11 Analisis Lipid Peroksida Hati Pengukuran kadar lipid peroksida hati dilakukan pada akhir perlakuan. Sebanyak 1-2 gram hati disimpan dalam larutan NaCl 0.9% dingin. Hati segar tersebut dibuat 10% b/v homogenat hati dalam larutan KCl 1.15% dingin. Kemudian diambil sebanyak 0.1 mL homogenat ke dalam tabung reaksi. Tahap selanjutnya ke dalam tiap tabung ditambahkan 0.2 mL SDS 0.8% dan 1.5 mL asam asetat 20%, serta diatur pHnya dari 2.5 menjadi 3.5 oleh penambahan NaOH 1 M dengan menggunakan pH meter. Selanjutnya ditambahkan 0.7 mL akuades dan 1.5 mL TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%, kemudian dipanaskan ke dalam penangas air mendidih pada suhu 95oC selama 60 menit, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Tahap selanjutnya setiap tabung ditambahkan 1 mL akuades dan 5 mL nbutanol:piridin (15:1 v/v). Campuran diaduk dengan vorteks, lalu disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm (888 g) selama 10 menit. Kemudian lapisan atas pada larutan diambil, lalu serapannya diukur pada panjang gelombang 532 nm dengan spektrofotometer. Serapan yang terukur akan dimasukkan pada persamaan garis dari kurva standar (y=a+bx) sehingga diperoleh konsentrasi lipid peroksida. Larutan blanko juga disiapkan dengan menggunakan akuades yang diberi perlakuan seperti larutan sampel. Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000). Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Analisis data yang dilakukan dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Jika terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka dilakukan uji Duncan pada selang kepercayaan 90%, taraf α = 0.1. Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000) adalah Yij = µ + τ +εi Keterangan : I
=
1,2,......t dan j = 1,2,.......r.
Yij
=
Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ
=
Pengaruh rataan umum.
Τ
=
εi
=
Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5. Pengaruh galat acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN Histopatologi Pankreas Hasil pemeriksaan histopatologi organ pankreas kelompok normal (kelompok 1) menunjukkan bahwa tidak ada kelainan nekrosis dan inflamasi yang terjadi. Pulau Langerhans terlihat normal (Gambar 5a). Jumlah Pulau Langerhans yang terdapat di preparat sebanyak 12 buah. Jumlah ini merupakan jumlah Pulau Langerhans terbanyak. Hasil pemeriksaan histopatologi organ pankreas kelompok diabetes yang diinduksi aloksan (kelompok 2) menunjukkan bahwa terjadi hiperplasia dibagian duktus pankreas (Gambar 5b). Jumlah Pulau Langerhans ada 9 buah. Jumlah ini lebih sedikit daripada jumlah normal. Hal ini membuktikan bahwa induksi aloksan mampu merusak pankreas hewan coba yang ditunjukkan dengan berkurangnya Pulau Langerhans dan terjadinya hiperplasia. Hiperplasia merupakan keadaan meningkatnya jumlah sel secara mitosis (Underwood 1999) karena sel-sel tersebut tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban kerja untuk memproduksi insulin (Corwin 2009) karena beberapa sel β telah rusak karena pemberian aloksan. Hasil analisis histopatologi terhadap pankreas tikus kelompok 3 yaitu kelompok diabetes yang kemudian diberi perlakuan dengan glibenklamid (obat antidiabetes komersial). Hasil analisis menunjukkan tidak adanya kelainan nekrosis dan inflamasi (Gambar 5c). Jumlah Pulau Langerhans ada 9, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kelompok normal karena Pulau Langerhans pankreas rusak oleh induksi aloksan. Jumlah Pulau Langerhans kelompok ini sama dengan jumlah Pulau Langerhans kelompok diabetes, tetapi keadaan pankreas lebih baik karena tidak terjadi kelainan dikarenakan adanya induksi glibenklamid yang merupakan obat antidiabetes komersial. Hasil analisis hisptopatologi kelompok 4 yang merupakan kelompok diabetes yang diberi perlakuan ekstrak etanol 70% daun wungu dengan dosis 25 mg/kgBB menunjukkan adanya inflamasi berupa peradangan ringan dan ditemukannya limfosit (Gambar 5d). Jumlah Pulau Langerhans sebanyak 8 buah. