METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2008. Materi Madu yang digunakan adalah madu kapuk karena madu kapuk mempunyai warna yang agak gelap sehingga diharapkan dapat memberi warna khas madu pada sabun. Kandungan protein yang terdapat pada madu kapuk agak tinggi dibandingkan dengan madu yang lain, diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik yaitu menurunkan tegangan permukaan sehingga stabilitas emulsi meningkat dan menyebabkan busa stabil dan daya pembersihan semakin efektif. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu NaOH 30%, air, cocoamide DEA, TEA (tetra etil amida), gliserin, etanol, minyak kelapa, olive oil, asam stearat, asam sitrat, gula pasir, NaCl, xylen, dan akuades. Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, pengaduk, kaca arloji, gelas ukur, gelas piala, labu Elenmeyer, termometer, hot dan magnetic stirrer, freezer, penetrometer, Tensiometer Du Nouy, tabung reaksi, stopwatch, desikator, oven, dan vortex. Rancangan Model Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu penambahan madu. Konsentrasi madu yang ditambahkan terdiri atas empat taraf yaitu 0%; 2,5%; 5%; dan 7,5%, serta masing–masing taraf mendapat tiga kali ulangan. Model matematikanya: Yij = µ + Ai + ε ij Keterangan : Yij
= hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i
µ
= nilai rataan umum
Ai
= perlakuan penambahan madu
ε ij
= galat percobaan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i
i
= taraf (konsentrasi) penambahan madu (0%; 2,5%; 5%; dan 7,5%)
j
= ulangan (1, 2, 3)
Analisa Data Analisa yang digunakan setelah data diperoleh adalah uji keragaman pada taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0,05). Jika perlakuan berpengaruh nyata, analisis dilanjutkan dengan menguji sifat ortogonalnya. Uji lanjut ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi terbaik yang dilihat dari hubungan peubah dan konsentrasi madu (Steel and Torrie, 1995). Peubah Peubah yang diamati untuk setiap pengamatannya sabun madu transparan meliputi kekerasan, tegangan permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi dan stabilitas busa. Prosedur Penelitian Tahap Satu Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan formula pembuatan sabun transparan terbaik dari dua referensi yang berbeda, yaitu model www.sma.net (2008) dan Hambali et al. (2005). Terdapat beberapa bahan yang berbeda, namun pemanfaatannya dalam sabun transparan sama, misalnya Coco DEA dan TEA memiliki fungsi yang sama dalam sabun, yaitu sebagai surfaktan dan penstabil busa. Formula sabun transparan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Formula Sabun Transparan Formula
Bahan Asam stearat Minyak kelapa Minyak kelapa sawit Olive oil NaOH 30% NaOH Gliserin Etanol Gula pasir Coco DEA TEA NaCl Asam sitrat Air
I
II
50 g 100 ml 5 ml 20 g 80 ml 80 ml 50 g 50 ml
20 g 57,5 g 37,5 g 45 g 45 g 22,5 g 8,75 g 0,6 g 8,75 g 12,5 ml
Keterangan : Formula I : www.sma.net (2008) Formula II : Hambali et al. (2005)
Sabun transparan yang diperoleh, dinilai secara deskriptif. Penilaian tersebut mencakup keadaan transparansi, banyak busa, dan kesan kesat. Formula yang terpilih, digunakan pada penelitian selanjutnya (tahap dua). Penilaian terhadap transparansi dilakukan dengan cara melihat dari jarak pandang 10 cm dan transparansi dilihat dengan menempelkan jari telunjuk di belakang sabun. Pengukuran banyak busa yang dihasilkan dari sabun dilakukan dengan menggosokkan sabun pada tangan yang dibasahi. Kesan kesat didapat setelah tangan yang digosokkan sabun dibilas dengan air dan dikeringkan. Penelitian Tahap Dua Penelitian tahap dua merupakan tahapan modifikasi formula terpilih dengan menggunakan madu kapuk. Penambahan madu dengan beberapa konsentrasi yang berbeda dilakukan untuk menentukan konsentrasi madu yang dapat ditambahkan dalam formula sabun transparan sehingga dihasilkan sabun madu transparan dengan sifat fisik yang paling baik. Sifat fisik yang dinilai yaitu kekerasan sabun. Pengujian kekerasan diuji untuk mengetahui umur simpan sabun tersebut setelah digunakan, selain itu diukur pula tegangan permukaan, stabilitas emulsi, tegangan antar muka, serta stabilitas busa sabun yang dihasilkan.
