanya penjawab. Kelompok, ketua, penyaji, diskusi, presentasi. Papan tulis, alat peraga, kertas, gambar, dll sesuai materi.
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Ice breaking, deseminasi, tugas, jawaban, tanggapan Inspiratif, memberikan perhtian, pujian, penghargaan,
30 30 30 30 30 30 30 30 30
3 9 9 9 9 9 9 9 9
10% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30%
Pembukaan, kegian inti, penutup.
30 30 30
15 15 15
50% 50% 50%
Pertanyaan individu, pasangan, kelompok Kesimpulan kelompok, guru menutup pembelajaran.
30 30 30 30 30 30
9 9 9 15 30 30
30% 30% 30% 50% 100 % 100 %
12
100 % 100 % 30% 100 % 10% 100 % 50% 50% 06.6% 10% 50% 10% 10% 50% 10% 100 % 50% 50% 30% 100 % 10% 06.6% 10% 10%
Dari tabel terseut dapat diklasifikasi : a. 30 Peserta yang melaksanakan indikator : 1. Salam, 2. Doa, 3. Apersepsi, 4. Abesn, 5. Pembentukan kelompok, 6. Presentasi, 7. Membuat kesimpulan, 8. Menutup pembelajaran
b. 15 peserta yang melaksanakan indikator : 1. Memeriksa kebersihan, 2. Cek siapa petugas kebersihan, 3. Membuat konsep materi, 4. Konsen materi di pajang, 5. Membentuk ketua kelompok, 6. Penyaji, 7. Pembukaan tepat waktu, 8. Kegiatan inti tepat waktu, 9. Penutup, 10. Kesimpulan kelompok.
c. 13 peseta yang melaksanakan indikator: 1. Obrolan ringan, 2. Diskusi, 3. Deseminasi, 4. Tugas, 5. Jawaban, 6. Tanggapan, 7. Insfiratif, 8. Memberikan perhatian, 9. Pujian, 10. Penghargaan, 13
11. Pertanyaan individu, 12. Pertanyaan pasangan, 13. Pertanyaan kelompok.
d. 2 . peseta yang melaksanakan indikator: 1. Informasi, 2. Alat peraga, e. 9 peseta yang melaksanakan indikator: 1. Cerita Inspiratif, 2. Janji siswa, 3. Soal, 4. Jawaban, 5. Penanya penjawab, 6. Papan tulis, 7. Kertas, 8. Gambar, 9. Ice breaking. Menurut pemetaan dari indikator penilaian micro teaching diklat guru PAI SMA/SMK terdiri dari a, sampai e, menunjukkan bahwa para guru perlu: 1. Peningkatan pengetahuan tentang : a. Kompetensi guru, b. Gaya belajar siswa, c. Multi kecerdasan siswa, 2. Peningkatan skill tentang model pembelajaran. a. Aktif learning, b. Pendekatan scientific c. Pendekatan SAVI, d. Dan lain-lain. 3. Pembiasaan mempraktekkan model dalam pembelajaran. Dari uraian diatas bahwa kelemahan- kelemahan para guru membuat aktivitas pembelajaran kurang menarik.
