23
III. METODE KAJIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penanaman padi Pandanwangi, yaitu diwilayah Kecamatan Warung Kondang – Kabupaten Cianjur. Kelembagaan tani yang menjadi subyek penelitian ini adalah Gapoktan Citra Sawargi yang berlokasi di Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang. Gapoktan Citra Sawargi terdiri atas 6 kelompok tani di wilayah Desa Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa Mekarwangi.
Saat ini petani
pandanwangi yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi sebanyak 96 orang dengan luas lahan 48,93 hektar. Pengambilan data contoh petani mitra maupun non mitra di ke 3 wilayah pengamatan. Penelitian terhadap perusahaan mitra, yaitu CV Quasindo yang telah melakukan kemitraan dengan petani-petani Pandanwangi yang tergabung dalam kelembagaan Gapoktan Citra Sawargi di lokasi perusahaan di Jalan RE Martadinata Komplek Ruko Permata Ancol – Jakarta. Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Desember tahun 2007 sampai dengan Februari 2008, meliputi pengambilan data primer dan data pendukung lainnya, baik di CV Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi, serta Studi Kepustakaan. Tahap pengolahan data sampai penyelesaian akhir laporan penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan April 2008.
3.2. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara : a. Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari buku-buku maupun literatur, terutama yang berhubungan dengan karakteristik dan potensi produksi beras Pandanwangi-Cianjur, serta
24
hal–hal lain menyangkut pola kemitraan, manajemen usaha, pemasaran dan lain–lain. b. Data primer berupa karakteristik dan kinerja pihak – pihak yang bermitra, biaya produksi dan penerimaan, persepsi pakar atas pola kemitraan ideal serta faktor – faktor yang paling berpengaruh terhadap pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi sebagai bahan perumusan strategi pengembangan usaha, seluruh data tersebut diperoleh dari penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti langsung dari sumbernya. Cara pengumpulan data primer diperoleh dengan cara : 1)
Interview, yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab antara dua pihak, dimana satu pihak sebagai pencari informasi. Sedangkan pihak lainnya sebagai pemberi informasi lisan maupun tertulis. Sumber informasi adalah pihak-pihak yang berkompeten terhadap masalah yang ada.
2)
Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti berupa kegiatan proses produksi dan pemasaran beras Pandanwangi-Cianjur bersertifikat .
3)
Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan terhadap obyek yang sedang diteliti kepada pihak yang terkait langsung dengan penelitian, khususnya pihak–pihak yang melakukan kemitraan seperti Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo.
Responden di tingkat perusahaan adalah Direktur Utama CV Quasindo yang tentunya sangat memahami hubungan kemitraan dengan petani, karena selama ini terjun langsung untuk merintis kemitraan dengan Gapoktan Citra Sawargi dalam pengadaan beras Pandanwangi Cianjur Bersertifikat. Sedangkan di tingkat Gapoktan, responden terdiri atas Ketua Gapoktan Citra Sawargi, Kepala Unit Usaha Gapoktan dan Penyuluh Pertanian setempat yang juga merangkap sebagai sekretaris Gapoktan. Sedangkan di tingkat petani yang menjadi responden adalah petani Pandanwangi yang
25
menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi yang sedang melakukan kemitraan dengan CV Quasindo (petani mitra) dan petani Pandanwangi dilokasi yang sama, namun bukan anggota Gapoktan Citra Sawargi dan tidak melakukan kemitraan dengan CV Quasindo (petani non mitra). Jumlah seluruh responden petani Pandanwangi yang digunakan adalah 50 orang, yaitu 25 petani mitra dan 25 petani non mitra. Penarikan petani contoh dilakukan dengan metode cluster sampling, yaitu cara penarikan contoh dari suatu populasi yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok atau sub populasi. Dalam penelitian ini diambil dua sub populasi berdasarkan keterlibatan atau tidaknya dalam kemitraan dengan CV Quasindo untuk memproduksi beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat. Kelompok sub populasi tersebut merupakan anggota dari ke 6 Kelompok Tani yang tergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi, sedangkan untuk petani non mitra yang menjadi responden adalah petani yang lokasi sawahnya berdekatan dengan petani mitra.