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan dosis 25 mg/kgBB belum dapat memperbaiki pankreas yang rusak oleh aloksan karena masih ditemukannya inflamasi pada pankreas dan jumlah Pulau Langerhans juga lebih sedikit
12 dibandingkan dengan kelompok normal. Dosis 25mg/kgBB masih terlalu kecil sehingga belum memberikan perlindungan terhadap pankeas. Selain itu ditemukannya limfosit yang menunjukkan adanya benda asing yang terdapat di pankreas sehingga limfosit (sel darah putih) terdeteksi di pankreas. Hasil analisis histopatologi kelompok 5 yang diberi perlakuan ekstrak etanol 70% daun wungu dengan dosis 50 mg/kgBB menunjukkan tidak ada kelainan nekrosis dan inflamasi (Gambar 5e). Jumlah Pulau Langerhans sebanyak 4 buah. Dosis 50 mg/kgBB sudah dapat memperbaiki pankreas yang rusak akibat aloksan karena tidak adanya kelainan yang ditemukan, tetapi jumlah Pulau Langerhans sangat sedikit dibandingkan jumlah normal. Sel β Pulau Langerhans manusia akan mengalami penurunan 10% dibandingkan dengan normal setelah terjadi diabetes mellitus tipe 1, sedangkan penurunan sel β akan mencapai 50%-60% pada penderita diabetes mellitus tipe 2 (Gepts 1981). Penurunan jumlah Pulau Langerhans pada penelitian ini disebabkan oleh kondisi diabetes mellitus tipe 1 pada hewan coba yang diinduksi aloksan. Hasil analisis histopatologi kelompok 6 merupakan kelompok tikus diabetes yang diberikan perlakuan ekstrak dosis 100 mg/kgBB menunjukkan bahwa tidak ada kelainan nekrosis dan inflamasi pada pankreas (Gambar 5f) dan terdapat 7 Pulau Langerhans. Dosis 100 mg/kgBB telah mampu
memberikan perlindungan dan memperbaiki pankreas yang telah dirusak aloksan tetapi jumlah Pulau Langerhans masih lebih sedikit dibandingkan kelompok normal. Hasil analisis histopatologi kelompok 7 merupakan kelompok tikus diabetes yang diberikan perlakuan ekstrak dosis 200 mg/kgBB menunjukkan tidak ada kelainan nekrosis dan inflamasi yang terjadi dan terdapat 7 buah Pulau Langerhans (Gambar 5g). Dosis ekstrak 200 mg/kgBB telah mampu memperbaiki pankreas yang rusak akibat diabetes mellitus tipe 1 tetapi jumlah Pulau Langerhans masih lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok normal. Hasil analisis histopatologis ini ditunjukkan pada Tabel 1. Perbaikan pankreas pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol 70% daun wungu disebabkan oleh senyawa flavonoid dan alkaloid yang dikandung daun wungu yang mempunyai potensi antidiabetes (Andayani et al. 2008). Hasil pengujian histopatologi telah menunjukkan bahwa masih terdapat kelainan dan inflamasi pada kelompok diabetes dan kelompok yang diberikan ekstrak 25 mg/kgBB. Hasil ini belum cukup memberikan informasi tentang kemampuan daun wungu dalam memperbaiki keadaan Pulau Langerhans dan tingkat sekresi insulin, sehingga diperlukan pengujian selanjutnya. Pengujian yang dapat dilakukan adalah teknik pewarnaan imunohistokimia yang dapat mendeteksi kemampuan sel β Pulau Langerhans untuk mensekresikan insulin.
Keterangan: tanda panah () = menunjukkan Pulau Langerhans. Gambar 5
Histopatologi pankreas tikus. (a) kelompok normal, (b) kontrol negatif, (c) kontrol positif, (d) dosis 25 mg/kgBB, (e) dosis 50 mg/kgBB, (f) dosis 100 mg/kgBB, (g) dosis 200 mg/kgBB.
