BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Bank Syariah
2.1.1
Pengertian Bank Syariah Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Bank yang beroperasi dengan prinsip Syariah atau Islam namun Bank Syariah juga merupakan bank yang dalam operasionalnya berlandaskan kepada AlQur’an dan Al-Hadist bias juga perbankan syariah atau perbankan islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah menurut hukum Islam. Usaha pembentukan system ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami 22
dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh system perbankan konvensional. Menurut UU No.21 tahun 2008 definisi bank syariah adalah : “Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.Selain itu, pada pasal 1 ayat 12 dinyatakan bahwa : “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”. Prinsip yang diterapkan oleh bank Islam atau bank syariah tersebut salah satunya menjauhkan riba dalam praktek perbankan. Hukum Islam telah melarang riba seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 130 : “Wahai orangorang yang beriman! Janganlah kamu makan atau mengambil riba dengan berlipatlipat ganda, dan hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah supaya kamu Berjaya.” Dari beberapa pengertian bank Islam yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank Islam atau bank syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang system dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum islam sebagaimana yang diatur didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Bank islam diperkenankan untuk mengeluarkan produk, jasa dan kegiatan usaha perbankan yang baru, dimana sebelumnya belum ada atau tidak dikenal pada zaman Rasululloh, asalkan hal itu tidak bertentangan atau selaras dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Pada bank Islam umumnya dibentuk suatu
23
lembaga pengawas yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa dan kegiatan usaha bank islam tersebut, agar tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Lembaga pengawas inilah yang akan memberikan fatwa kepada bank yang bersangkutan.
2.1.2
Fungsi dan Peranan Bank Syariah Setiap lembaga keangan baik konvensional maupun syariah memiliki fungsi
dan peranan. Menurut Sudarsono (2008:45) fungsi dan peranan Bank Syariah dapat diketahui sebagai berikut : 1. Manajer Investasi, Bank Syariah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, Bank Syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, Bank Syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. 4. Pelaksanaaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, Bank Islam juga memiki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasi, medistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
2.1.3
Struktur Bank Syariah Struktur organisasi di Bank Syariah memiliki kesamaan dengan bank
konvensional seperti memiliki komisaris dan direksi. Akan tetapi yang sangat 24
berbeda bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang bertugas mengawasi seluruh operasional Bank Syariah serta produk-produknya apakah sesuai dengan Syariah atau tidak. 1. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris pada setiap bank. Peran utama para ulama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu dengan ketentuan-ketentuan syariah. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Pengawas Syariah. 2. Dewan Syariah Nasional Dewan Pegawas Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia. Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produ-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam, meneliti dan memberikan fatwa produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah, memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada lembaga keuangan syariah, serta memberi teguran kepada 25
keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.
2.1.4
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka Bank Syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat dilihat secara singkat pada table berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah
Bank Konvensional
elakukan investasi yang halal saja.
Invetasi halal dan haram.
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli Memakai perangkat bunga. atau sewa.
Profir oriented.
Profit dan Falah Oriented. Hubungan
dengan
nasabah
Hubungan dalam
26
dengan
nasabah
hubungan debitur-kreditur.
bank
Tidak terdapat dewan sejenis.
bentuk hubungan kemitraan. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
Sumber : M. Syafi’I Antonio, (2012:61) 2.1.5
Akad dan Produk Bank Syariah Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjia atau kesepakatan atau
transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingka dengan nilai-nilai Syariah. Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai.
