17
III. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI
3.1. Kota Batam 3.1.1. Sejarah Terbentuknya Kota Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode. Periode pertama yaitu tahun 1971-1976 dikenal dengan nama Periode Persiapan yang dipimpin oleh Dr. Ibnu Sutowo. Periode kedua adalah Periode Konsolidasi (19761978) dipimpin oleh Prof.Dr. JB. Sumarlin. Setelah itu adalah Periode Pembangunan Sarana Prasarana dan Penanaman Modal yang berlangsung selama 20 tahun, yaitu tahun 1978-1998, yang diketuai Prof.Dr. BJ. Habibie. Kepemimpinan berikutnya dipegang oleh Prof.Dr. BJ. Habibie yaitu bulan Maret s/d juli 1998. Periode ini dikenal dengan nama Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan. Kemudian sejak tahun (1998-2005), dibawah kepemimpinan
Ismeth
Abdullah
dinamakan
Periode
Pengembangan
Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi. Kemudian tahun (2005-2006) dipegang oleh Mustofa Wijaya sebagai pejabat sementara kemudian dikukuhkan menjadi pejabat permanen. Pulau Batam yang berstatus sebagai Kawasan Strategis Nasional karena merupakan kawasan di perbatasan, dibangun dan dikembangkan oleh Pemerintah secara khas sejak 1973, (Kep.Pres. No.41) sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Warehouse) di bawah Badan Pengembangan Kawasan Industri Batam (Otorita Batam) dengan Kota Batam yang sekarang telah berkembang menjadi sebuah kota industri, kota dagang dan kota pariwisata dengan penduduk melebihi 500.000 jiwa. Sejak tahun 2002 (melalui Kep.Pres No.54) dan dipertegas di tahun 2005 (dengan Kep.Pres. No.24) Kota Batam berkedudukan sebagai National Single Window dalam perannya sebagai kota industri dan dagang internasional dan menjadi simpul penting di kawasan segitiga emas internasional Batam-Singapura Johor. Kota Batam sendiri yang semula merupakan kota kecamatan, kini setelah ada pemekaran Propinsi Riau menjadi dua Propinsi dengan terbentuknya Propinsi Kepulauan Riau di tahun 1999, telah berstatus penuh sebagai sebuah Kotamadya
18
dan akan dikembangkan terpadu menjadi kawasan Metropolitan Batam-RempangGalang (Barelang) sesuai RTRW Barelang 2004-2014 yang disusun oleh Pemerintah Kota. Dengan demikian untuk menjaga citra kota dan kawasan industrinya yang sangat khas dan yang masing-masing diemban oleh Pemerintah Kota dan Badan Otorita, maka di tahun 2000, di antara keduanya telah dilakukan kesepakatan pengaturan hubungan kerja yang dituangkan dalam surat keputusan bersama No.5/SKB/HK/VI/2000. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis di sebelah utara Indonesia dan terletak di jalur pelayaran internasional. Kota Batam dengan segala kelebihan dan kekurangannya saat ini telah menjadi kota metropolis. Harapan masyarakat batam pada khususnya dan Bangsa Indonesia pada umumnya untuk menjadikan Batam sebagai lokomotif pembangunan Indonesia, telah menggerakkan kita untuk ikut serta dalam pembangunan, yang pada akhirnya Kota Batam dapat mewujudkan misinya menuju Bandar Dunia yang Madani. Dengan digunakannya Kota Batam sebagai pusat kawasan pembangunan industri, tidak akan terjadi keberlanjutan jika aspek ekologi yang menopang seluruh kegiatan ekonomi diabaikan. Untuk itu perlu kebijakan untuk menahan dan mengurangi laju kerusakan lingkungan.