14
B. PEMBAHASAN 1. Metodologi pembelajaran. Penerapan metodologi pembelajaran menjadi suatu keharusan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik, dan juga proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Keberadaan metodologi pembelajaran merupakan salah satu solusi yang dapat dijadikan guru dalam memecahkan persoalan belajar dan pembelajaran, karena merupakan hasil pengkajian dan pengujian melalui metode ilmiah. Penerapan metodologi pembelajaran di sekolah atau di madrasah harus dibarengi dengan penguasaan kompetensi paedagogi, profesional, sosial dan kepribadian, menguasai tentang gaya belajar siswa serta kecerdasan mereka. Jika para guru kurang memahami kompetensi guru , maka
kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik kurang baik. Salah satu aspek kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi pedagogik. Dalam kompetensi pedagogik guru dituntut untuk dapat memahami peserta didik serta memahami bagaimana memberikan pengajaran yang benar pada peserta didik. Kompetensi pedagogik adalah keterampilan atau kemampuan yang harus dikuasai seorang guru dalam melihat karakteristik siswa dari berbagai aspek kehidupan, baik itu moral, emosional, maupun intelektualnya. Implikasi dari kemampuan ini tentunya dapat terlihat dari kemampuan guru dalam menguasai priinsip-prinsip belajar, mulai dari teori belajarnya hingga penguasaan bahan ajar. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, lebih rinci dijelaskan apa saja yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru terkait dengan Kompetensi Pedagogik. a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Mengembangkan
kurikulum
yang
terkait dengan mata pelajaran yang
diampu/diajarkan. d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
15
e. Memanfaatkan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk kepentingan
pembelajaran. f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan menguasai kompetensi pedagogik oleh guru, dapat memahami siswa dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan lebih baik dan lebih menyenangkan.
2. Model Pembelajaran. Para guru harus mau meningkatkan skill
tentang
model pembelajaran,
misalnya aktif learning, pendekatan scientific, pendekatan SAVI, dan lainnya. Jika para guru kurang menguasa model- model pembelajaran, maka kegiatan pembelajaran kurang menarik perhatian siswa. Model adalah sebuah pola yang secara mendasar dapat menunjukkan gambaran utuh dari sesuatu yang akan dikerjakan dan hasil yang akan dicapai. Model merupakan patron yang membimbing seseorang agar mudah mengerjakan sesuatu tugas dan tepat sasaran, tepat waktu, tepat guna dan tepat tujuan. Model secara umum dapat dimengerti oleh siapa saja karena model memang sudah mendekati hasil sebenarnya dan orang lain dapat membaca seperti apa produk yang bakal dihasilkan. Dalam dunia pendidikan model pembelajaran telah lama dikenal dan dipakai di Negara-negara maju. Di Indonesia model pembelajaran oleh banyak orang hampir diidentikkan dengan metode sehingga menyebabkan pengertian model menjadi kurang jelas. Mengajar dengan Model Pembelajaran tertentu yang dikenal secara luas menjadi tuntutan zaman, apalagi jika kita kaitkan dengan banyaknya indikasi menurunnya gairah belajar siswa. Model pembelajaran lebih terfokus pada upaya mengaktifkan siswa lebih banyak dibandingkan guru namun tetap dalam ruang lingkup pembelajaran satu tema tertentu yang jelas dapat mencapai tujuan pada saat tertentu tersebut dengan 16
pembuktian indikator-indikator sebagai berikut; Memudahkan dalam melaksanakan tugas pembelajaran sebab telah jelas langkah-langkah yang akan ditempuh sesuai dengan waktu yang tersedia, tujuan yang hendak dicapai, kemampuan daya serap siswa, serta ketersediaan media yang ada. Dapat dijadikan sebagai alat untuk mendorong aktifitas siswa dalam pembelajaran. Memudahkan untuk melakukan analisa terhadap perilaku siswa secara personal maupun kelompok dalam waktu relative singkat. Dapat membantu guru pengganti untuk melanjutkan pembelajaran siswa secara terarah dan memenuhi maksud dan tujuan yang sudah ditetapkan (tidak sekedar mengisi kekosongan). Pemanfaatan Model Pembelajaran sebagai kelengkapan kerja guru harus terus didorong sebab sudah mendesak sifatnya. Keberhasilan penggunaan Model pembelajaran sangat tergantung kemampuan guru dalam menganalisi materi pembelajaran dan kemampuan mengkreasikan materi tersebut kedalam bentuk audiovisual dan grafis. Pemanfaatan Model Pembelajaran mempersingkat tenggang waktu pencapaian sasaran dan tujuan pendidikan.