Secara
khusus
penawaran/pemindahan
akad
berarti
kepemilikan)
keterkaitan dan
qabul
antara
ijab
(pernyataan
(pernyataan
penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu (Santoso, 2003). Untuk produk-produk pembiayaan bank syariah ditujukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat ke sektor riil untuk tujuan produktif dalam investasi bersama (investment financing) yang dilakukan bersama mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyrakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan
27
yang menggunakan pola jual beli (murabahah, salam, dan istishna) dan pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik). Gambar 2.1 Akad dan Produk Bank Syariah
Sumber : http://scienceofsyairiel.blogspot.com/2012/05/blog-post.html 2.1.6
Macam-Macam Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan berdasarkan prinsip syarah sendiri adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan, dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, dengan seumber dari penyaluran pembiayaan ini adalah dari penghimpunan dan yang diberikan oleh nasabah atau deposan (shahibuk maal). 1. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan dengan prinsip jual beli yang umum dan sering dijalankan di perbankan syariah dinamakan murabahah. Murabahah sendiri terdiri dari beberapa
28
skim, yaitu Cost Plus Margin, Installment Sale, As Salam, serta jual beli dengan pesanan (Allstishna’). Untuk Cost Plus Margin merupakan jual beli dengan pembayaran sekaligus secara tunai atau waktu tenggang tertentu sesuai kesepakatan. Bai Bitsaman Ajil atau Installment Sale adalah jual beli dengan pembayaran dilakukan secara angsuran sesuai dengan kesepakatan. Haraga jual adalah harga pokok ditambah dengan margin adalah jumlah angsuran, maka sepanjang perjanjian angsuran tersebut tidak berubah. 2. Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan bagi hasil mudharabah adalah pembiayaan yg diberikan oleh bank (shahibul maal) kepada pengusaha untu membiayai suatu proyek atau usaha. Bank memberikan 100% modalnya dan pengusaha mengelola usahanya sesuai kesepakatan. Bank memliki hak untuk ikut mengawasi proyek atau usaha yang dimaksud. Hasil dari usaha atau proyek dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati, misalnya 50:50. Demikian juga jika terjadi kerugian maka masing-masing pihak akan menanggung rugi sesuai kesepakatan dan porsinya dan diatur bank syariah sesuai fatwa Dewan Syariah Nasional. 3. Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan suatu proyek atau usaha, dimana masing-masing pihak antara bank dan pengusaha menyertakan modalnya dan mengelola usaha yang dimaksud secara bersama-sama. Keuntungan atau kerugian yang muncul dibagikan ditanggung secara bersama sesuai nisbahnya. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan seperti barang-barang, properti dan sebagainya. Jika 29
modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh para mitra kerja tersebut.
2.2
Risiko
2.2.1
Pengertian Risiko Kesuksesan mengelola risiko bisa diraih dengan mengetahui secara benar apa
itu risiko dan bagaimana kesiapan kita dalam mengelola risiko. Risiko bisa muncul kapan saja yakni sebelum, ketika, dan setelah pengambilan keputusan dilakukan. Menurut Wahyudi, dkk. (2013:4) risiko dapat didefinisikan sebagai berikut : “konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidakpastian yang berpotensi mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negatif lainnya yang merugikan bagi pengambil keputusan”. Sedangkan Menurut Ricky W .Griffin dan Ronald J .Ebert dalam buku Fahmi & Hadi, (2009:10) risiko adalah uncertainly about futue events, bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan suatu pertimbangan. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa risiko adalah suatu bentuk keadaan yang muncul lebih dari satu pilihan dan dampak dari tiap pilihan tersebut belum dapat diketahui dengan pasti, sebagaimana tidak pastinya dimasa depan dan diperolehnya hasil yang tidak sesuai harapan
30
2.2.2
Risiko Sistematis & Tidak Sistematis Salah satu prasyarat untuk dapat mengelola risiko dengan baik adalah