3.3. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder selanjutnya dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis usahatani dan
analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui dampak kemitraan terhadap pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra. Pengolahan data dilakukan dengan program microsoft excel . Evaluasi pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dilakukan dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik atau Analisis Hirarki Proses (AHP). Pengolahan data dilakukan dengan manipulasi matriks dengan perangkat lunak microsoft excel. Analisis terhadap strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat melalui kemitraan, dilakukan dengan analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT). Data yang telah diolah lalu diinterpretasikan hasilnya sesuai dengan kerangka teoritis dan kondisi faktual di lapangan, kemudian dijelaskan
26
berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat secara deskriptif seperti yang termuat pada Gambar 6.
o Latar belakang kemitraan o Karakteristik o Kinerja usaha
o Proporsional tidaknya keuntungan usaha o Efisiensi rantai pasar
Evaluasi pola kemitraan ideal
o Latar belakang kemitraan o Karakteristik o Kinerja usaha
Analisis Kualitatif Deskriptif
Analisis Marjin Tataniaga
Proses Hirarki Analisis
Analisis Kualitatif Deskriptif
Gapoktan Citra Sawargi
Analisis Kualitatif deskriptif
Analisis pendapatan usahatani
Manfaat kemitraan khususnya terhadap pendapatan usaha
Kemitraan
CV Quasindo
Analisis SWOT
Strategi pengembangan usaha
Analisis Kualitatif deskriptif
Manfaat kemitraan
Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat
Gambar 6. Model konseptual pengadaan beras unggul local bersertifikat
27
Tahapan dari pengolahan dan analisa data adalah sebagai berikut : 3.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani Salah satu indikator keberhasilan kemitraan di tingkat petani adalah meningkatnya pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan selama jangka waktu yang ditetapkan. Secara umum pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pengurangan nilai-nilai
penerimaan
usahatani
dengan
biaya-biaya
yang
dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan ini kemudian dapat dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga kerja petani dan keluarganya, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang mungkin diperoleh dengan membeli, sehingga pengeluaran atau biayanya berbentuk tunai, tetapi ada pula sarana
produksi
yang
digunakan
berasal dari hasil usahatani
sendiri,sehingga pada keadaan demikian pengeluaran merupakan nilai yang diperhitungkan. Biaya lain yang perlu diperhitungkan adalah pajak resmi yang dibayar petani, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selanjutnya perhitungan biaya tenaga kerja petani, serta anggota keluarga dinilai berdasarkan upah yang harus dibayarkan, apabila pekerjaan tersebut dilakukan orang lain (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja,1983). Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh petani sendiri. Pengeluaran tunai usahatani ini secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat
28
penggunaannya tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya tetap antara lain pajak lahan dan pajak air. Sedangkan biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat penggunaannya habis terpakai dalam satu kali pses produksi. Untuk menghitung pendapatan petani Pandanwangi, baik petani mitra maupun non mitra digunakan rumus berikut :
PB = Hy.Y - Hx.X - Bt Keterangan : PB : Pendapatan bersih dari produksi Pandanwangi (Rp/ha/musim) Y : Total produksi Pandanwangi dalam bentuk Malai Kering Panen (Kg/Ha/musim) Hy : Harga dari Pandanwangi (Rp/kg) X : Jumlah faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Hx : Harga dari setiap faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Bt : Biaya tetap untuk memproduksi Pandanwangi Untuk mengukur efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang secara sederhana (Kadariah, et al., 1978) dapat diturunkan dari rumus berikut :
Penerimaan Rasio R/C (Revenue/Cost) = Biaya
Jika nilai rasio R/C di atas satu maka menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat, sehingga penerimaan meningkat lebih dari satu rupiah.