13 Tabel 1 Gambaran histopatologi pankreas hewan coba Jumlah Pulau Kelompok percobaan Keterangan Langerhans Normal 12 T.D.K.N.I Diabetes 9 Terjadi hiperplasia dibagian duktus pankreas Glibenklamid 9 T.D.K.N.I Ada inflamasi (peradangan ringan) dan Dosis 25 mg/kgBB 8 ditemukannya limfosit T.D.K.N.I Dosis 50 mg/kgBB 4 T.D.K.N.I Dosis 100 mg/kgBB 7 Dosis 200 mg/kgBB 7 T.D.K.N.I Keterangan: TDKNI= Tidak ditemukan kelainan nekrosis dan inflamasi Imunohistokimia Pankreas Pengujian histopatologi telah menunjukkan jumlah Pulau Langerhans dan kondisi patologis pankreas secara umum. Untuk mendeteksi insulin yang diekspresikan oleh sel β Pulau Langerhans maka dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Hasil analisis imunohistokimia kelompok normal (kelompok 1) menunjukkan dari 12 Pulau Langerhans yang terdeteksi semuanya mengekspresikan insulin dengan kuat. Pulau Langerhans dari kelompok normal masih dalam keadaan baik karena jumlahnya paling banyak dan semua Pulau Langerhans mengekspresikan insulin dengan kuat (Gambar 6a). Hasil analisis pada kelompok diabetes (kelompok 2) menunjukkan bahwa dari 9 Pulau Langerhans yang terdeteksi hanya 2 Pulau Langerhans yang mengekspresikan insulin dengan kuat, 4 Pulau Langerhans mengekspersikan insulin dengan sedang, dan 3 Pulau Langerhans lainnya lemah mengekspresikan insulin (Gambar 6b). Aloksan telah merusak pankreas tikus sehingga mengurangi kemampuan sel β pankreas untuk menghasilkan insulin. Aloksan dapat menghancurkan sel β pankreas setelah 24 jam pemberian. Aloksan akan bereaksi dengan agen-agen pereduksi seperti sistein, asam askobat sehingga menghasilkan radikal bebas anion superoksida dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian dengan cepat berdifusi masuk ke dalam membran sel dan mencapai lisosom bila tidak didegenerasi oleh sistem antioksidan tubuh (Dunn 1943 dalam Magdalena 2002). Kelompok 2 merupakan kelompok kontrol negatif yang hewan coba diinduksi aloksan. Aloksan menyebabkan keadaan diabetes mellitus dan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pankreas menghasilkan insulin. Hasil yang menunjukkan lemahnya sekresi insulin sesuai dengan teori yang ada.
Hasil analisis imunohistokimia kelompok 3 yang merupakan kelompok kontrol negatif menunjukkan dari 9 Pulau Langerhans terdapat 7 Pulau Langerhans yang mengekspresikan insulin dengan kuat, dan 2 Pulau Langerhans mengekspresikan insulin dengan sedang (Gambar 6c). Jumlah Pulau Langerhans kelompok 3 yang terdeteksi sama dengan kelompok 2 yaitu 9 buah tetapi kemampuan produksi insulin kelompok 3 jauh lebih tinggi karena Pulau Langerhans yang telah rusak oleh aloksan berhasil diobati oleh glibenklamid yang merupakan obat antidiabetes komersial. Glibenklamid merupakan obat diabetes mellitus yang bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin (Bailey & Krentz 2010). Glibenklamid merupakan obat oral dari turunan sulfonilurea. Pengobatan dengan menggunakan glibenklamid secara oral disarankan bagi penderita diabetes akibat kerusakan sel β pankreas (Jones & Hattersley 2010). Hasil ini sesuai teori bahwa pemberian glibenklamid pada kelompok 3 mampu