6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank dan Tabungan Pengertian bank menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Siamat, 2005). Menurut Siamat (2005) usaha utama bank adalah menghimpun dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. Pengertian tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. 2.2. Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2008), pemasaran adalah proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2007), pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Guna menciptakan nilai dan hubungan kepada pelanggan perusahaan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Penyediaan kebutuhan yang dilakukan perusahaan dapat berupa barang/produk maupun jasa. Produk
7
adalah semua hal yang ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, sedangkan jasa adalah semua kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. (Kotler dan Amstrong, 2008). 2.3. Pengertian Merek Aaker (1997) menyatakan bahwa merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barangbarang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Menurut Durianto (2001) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol disain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakan dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh, sebenarnya merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trademark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi konsep yang kompleks dengan sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis. Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
2.4. Brand Equity (Ekuitas Merek) Merurut Durianto, dkk (2001) brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan.
8
Menurut Kotler (2007) ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan asset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan. Menurut Aaker dalam Durianto (2004) brand equity ten dapat dikelompokan ke dalam lima kategori, yaitu: 1. Kategori Awareness Measures (pengukuran kesadaran merek) Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari ketegori produk tersebut. 2. Kategori Association Measures (pengukuran asosiasi merek) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan persepsi nilai (perceived value), kepribadian merek (brand personality), dan asosiasi organisasi (organizational associations). 3. Kategori Perceived Quality dan Leadership (persepsi kualitas dan kepemimpinan) Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan, sedangkan kepemimpinan sangat terkait erat dengan popularitas. 4. Kategori Loyalty Measures (pengukuran loyalitas merek) Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk, yang terkait dengan harga optimum (price premium) dan loyalitas/kepuasan (loyalty/satisfaction). 5. Kategori Market Behaviour Measures (pengukuran perilaku pasar) Kategori ini meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar yang mewakil informasi yang diperoleh berdasarkan pasar dan bukan langsung dari konsumen.
9
2.5. Kategori Awareness Measures (Pengukuran Kesadaran Merek) Brand Awareness (kesadaran merek) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Tingkatan kesadaran merek digambarkan dalam suatu piramida (Gambar 1) oleh Durianto (2001) dengan tingkatan sebagai berikut: 1. Brand Unaware (tidak menyadari merek) Tingkatan ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 2. Brand Recognition (pengenalan merek) Tingkatan ini merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. 3. Brand Recall (pengingatan kembali merek) Tingkatan ini disebut juga sebagai tingkatan pengingat kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Brand recall didasarkan pada permintaan kepada seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. 4. Top of Mind (puncak pikiran) Top of mind adalah brand awareness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama kali disebut ketika seseorang ditanya tentang suatu kategori produk. Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Brand Unaware Gambar 1. Piramida brand awareness (Durianto, et.al. 2001)
10
2.6. Kategori Association Measures (Pengukuran Asosiasi Merek) Brand association (Asosiasi Merek) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya merek tersebut muncul dalam strategi komunikasi yang dilakukan, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang unggul dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut (Durianto, et.al, 2001). Persepsi Nilai (Perceived Value) Salah satu peran brand identity adalah membentuk value proposition yang biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak menghasilkan nilai (value), biasanya ia mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan value proposition. Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Secara umum terdapat lima penggerak utama pembentuk perceived value yang terkait dengan kepuasan pelanggan, yaitu kualitas produk, harga, kualitas layanan (service quality), faktor emosional (emotional factor) dan kemudahan (Durianto, 2004).
Kepribadian Merek (Brand Personality) Menurut
Durianto
(2004)
untuk
beberapa
merek,
kepribadian
(personality) menghubungkan ikatan emosi merek tersebut dengan manfaat merek itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek dan customer
11
relationship. Kepribadian merek akan melibatkan dimensi yang unik untuk sebuah merek. Asosiasi Organisasi (Organizational Association) Asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang penting jika merek yang kita miliki mirip dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal penting untuk dilihat atau jika memang corporate-brand. Unsur-unsur asosiasi organisasional menurut Durianto (2004) adalah: a.
Orientasi pada masyarakat/komunitas Organisasi yang baik dapat dibuktikan melalui banyak hal seperti peka terhadap lingkungan, mensponsori kegiatan amal, memperlakukan para pekerja/karyawan dengan layak. Organizational association sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas/masyarakat, dan tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas itu.
b.