memahami bentuk-bentuk risiko. Risiko dapat mengandung beberapa dimensi, yaini biaya peluang, potensi kerugian atau dampak negatif lainnya, ketidakpastian dan diperolehnya hasil yang tidak sesuai harapan. Menurut Wahyudi, dkk. (2013:4) mengemukakan bahwa : “Risiko yang dihadapi Bank Islam dapat diklasifikasikan berdasarkan dampaknya dibagi menjadi dua yaitu, pertama risiko unik atau bisa disebut dengan risiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah risiko yang dapat didiversifikasi, risiko ini dampaknya hanya ditanggung oleh proyek bank atau institusi tertentu. Kedua, risiko pasar atau bisa disebut dengan risiko sistematis (systematic risk) adalah risiko yang tidak dapat didiversifikasi, risiko ini berdampak pada semua institusi atau proyek yang ada dalam cakupan pasar aau sektor atau geografis tertent dan risiko ini tidak mngkin bisa dihilangkan dengan diversifikasi portofolio investasi, kecuali jika keluar dari cakupan tersebut”. Sedangkan menurut Arifin (2005:28) berpendapat bahwa : “Risiko dibedakan menjadi dua, yaitu risiko sistematis (systematic risk) dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk), risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar (market risk) adalah risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan strateg diversifikasi. Ketika suatu portofolio berisikan semakin banyak aset maka risiko portofolio akan cenderung turun, namun risiko tersebut tidak dapat dihilangkan dengan strategi diversifikasi. Risiko yang dapat dihilangkan dengan strategi diversifikasi dinamakan risiko tidak sistematis (unsystematic risk)”. 31
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa risiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah risiko dapat dihilangkan atau diminimalkan berdasarkan prinsip diversifikasi risiko dan dampaknya hanya ditanggung oleh bank atau institusi tertentu dan tidak merembet pada proyek atau institusi lainnya. Risiko sistematis (systematic risk) itu tidak dapat dihilangkan risikonya, faktor risiko ini umumnya terkait dengan variabel makro-ekonomi salah yang akan berdampak pada semua institusi atau proyek yang ada dalam cakupan pasar atau sektor geografis tertentu.
2.2.3
Non Performing Financing Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL) adalah
kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk Bank Syariah. Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank sehingga semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas pembiayaan bank tersebut. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan sektor terbesar dalam menyumbang pendapatan bank. Pengertian NPF menurut Muhammad (2005) adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin naik keuntungannya, sebaliknya bila tingkat NPF tinggi maka
32
bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Adapun cara menghitung dari NPF adalah
2.3
Pembiayaan
2.3.1
Pengertian Pembiayaan Berdasarkan UU No.21 tahun 2008 tentang perubahan atas UU No.7 tahun
1992 dan UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit atau pembiayaan pada Pasal 1 ayat 25 “Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil”. Dari uraian diatas, pembiayaan diberikan kepada nasabah yang memerlukan dana. Nasabah disini tidak hanya pihak perorangan akan tetapi bisa juga merupakan pihak koperasi yang memerlukan kerja sama dengan Bank Syariah. Pembiayaan
33
diberikan dengan berlandaskan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dimana pihak bank sangat memperhatikan aspek-aspek penilaian nasabah yang akan bermitra dengan Bank Syariah. Sedangkan menurut Muhammad (2005:17) mengemukakan bahwa : “Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung suatu investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga”. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembiayaan adalah pendanaan atau penyediaan uang dimana didasari oleh kesepakatan atau persetujuan antara bank dan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan dana dengan jangka waktu yang telah disepakati.
2.3.2
Jenis-Jenis Pembiayaan Pembiayaan atau kredit merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh
Bank Syariah kepada nasabahnya. Antoni (2012:160) membagi pembiayaan menjadi dua jenis yaitu : 1. Pembiayaan Produktif Untuk memenuhi keperluan investasi, Bank Syariah dapat membantu dalam bentuk musyarakah mutanaqishoh. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip pernyataan dan secara bertahap melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kendali yang dilakukan secara bertahap.
