BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat 2.1.1. Pengertian Bank Perkredita Rakyat Secara garis besar, lembaga keuangan dapat dikelompokkan menjadi lembaga keuangan bank atau seringkali hanya disebut bank, dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank terdiri dari lembagalembaga keuangan yang berfungsi dan kegiatan pokoknya berbeda dengan bank, misalnya: asuransi, dana pensiun, pegadaian, leasing (sewa guna usaha). Perbedaannya dengan bank adalah, bahwa lembaga-lembaga keuangan bukan bank tersebut tidak menerima simpanan masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito, melainkan memperoleh sumber pendanaannya dari modal, pinjaman, iuran, atau premi yang dibayar nasabahnya, dan penerbitan surat-surat berharga baik berjangka pendek maupun berjangka panjang. Sementara itu, penyaluran dana kepada dunia usaha dan pelayanan jasa keuangan lainnya yang diberikan lembaga keuangan bukan bank bergantung pada jenis kegiatan dan operasinya. Menurut J.D Parera (2004 : 137), defenisi bank adalah sebagai berikut : Di Indonesia, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang dimaksud dengan bank adalah : badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi bank yang dapat diberlakukan di Negara kita adalah sesuai dengan aturan yang ada yaitu tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Pengertian bank memberi tekanan bahwa bank dalam mengajukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank, kegiatan bank juga harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Sektor
perbankan
memiliki
posisi
strategis
sebagai
lembaga
intermediasi dan penunjang system pembayaran. Peran perbankan perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas pada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Bank atau perbankan adalah salah satu lembaga keuangan di Indonesia. Lembaga keuangan lainnya adalah lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Definisi lembaga keuangan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 792 tahun 1990, yaitu semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusahaan.
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dan serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. (kasmir:2008) Berdasarkan undang-undang RI No.7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI No.10 tahun 1998 tentang perbankan, maka bank dapat dibedakan menjadi: a. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Afiff dan Rekan (1996 : 11), ”Bank Perkreditan Rakyat merupakan bank yang fungsinya menerima simpanan dalam bentuk uang dan memberikan kredit jangka pendek untuk masyarakat pedesaan”. BPR tergolong bank sekunder, dengan wilayah usahanya terbatas pada lingkungan kecamatan dan beberapa desa tertentu. Maksud bank sekunder, yaitu bank yang tidak dapat menciptakan uang karena tidak memberikan pinjaman melebihi dana yang dihimpun.
Menurut Susilo, Triandaru, dan Santoso (2000 : 59), “BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, berdasarkan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diatas ketiganya”. 2.1.2. Fungsi Badan Perkreditan Rakyat Adapun fungsi BPR adalah sebagai berikut (Manurung Rahardjo,2004) : 1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum. 2. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar ekselarasi.
Pembangunan disektor pedesaan dpt lebih
dipercepat. 3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan 4. Mendidik
dan
mempercepat
pemahaman
masyarakat
terhadap
pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeritan rentenir 2.1.3. Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah sebagai berikut. a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito, berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit. c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka dan/atau tabungan pada bank lain. Disamping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Bank Perkreditan Rakyat diatas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut: a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, c. Melakukan penyertaan modal, d. Melakukan perasuransian, e. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas. Berdasarkan kegiatan usaha dan larangan-larangan diatas, maka secara umum Bank Perkreditan Rakyat mempunyai kegiatan yang lebih terbatas dibandingkan Bank umum. Bank umum dapat menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat tidak boleh menghimpun dana dalam bentuk giro, dan juga tidak boleh ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat tidak diperbolehkan. Bank umum dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan dan untuk mengatasi kredit macet, sedangkan Bank
Perkreditan Rakyat sama sekali tidak boleh melakukan penyertaan modal. Dalam hal melakukan usaha perasuransian, Bank Perkreditan Rakyat dan bank umum sama-sama tidak diperbolehkan. 2.1.4. Tujuan Pendirian BPR Tujuan Pendirian Badan Perkreditan Rakyat : (Irmayanto, dkk, 2004) 1. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan 2. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan sehingga para petani, nelayan dan para pedagang kecil didesa dapat terhindar dari lintah darat dan pelepas uang. 3. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana mungkin sebab yang dilayani adalah orang – orang relatif rendah pendidikannya 4. Ikut serta memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut membantu rakyat dalam berhemat dan menabung dengan menyediakan tempat yang dekat, aman, dan mudah untuk menyimpan uang bagi pemodal kecil.