Persepsi kualitas Persepsi konsumen hampir selalu menjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen. Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau argumen bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibandingkan yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada kualitas atau ingin menjadi yang terbaik. Asosiasi organisasi menjadi sarana yang baik untuk mengkomunikasikan kualitas
yang
dapat
dipercaya
dan
selanjutnya
membantu
mengembangkan loyalitas. c.
Inovasi Inovasi merupakan hal penting bagi perusahaan, terutama persaingan di dalam kelas produk dimana teknologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen.
d.
Perhatian pada pelanggan Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat pertama sebagai nilai inti. Beberapa merek perusahaan melihat konsep “persahabatan” sebagai elemen identitas merek perusahaan. Hal ini
12
mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang diinginkan oleh konsumen, seperti kejujuran, perhatian, dapat dipercaya, dan rasa hormat. e.
Keberadaan dan keberhasilan Berbisnis dengan organisasi yang mempunyai sumber daya yang mendukung produk dan sejarah panjang dalam berbisnis dapat memberikan rasa aman. Sukses, yang diindikasikan dengan penjualan dan atau pertumbuhan penjualan, juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen yang telah memilih merek tersebut.
f.
Lokal vs Global Menjadi lokal Satu pilihan strategi diferensiasi adalah membuat satu merek dipersepsikan sebagai merek lokal dari perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing global tidak peka atau tidak sejalan dengan selera lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasaan lokal. Menjadi global Pilihan identitas lain adalah menjadi global. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah perusahaan global akan dianggap lebih maju secara teknologi, yaitu mampu berinvestasi di R&D dan mendatangkan kemajuan di Negara dimana mereka berkompetisi. Sebuah merek global juga mempunyai prestise karena ia mampu berkompetisi secara sukses dalam pasar yang berbeda.
2.7. Kategori Perceived Quality dan Leadership (Kategori Kualitas Merek dan Kepemimpinan) Kualitas Merek (Perceived Quality) Menurut Durianto (2001) brand perceived quality (persepsi kualitas merek) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Perceived quality didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
13
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Kepemimpinan (Leadership) Kepemimpinan mempunyai tiga dimensi (Durianto, et.al, 2004), yaitu: a.
Menggambarkan bagian dari sindrom “nomor satu” Artinya, jika cukup banyak konsumen ikut berperan dalam konsep merek dan membuatnya menjadi sales leader, merek tersebut pasti memiliki suatu kelebihan.
b.
Kepemimpinan menarik dinamika customer acceptance, yaitu fakta bahwa setiap orang selalu ingin popular dan tidak ingin melawan arus.
c.
Kepemimpinan menimbulkan inovasi di dalam kelas produk, dimana sebuah merek bergerak mendahului teknologi.
2.8. Kategori Loyalty Measures (Pengukuran Loyalitas Merek) Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya (Durianto, 2001). Rangkuti (2002) menyatakan bahwa loyalitas adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap suatu merek. Apabila brand loyalty meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan pesaing dapat dikurangi.
14
Harga Optimum (Price Premium) Menurut Durianto (2004) indikator dasar loyalitas adalah jumlah konsumen yang bersedia membayar untuk sebuah merek lain yang menawarkan manfaat yang sama atau sedikit lebih rendah. Dalam menentukan harga produk, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti pengaruh elemen bauran pemasaran, kebijakan penetapan harga perusahaan, dampak harga pada pihak-pihak lain, termasuk penetapan harga psikologis. Kepuasan/Loyalitas (Satisfaction/Loyalty) Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa. Sementara itu, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Tingkatan brand loyalty terdiri dari (Aaker, 1997): a.
Switcher (berpindah-pindah) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.
b.
Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Pembeli yang berada pada tingkat ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsikannya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pembeli membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
c.
Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung
15
switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. d.
Likes the brand (menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan symbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.
e.