34
Bentuk lainya yang dapat digunakan adalah al-ijarah muntahia bi tamlik (ijarah wa iqtina). Dalam memenuhi kebutuhan modal kerja, Bank Syariah dapat membantu dengan cara mudharabah. Sedangkan untuk pembiayaan piutang dan likuiditas, bank dan menggunakan al-qardh. Kebutuhan pembiayaan likuiditas dapat dipenuhi dengan prinsip jual beli. 2. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan komersil untuk memenuhi kebutuhan barang konsumsi dapat dilakukan Bank Syariah dengan menggunakan skema al bai’bitsaman ajil, ijarah al muntahia bit tamlik, al musyarakah mutanaqishah atau ar rahn. Untuk seseorang yang berada dalam fakir atau miskin, ia dapat saja diberikan pinjaman oleh qardhul hasan. Dilihat dari keperluannya, Antonio (2012:160) membagi pembiayaan konsumtif menjadi dua hal sebagai berikut : a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan yakni pertama, peningkatan produksi baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. Kedua, untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barag-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitasnya yang erat kaitannya dengan itu. 35
2.3.3
Pembiayaan Murabahah
2.5.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah Murabahah merpakan salah satu prinsip jual beli yang dijaankan Bank Syariah tanpa mengenal riba. Seperti dalam QS. Al-Baqarah: 275 menyebutkan bahwa “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Pengertian murabahah dikemukakan oleh Antonio (2012:91) yaitu “Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati”. Dalam Murabahah dibutuhkan beberapa syarat, antara lain : a. Mengetahui harga pertama (harga pembelian) Pembelian kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu adalah syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan murabahah, seperti pelimpahan wewenang (tauliyah), kerjasama dan kerugian, karena semua trasaksi ini berdasarkan pada harga pertama yang merupakan modal. b. Mengetahui besarnya keuntungan Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli. c. Modal hendaknya berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.
36
d. Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbahkan riba tersebut terhadap harga pertama atau orang lain. e. Transaksi pertama haruslah sah secara syara’. Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah diterapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan harga, karena tidak benar penamaan.
2.3.3.2 Jenis Pembiayaan Murabahah Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam Antonio (2012:91), yaitu : 1. Murabahah Tanpa Pesanan Maksudnya adalahada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, Bank Syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli. 2. Murabahah Berdasarkan Pesanan Maksudnya adalah Bank Syariah baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang akan dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangan tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian tersebut. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi :
37
a. Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat, maksudnya apabila telah pesan harus dibeli. b. Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak mengikat, maksudnya adalah walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut. Jika dilihat dari cara pembayarannya, maka murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan pembayaran tangguh. Yang banyak dijalankan oleh Bank Syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan pesanan dengan sifatnya mengikat dan cara pembayaran tangguh.
2.3.3.3 Aplikasi dalam Perbankan Murabahah pada umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui Letter of Credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia perbankan pada umumnya. Kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan murabahah secara berkelanjutan (rol over/evergreen) seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal). Murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Akad murabahah lebih sesuai dengan untuk skema sekali akad. Hal ini mengingat prinsip murabahah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi. 38
2.3.3.4 Risiko Pembiayaan Murabahah Diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi dikemukakan oleh Antonio (2012:91) antara lain sebagai berikut : 1. Default atau kelalaian, nasabah secara sengaja tidak membayar angsuran. 2. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. 3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi oleh asuransi. Dengan demikian, bank mempunyai risiko menjualnya kepada pihak apabila barang tersebut ditolak oleh nasabah yang bersangkutan. 4. Dijual, karena bai’ al murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termask untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risik untk default akan besar. Secara umum, aplikasi perbankan dari murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
39
Gambar 2.2 Skema Murabahah
Sumber : http://scienceofsyairiel.blogspot.com/2012/05/blog-post.html
2.3.4
Pembiayaan Musyarakah
2.3.4.1 Pengertian Pembiayan Musyarakah Pembiayaan musyarakah telah disebutkan sebelumnya pada produk penyaluran dana. Namun, untuk lebih mendalam dibahas kembali pada bagian ini. Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Menurut Antonio (2012:90). Musyarakah adalah “Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
40
suatu
usaha
dimana
masing-masing
pihak
memberikan
kontribusi
dana
(amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dari risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”. Sedangkan menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106, yang dikutip oleh Sri Nurhayati Wasilah (2008:134) dalam bukunya “Akuntansi Syariah di Indonesia” mendefinisikan Musyarakah adalah “Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana”. Pembiayaan musyarakah dapat dilakukan untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan pihak bank. Nasabah dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah untuk mendanai suatu proyek tertentu atau usaha tertetu dan kemudian akan disepakati berapa modal dari bank dan berapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasilnya masing-masing pihak berdasarkan persentase pendapatan atau keuntuga bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai akad (Fatwa DSN_MUI Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah sebagai akad antara orag-orang yang berserikat dalam modal maupun keuntungan. Hasil keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan usaha. Sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sampai batas modal masing-masing. Secara umum dapat diartikan patungan modal usaha dengan bagi hasil menurut kesepakatan. 41
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama. Dalam pembiayaan musyarakah ini, antara bank dan pengusaha bekerjasama memadukan seluruh bentuk sumber daya yang baik yang terwujud maupun tidak berwujud untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
2.3.4.2 Dasar Hukum Musyarakah Dasar hukum mengacu kepada asal usul dan diterimanya prinsip syirkah ini. Landasan hukum ini sebagai pedoman dasar perbankan syariah (Sudarsono, 2008:76) ialah : 1. Maka mereka berserikat pada sepertiga (QS:an-Nisaa (4):12) 2. Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbua dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh (QS. Shaad:24) Ayat diatas merupakan firman Allah SWT yang menunjukkan bahwa adanya perserikatan dalam kepmilikan harta yang terjadi karena adanya akad (ikhtiyari).
