HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei 2008
01
02
PENDAHULUAN
Perhubungan -- baik sebagai infrastruktur maupun sebagai suatu sektor jasa (jasa transportasi) -- adalah suatu uratnadi utama kegiatan perekonomian yang pada giliran berikutnya akan menentukan tingkat keunggulan daya saing suatu perekonomian. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar 18.108 pulau (2002, saat pasang naik, data dari LAPAN) yang tersebar luas, peran dan fungsi seluruh sektor jasa perhubungan menjadi sangat vital. Ketersediaan prasarana dan sarana yang mencukupi dan efektif, serta tumbuhnya industri jasa yang efisien dan berdaya saing tinggi pada setiap sektor perhubungan, baik darat, laut maupun udara, akan menentukan kecepatan pertumbuhan perekonomian Indonesia mengatasi persaingan global yang makin ketat dan berat.
Kondisi Dewasa Ini 03 Belum ada suatu kebijakan dasar strategis (grand strategy) pembangunan dan pengembangan industri jasa perhubungan. Kebijakan yang ada masih tersegmentasi. 04 Penerapan pemisahan peran dan fungsi regulator, fasilitator serta operator terutama di pelabuhan dan bandar udara perlu ditata kembali untuk menghindari tumpang tindih. 05 Kondisi infrastruktur perhubungan Indonesia dewasa ini pada setiap sektor jasa transportasi tidak memadai untuk kelancaran arus transportasi penumpang dan barang. 06 Kapasitas dan kualitas prasarana-sarana transportasi masih rendah, dan sementara itu praktik-praktik ekonomi biaya tinggi masih berlangsung di pelabuhan, bandar udara, dan jalan raya. 07 Jaringan multi-moda transportasi belum terkoneksi dengan baik dan optimal satu sama lain. 08 Ketersediaan infrastruktur antar-wilayah perhubungan belum merata, baik secara geografis, potensi ekonomi maupun jumlah populasi. 09 Angkutan laut barang, terutama untuk ekspor-impor masih didominasi mutlak oleh perusahaan pelayaran berbendera asing. Kebijakan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 yang berhubungan dengan sektor perdagangan luar negeri belum efektif. 10 Kebijakan pengembangan industri jasa logistik belum diformulasikan dengan jelas, khususnya untuk pelaksanaan asas kabotase. 11 Tingkat keamanan dan keselamatan transportasi nasional belum memenuhi persyaratan atau standar internasional. Kecelakaan transportasi sering terjadi dalam sektiap sektor. Dunia internasional pun mengkhawatirkan tingkat keselamatan transportasi Indonesia, sehingga, misalnya, Uni Eropa menerapkan larangan terbang terhadap maskapai penerbangan ke wilayahnya.
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
1/1
Penyelenggaraan Rakornas 12 Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perhubungan Kadin 2008 diselenggarakan atas dasar latar belakang dan permasalahan di atas dengan tema “Menuju Transportasi yang Efektif, Efisien, dan Lancar dalam rangka Memacu Pertumbuhan Perekonomian Nasional” Para pembicara dan narasumber adalah unsur-unsur utama dalam sektor perhubungan, baik unsur-unsur regulator, operator, pengawas, pengguna, maupun unsur-unsur berkepentingan (stakeholders) lainnya, yaitu: a. Menko Perekonomian, Dr. Budiono b. Menteri Perhubungan, dibacakan oleh Sekjen Dephub, Harijogi c. Ketua Umum Kadin Indonesia, Mohamad S. Hidayat d. Ketua Komisi VDPR-RI, HA Muqowam e. Dirjen Otonomi Daerah Depdagri, Dr. Sodjuangon Situmorang f. Dirjen Binamarga, Dep. PU, Dr. Ir. A. Hermanto Dardak g. Pakar Perhubungan, Ir. Giri Suseno Hadihardjono h. Dirjen Perhubungan Laut Dephub, i. Dirjen Perhubungan Darat Dephub, Ir. Iskandar Abubakar, MSc j. Dirjen Perhubungan Udara Dephub, k. Dirjen Perkereta-apian Dephub, Wendy Aritenang Yazid l. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depdag, disampaikan oleh Direktur Ekspor dan Impor, Harmen Sembiring m. Ketua Umum INSA, Oentoro Surya n. Ketua Umum Organda, o. Ketua Umum Gapasdap, p. Sekjen INACA, T. Burhanuddin, SE q. Sekjen Gafeksi, Parlagutan Silitonga r. WKU Perhubungan Kadin Sumatera Utara, s. WKU Perhubungan Kadin Sulawesi Selatan, M. Basri Zain, SE t. Masyarakat Transportasi Indonesia - Koordinator Forum Transportasi Perkeretaapian, Djoko Setijowarno u. Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Kornelius Simanjuntak, SH, MH, AAIK v. Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia, Sri Hadiah Watie, BSc, SH, AAIK (Hon) w. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, SH x. Paparan Kadin Sumatera Barat (tidak disajikan); dan y. Peserta Rakornas dari unsur-unsur berkepentingan (stakeholders): regulator, operator, pengawas dan pengguna 13