Committed buyer (pembeli yang komit) Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Commited buyer Liking the brand Satisfied buyer Habitual buyer switcher
Gambar 2. Piramida brand loyalty (Durianto, et.al, 2001) 2.9. Kategori Market Behaviour Measures (Pengukuran Perilaku Pasar) Pangsa Pasar (Market Share) Merek suatu produk akan menjadi aset yang berharga pada saat merek itu sedang mengalami pertumbuhan penjualan atau berada pada kondisi yang stabil. Pada kondisi tersebut struktur harga produk menciptakan kondisi yang menguntungkan perusahaan. Jika suatu merek menancap kuat di benak
16
konsumen, pangsa pasar merek tersebut pada umumnya akan mengalami peningkatan atau setidaknya stabil. Pangsa pasar merupakan salah satu cermin pengukuran ekuitas merek yang baik. Jika ekuitas merek suatu produk tidak kuat, pangsa pasarnya akan menurun tajam sebagai dampak aktivitas pesaing yang mampu mengikis ekuitas merek produk yang menjadi perhatian itu. Harga pasar dan Jangkauan Distribusi Pengukuran ekuitas merek dapat menjadi bias bila kenaikan pangsa pasar disebabkan oleh penurunan harga atau promosi harga. Bahkan harga yang diturunkan tanpa mengikuti mekanisme struktur harga akan mengikis nilai ekuitas merek. Pengukuran harga pasar menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah harga kita terlalu tinggi (over pricing) atau terlalu rendah (under pricing). Jadi penetapan harga harus memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal. Penetapan harga berdasarkan harga pasar biasanya dimulai dari kebutuhan pelanggan (customer needs) kemudian baru dari faktor-faktor lainnya, seperti reaksi pesaing, posisi produk dipasar, dan masalah biaya serta margin. Pangsa pasar atau sales data juga sensitif terhadap jangkauan distribusi. Perolehan atau kehilangan outlet utama, atau perpindahan ke wilayah geografis lain dapat mempengaruhi pencapaian penjualan. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat dengan jelas ekuitas merek berdasarkan
perubahan
jangkauan
distribusi
yang
dibentuk
dengan
memperkuat persepsi kualitas atau identitas merek. 2.10. Promosi Promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk, dan meningkatkan para konsumensasaran agar membeli produk tersebut (Kotler, 2005). Strategi bauran promosi terdiri atas empat komponen utama, yaitu: (1) Periklanan, (2) Promosi penjualan, (3) Hubungan masyarakat, dan (4) Penjualan perorangan.
17
1. Periklanan (advertising): merupakan tiap-tiap bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi yng dibayar mengenai gagasan atau barang oleh sponsor yang teridentifikasi. Iklan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang atau memicu penjualan. Contoh : biro iklan, media, riset pemasaran, dan lain-lain. 2. Promosi pnjualan (sales promotion): adalah insentif jangka pendek untuk eningkatkan pembelian atau penjualan suatu produk dimana pembelian diharapkan dilakukan sekarang juga. Kegiatan promosi yang termasuk ke dalam promosi penjualan misalnya: pemberian kupon, obral, kontes, diskon, undian, hadiah, dan pameran. 3. Hubungan masyarakat (publicity): bertujuan membangun hubungan yang baik dengan pblik dan perusahaan dengan menghasilkan publisitas yang menyenangkan, menumbuhkembangan citra perusahaan yang baik, menangani atau melenyapkan desas-desus dan peristiwa yang tidak menyenangkan. Humas atau PR merupakan sebuah konsep yang menggunakan banyak sarana seperti siaran pers, publisitas produk, komunikasi perusahaan, lobbying dan penyuluhan. 4. Penjualan perorangan (personal selling): manajemen armaa penjualan (para wiraniaga) adalah suatu analisis, perencanaan, implementasi dan pengendalian merupakan
atas
kegiatan
pengembangan
wiraniaga. dari
Penjualan
penjualan
dengan
perorangan
ini
menggunakan
komunikasi person-to-person. Di dalamnya termasuk menetapkan sasaran, strategi armada penjual, merekrut, menyeleksi, melatih, mensupervisi serta mengevaluasi armada penjualan perusahaan. Jefkins (1997) dalam Imani, media beriklan terdiri dari dua media, yaitu a. Above The Line Merupakan lima media utama yang memberikan pemasukan bagi agen periklanan yang terdiri atas pers, radio, televisi, outdor, dan sinema. Media promosi ini dilakukan secara langsung.