3.1.2. Letak Geografis dan Administratif Berdasarkan Kepres No.28 Tahun 1992, Pulau Batam bersama dengan Pulau Rumpang, Galang, dan beberapa pulau kecil lainnya (wilayah Barelang) berstastus sebagai Bonded Zone, yang dikelola oleh Otorita Batam. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, Kota Batam berstatus sebagai kota administratif yang dibentuk melalui PP No. 34 Tahun 1983 yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Batam Barat dan Kecamatan Batam Timur. Pulau Batam terdiri dari 32 desa/kelurahan. Secara geografis Kota Batam terletak pada 0°25'29'' - 1°15'00'' Lintang Utara dan 103°34'35'' - 104°26'04'' Bujur Timur. Batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara
: Selat Singapura
b. Sebelah Timur : Kabupaten Kepulauan Riau
19
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Kepulauan Riau d. Sebelah Barat
: Kabupaten Karimun
3.1.3. Iklim Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2006 berkisar antara 21,2oC – 24,0oC dan suhu maksimum berkisar antara 29,6oC34,1 oC, sedangkan suhu rata rata sepanjang tahun 2006 adalah 25,6oC - 27,8oC. Keadaan tekanan udara rata rata untuk tahun 2006, minimum 1.006,14 MBS dan maksimum 1.014,1 MBS. Sementara kelembaban udara di Kota Batam rata rata berkisar antara 79– 86 % dan kecepatan angin maksimum 15-28 knot. Banyaknya hari hujan selama setahun di Kota Batam pada tahun 2006 adalah 208 hari dan banyaknya curah hujan setahun 2.964,7 mm.
3.1.4. Topografi dan Kemiringan Lereng Wilayah Kota Batam relatif datar dengan variasi berbukit di tengah pulau, ketinggian antara 7 hingga 160 m di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah yang memiliki elevasi 0 hingga 7 mdpl terdapat di pantai utara dan selatan Pulau Batam dan sebelah timur Pulau Rempang serta sebelah utara, timur dan selatan Pulau Galang. Sedangkan pulau-pulau kecil lainnya sebagian besar merupakan kawasan hutan mangrove. Wilayah yang memiliki ketinggian sampai 100 mdpl dengan topografi berbukit-bukit yang sangat sesuai untuk kawasan resapan air untuk cadangan air baku, umumnya berada di bagian tengah Pulau Batam, Rempang dan Galang serta Galang Baru. Wilayah Kota Batam yang memiliki kemiringan lereng 0 – 3 % tersebar di pesisir pantai di Teluk Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering dan Teluk Duriangkang. Wilayah yang memiliki kemiringan lereng 3 – 10 % tersebar hampir di seluruh Pulau Batam mulai dari Perbukitan Dangas Pancurdi Sekupang dan Tanjung Uncang ke sebelah timur, dari Teluk Jodoh sampai Duriangkang dan terus ke pesisir timur, sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan. Lereng antara 10 – 20 % sebagian besar berada di daerah kaki bukit dengan relief relatif rendah tersebar dibagian tengah Pulau Batam dan pulau-pulau
20
besar lainnya. Lereng 20 – 40 % sebaran luasnya membentuk jalur sempit di punggung bukit sepanjang Bukit Dangas Pancur dan Bukit Senyum. Sedangkan wilayah dengan kelerengan diatas 40 % berada di sepanjang Bukit Dangas Pancur. Beberapa puncak bukit di Pulau Batam antara lain Bukit Dangas Pancur 169 m, Bukit Temiyang 179 m, Bukit Senimba 140 m dan Bukit Tiban 110 m.
3.1.5. Geologi Wilayah Kota Batam seperti halnya kecamatan-kecamatan di daerah Kabupaten di Kepulauan Riau, juga merupakan bagian dari paparan kontinental. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa erosi atau penyusutan dari daratan pra tersier yang membentang dari semenanjung Malaysia ataupun pulau Singapura di bagian utara sampai dengan pulau-pulau Moro dan Kundur serta karimun di bagian selatan. Wilayah Pulau Batam dibentuk oleh dominasi formasi goungon, aluvium, granit dan formasi duriangkang. Berdasarkan struktur geologinya tersebut, wilayah Pulau Batam dapat dikatakan tidak memiliki potensi untuk mengkonservasi air tanah, sehingga penyediaan air baku sangat tergantung pada sumberdaya air permukaan.