2.3.4.3 Jenis-Jenis Musyarakah Terdapat dua jenis musyarakah, yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad. Menurut Antonio (2012:91) jenis-jenis musyarakah sebagai berikut : 1. Musyarakah Pemilikan Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam 42
musyarakah ini, kepemilikan oleh dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut 2. Musyarakah akad Akad tercipta dengan cara kesepakatan dua orang atau lebih dimana tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
2.3.4.4 Rukun dan Syarat Musyarakah Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerja sama antara pihak-pihak yang terkait untuk menjalankan suatu usaha. Rukun musyarakah ada empat yaitu Antonio (2012:91) : 1. Pelaku terdiri dari para mitra 2. Objek musyarakah berupa modal kerja 3. Ijab kabul/serah terima 4. Nisbah keuntungan
Adapun syarat dari musyarakah yaitu : 1. Melafadzkan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta 2. Anggota syirkah saling mempercayai 3. Mencampurkan harta yang akan diisyaratkan
43
2.3.4.5 Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Menurut Antonio (2012:93) aplikasi pembayaran musyarakah dalam perbankan terbagi menjadi dua bentuk yaitu :
1. Pembiayaan Proyek Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank 2. Modal Venture Pada lembaga keuangan khususnya yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertetu dan setelah itu bank melakukan investasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. 2.3.4.6 Manfaat al-musyarakah Al-musyarakah dapat memberikan manfaat yang sangat berguna bagi pihak bank maupun nasabah. Antonio (2012:93) mengemukakan pendapat bahwa terdapat bayak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
44
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5. Prinsip bagi hasil mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap berapa pun keuntungan yang akan dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.3.4.7 Risiko Musyarakah Setiap pembiayaan memiliki risiko yang dihadapi oleh bank maupun nasabah. Antonio (2012:94) berpendapat bahwa terdapat risiko dalam pembiayaan musyarakah, terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan yang relatif tinggi, yaitu : 1. Side Streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan yang disebutkan dalam kontrak. 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja. 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.
45
Risiko atas kelemahan dari metode musyarakah terletak pada metodenya, tetapi lebih terletak pada shahibul maal atau pengelola dana, maka dikhawatirkan risiko dari musyarakah ini akan terjadi. Gambar 2.3 Skema Musyarakah
Sumber : http://scienceofsyairiel.blogspot.com/2012/05/blog-post.html Skema itu menunjukkan bahwa prinsip musyarakah adalah dana yang disertakan dan dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih yang bersyarikat. Implikasinya hasil dana yang dikelola harus dibagi sesuai kesepakatan bersama, begitu juga jika terjadi kerugian yang harus ditanggung secara bersama atau sesuai dengan proporsi modal yang disetorkan.