29
3.3.2 Analisis Marjin Tataniaga Menurut Syahyuti (2006), esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau keduanya untuk tujuan – tujuan ekonomi. Kontribusi bersama dalam kemitraan harus berjalan seimbang agar tujuan kemitraan sebagai upaya bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai. Kegiatan pemasaran komoditas pertanian merupakan jembatan antara petani produsen dengan berbagai tingkat pelaku tataniaga (pedagang
pengumpul,
bandar/pedagangan
besar
kecamatan,
pedagang besar kabupaten, pedagang besar provinsi, supplier dan pedagang pengecer-super/hyper market) hingga sampai ke konsumen akhir. Apabila hubungan antara produsen dengan pelaku tataniaga hingga konsumen bisa dipandang sebagai suatu aliran komoditas maka akan dapat terlihat permasalahan yang menyebabkan lemahnya keterkaitan satu dengan lainnya pada pasar (Saptana et al., 2006a). Dahl dan Hamond dalam Saptana et al., (2006b) menyatakan bahwa marjin pemasaran menggambarkan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan harga-harga yang diterima produsen. Termasuk dalam marjin pemasaran adalah seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga (marketing cost) dan keuntungan yang diterima pelaku tataniaga (marketing profit) mulai dari pintu gerbang produsen ke konsumen akhir. Secara matematik digunakan rumus berikut : m
n
M = Σ Ci + Σ Πj i=1
j=1
dimana : M = marjin pemasaran Ci = biaya pemasaran i (i = 1,2,3......m) m = jumlah jenis pembiayaan
Πj = Keuntungan yang diperoleh lembaga niaga j (j = 1,2,3,..n) n = jumlah lembaga niaga yang ikut ambil bagian dalam proses pemasaran
30
Dengan menggunakan persamaan ini, rataan Ci dan Πj dikumpulkan melalui survei, sehingga marjin pemasaran dapat dihitung. Dengan demikian bagian yang diterima petani produsen dari harga pedagang besar atau pengecer baik untuk tujuan pasar modern maupun pasar tradisional dapat ditentukan.
3.3.3 Metode Proses Hierarki Analitik (PHA) Proses analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process atau AHP) digunakan untuk melihat interaksi antar unsur sistem dan dampaknya terhadap sistem secara keseluruhan.
AHP digunakan untuk
mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia (Saaty, 1991). Menurut Marimin (2004)
dengan menggunakan AHP, suatu
persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Prinsip dasar metode AHP (Saaty, 1991) adalah : a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun secara hirarki, yaitu memecah–mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah. b. Pembedaan prioritas dan sistesis yang disebut penetapan prioritas untuk menentukan tingkat unsur-unsur menurut tingkat kepentingan relatifnya. c. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua
unsur
dikelompokan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis pula.
Menurut Marimin (2004), ide dasar prinsip kerja AHP adalah :
31
a. Penyusunan hirarki Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Dalam penelitian ini, tingkat hierarki keputusan tersusun dari atas ke bawah terdiri atas lima tingkat yaitu : Fokus kemitraan, faktor kunci kemitraan, pelaku kemitraan, tujuan kemitraan dan alternative pola kemitraan. Pada level pertama adalah fokus, yaitu pemilihan pola kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Pada level kedua adalah faktor kunci yang merupakan faktor – faktor utama yang mempengaruhi dilaksanakannya kemitraan. Faktor–faktor tersebut adalah : manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo.
Pada level keempat terdapat tujuan
kemitraan, antara lain : peluang pasar, kontinuitas produk, efisiensi usaha, pengembangan usaha dan kelangsungan usaha. Pada level kelima terdapat alternative pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu : pola inti plasma, pola dagang umum, pola keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama operasional agribisnis. b. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan adalah unsurunsur dibandingkan berpasangan terhadap suatu unsur lain yang telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai dari puncak hirarki, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait yang ada di bawahnya. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk analisis numerik.
32
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besar yang mampu mencerminkan beda antara faktor satu dengan lainnya, dan secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan
perbandingan
tersebut
dapat
dipertanggung-
jawabkan. Untuk mengisis matriks perbandingan berpasangan digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai skala banding berpasangan Nilai Skala 1 3
5
7
9
2,4,6,8 Kebalikan nilai -nilai di atas
Definisi Kedua unsur sama pentingnya
Penjelasan Dua unsur mempengaruhi sama kut pada saat itu Unsur yang satu sedikitnya lebih Pengalaman atau pertimbangan penting dari lainnya sedikit menyokong satu unsur atas lainnya Unsur yang satu jelas lebih Pengalaman atau pertimbangan penting dibandingkan dengan dengan kuat disokong dan unsur yang lainnya dominasinya terlihat dalam praktek Satu unsur sangat jelas lebih Satu unsur dengan kuat disokong penting dibandingkan unsur dan dominasinya terlihat dalam lainnya praktek Satu unsur mutlak lebih penting Sokongan unsur yang satu atas dibandingkan unsur lainnya yang lain terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi Nilai-nilai diantara kedua Kompromi diperlukan diantara pertimbangan di atas dua pertimbangan Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara unsur A dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, ¼, .....1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A
c. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai – nilai
perbandingan
relatif
kemudian
diolah
untuk
menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks melalui penetuan nilai eigen (eigenvector).