3.1.6. Penduduk Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau disekitarnya dikembangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia manjadi daerah Industri, Perdagangan, Alih kapal dan Pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember 1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dimana dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama periode 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 12,87 persen. Penduduk Kota Batam sampai dengan Agustus 2007 berjumlah 727.878 jiwa terdiri atas 354.609 jiwa laki-laki dan 373.269 jiwa perempuan.
21
3.1.7. RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Batam ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004 – 2014.
Gambar 3. RTRW Kota Batam 2004-2014
22
3.2. Kota Tarakan 3.2.1. Sejarah Terbentuknya Kota Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “tarak” (bertemu) dan “ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Tarakan merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau. Ketenangan masyarakat setempat agak terganggu ketika pada tahun 1896, sebuah perusahaan perminyakan Belanda, BPM (Bataavishe Petroleum Maatchapij) menemukan adanya sumber minyak di pulau ini. Banyak tenaga kerja didatangkan terutama dari Pulau Jawa seiring dengan meningkatnya kegiatan pengeboran. Mengingat fungsi dan perkembangan wilayah ini, pada tahun 1923 Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu untuk menempatkan seorang Asisten Residen di pulau ini yang membawahi 5 (lima) wilayah yakni; Tanjung Selor, Tarakan, Malinau, Apau Kayan dan Berau. Namun pada masa pasca kemerdekaan, Pemerintah RI merasa perlu untuk merubah status Kawedanan Tarakan menjadi Kecamatan Tarakan sesuai dengan Keppress RI No.22 Tahun 1963. Letak dan posisi yang strategis telah mampu menjadikan Kecamatan Tarakan sebagai salah satu sentra industri di wilayah Kalimantan Timur bagian utara sehingga pemerintah perlu untuk meningkatkan statusnya menjadi Kota Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1981. Status Kota Administratif kembali ditingkatkan menjadi Kotamadya berdasarkan UndangUndang RI No.29 Tahun 1997 yang peresmiannya dilakukan langsung oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 15 Desember 1997, sekaligus menandai tanggal tersebut sebagai hari jadi Kota Tarakan.
3.2.2. Letak Geografis dan Administratif Wilayah Administrasi Kota Tarakan berdasarkan UU No.29 Tahun 1997 dan Peraturan Daerah No.23 Tahun 1999 meliputi 4 Kecamatan dan 18 Kelurahan. Selain itu guna menunjang kelancaran administrasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, juga telah dibentuk beberapa Badan, Lembaga dan
23
Kantor berdasarkan Peraturan-peraturan Daerah yang dibuat dalam kurun waktu tahun 1998-1999. Kota Tarakan, yang secara geografis terletak pada 3º14'23"-3º26'37" Lintang Utara dan 117º30'50"-117º40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau. Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Pesisir Pantai Kecamatan Bunyu
b. Sebelah Timur
: Kecamatan Bunyu dan Laut Sulawesi
c. Sebelah Selatan : Pesisir Pantai Kecamatan Tanjung Palas d. Sebelah Barat
: Pesisir Pantai Kecamatan Sesayap
3.2.3. Iklim Secara umum iklim wilayah Kota Tarakan mempunyai musim yang hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan April dan musim kemarau yang terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Kondisi ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan pada bulan-bulan tertentu. Namun dalam tahun–tahun terakhir ini, keadaan musim di Kalimantan Timur termasuk Kota Tarakan kadang tidak menentu. Pada bulan-bulan yang seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak turun hujan sama sekali, begitu juga sebaliknya. Hal ini telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum Kota Tarakan beriklim panas dengan suhu udara sepanjang tahun 2005 berkisar 24,2oC hingga 31,1oC. Selain itu, sebagai daerah beriklim tropis, Kota Tarakan mempunyai kelembaban udara relatif tinggi, berkisar antara 62,3 - 97,7 % sepanjang tahun 2005. Kelembaban udara paling rendah terjadi pada bulan Januari yang hanya mencapai 50 %, sedangkan rata – rata kelembaban udara sepanjang tahun 2005 tercatat sebesar 84,1 %. Curah hujan antara 2001 – 2006 rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%.