18
b. Below The Line Merupakan media yang tidak memberikan pemasukan bagi agen periklanan, namun ditambahkan dalam persentase biaya. Media ini meliputi direct email, eksebisi, display ,penjualan tambahan, brosur penjualan, dan berbagai macam media lainnya. Media promosi ini dilakukan tidak seperti biasanya dan dilakukan secara tidak langsung, bersifat terselubung dengan tujuan membangun citra positif suatu produk/perusahaan. 2.11. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Simamora, 2001). Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur (instrumen) dapat mengukur apa yang ingin diukur. Suatu kuisioner dianggap valid jika memiliki butir-butir pertanyaan yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang diinginkan. Apabila ada pertanyaan yang tidak berhubungan berarti pertanyaan tersebut tidak valid, dan akan dihilangkan atau diganti dengan konsep pertanyaan lain yang lebih valid. Dengan kata lain, mampu memperoleh data yang tepat dari variable yang diteliti. Rumus yang digunakan adalah teknik kolerasi Product Moment Pearson adalah sebagai berikut:
r xy =
N(∑XY) –(∑X ∑Y) √N∑X2 – (∑X)2 √N∑Y2 – (∑Y)2
Keterangan: N = Jumlah responden X = Skor masing- masing pernyataan dari tiap responden Y = Skor total semua pertanyaan dari tiap responden
(1)
19
2.12. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat yang menunjukkan sejauh mana keandalan kuisioner. Kuisioner yang reliable adalah kuisioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama (Simamora, 2001). Pada penelitian ini, uji reliabilitas diukur dengan menggunakan Alpha Cronbach dan metode Spearman-Brown. Metode Alfa Cronbach digunakan pada pengujian kategori perceived quality dan Leadership. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
r 11 =
k (k-1)
1-
∑ σb
2
(2)
σ2 t
Keterangan : r 11
= Keandalan instrumen
k
= Banyak butir pertanyaan
Σσb2
= Jumlah ragam butir
σt2
= Ragam total
Untuk kategori association measures metode yang digunakan adalah metode Spearman-Brown. Dalam menguji realibilitas dengan teknik ini, skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian butirnya yaitu teknik pembelahan ganjil-genap. Dengan teknik pembelahan ganjil-genap, nilai butir bernomor ganjil dikelompokkan menjadi belahan pertama dan nilai butir bernomor genap dikelompokkan
menjadi
belahan
kedua.
Langkah
selanjutnya
adalah
mengkolerasikan nilai belahan pertama dengan nilai belahan kedua sehingga diperoleh kolerasi antara dua belahan instrument (rxy) dengan rumus sebagai berikut (Durianto, dkk, 2001):
r xy =
N(∑XY) –(∑X ∑Y) √N∑X2 – (∑X)2 √N∑Y2 – (∑Y)2
Keterangan : ∑X
= total skor belahan ganjil
∑Y
= total skor belahan genap
(3)
20
∑XY = total skor hasil kali belahan ganjil dan genap
rxy Nilai r
xy
= kolerasi antara dua belahan instrumen
tersebut menunjukkan hubungan antara dua belahan instrument.
Untuk selanjutnya nilai tersebut dimasukkan dalam rumus Spearman-Brown berikut: r 11 =
2rxy (1+ rxy)
(4)
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrument rxy = kolerasi antara dua belahan instrumen Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai dari tabel r product moment. Jika r11 < r product moment dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan tidak reliable. Sebaliknya jika r11 > r product moment dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan reliable dan penelitian dengan menggunakan instrument yang sama dapat dilanjutkan. 2.13. Tabulasi Silang Tabulasi silang adalah prosedur yang menyajikan deskripsi data dalam bentuk baris dan kolom. Tabulasi silang digunakan untuk melakukan analisis hubungan di antara baris dan kolom. Data yang digunakan untuk analisis ini adalah data yang berskala ordinal dan nominal. Pengambilan keputusan pada tabulasi silang dilakukan berdasarkan perbandingan antara uji chi-square dengan tabel chi-square. Bila nilai hasil hitung chi-square kurang dari atau sama dengan tabel chi-square maka hipotesis diterima. Bila chi-squared test menampilkan hasil kurang dari atau sama dengan 0,05, maka artinya ada hubungan antara baris dan kolom 2.14. Uji Cohran Uji Cohran digunakan untuk menguji nyata hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek. Uji ini dilakukan untuk menganalisis hubungan asosiasi antar berbagai atribut dalam kategori association measures. Asosiasi
21
yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut. Uji Cohran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua (dikotomi), yaitu “ya” atau “tidak”. Hipotesis pengujian: H0 : Kemungkinan jawaban “ya” adalah sama untuk semua variable (asosiasi) H1 : Kemungkinan jawaban “ya”
adalah berbeda untuk setiap variable
(asosiasi) Langkah-langkah pengujiannya adalah: a.