2.2.
KREDIT
2.2.1. Pengertian Kredit Kata ‘kredit’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘credere’ yang artinya ‘percaya’. Dalam arti luas, kredit diartikan sebagai kepercayaan, maksudnya yaitu
kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998 pada dasarnya merupakan pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabahnya untuk pembiayaan kegiatan usahanya dalam jumlah tertentu dalam jangka waktu yang disepakati bersama antara bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitur, dengan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit yang berisi antara lain kesediaan debitur untuk membayar kembali kreditnya, termasuk beban bunganya. Tujuan utama pemberian suatu kredit bagi bank antara lain (Siamat, 1995 : 97): a.
Kredit komersil merupakan kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah dibidang perdagangan.
b.
Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
c.
Kredit produktif merupakan kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapa memperlancar produksi. Fungsi dari suatu kredit bagi masyarakat yaitu (Kasmir, 2002: 106-
108): a.
Menjadi motivator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.
b.
Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat.
c.
Memperlancar arus barang dan arus uang.
d.
Meningkatkan produktivitas yang ada.
e.
Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.
f.
Memperbesar modal kerja perusahaan. Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2004: 103-105): a.
Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang.
b.
Kesepakatan Kesepakatan merupakan suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.
c.
Jangka waktu Jangka waktu merupakan masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
d.
Risiko Risiko merupakan suatu kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman atau macetnya pengembalian kredit.
e.
Balas jasa Balas jasa merupakan suatu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang kita kenal dengan nama bunga.
Secara teoritis terdapat bermacam-macam kredit, tetapi dalam pembahasan ini kita batasi pada kredit yang umumnya disalurkan kepada usaha menengah dan kecil (UMK): a.
Jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaannya 1)
Kredit investasi Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun usaha baru.
2)
Kredit modal kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
3)
Kredit konsumtif Kredit konsumtif merupakan kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarga.
b.
Jenis kredit berdasarkan jangka waktu 1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu selamalamanya 1 tahun (kurang dari 1 tahun). 2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun. 3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari 3 tahun.
c.
Jenis kredit berdasarkan cara pemakaiannya 1) Kredit rekening koran bebas, yaitu nasabah diperbolehkan untuk melakukan penarikan uang sekaligus asal tidak melebihi jumlah maksimum yang disetujui. 2) Kredit rekening terbatas, yaitu nasabah tidak diperbolehkan untuk melakukan penarikan uang sekaligus, tetapi secara teratur disesuaikan dengan kebutuhan. 3) Installment credit, yaitu penarikan tidak diijinkan sekaligus, akan tetapi untuk penarikannya diatur sesuai dengan schedule tertentu.
2.2.2
Faktor-Faktor Penentu Dalam Pemberian Kredit Pinjaman usaha kecil lebih kompleks karena bank seringkali diminta
mengambil resiko kredit. Dalam pemberian kredit membutuhkan suatu analisis terhadap usaha yang dilakukan debitur untuk menentukan suatu keputusan dalam pemberian kredit. Salah satu cara menilai kegiatan usaha debitur adalah dengan menggunakan prinsip-prinsip kredit pada aspek-aspek usaha debitur. Adapun prinsip-prinsip yang digunakan adalah berupa analisis 6C dan 7P. Adapun 6C menurut Gup and Kolari (2005; 263) tersebut adalah: a.
Character, sifat dan watak dari nasabah (kejujuran, tanggungjawab, integritas dan konsisten). Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, tercermi dari latar belakang debitur baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.
b.
Capacity, kemampuan seseorang untuk menjalankan bisnis. Debitur perlu dianalisis apakah dia mampu memimpin dengan baik dan benar usahanya. Jika dia mampu memimpin usahanya, maka dia juga akan mampu untuk mengembalikan pinjamam sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berjalan.
c.
Capital, kondisi keuangan dari nasabah (pendapatan bersihnya). Modal yang besar maka menunjukkan besarnya kemampuan debitur untuk melunasi kewajiban-kewajibannya.
d.
Colleteral, kekayaan yang dijanjikan untuk keamanan dalam transaksi kredit/anggunan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jika terjadi kredit macet, maka agunan inilah yang digunakan untuk membayar kredit tersebut.
e.