Rakornas dibuka oleh Menko Perekonomian dan dengan sambutan kunci (keynote speech) dari Menteri Perhubungan, serta pembicara dan narasumber terdiri atas semua unsur regulator, operator, pengawas dan pengguna. Dialog berupa tanya jawab berlangsung intensif. Dengan demikian, Rakornas dapat menghasilkan kesimpulan yang berimbang dan objektif sekaligus memiliki perspektif yang lebih mendalam dan lebih jauh jangkauannya ke depan.
SAMBUTAN, PAPARAN DAN DIALOG Pentingnya Transportasi Dalam kalimat plastis dan ringkas, pakar perhubungan Giri Suseno, mengungkapkan, bahwa kehidupan akan berhenti jika transportasi tidak beroperasi. Transportasi membantu menghilangkan kesenjangan antara anggota masyarakat dalam hal ekonomi, sosial-budaya, politik dan keamanan. Transportasi juga merupakan salah satu wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan nasional, wahana untuk mensejahterakan Bangsa. Karena itu kebijakan-kebijakan yang menyangkut transportasi
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
2/2
tidak hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi/bisnis semata, tetapi didasarkan pada pertimbangan kepentingan Bangsa secara utuh. Untuk itu, pendekatan pembangunan yang digunakan harus bersifat holistik. Infrastruktur Semua pembicaraan, mulai dari sambutan, pembukaan, pemaparan narasumber sampai masukan peserta, menekankan pentingnya ketersediaan, pemerataan ketersediaan serta kualitas infrastruktur selaras dengan faktor-faktor ekonomi, penduduk dan geografis wilayah serta keselamatan dan kenyamanan. Instansi teknis terkait merancang program pembangunan prasarana dan sarana berdasarkan faktor-faktor tersebut. Secara eksplisit ini dicerminkan dalam pembangunan prasarana jalan yang sekarang ini sebarannya belum merata di wilayah Indonesia. Khusus pembangunan prasarana jalan, ada tiga kategori wilayah dalam program pembangunan infratsruktur jalan. Pertama, wilayah telah berkembang yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali. Ketersediaan jalan di wilayah ini berpotensi menjadi bagian dari jaringan jalan raya ASEAN dan Asian Highway. Kedua, wilayah sedang berkembang yang mencakup Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Pembangunan jalan di Kalimantan kelak akan menjadi bagian dari jaringan Pan Borneo Highway dan Asean Highway. Ketiga, wilayah pengembangan baru, yang meliputi Kepulauan maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Prioritas pengembangan prasarana di wilayah ini diarahkan untuk pengembangan jaringan jalan di pusat-pusat pelayanan wilayah dan jaringan penghubung antar-pusat pelayanan serta intermoda dengan angkutan laut. Kondisi dan program pembangunan sarana dan prasarana sektor-sektor lainnya juga mengacu pada faktor-faktor tersebut. Ketidak-cukupan dan rendahnya kinerja infrastruktur, khususnya dalam sektor perhubungan laut, telah menyebabkan banyak perusahaan pelayaran memilih negara ASEAN lainnya sebagai pangkalan utama (home base)-nya. Padahal, jika dilihat dari volume barang, seharusnya mereka berpangkalan di pelabuhan Indonesia. Pada sisi lain, perencanaan pembangunan infrastruktur terkesan belum mengacu kepada pembangunan industri logistik yang berdaya saing tinggi. Keselamatan dan Kenyamanan Transportasi Kondisi sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga kinerjanya sangat rendah, beban biaya yang tinggi