Hitung Nilai Q (Cochran) dengan rumus: C (C – 1) ∑Cj 2 – (C – 1) N 2
Q =
(5)
CN - ∑Ri 2
Keterangan: C = banyaknya asosiasi (atribut) Ri = jumlah baris jawaban “ya” Cj= jumlah kolom jawaban “ya” b.
2
Tolak H0 bila Q > χ (α, db)
db = C – 1
Uji Cochran digunakan untuk mengetahui nyatanya setiap asosiasi (atribut) yang ada dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q 2
2
dengan χ (α, db). Jika diperoleh nilai Q < χ (α, db) , maka H0 diterima, yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan dan membentuk brand image dari suatu merek. 2
Jika diperoleh nilai Q > χ (α, db), dapat disimpulkan bahwa belum cukup bukti untuk menerima H0. Dengan demikian tidak semua asosiasi adalah sama dan pengujian dilajutkan ke tahap dua untuk mengetahui asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi penyusun brand image suatu merek. 2
Jika nilai Q > χ (α, db), maka pengujian dilanjutkan ke tahap tiga dengan menggunakan teknik yang sama sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. 2
Jika nilai Q < χ (α, db), maka pengujian dihentikan, yang berarti brand image
22
suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi terakhir diuji. 2.15. Skala Likert dan Nilai rata-rata Skala Likert, dan nilai rataan digunakan untuk menganalisis kategori loyalty measurer. Skala Likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk. Informasi yang diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Misalnya, skala 1= sangat jelek, skala 2= jelek, skala 3= cukup, skala 4= baik, skala 5= sangat baik. Setelah data diperoleh, data digolongkan ke dalam kategori berdasarkan nilai yang dipeoleh dengan cara mengalihkan besarnya bobot pada kategori tertentu yang telah ditetapkan dengan jumlah responden yang masuk ke dalam kategori yang sama. Dari data yang diperoleh, dicari nilai rataannya untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran keragaman tanggapan responden dengan menggunakan rumus (Durianto, dkk, 2001) berikut: Rata-rata (x) =
∑ xi. Fi
(6)
N
Hasil dari rataan tersebut dipetakan ke rentang skala dengan mempertimbangkan informasi interval berikut:
Interval =
nilai tinggi – nilai terendah banyaknya kelas
=
5–1 5
= 0,8
Setelah besarnya skala diketahui, kemudian dibuat rentang skala agar dapat diketahui dimana letak rataan penilaian responden terhadap setiap unsure diferensiasinya dan sejauh mana variasinya. Rentang skala tersebut adalah: 1,00 – 1,80 = sangat buruk
23
1,80 – 2,60 = buruk 2,60 – 3,40 = cukup 3,40 – 4,20 = baik 4,20 – 5,00 = sangat baik 2.16. Skala Semantic Differential Alat analisis lainnya digunakan dalam penelitian ini adalah skala semantic differential. Skala ini digunakan untuk menganalisis kategori perceived quality. Skala ini merupakan salah satu skala faktor yang dikembangkan untuk menganalisis dua masalah (Durianto, dkk, 2001), yaitu: 1. Pengukuran populasi yang multidimensi 2. Pengungkapan dimensi yang belum dikenal atau belum diketahui. Metode skala ini dikembangkan khususnya untuk mengukur arti psikologis dari suatu objek di mata seseorang. Metode ini didasarkan pada proporsi bahwa suatu objek memiliki berbagai dimensi pengertian kontatif yang berbeda dalam ruang ciri multidimensi yang disebut ruang semantic. Metode ini dibuat dengan menempatkan dua skala penilaian dalam titik-titik ekstrim yang berlawanan, yang sering disebut bipolar. Biasanya di antara dua titik ekstrim didapati lima atau tujuh titik-titik butir skala dimana responden menilai suatu konsep atau lebih pada setiap butir skala. Sebagai contoh butir-butir skala semantic differential: Baik
(5) ___:___:___:___:___ (1) Baik
Lambat (1) ___:___:___:___:___ (5) Cepat Lemah (1) ___:___:___:___:___ (5) Kuat Menarik (5) ___:___:___:___:___ (1) Tidak Menarik 2.17. Estimasi Market Share (Pangsa pasar) Memperkirakan pangsa pasar merupakan bukan hal yang mudah. Pendekatan perhitungan pangsa pasar pada penelitian ini dilakukan berdasarkan data hasil kuisioner yang dibagikan kepada responden. Pada hakikatnya, pangsa pasar suatu produk dapat dibangun dari faktor-faktor yang dideskripsikan sebagai berikut (Durianto, dkk, 2004):
24
Market share = Awareness x Product attractiveness x Willingness to pay x Availability Keterangan: 1. Awareness Dapat dilihat dari hasil survey yang telah diperoleh, yaitu dari unaided brand awareness yang merupakan penjumlahan Top of Mind dan Brand Recall. 2. Product attractiveness Di dapat atas penilaian responden terhadap suatu merek yang menjadi objek
penelitian
relative
terhadap
merek-merek
lainnya
dengan
menanyakan ketertarikan responden terhadap suatu merek. 3. Willingness to pay Dilakukan melalui pendekatan dari tingkat kepuasan responden terhadap performance pada atribut harga yang sesuai dengan kualitas. 4. Availability Diukur
berdasarkan
pendekatan
kemudahan
responden
dalam
mendapatkan objek/produk.