3. Micro teaching. Pembelajaran micro teaching dapat diarrtikan sebagai cara dalam melatih keterampilan keguruan atau praktik mengajar dalam lingkup kecil atau terbatas. Jumlah pesertanya sekitar 5 sampai 10 orang, ruang kelasnya terbatas, waktu pelaksanaanya berkisar antara 10 dan 15 menit, terfokus kepada keterampilan mengajar tertentu, dan pokok pembahasannya disederhanakan. Fungsi micro teaching
ialah
untuk
memperkuat
pengalaman.
Berlatih
micro
teaching
menyebabkan merasa lebih terampil serta yakin dalam melaksanakan tugas. Adapun pengajaran mikro bertujuan membekali atau mempermahir
tenaga pendidik
beberapa keterampilan dasar mengajar dan pembelajaran serta memahami kapan dan bagaimana menerapkan dalam program pembelajaran. Dalam pelaksanaan micro teaching, para peserta memahami teori, mendiskusikan prinsip, mempraktekkan, direkam dengan video kalau memungkinkan, dan diputar untuk intropeksi. Adapun kendala yang terjadi dalam pelaksanaan micro teaching sebagai berikut : terbatas pengetahuan tentang kompetensi guru, gaya belajar siswa, dan kecerdasan mereka, kurang aktif dan interaktif dalam pengelolaan kelas, dengan adanya pembelajaran micro teaching kelemahan para guru dapat di perbaiki melalui refleksi pembelajaran, dengan melihat hasil micro teaching. 17
C. Kesimpulan Berdasarkan paparan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut : 1. Para guru menguasai metodologi pembelajaran
dibarengi dengan penguasaan
kompetensi paedagogi, profesional, sosial dan kepribadian, gaya belajar siswa serta kecerdasan mereka. 2. Para guru menguasai skill tentang model pembelajaran, misalnya aktif learning, pendekatan scientific, pendekatan SAVI, dan lainnya 3. Model merupakan patron yang membimbing seseorang agar mudah mengerjakan sesuatu tugas dan tepat sasaran, tepat waktu, tepat guna dan tepat tujuan. 4. Model SAVI sangat tepat pada pembelajaran Pendidikan agama islam
yang
membahas materi Fiqh, SKI, Aqidah Akhlak, Qur’an Hadits yang saling terkat. 5. Micro teaching pada diklat metodologi pembelajaran merupakan rangkaian yang tak dapat dipisahkan.
D. Rekomendasi. 1. Para guru harus menerapkan metodologi pembelajaran dalam dunia pendidikan dan pembelajaran dibarengi dengan penguasaan kompetensi paedagogi, profesional, sosial dan kepribadian, menguasai tentang gaya belajar siswa serta kecerdasan mereka. 2. Para guru harus meningkatkan skill tentang model pembelajaran, misalnya aktif learning, pendekatan scientific, pendekatan SAVI, dan lainnya 3. Model harus dijadikan patron agar seseorang mudah mengerjakan sesuatu tugas dan tepat sasaran, tepat waktu, tepat guna dan tepat tujuan dalam pembejaran. 4. Model SAVI harus menjadi salah satu pilihan model pembelajaran pendidikan agama islam. 5. Para guru harus mengikuti micro teaching untuk melatih keterampilan mengajar.
18
E. Daftar Pustaka 1. Dave Meier, The Accelerated Learning HandBook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Progra Pendidkan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2005), hal.100 2. Herdian, Model Pembelajaran SAVI, di akses 17 September 2009, dari http://Herdy07.wordpress.com 3. Majid, A. (2011). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 4. Meier, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Terj. Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Kaifa. (Buku asli diterbitkan 2000) 5. Rahmani Astuti. 2002. The Accelerated Learning Handbook - Panduan Kreatif Dan efektif Merancang Program Pendidikan Dan Pelatihan (Dave Meier.Terjemahan). Bandung: Kaifa.
19