46
2.3.5
Pembiayaan Mudharabah
2.3.5.1 Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari kata adharbu fil ardhi, yaitu berpergian urusan dagang. Firman Allah SWT dalam (QS 73:20), “mereka berpergian di muka bumi mencari karunia Allah SWT” disebut juga Qiradh yang berasal dari al-Qardhu yang berarti al-qathu. Potongan ayat tersebut menjelaskan bahwa pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Menurut Antonio (2012:95) pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituagkan dalam kontrak. Menurut Adiwarman (2009:204) pembiayaan mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedia, yakni si pelaku usaha dengan tujuan mendapatkan uang. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah adalah suatu bentu kerja sama yang didanai sepenuhnya oleh penyandang dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) yang menjalankan usaha tanpa penanaman dana sesuai dengan kesepakatan dan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
47
2.3.5.2 Dasar Hukum Mudharabah Dasar hukum mengacu kepada asal usul dan diterimanya syirkah ini. Landasan hukum ini sebagai pedoman dasar perbankan syariah menurut Sudarsono (2008:76) ialah : 1. Dan jika dari orang-orang yang berjalan di muka bumi ini mencari sebagian karunia Allah SWT (QS. Al-Muzzamil (73):20). 2. Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi ini dan carilah karunia Allah SWT (QS. Al-Jumnah (63):10). Ayat diatas merupakan firman Allah SWT yang menunjukkan bahwa kita setelah kita menunaikan kewajiban dan kebutuhan kita yaitu shalat carilah karunia Allah SWT yaitu misalnya berpergian dengan urusan berdagang yang menghasilkan keuntungan yang halal.
2.3.5.3 Jenis-Jenis Pembiayaan Mudharabah Menurut Antonio (2012:97) bahwa pembiayaan mudharabah terbagi menjad dua jenis yaitu mudharabah muthalaqah dan mudharabah muqayyadah. Berikut ini adalah penjelasan dari jenis-jenis pembiayaan mudharabah tersebut :
48
1. Mudharabah Muthalaqah Transaksi mudharabah muthalaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. 2. Mudharabah Muqayyadah Transaksi mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib, dimana mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, wakt dan tempat usaha.
2.3.5.4 Rukun Mudharabah Pemilik modal maupun pengelola usaha dalam melakukan pembiayaan mudharabah harus memenuhi rukun-rukun yang diterapkan oleh Bank Syariah. Menurut Adiwarman (2009:193) faktor-faktor yang harus ada (rukun) pada akad mudharabah adalah : 1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha), jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Dalam akad mudharbah harus ada dua minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik. 2. Modal (shahibul maal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau amil). 3. Objek mudharabah (modal dan kerja), faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. 49
Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berupa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill dan lain-lain. 4. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul), faktor ketiga yaitu persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (samasama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerjanya. 5. Nisbah keuntungan, adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan-imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencaega terjadinya perselisihan antara kedua belah puhak mengenai cara pembagian keuntungan.
2.3.5.5 Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Antonio (2012:97) menerapkan mudharabah pada : 50
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya. 2. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khususnya untk bisnis tertentu, misalkan murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk : c. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. d. Investasi khusus, disebutkan juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
2.3.5.6 Manfaat al-Mudharabah Al-mudharabah dapat memberikan manfaat yang sangat berguna bagi pihak bank maupun nasabah. Antonio (2012:93) mengemukakan pendapat bahwa terdapat bayak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
51
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5. Prinsip bagi hasil mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap berapa pun keuntungan yang akan dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.3.5.7 Risiko Mudharabah Setiap pembiayaan memiliki risiko yang dihadapi oleh bank maupun nasabah. Antonio (2012:94) berpendapat bahwa terdapat risiko dalam pembiayaan mudharabah, terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan yang relatif tinggi, yaitu : 1. Side Streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan yang disebutkan dalam kontrak. 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja. 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur. Risiko atas kelemahan dari metode mudharabah terletak pada metodenya, tetapi lebih terletak pada shahibul maal atau pengelola dana, maka dikhawatirkan risiko dari mudharabah ini akan terjadi.
52
Gambar 2.4 Skema Mudharabah
Sumber : http://scienceofsyairiel.blogspot.com/2012/05/blog-post.html Skema itu menunjukkan bahwa prinsip mudharabah adalah dana yang disertakan dan dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih yang bersyarikat. Implikasinya hasil dana yang dikelola harus dibagi sesuai kesepakatan bersama, begitu juga jika terjadi kerugian yang harus ditanggung secara bersama atau sesuai dengan proporsi modal yang disetorkan.