Condition, faktor luar (kondisi ekonomi) yang mengontrol perusahaan. Menilai kredit hendakya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masingmasing, serta prospek usaha dari sektor yang ia (peminjam) jalankan.
f.
Compliance, kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang berlaku itu sangatlah penting. Hal ini menyangkut atas kepatuhan kreditur dan debitur dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Penilaian dengan menggunakan analisis 7P adalah sebagai berikut menurut Kasmir (2004; 106) : a.
Personality, menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Sifat, kepribadian calon debitur dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit.
b.
Party, mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakter.
c.
Purpose, untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
d.
Prospect, untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
e.
Payment,
merupakan
ukuran
bagaimana
cara
nasabah
mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. f.
Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
g.
Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindunngan. Perlindungan dapat berupa barang atau orang atau jaminan asuransi.
2.2.3
Analisis Kelayakan Kredit Disamping menggunakan 6C, dalam penilaian suatu kredit guna menilai
layak atau tidak untuk diberikan kredit dapat dilakukan juga dengan menggunakan beberapa aspek, yaitu (Siamat, 2004 :107-110): a. Aspek yuridis/hukum Aspek ini menyangkut masalah legalitas badan usaha serta ijin-ijin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. b. Aspek pemasaran Aspek ini menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan kompetisi, kualitas produksi. c. Aspek keuangan Aspek ini menyangkut sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut. d. Aspek teknis/operasi Aspek ini menyangkut kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin-mesin dan peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku, lokasi, lay out ruangan. e. Aspek manajemen Aspek ini menyangkut struktur organisasi, sumber daya manusia yang dimiliki serta latar belakang pengalaman sumber daya manusianya.
f. Aspek sosial ekonomi Aspek ini menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat. Kredit yang diberikan oleh bank merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan, menurut Taswan (1997; 173). Pemberian kredit harus berdasarkan atas kebijaksanaan kredit yang berlaku. Kebijaksanaan perkreditan meliputi penetapan standar kredit dan analisis kredit. Kebijaksanaan perkreditan bank harus diprogram dengan baik dan benar. Program perkreditan harus didasarkan pada asas yuridis, ekonomis dan kehatihatian. Nilai kredit merupakan dasar kinerja keuangan yang lalu pada perusahaan peminjam yang sama untuk sebuah nilai. Kewajiban pembayaran yang lalu, beban hutang yang relatif dengan pendapatan, dan jabatan merupakan contoh faktor yang berhubungan dengan kredit konsumen dan pinjaman hipotik perusahaan. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu kelayakan kredit, yaitu menurut Gup and Kolari (2005; 218) : a.
Kredit konsumen, menggunakan model variabel dimana pembayaran historis (bobotnya 35%); berapa banyak hutang (bobotnya 30%); panjang kredit historis (bobotnya 15%); kredit baru (bobotnya 10%);
tipe kredit yang dipakai (bobotnya 10%). Nilai kredit yang tinggi merupakan tanda resiko kredit yang rendah. b.
Bisnis kecil, menggunakan model nilai kredit untuk pinjaman hingga 500 juta. walaupun banyak bank yang masih menggunakan pinjaman hingga 1 Miliar. Pinjaman dengan resiko tinggi berarti biaya bunga yang ditanggung juga tinggi. Model ini sangat efisien, karena dengan model ini akan taat pada peraturan dibanding kebijakan ketika membuat pinjaman.
Kunci sukses dari bisnis kredit adalah analisis kredit yang sistematis. Bila analisis kurang cermat maka membuat kredit tersebut menjadi kredit yang berbahaya, bisa menimbulkan resiko kredit. Analisis kredit selalu mengutamakan jaminan, dimana jaminan dan karakter dari debitur dianggap sebagai determinan utama resiko kredit. Tujuan dari adanya analisis kredit adalah untuk menentukan kesanggupan dan kesungguhan seorang peminjam untuk membayar kembali pinjaman sesuai dengan persyaratan yang terdapat dalam perjanjian pinjaman. Analisis dan evaluasi kredit sekurang-kurangnya meliputi informasi sebagai berikut (Kuncoro, 2002 : 251-252): a.
Identitas pemohon Identitas tersebut mencakup nama pemohon, dimisili, bentuk usaha, jenis usaha, susunan pengurus, legalitas usaha.
b.