meningkatkan produksi insulin sel β pankreas. Hasil analisis imunohistokimia kelompok 4 yang diberi perlakuan ekstrak daun wungu dengan dosis 25 mg/kgBB menunjukkan dari 8 Pulau Langerhans terdapat 7 Pulau Langerhans yang mengekspresikan insulin dengan kuat, dan 1 Pulau Langerhans lainnya mengekspresikan insulin dengan lemah (Gambar 6d). Dosis 25 mg/kgBB ekstrak daun wungu telah mampu meningkatkan sekresi insulin tetapi dosis ini masih belum mampu memperbaiki pankreas seutuhnya karena masih terdapat inflamasi di pankreas berdasarkan hasil pembacaaan histopatologi. Hasil pembacaan imunohistokimia kelompok 5 yang diberi perlakuan ekstrak etanol 70% menunjukkan bahwa dari 4 Pulau Langerhans yang terdeteksi semuanya mengekspresikan insulin dengan kuat (Gambar 6e). Sedangkan hasil pembacaan
14 imunohistokimia untuk kelompok 6 yang diberi perlakuan ekstrak daun wungu dosis 100 mg/kgBB menunjukkan dari 7 Pulau Langerhans hanya 3 Pulau Langerhans yang mengekspresikan insulin dengan kuat, 2 Pulau Langerhans mengekspresikan insulin dengan sedang, dan 2 Pulau Langerhans lemah mengekspresikan insulin (Gambar 6f). Hasil pewarnaaan imunohistokimia terhadap pankreas tikus kelompok 7 yang diberi perlakuan ekstrak daun wungu dengan dosis 200 mg/kgBB menunjukkan bahwa 3 dari 7 Pulau Langerhans mengekspresikan insulin dengan kuat, 2 Pulau Langerhans mengekspresikan insulin dengan tingkat sedang, 1 Pulau Langerhans tidak mengekspresikan insulin (Gambar 6g). Hasil pemeriksaan patologi pankreas dengan pewarnaan histopatologi dan imunohistokimia menunjukkan bahwa ekstrak
daun wungu dosis 50 mg/kgBB merupakan dosis yang memberikan hasil terbaik dalam memperbaiki pankreas tikus yang diinduksi aloksan karena semua Pulau Langerhans kelompok 5 mengekspresikan insulin dengan kuat dan tidak ada ditemukan kelainan nekrosis dan inflamasi pada pankreas. Meskipun dengan dosis 25 mg/kgBB (kelompok 4) lebih banyak Pulau Langerhans yang mampu mengekspresikan insulin dengan kuat tetapi masih ditemukannya inflamasi dan limfosit pada pankreas. Sedangkan jumlah Pulau Langerhans yang mengekspresikan insulin dengan kuat lebih sedikit pada kelompok 6 (dosis 100 mg/kgBB) dan kelompok 7 (dosis 200 mg/kgBB). Hasil analisis ini terdapat pada Gambar 6 dan Tabel 2. Ekspresi insulin tingkat kuat, sedang, dan lemah dinilai berdasarkan intensitas warna yang dipancarkan.
Tabel 2 Gambaran ekspresi insulin pankreas hewan coba Jumlah Kelompok Pulau Ekspresi insulin percobaan Langerhans Normal 12 12 kuat Diabetes 9 2 kuat, 4 sedang, 3 lemah Glibenklamid 9 7 kuat, 2 sedang Dosis 25 mg/kgBB 8 7 kuat, 1 lemah Dosis 50 mg/kgBB 4 4 kuat Dosis 100 7 3 kuat, 2 sedang, 2 lemah mg/kgBB Dosis 200 3 kuat, 2 sedang, 1 lemah, 1 tidak 7 mg/kgBB mengekspresikan insulin
% Ekspresi insulin 100 22.22 77.78 87.5 100 42.8 42.8
Keterangan: tanda panah () = menunjukkan ekspresi pewarnaan insulin Pulau Langerhans. Gambar 6
Ekspresi insulin pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia. (a) kelompok normal, (b) kontrol negatif, (c) kontrol positif, (d) dosis 25 mg/kgBB, (e) dosis 50 mg/kgBB, (f) dosis 100 mg/kgBB, (g) dosis 200 mg/kgBB.