53
2.4
Return
2.4.1
Pengertian Return Ibarat suatu koin, imbas hasil dan risiko akan senatiasa melekat pada suatu
bisnis. Islam mengakui adanya keuntungan sebagaimana diakuinya risiko. Dalam suatu kaidah fikih disebutkan “alghunnu bil ghurmi” dan “al khajaru bidh dhamani” atau dikenal dalam istilah keuangan modern dengan “risk-return trade-off” Wahyudi,dkk. (2012:81), Arti dari keduanya adalah apabila ingin mendapatkan return, harus bersedia menanggung risiko semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat return yang diharapkan, semakin tinggi risiko yang dihadapi. Setiap return selalu beriringan dengan risiko, sehingga risiko dominan dalam Pebankan Syariah adalah risiko yang terkait dengan pembiayaan. Dalam syariah risiko tidak dapat dihilangkan, namun dapat ditransfer atau dibagi atau dikelola. Oleh karena itu ekonomi syariah lebih mendorong pembiayaan berbasis bagi hasil, dimana return maupun risiko dibagi kepada para pihak yang bekerjasama. Pengertian return menurut Irham & Yovi (149) adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, individu, dan institsi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya, menurut R.J Shook return merupakan laba investasi, baik melalui bunga maupun dividen.
2.4.2
Return On Equity Penggunaan Return on Equity sebagai indikator dari tingkat profitabilitas
Bank Syariah adalah karena dapat mengetahui kemampuan manajemen dalam 54
mengelola capital yang tersedia untuk menghasilkan net income. Pengelolaan capital yang baik dapat menunjukkan bahwa penggunaan capital tersebut digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan seperti murabahah, musyarakah dan mudharabah dengan baik dan tanggung jawab. Menurut Agnes Sawir (2001:20) : “Return on Equity mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan”. Return on Equity mengukur berapa presentase laba bersih terhadap total ekuitas yang ada di perusahaan tersebut. Adapun cara menghitung ROE sebagai berikut :
2.5
Pengaruh Tingkat Bagi Hasil terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah Tujuan utama Bank Syariah adalah mendorong dan mempercepat kemajuan
ekonomi masyarakat dengan melakukan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial dan investasi yang dilakukan Bank Syariah dalam penyaluran dana kepada masyarakat, maka Bank Syariah akan memperoleh pendapatan salah satunya pendapatan tingkat Bagi Hasil dan Pembiayaan tingkat Jual Beli. Apabila pendapatan yang diperoleh Bank Syariah meningkat maka peluang memperoleh laba pun akan meningkat, dengan asumsi beban terjadi lebih kecil daripada pendapatan. Laba yang semakin meningkat tersebut mendongkrak
55
profitabilitas bank. Profitabilitas merupakan ukuran kesuksesan manajemen dalam menghasilkan keuntungan dari kegiatan keuangan bank tersebut. Besarnya pendapatan tingkat Bagi Hasil ini akan mempengaruhi besarnya laba bersih yang diperoleh Bank Syariah, yang tentunya akan mempengaruhi besarnya tingkat profitabilitas Bank Syariah khususnya pengukuran profitabilitas berdasarkan Return on Equity (ROE). Semakin baik pengelolaan tingkat Bagi Hasil maka akan semakin besar tingkat pendapatan Bagi Hasil yang diperoleh dan akan semakin besar pula peluang meningkatnya laba bersih dan tentunya akan semakin besar pula peluang meningkatnya profitabilitas bank. Semakin besar tingkat profitabilitas suatu bank maka akan menunjukkan kinerja bank semakin baik. Menurut Whedy Prasetyo (2010) : “bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat Bagi Hasil dan pembiayaan Jual Beli secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hasil yang memberikan penjelasan bahwa semakin besar tingkat Bagi Hasil dan Jual Beli menjadikan profitabilitas semakin tinggi”.