termasuk karena kenaikan BBM dan listrik, perizinan yang sangat banyak dan birokratis serta penerapannya yang tidak konsisten dan transparan, menyebabkan pelayanan dalam sektor transportasi tidak efisien, kenyamanan minim, dan tingkat keselamatan rendah. Kecelakaan penerbangan, pelayaran, angkutan jalan raya dan bahkan kereta api, mencerminkan rendahnya tingkat keselamatan dan kenyamanan transportasi di Indonesia. Linkage antarmoda Sering pembangunan infrastruktur tidak memperhatikan linkage antarmoda. Akibatnya keterkaitan antarmoda transportasi menjadi rendah, sehingga biaya distribusi menjadi tinggi; jasa logistik nasional tidak memiliki daya saing. Rendahnya linkage antarmoda juga disebabkan adanya ketimpangan ketersediaan infrastruktur antar-daerah. Pembiayaan Investasi untuk pengembangan jasa transportasi tidak didukung sektor perbankan, dan tingkat bunga saat ini berlaku tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Dalam sektor pelayaran, hal tersebut menjadi kendala untuk mewujudkan asas kabotase. Perpajakan,Retribusi dan Kenaikan Harga BBM dan Listrik Perpajakan dan retribusi dalam sektor jasa transportasi, merupakan beban berat bagi berkembangnya industri transportasi nasional. Pajak kendaraan angkutan umum/massal selayaknya diturunkan untuk mengimbangi kenaikan harga BBM dan listrik.
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
3/3
KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI KADIN Dari paparan para narasumber serta dialog intensif yang berkembang, Kadin perlu mengembangkan berbagai langkah untuk mendorong tumbuhnya sekor perhubungan atau industri transportasi nasional yang berdaya saing dalam kerangka Indonesia Incorporated. Langkah-langkah tersebut diuraikan secara tabulasi singkat untuk memudahkan penjadwalan dan pengecekan pelaksanaannya. No
SUBYEK
KETERANGAN
01
Kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan sektor transportasi bukan sekadar pembangunan sektor ekonomi semata, tetapi lebih merupakan pembangunan wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan nasional dan wahana untuk mensejahterakan bangsa dengan menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial-budaya, politik dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seyogyanya filosofi ini menjadi pijakan dasar holistik penetapan kebijakan pembangunan nasional dalam semua sektor ekonomi dan sosial budaya.
02
Kadin harus aktif dan intensif memberikan masukan untuk perumusan peraturan pelaksanaan Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran. 41 pasal dalam UU ini mengamanatkan Peraturan Pemerintah yang disepakati untuk menjadi 8 PP (dengan adanya penggabungan untuk hal-hal yang berkaitan) dan 8 Peraturan Menteri.
Setiap PP dan Permen dari UU ini perlu menampung seluruh aspirasi dunia usaha nasional untuk berkembang dengan daya saing yang tinggi.
03
Strategi utama (grand strategy) pembangunan sarana-prasarana sektor perhubungan harus mengacu pada kelancaran arus logistik, baik dalam perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri (ekspor-impor)
Untuk mengantisipasi kondisi perdagangan internasional, yakni: 1. Persaingan memasuki semakin ketat
pasar
dunia
2. Pasar dalam negeri menjadi bagian pasar regional melalui FTA 3. Produsen harus mampu tepat harga; tepat kwalitas, tepat deliferi, tepat pasar
04
Rancangan Peraturan Pemerintah dalam lingkup jasa logistik perlu segera diselesaikan dengan mengacu kepada undang-undang dalam bidang perhubungan serta kepada pewujudan layanan satu atap perdagangan luar negeri (National Single Window)
RPP ini dapat dijadikan blueprint logistik nasional sebelum adanya suatu undangundang yang komprehensif dengan visi yang jauh kedepan dan mengutamakan daya saing nasional.
05
Periizinan ekspor-impor perlu disederhanakan tanpa mengurangi aspek keamanan dan ketahanan ekonomi nasional
Dewasa ini, sesuai dengan data Tim NSW, terdapat 20 “pintu perizinan” dengan 178 dokumen perizinan.