33
d. Konsistensi Logis Semua
unsur
dikelompokkan
secara
logis
dan
diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang, untuk itu Consistency Ratio (CR) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Perhitungan Consistency Ratio (CR) dengan rumus : CI CR = RI CI = nilai consistency Index, dihitung dengan menggunakan rumus : CI = (p – n) / (n -1) ; p = nilai rataan dari Consistency Vector dan n = banyaknya alternatif RI = Indeks acak (Random Index) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 – 15 yang menggunakan contoh berukuran 100. Nilai Rasio Konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolok ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil komparasi berpasangan dalam suatu matriks pendapat.
3.3.4 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), naumn secara bersamaan dapat
meminimalkan
ancaman (threats) (Rangkuti, 2006).
kelemahan (weaknesses)
dan
34
Menurut Syahyuti (2006), SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategik.
Analisis SWOT
menyediakan sebuah kerangka pemikiran untuk lebih fokus melihat masalah, sehingga mampu melihat seluruh kemungkinan perubahan masa depan sebuah institusi dengan pendekatan yang sistematik melalui proses instrospeksi dan mawas diri ke dalam, baik bersifat positif maupun negatif. Agar efektif, analisis SWOT harus fleksibel, karena situasi dan kondisi yang cepat berubah. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa tahapan berikut (Rangkuti, 2006): a. Tahap pengumpulan data Tahap
ini
meliputi
kegiatan
pengumpulan
data,
pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data internal diperoleh di dalam perusahaan, sementara data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar, analisis pesaing, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah atau analisis kelompok kepentingan tertentu. Model yang dipakai pada tahap ini adalah Matriks Faktor Strategik Eksternal (External Strategic Factors Analysis Summary atau EFAS) dan Matriks Faktor Strategik Internal (Internal Strategic
Factors Analysis Summary atau IFAS).
Kedua matriks tersebut
diolah dengan menggunakan langkah berikut : a. Identifikasi faktor internal dan eksternal Langkah
awal
dari
identifikasi
faktor
internal,
adalah
mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Pertama, daftarkan kekuatan lalu kelemahan dari sisi SDM, organisasi, fasilitasi, modal, dan hubungan kemitraan. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan angka perbandingan.
35
Selanjutnya dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan, dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman. b. Penentuan bobot setiap peubah Penentuan
bobot
dilakukan
dengan
jalan
mengajukan
identifikasi faktor-faktor strategik eksternal dan internal tersebut kepada manajemen kedua pihak yang bermitra dengan menggunakan
metode
perbandingan berpasangan (paired
comparison). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. c. Penentuan peringkat (rating). Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen puncak dari kedua pihak yang bermitra atas peubah-peubah dari hasil analisis situasi di kedua pihak yang bermitra. Untuk mengukur pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi usaha masing-masing digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3 dan
4
terhadap
masing-masing
faktor
strategik
yang
menandakan seberapa efektif strategi usaha dari masing-masing pihak saat ini. b. Tahap analisis Setelah mengumpulkan semua data dan informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model kuantitatif perumusan strategi, antara lain matriks Internal Eksternal (IE) dan Mariks SWOT. 1) Matriks IE Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih detail. Dari hasil analisis faktor internal dan eksternal, plot hasilnya dimasukkan ke dalam diagram seperti dimuat pada Gambar 7.
36
Tinggi
DAYA TARIK INDUSTRI
Sedang
KEKUATAN INTERNAL BISNIS Tinggi Rataan 1 2 GROWTH GROWTH Konsentrasi melalui Konsentrasi melalui integrasi vertikal integrasi horizontal 4 5 STABILITY GROWTH Hati – hati Konsentrasi melalui integrasi horizontal
Lemah 3 RETRENCHMENT Turnaround 6 RETRENCHMENT Captive Company atau Divestment
STABILITY Tak ada perubahan profil strategi 7 Rendah
8 GROWTH Diversifikasi konsentrik
9 GROWTH Diversifikasi Konglomerat
RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi
Gambar 7. Matriks IE (Rangkuti, 2006) Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke 9 sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : ii. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2,5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8) iii. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4). iv. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil
atau
mengurangi
usaha
yang
dilakukan
perusahaan.
2) Matriks SWOT Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dengan menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi, seperti termuat pada Gambar 8.
37
IFAS EFAS Opportunities (0)
Threats (T)
Strenght (S) Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Weaknesses (W) Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
Gambar 8. Diagram Matriks SWOT (Rangkuti, 2006)