2.6
Pengaruh tingkat Pembiayaan Jual Beli terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah Dalam Bank Islam atau Bank Syariah , pembiayaan murabahah memegang
kedudukan kunci nomor dua setelah pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Karena nasabah sudah banyak mengetahui bahwa pembiayaan murabahah hanya sebagai pelengkap Syariah dan pembiayaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang banyak diminati oleh nasabah di Bank-bank Syariah. Pembiayaan 56
murabahah dapat diterapkan dalam penggadaan barang. Menurut Antonio (2012:91) Murabahah juga adalah suatu jasa jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati. Keberhasilan dan keberlangsungan suatu bank salah satunya dapat dilihat dari kinerja bank dalam menjalankan serta mengelola hasil usahanya terutama keberhasilan dalam mendapatkan laba usaha. Namun, adakalanya keberhasilan bank tersebut akan terganggu oleh kegiatan operasional bank itu sendiri salah satunya adalah akibat dari adanya risiko kredit (pembiayaan) yang diberikan bank tersebut sebagai salah satu kegiatan pokoknya selain berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Besarnya pendapatan Jual Beli murabahah itu sendiri akan berdampak kepada besarnya laba yang diperoleh suatu bank. Dalam pembiayaan Jual Beli murabahah dapat menentukan kinerja keuangan bank terutama dalam mendapatkan laba. Jika pembiayaan ini dapat beroperasi lancar maka akan dapat meningkatkan keuntungan bagi pihak bank dan akan semakin besar pula peluang meningkatnya laba bersih dan tentunya akan semakin besar pula peluang meningkatnya profitabilitas bank. Semakin besar tingkat profitabilitas suatu bank maka akan menunjukkan kinerja bank semakin baik. Menurut Whedy Prasetyo (2010) : “bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat Bagi Hasil dan pembiayaan Jual Beli secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hasil yang memberikan penjelasan bahwa semakin besar tingkat Bagi Hasil dan Jual Beli menjadikan profitabilitas semakin tinggi”.
57
2.7
Pengaruh tingkat Bagi Hasil dan Pembiayaan Jual Beli terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah Bank-bank Syariah menyadari bahwa strategi yang dipicu oleh peningkatan
pendapatan terutama tingkat Bagi Hasil dan pembiayaan Jual Beli dapat mengarah pada keunggulan pasar dan meningkatkan profitabilitas. Oleh karena itu Bank Syariah memerlukan profesionalisme serta kehati-hatian dalam mengelola pembiayaan sehingga dapat meningkatkan keuntungan yang lebih besar. Keberhasilan dan keberlangsungan suatu bank salah satunya dapat dilihat dari kinerja bank dalam menjalankan serta mengelola hasil usahanya terutama keberhasilan dalam mendapatkan laba usaha. Laba yang semakin meningkat tersebut mendongkrak profitabilitas bank. Profitabilitas merupakan ukuran kesuksesan manajemen dalam menghasilkan keuntungan dari kegiatan keuangan bank tersebut. Besarnya pendapatan tingkat Bagi Hasil ini akan mempengaruhi besarnya laba bersih yang diperoleh Bank Syariah, yang tentunya akan mempengaruhi besarnya tingkat profitabilitas Bank Syariah. Semakin baik pengelolaan tingkat Bagi Hasil maka akan semakin besar tingkat pendapatan Bagi Hasil yang diperoleh dan akan semakin besar pula peluang meningkatnya laba bersih dan tentunya akan semakin besar pula peluang meningkatnya profitabilitas bank. Semakin besar tingkat profitabilitas suatu bank maka akan menunjukkan kinerja bank semakin baik. Dalam pembiayaan Jual Beli murabahah dapat menentukan kinerja keuangan bank terutama dalam mendapatkan laba. Jika pembiayaan ini dapat beroperasi lancar maka akan dapat meningkatkan keuntungan bagi pihak bank dan akan semakin besar 58
pula peluang meningkatnya laba bersih dan tentunya akan semakin besar pula peluang meningkatnya profitabilitas bank. Semakin besar tingkat profitabilitas suatu bank maka akan menunjukkan kinerja bank semakin baik. Maka dari itu terdapat pengaruh secara simultan tingkat Bagi Hasil dan Jual Beli terhadap profitabilitas pada Bank Umum Syariah.
59