15 Lipid Peroksida Pengukuran kadar lipid peroksida hati dilakukan untuk mengetahui kerusakan sel hati. Kadar lipid peroksida merupakan parameter awal kerusakan hati yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam tubuh. Pengukuran lipid peroksida dilakukan pada semua tikus kelompok percobaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lipid peroksida tertinggi terjadi di kelompok diabetes (kelompok 2) yaitu 5.43976 µg/mL ± 1.46, sedangkan kadar lipid peroksida paling rendah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol 70% daun wungu dengan dosis 200 mg/kgBB yaitu sebesar 3.2786 µg/mL ± 2.78. Kadar lipid peroksida semua kelompok (Tabel 12) yaitu kelompok 1 (kelompok normal) sebesar 3.8553 µg/mL ± 0.97, kelompok 3 (kontrol positif) sebesar 3.55042 µg/mL ± 1.97, kelompok 4 (dosis 25 mg/kgBB) sebesar 4.1349 µg/mL ± 2.52, kelompok 5 (dosis 50 mg/kgBB) sebesar 5.2222 µg/mL ± 1.58, dan kelompok 6 (dosis 100 mg/kgBB) sebesar 3.80286 µg/mL ± 2.72. Kadar lipid peroksida kelompok diabetes (kelompok 2) paling tinggi karena banyaknya radikal bebas yang terbentuk akibat pemberian aloksan dan tidak adanya obat atau sumber antioksidan yang diberikan. Aloksan merupakan agen pengoksidasi yang kuat. Aloksan akan tereduksi menjadi asam dialurat dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas inilah yang merusak sel β pankreas sehingga mengurangi/menghilangkan kemampuan untuk memproduksi insulin. Pemberian ekstrak daun wungu pada kelompok dapat menurukan kadar lipid peroksida. Pemberian dengan dosis terbesar (200 mg/kgBB) dapat menurunkan kadar lipid peroksida dan kadar yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan kadar lipid peroksida pada kelompok 3 yang diberi perlakuan glibenklamid. Hal ini disebabkan oleh kemampuan senyawa flavonoid dan alkaloid ekstrak daun wungu sebagai antioksidan. Senyawa yang mampu menetralisir atau mengurangi efek degeneratif lipid peroksida secara umum dikenal sebagai antioksidan. Antioksidan biasanya tersebar pada bagian sitosol, mitokondria untuk melindungi organel sel (Özbay & Dűlger 2002). Beberapa flavonoid dilaporkan dapat menghambat lipid peroksida secara enzimatis atau nonenzimatis. Flavonoid seperti kuersetin dapat mengurangi
lipid peroksida di berbagai sistem biologis (Letan 1996) seperti mitokondria, mikrosom (Bindoli et al.1977; Cavallini et al. 1978) dan kloloplast (Takahama 1983). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Videla et al. (1981), Younes dan Siegers (1981), Muller dan Sies (1982), (Valenzuela & Guerra 1986) melaporkan bahwa efek penghambatan oleh katekin, kuersetin, dan flavonoid pada lipid peroksida diukur secara in vitro dengan metode kolorimetri terhadap pembentukan asam tiobarbiturat. Bindoli et al. (1977) melaporkan bahwa silimarin (turunan flavonoid) melindungi mitokondria dan mikrosom hati tikus dari pembentukan lipid peroksida yang diinduksi oleh Fe2+-askorbat dan NADPH-Fe3+-ADP. Pengurangan kadar lipid peroksida secara enzimatis oleh flavonoid melibatkan sistem sitokrom p450 yang terdapat di hati (Bindoli et al.1977; Cavallini et al. 1978). Tahap enzimatis (proses biotransformasi) runtuk membuang zat asing (xenobiotik) terjadi di hati dengan 2 fase yaitu fase I dan fase II. Fase I merupakan fase penambahan gugus fungsi seperti –OH, –SH, –NH2, dan – COOH. Fase II merupakan tahap konjugasi zat asing untuk menigkatkan kelarutan zat asing dalam air. Sitokrom p450 merupakan coupled-enzyme yang terdiri dari dua enzim yaitu NADPH-sitokrom p450-reduktase dan enzyme yang memiliki gugus heme (Casarett dan Doull 1986). Penghambatan nonenzimatis terhadap lipid peroksida merupakan interaksi lansung senyawa silimarin (flavonoid) dengan radikal bebas penyebab lipid peroksida (Bindoli et al.1977; Cavallini et al. 1978). Senyawa flavonoid yang berperan sebagai antioksidan dalam penelitian ini belum diketahui, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memurnikan dan mengkarakterisasi senyawa flavonoid di ekstrak etanol daun wungu. Penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan juga diperlukan. Ekstrak daun wungu pada semua dosis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat menurunkan kadar lipid peroksida jika dibandingkan dengan kadar lipid peroksida kontrol negatif, tetapi setelah dilakukan uji ANOVA terhadap nilai penurunan lipid peroksida oleh ekstrak diperoleh bahwa penurunan oleh ekstrak daun wungu belum memberikan pengaruh secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05 dan diperlukannya penggulangan pengukuran kurva standar (Tabel 3 dan Gambar 7).