24
3.2.4. Topografi dan Kemiringan Lereng Wilayah Kota Tarakan terdiri atas daerah daratan berupa rawa pantai dan tegalan serta perbukitan landai. Memiliki struktur tanah aluvial butiran halus dan kasar serta tanah lempung. Ketinggian wilayah Kota Tarakan berkisar antara 0 sampai 110 meter di atas permukaan air laut. Wilayah paling luas terletak pada ketinggian 0 sampai dengan 7 meter di atas permukaan laut (mdpl), yaitu seluas 15.697,5 ha atau sekitar 65% dari luas total Kota Tarakan. Sedangkan pada kelas ketinggian 7 sampai 25 mdpl, pada wilayah Kota Tarakan sebesar 4.830,0 ha atau sebesar 20%. Paling kecil adalah wilayah yang berada pada ketinggian 100-110 mdpl, yaitu 0,5% atau seluas 120,75 ha. Sedangkan sisanya sebesar 14,5% atau seluas 3.501,75 ha berada pada ketinggian 25-100 meter di atas permukaan laut.
3.2.5. Geologi Wilayah Kota Tarakan merupakan salah satu dari 3 (tiga) Cekungan Tersier utama yang terdapat di bagian timur continental margin Kalimantan (dari utara ke selatan : Cekungan Tarakan, Cekungan Kutai dan Cekungan Barito), yang dicirikan oleh hadirnya batuan sedimen klastik sebagai penyusunnya yang dominan, berukuran halus sampai kasar dengan beberapa endapan karbonat. Secara fisiografi geologi Kota Tarakan di Bagian Barat dibatasi oleh lapisan praTesier Tinggian Kuching dan dipisahkan dari Cekungan Kutai oleh kelurusan timur-barat Tinggian Mangkalihat.
3.2.6. Penduduk Berdasarkan data yang ada pada Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Tarakan pada Bulan September 2008, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai 178.111 jiwa. Sedangkan nilai dari pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu Tahun 1999 -2005 sebesar 7,17% per tahun. Untuk nilai pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku tahun 2006 (dengan Migas) adalah sebesar Rp 15.783.741,00 dan nilai pertumbuhan ekonomi tahun 2006 (dengan Migas) adalah sebsar 7,51%. Kota Tarakan, yang didiami oleh suku asli Tidung, dalam perkembangannya sebagaimana daerah lain dihuni pula oleh sukusuku lain seperti; Suku Dayak, Banjar, Jawa, Bugis, Tionghoa, dan lain-lain.
25
3.2.7. RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Tarakan ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan.
Gambar 4. RTRW Kota Tarakan 2006-2013
26
3.3. Kota Ternate 3.3.1. Sejarah Terbentuknya Kota Ternate merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang tercatat dalam sejarah, sebelum Majapahit berkuasa di Nusantara. Nama Ternate tercatat dalam Kitab Negarakertagama yang di tulis Mpu Tantular. Sampai saat ini Ternate masih menyimpan cerita sejarah dan budaya yang menjadi bukti kejayaan masa lalu. Kota Ternate dalam perkembanganya kemudian ditingkatkan statusnya mejadi sebuah Kota Otonom (Kotamadya) tanggal 27 April 1999 berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1999 membawahi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kota Ternate utara, Kecamatan Kota Ternate Selatan, Kecamatan Pulau Ternate yang kemudian di tahun 2000 dimekarkan menjadi 4 kecamatan yakni ditambah dengan Kecamatan Moti. Ternate adalah salah satu pulau yang terletak di sebelah barat pantai Halmahera dan merupakan salah satu dari deretan pulau-pulau vulkanis yang masih aktif. Kedudukan Kota Ternate adalah sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan yang sangat strategis dan penting sekali di kawasan ini. Pada kota ini terdapat Pelabuhan Samudera Ahmad Yani dan Bandar Udara Babullah. Kota Ternate itu sendiri berlokasi di pesisir timur Pulau Ternate dan menghadap Pulau Halmahera. Kedudukan yang demikian ini menyebabkan Kota Ternate memiliki peranan yang sangat penting dalam ekonomi perdagangan lintas Halmahera. Selain itu, letak Pulau Ternate adalah dekat dengan Kota Manado ibukota Propinsi Sulawesi Utara. Posisi strategis yang berhadapan dengan kawasan Dodinga, sebuah persimpangan jalan di pulau Halmahera yang menyebabkan kota ini berkembang dalam lajur perdagangan di daerah Maluku Utara. Mengamati perkembangan global, karakter kota, kultur masyarakat dan lingkungan serta permasalahan pokok dan menyikapi multi potensi yang dimiliki Kota Ternate, maka pemerintah kota menetapkan visi Kota Ternate adalah menjadikan Ternate sebagai Kota Budaya menuju masyarakat madani, sedangkan misi Kota Ternate adalah membangun Ternate sebagai: Kota Budaya, Kota Perdagangan & Wisata serta Kota Pulau/Pantai.