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
4/4
06
Dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor-sektor perhubungan, perlu diperhatikan linkage integrasi antarmoda transportasi
Kebijakan ini diperlukan agar jasa transportasi menjadi kompetitif menghadapi persaingan intrernasional
07
Pemerintah harus segera secara konsekuen dan konsisten menerapkan asas kabotase sesuai amanat UU 17/2008 dan Inpres 5/2005
Inpres 5/2005 sudah berusia 3 tahun lebih, tapi langkah konkret pelaksanaannya belum ada
08
Asas kabotase juga harus diterapkan dalam sektor penerbangan. Bandar udara yang dapat didarati penerbangan asing harus sebanding dengan bandar udara negara mitra yang terbuka bagi penerbangan nasional Indonesia
Contoh: Jika Thailand hanya membuka 1 bandara bagi perusahaan penerbangan Indonesia, maka bagi penerbangan Thailand juga hanya satu bandara yang dapat didarati perusahaan penerbangannya
09
Pemerintah seyogyanya membatasi jumlah pelabuhan internasional (ocean port), pelabuhan-pelabuhan lainnya dijadikan sebagai pelabuhan feeder.
Kebijakan ini perlu untuk mempercepat keterlaksanaan asas kabotase
10
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran pembangunannya sudah harus dinaikkan, setidaknya 6-7% dari APBN
Saat ini anggaran infrastruktur hanya sekitar 3% APBN, yang berimplikasi rendahnya daya saing, inefisiensi tinggi dan kontribusinya pada PDB rendah.
11
Pembangunan dryport dengan dukungan transportasi angkutan barang massal yang efektif dan efisien yaitu kereta api harus dikembangkan.
1. Sebagai angkutan massal yang dapat mengangkut barang dalam jumlah besar yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan prasarana dan sarana angkutan kereta api dari dryport sehingga masuk ke dermaga bongkar-muat pelabuhan. 2. Perlunya dibangun prasarana KA dari dryport hingga masuk dermaga bongkar-muat pelabuhan (tidak double handling lagi), sehingga barang bisa langsung dihandle menggunakan crane langsung ke kapal. 3. Perlunya dibangun prasarana KA (dibangun double track) dari dryport hingga dermaga bongkar-muat pelabuhan dan pengadaan sarana angkutan KA (lokomotif dan gerbong) yang handal untuk mempertinggi pelayanan pengiriman barang. Catatan: Pembangunan transportasi kereta api baru dari kawasan industri ke pelabuhan ekspor-impor, khususnya pelabuhan Tanjung Priok perlu pengkajian dengan matang**), karena pada saat ini kepadatan di areal pelabuhan tidak memungkinkan manuver kereta api lebih cepat.
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
5/5
12
Perlu dibentuk Komisi Keselamatan Transportasi untuk peningkatan keselamatan transportasi yang optimal
Masalah keselamatan perlu ditingkatkan karena belum menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.
13
Untuk menekan biaya transportasi karena kenaikan BBM, sekaligus untuk menambah dan meremajakan alat angkutan barang dan angkutan umum massal, sebaiknya pemerintah pemerintah menurunkan pajak balik nama alat angkutan umum menjadi 0%.
1. Penurunan pajak menjadi 0% lebih mudah dan lebih efektif daripada program smartcard BBM, sekaligus lebih merangsang investasi di sektor transportasi. Pendapatan negara dari pajak penjualan kendaraan relatif kecil terhadap pembentukan PDB 2. Efektif untuk meminimalkan beban biaya sosial (social costs)
14
Dalam penentuan tarif penerbangan penumpang, Pemerintah seyogyanya cukup mengatur tarif bawah, sedangkan tarif atas sewajarnya dilepaskan penetapannya kepada setiap perusahaan
Tarif bawah harus diatur pemerintah untuk menjamin terlaksananya keselamatan penerbangan
15
Untuk meningkatkan daya saing, sudah seharusnya dikembangkan pelayanan online
Umumnya manual
- o0o -
Hasil Rakornas Perhubungan 2008 -
6/6
pelayanan
saat
ini
masih