Tujuan permohonan kredit Tujuan tersebut mencakup jumlah kredit, obyek yang dibiayai, jangka waktu kredit, kebutuhan kredit.
c.
Riwayat hubungan bisnis dengan bank Hal tersebut mencakup saat mulai, bidang hubungan bisnis, nilai transaksi bisnis, kualitas hubungan bisnis, jumlah total nilai hubungan bisnis.
d.
Analisis 6C kredit Analisis ini mencakup analisis watak, analisis kemampuan, analisis modal, analisis kondisi/prospek usaha, analisis agunan kredit.
2.3.
Pembiayaan
2.3.1. Pengertian Pembiayaan Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan.
Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan
membeli berbagai aset yang dianggap menguntungkan bank. Namun, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan adalah pemberiaan pinjaman pada nasabah atau lebih dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional.
“Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit” (Syafii antonio, 2001:160). Menurut undang-undang pokok perbankan No. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 12, pengertian pembiayaan dapat di defenisikan sebagai berikut: “pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang artinya terpercaya. Hal ini berarti bahwa bahwa si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai jangka waktunya. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 pasal 1 ayat 11 tentang perbankan, bahwa kredit didefenisikan sebagai berikut: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kredit dan Pembiayaan merupakan pemberian pinjaman atau penyediaan dana yang di berikan kepada peminjam, dan peminjam tersebut wajib untuk membayar atau
mengembalikan tagihan tersebut pada jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan dan dengan imbalan yang telah disepakati. 2.4.1. Jenis-jenis Pembiayaan Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat di bagi menjadi: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat di bagi menjadi: a.
Pembiayaaan modal kerja Yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: 1. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kaulitas atau mutu hasil produksi. 2. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
b.
Pembiayaan investasi Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: 1. Untuk pengadaan barang-barang modal 2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah 3. Berjangka waktu menengah dan panjang
2. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Pembiayaaan konsumtif di perlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai jaminan.
2.4. Teori Tingkat Bunga 2.4.1. Pengertian tingkat bunga Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) (kasmir, 2008:131) Dalam kegiatan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu: a. Bunga simpanan Yaitu bunga yang di berikan sebagai ransangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Contoh jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.
b. Bungan Pinjaman atau Kredit Bungan pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contohnya adalah bunga kredit. 2.4.2. Komponen-komponen dalam menentukan Bunga Kredit Khusus untuk menetukan besar kecilnya suku bunga kredit yang akan diberikan kepadapara debitur terdapat beberapa komponen yang mempengaruhi. Adapun Komponen tersebut adalah sebagai berikut (kasmir,2008:135) a. Total Biaya Dana (Cost of Fund) Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Total biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana yang diinginkan. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan, semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya. Total biaya dana ini harus dikurangi dengan cadangan wajib atau Reserve Requirement (RR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. b. Biaya Operasi Dalam melakukan setiap kegiatan, setiap bank membutuhkan berbagai saran dan prasarana baik berupa manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan prasarana ini memerlukan sejumlah biaya yang harus ditanggung bank sebagai biaya operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan operasinya. Biaya ini terdiri dari biaya
gaji pegawai, biaya administrasi, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya. c. Cadangan Risiko Kredit Macet Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang akan diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar.
Risiko ini dapat timbul baik disengaja maupun tidak
disengaja. Oleh karena itu, pihak bank perlu mencadangkannya sebagai sikap bersiaga mengahadapinya dengan cara membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang disalurkan. d. Laba yang Diinginkan Setiap kali melakukan transaksi bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Penentuan ini ditentukan oleh beberapa pertimbangan penting, mengingat penentuan besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit. Dalam hal ini, biasanya bank disamping melihat kondisi pesaing juga melihat kondisi nasabah apakah nasabah atau bukan dan juga melihat sektor-sektor yang dibiayainnya. e. Pajak Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pamerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.
2.4.3. Jenis-jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit Metode pembebanan bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Sliding Rate
Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamannya sehingga jumlah bunga yang harus dibayar nasabah setiap bulan menurun seiring dengan turunnya pokok pinjaman.
Akan tetapi, pembayaran pokok
pinjaman setiap bulan sama. Cicilan nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari bulan ke bulan semakin menurun. Jenis slinding rate ini biasanya diberikan kepada sektor produktif, dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani terhadap pinjamannya. 2. Flat Rate Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya, demikian pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama sehingga cicilan setiap bulan sama sampai kredit tersebut lunas.