27
3.3.2. Letak Geografis dan Administratif Wilayah Kota Ternate terletak antara 0o – 2o Lintang Utara sampai dengan 126o - 128o - Bujur Timur dan dibatasi oleh : a. Sebelah Utara
: Laut Maluku
b. Sebelah Timur : Selat Halmahera c. Sebelah Selatan : Laut Maluku d. Sebelah Barat
: Laut Maluku
Pulau Ternate merupakan wilayah kepulauan yang terletak di pesisir barat Pulau Halmahera dan merupakan bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara.
3.3.3. Iklim Pulau Ternate adalah daerah kepulauan dengan ciri iklim tropis. Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 263,4 mm dan terendah pada bulan Agustus 77,8 mm. Nilai rata-rata curah hujan bulanan adalah 184,68 mm dan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2.322,70 mm. Jumlah hari hujan ratarata 202 hari dan nilai rata-rata hujan tertinggi pada bulan Januari dan November yaitu 20 hari hujan dan terendah bulan Agustus sebanyak 12 hari hujan. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin di wilayah Pulau Ternate berkisar antara 2,9-5,2 knot dengan kecepatan terbesar bulanan berkisar antara 1628 knot. Arah angin terbanyak dari barat laut yang terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April. Sedangkan pada bulan Mei dan Juni angin terbanyak bertiup dari Barat Daya serta pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober angin terbanyak bertiup dari arah Tenggara (pancaroba), pada bulan November dan Desember angin kembali bertiup dari arah Barat Laut. Nilai rataan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan–bulan yang curah hujannya tinggi, meskipun variasi tiap bulannya tidak tinggi. Kelembaban tertinggi pada Januari dan April yaitu sebesar 86 % dan terendah pada bulan Agustus yaitu 78 % (Badan Meterorologi dan Geofisika Kota Ternate, 2004).
3.3.4. Topografi dan Ketinggian Wilayah Kota Ternate dengan memiliki berbagai komponen alam yaitu Laut, Pulau, Danau, Gunung, menggambarkan ciri topografis yang bervariasi yang
28
didominasi oleh dataran kemiringan diatas 40 derajat seluas 127,37 km2 atau 51 % dari luas wilayah dan terdapat di Pulau Ternate, Pulau Hiri dan Pulau Moti, sedangkan Pulau Mayau dan Tifure merupakan wilayah dataran rendah yang dikelilingi oleh Laut bebas antar Pulau Ternate dengan Bitung, Sulawesi Utara. Ciri topografi atau kemiringan rendah terletak linear memanjang mengikuti beberapa pesisir pantai pada posisi 0 – 2 derajat seluas 54,96 km2 atau 22 %. Di Pulau Ternate terdapat gunung vulkanis yaitu Gunung Gamalama tinggi 1.715 m. Tingkat ketinggian lahan dari permukaan laut di wilayah Pulau Ternate cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menjasi 3 kategori. Kategori rendah (0-500 m) yang diperuntukkan untuk pemukiman, pertanian, perikanan, perdagangan,
dan
pusat
pemerintahan;
kategori
sedang
(500-700
m)
diperuntukkan untuk hutan konservasi, dan usaha kehutanan; kategori tinggi (> 700 m) diperuntukkan untuk hutan lindung. Daya dukung pengembangan ruang-ruang budidaya di Pulau ternate hanya terbatas pada bagian pesisir dengan kemiringan sampai sekitar 25% dukungan lahan untuk fungsi pemukiman hanya tersebar di bagian pesisir dengan kelandaian yang sesuai syarat untuk dijadikan perumahan.