2.18. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Wuryaningsih (2007) menganalisis brand equity Esia prabayar dalam persaingan industri telekomunikasi CDMA dan implikasinya terhadap bauran pemasaran pada mahasiswa di Depok. Metode yang digunakan adalah metode Product Moment, Hoyt, Alfa Cronbach, skala likert, skala differential, Uji Cochran, Biplot, Brand Switching Pattern Matrix, dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Esia merupakan merek yang paling diingat oleh konsumen berdasarkan posisi top of mind tertinggi pada elemen brand awareness. Dari hasil analisis brand association, didapatkan bahwa asosiasiasosiasi pembentuk brand image merek Esia adalah produk mudah diperoleh di pasaran, mudah mendapatkan voucher isi ulang, tarif pembicaraan ke sesama operator murah, taris SMS ke sesama operator murah, dan produk yang sedang trend saat ini. Penilaian konsumen pada perceived quality menunjukan bahwa merek Esia unggul dibandingkan dengan merek lain dalam atribut pusat
25
pelayanan (gerai). Analisis pada elemen brand loyalty menunjukkan bahwa merek Esia belum memiliki brand loyalty yang kuat. Hal ini tercermin dari bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan linking the brand dan committed buyer. Dari hasil analisis brand equity Esia, implikasi terhadap bauran pemasaran adalah meningkatkan kualitas produk dalam atribut suara, sinyal, customer service, jaringan, kualitas sambungan telepon dan SMS sehingga kualitas Esia dapat dinilai baik oleh konsumen. Menurut Pratama (2006) dalam analisis brand equity Pocari Sweat dalam persaingan industri minuman bahwa elemen brand awareness merek Pocari Sweat merupakan merek yang paling diingat oleh konsumen. Asosiasi pembentuk brand image pada elemen brand association menunjukan bahwa merek Pocari Sweat mendapatkan dua brand image, yaitu aman bagi kesehatan dan rasa yang segar pelepas dahaga. Penilaian konsumen pada perceived quality menunjukan bahwa merek Pocari Sweat lebih unggul dibandingkan merek lainnya dalam atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi, rasa, dan memulihkan stamina. Analisa pada elemen brand loyalty menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat belum memiliki brand loyalty yang kuat. Hal ini tercermin dari bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan liking the brand dan committed buyer. Menurut Abadi (2009) dalam analisis elemen-elemen brand equity PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk cabang Bogor bahwa elemen brand awareness merek PT. BMI menempati urutan tertinggi. Pada analisis brand association diketahui brand image PT. BMI cabang Bogor adalah bank murni syariah pertama di Indonesia, terjamin halal, bernuansa islami, pelayanan karyawan yang ramah dan sistemnya lebih fair. Pada analisis perceived quality PT. BMI cabang Bogor nilai rataan tertinggi berada pada atribut terjamin halal. Sedangkan nilai rataan terendah berada pada atribut program promosi dan iklan. Pada analisis brand loyalty, terdapat 7 persen responden swircher, terdapat 27 persen responden yang termasuk tingkatan habitual buyer, terdapat 43 persen responden yang termasuk tingkatan satisfied buyer, terdapat 45 persen responden yang termasuk tingkatan liking the brand dan terdapat 14 persen responden yang termasuk tingkatan committed buyer.