Jenis Flat Rate ini
diberikan kepada kredit yang bersifat konsumtif. 3. Floating Rate Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada di pasar uang sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat tergantung dari bunga pasar uang pada bulan tersebut
2.5. Defenisi Jaminan / Agunan Kredit Sesuai
dengan Undang – Undang Perbankan No. 7 tahun 1992,
sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang – Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, agunan disebut sebagai keyakinan/kemampuan/kesanggupan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Agunan pokok kredit adalah usaha debitur itu sendiri yang data berupa
antara lain persediaan barang (bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi), piutang / tagihan – tagihan, mesin – mesin, kendaraan, tanah dan bangunan, yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan usahanya.
2.5.1
Tujuan Jaminan / Agunan Tujuan dari jamian / agunan adalah untuk menutupi resiko kerugian bagi
bank akibat dari kegagalan kredit yang di berikan dalam arti bahwa dana yang telah di keluarkan untuk kredit kemudian kredit tersebut mengalami kemacetan, akan dapat kembali dengan cara menjual jaminan / agunan sebagai sumber pelunasan kredit. 2.5.2
Hal – hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Agunan / Jaminan Sebelum bank menerima asset sebagai jaminan, agar tidak terjadi
kegagalan dalam mengeksekusi atau membuat agunan tersebut karena adanya klaim dari pihak lain yang mengakui bahwa asset yg digunakan adalah sah miliknya, maka bank minimal harus memperhatikan aspek – aspek sebagai berikut: a. Melakukan cek dokumen (keabsahan dokumen asset) b. Melakukan cek fisik ( keabsahan dan keberadaan agunan) c. Melakukan cek lingkungan ( status pengguna ) d. Melakukan cek dengan pihak terkait / berwenang
2.6 Usaha Menengah dan Kecil (UMK) Pengertian dan ciri – ciri Usaha Menengah Kecil (UMK) Adapun pegertian dan ciri – ciri Usaha Kecil dan Menengah (UMK) menurut beberapa narasumber adalah sebagai berikut: a. Pengertian usaha kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total asset Rp. 600 juta ( enam ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta. b. Menurut Departemen Perindustrian dan perdagangan, pengusaha kecil dan menengah adalah kelompok industri modern, industri tradisional, dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk mesinmesin dan peralatan sebesar Rp 70 juta (tujuh puluh juta rupiah) kebawah dengan resiko investasi modal/tenaga kerja Rp. 625 juta ke bawah dan usahanya dimiliki warga Negara Indonesia, namun saat ini diperoleh informasi bahwa kriteria usaha kecil sama dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. c. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) usaha kecil dan menengah: i.
Usaha Rumah Tangga
: 1-5 tenaga kerja
ii.
Usaha Kecil Menengah
: 6-19 tenaga kerja
iii.
Usaha Menengah
: 20-29 tenaga kerja
iv.
Usaha Besar
: lebih dari 100 tenaga kerja
d. Sedangkan dalam konsep Inpres UKM, yang dimaksud UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria: i.
Asset Rp. 50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
ii.
Omset Rp 250 milyar
e. Menurut kementerian Negara Koperasi dan UMK, •
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta
•
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menegah atau usaha besar. Memiliki kekayaaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 paling banyak Rp. 2,5 miliar.
juta sampai dengan
•
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakuakan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaaan yang dimiliki, dikuasai, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 miliyar tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahuanan lebih dari Rp. 2,5 miliyar sampai dengan paling banyak Rp. 50 miliyar (www.depkop.go.id)
2.7 Kerangka Konseptual Beberepa variabel yang dapat mempengaruhi prospek pembiayaan (permintaan) kredit, namun dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah besarnya jumlah pembiayaan, suku bunga kredit dan jangka waktu pengembalian kredit. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukankan, maka model kerangka konseptual yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Besarnya Jumlah Pembiayaan 2. Suku Bunga Kredit
Permintaan Pembiayaan
3. Jangka waktu
Kredit
pengembalian kredit
Gambar 2.7 Kerangka konseptual
2.8 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang dihadapi dimana kebenarannya masih harus dibuktikan sehingga dapat diterima atau ditolak.
Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka dikemukakan
hipotesis “Nasabah sangat puas atas pembiayaan yang di berikan oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat dalam Usaha Menengah dan Kecil.