Gambar 5. Daya Dukung Profil Pulau Ternate 3.3.5. Geologi Pulau Ternate berbentuk bulat kerucut/strato volcano. Pulau Ternate sebagian besar daerahnya bergunung dan berbukit terdiri dari pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah regosol dan rensina. Jenis tanah regosol yaitu tanah yang khas berada daerah vulkanis.
29
Kendala yang ada terdiri dari aspek geologi, dimana terdapat gunung berapi aktif yang sering mengakibatkan terjadinya letusan dan aliran lahar. Selain itu secara geomorfologi, terdapat lahan berkelerengan tinggi dengan volume luasan yang cukup besar, sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri dalam skala yang besar. Dilihat dari aspek geologi dan jenis tanah, Kota Ternate dan sekitarnya terdiri dari tanah regosol yang memiliki bahan induk utama batu pasir yang potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan material bangunan. Sedangkan tanah podsolik merupakan tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik. Sebagai kota kepulauan yang didominasi lahan bergunung, pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan pantai. Dari sejumlah lahan pesisir yang ada, masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, dan dari 5 pulau yang ada di Kota Ternate, Pulau Ternate merupakan pulau yang paling pesat pertumbuhannya. Keterbatasan daya dukung ruang fisik Kota Ternate, diikuti pula dengan keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah tengah pulau Ternate yang masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya. Keberadaan gunung ini menjadi pembatas dalam pengembangan lahan perkotaan. Pembangunan pusat pusat permukiman masih terkonsentrasi di kawasan pantai dengan konsentrasi kepadatan tinggi di bagian selatan dan tidak teratur merupakan masalah utama kawasan permukiman kepulauan. 3.3.6. Penduduk Perkembangan penduduk Kotamadya Ternate selama lima tahun terakhir mengalami kecenderungan peningkatan khususnya di wilayah Kecamatan Kota Ternate Selatan dan Kecamatan Kota Ternate Utara. Peningkatan ini disebabkan faktor urbanisasi, migrasi maupun dari kawasan Pulau Halmahera akibat konflik etnis beberapa waktu yang lalu, dan migrasi dari regional lain dari Sulawesi, Ambon, Papua bahkan dari Kalimantan, Jawa dan Sumatera. Meningkatnya arus urbanisasi dan migrasi juga disebabkan oleh semakin terbukanya arus transportasi laut yang menghubungkan Kota Ternate dengan kawasan sekitarnya dan beberapa kota lainnya.
30
Jumlah Penduduk Kota Ternate berdasarkan hasil pengolahan survei sosial ekonomi nasional tahun 2003 sebanyak 148.946 jiwa atau sekitar 17,39 % dari jumlah penduduk propinsi Maluku Utara. Jumlah perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki sehingga rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan 98,98 atau dengan kata lain bahwa jika disuatu wilayah Pulau Ternate terdapat sejumlah 100 orang perempuan maka jumlah laki- laki diwilayah tersebut hanya 99 orang. Jumlah rumah tangga di Pulau Ternate mencapai 30.800 KK, sehingga rata-rata besaran keluarga per KK di Kota Ternate berkisar sekitar 4-5 orang. Lebih dari 85 % dari total jumlah penduduk Kota Ternate mendiami Pulau Ternate yang terkonsentrasi di Kecamatan Kota Ternate Utara dan Kota Ternate Selatan. Sebagian besar lahan perkotaan berkembang di bagian timur pulau. Dengan demikian distribusi penduduk tidak merata, terutama di wilayah pulau lain yang sangat jarang penduduknya meskipun potensi dan kondisi alam ke lima pulau hampir sama. 3.3.7. RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Ternate ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor : 04 Tahun 2006 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
Gambar 6. RTRW Kota Ternate 2006-2016