Pembuatan Sabun Transparan (Hambali et al., 2005). Proses awal dari pembuatan sabun transparan adalah pelelehan asam stearat pada suhu 60 °C. Minyak kelapa ditambahkan setelah asam stearat meleleh sempurna, pengadukan dilakukan secara konstan menggunakan pengaduk kaca. NaOH 30% ditambahkan setelah asam stearat dan minyak kelapa tercampur homogen. Suhu pemanasan dipertahankan konstan antara 70-80 °C. Bahan-bahan pendukung yaitu etanol, gliserin, gula pasir, asam sitrat, coco-DEA, NaCl dan air ditambahkan, sehingga terbentuk sabun dasar. Suhu pemanasan selama proses pembuatan sabun selalu dijaga (70-80 °C). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan penguapan alkohol semakin cepat, sehingga alkohol tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pelarut dengan efektif. Modifikasi Formula Terpilih (Hambali et al., 2005). Sabun dasar transparan yang telah dibuat kemudian didinginkan hingga suhu mencapai 60 °C. Madu ditambahkan jika suhu sabun dasar sudah mencapai 60 °C. Suhu sabun yang lebih tinggi akan menyebabkan karamelisasi madu, sehingga memungkinkan warna madu berubah menjadi gelap. Pengadukan dilakukan saat madu ditambahkan agar tercampur secara homogen. Madu yang digunakan dipasteurisasi terlebih dahulu dengan metode Low Temperature Long Time (LTLT) pada suhu 40 °C selama 30 menit untuk meminimalkan jumlah mikroorganisme yang ada dalam madu. Selanjutnya sabun dituangkan ke dalam cetakan yang ditutup dan proses aging sabun dilakukan terlebih dahulu selama 4 minggu. Sabun disimpan pada suhu 27 °C. Setelah aging selama 4 minggu, sabun dikeluarkan dari cetakan dan dibungkus. Tujuan aging adalah agar proses penyabunan berjalan secara sempurna, sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada kulit. Proses pembuatan sabun madu transparan dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilihan Sabun Transparan Terbaik Pemilihan produk terbaik dilakukan dengan cara yang didasarkan pada pembobotan nilai kepentingan hasil analisa fisik. Semakin penting peubah, maka nilai kepentingan semakin besar. Nilai kepentingan merupakan nilai yang diberikan berdasarkan beberapa dasar kepentingan sesuai standar yang ada atau asumsi dan manfaatnya dalam suatu produk. Nilai kepentingan tersebut diperoleh secara objektif.
Hasil analisa dari setiap peubah uji diurutkan berdasarkan nilai terbaik. Nilai terbaik (pertama) diberi nilai 3, kedua diberi nilai 2, dan ketiga diberi nilai 1. Nilai total akhir diperoleh dari akumulasi perkalian antara nilai dengan bobot setiap peubah. Sabun transparan terbaik ditunjukkan oleh sabun yang memiliki jumlah nilai bobot tertinggi. Perhitungan sebagai berikut : Keterangan : NK = Nilai Kepentingan B = Bobot = Nilai Kepentingan Jumlah NK N = Nilai (1= kurang baik, 2 = baik, 3 = paling baik) NB = Nilai Bobot = Nilai X Bobot
Minyak kelapa Asam Stearat yang telah dilelehkan (60 °C) NaOH 30%
Pencampuran 1
Sabun dasar (opaque) Etanol, gliserin, gula pasir, asam sitrat, cocoamide DEA, NaCl, dan air Pencampuran 2
Sabun dasar transparan (60 °C)
Pencampuran 3 (60 °C)
Madu (0%, 2,5%, 5%, 7,5%) yang telah dipasteurisasi 40 °C selama 30 menit
Pencetakan
Aging 4 minggu
Sabun transparan (siap digunakan)
Analisa Sifat Fisik: 1. Kekerasan 2. Tegangan Permukaan 3. Stabilitas Emulsi 4. Tegangan Antar Muka 5. Stabilitas Busa
Gambar 3. Pembuatan Sabun Madu Transparan Sumber : Hambali et al. (2005) yang dimodifikasi
Analisa Sifat Fisik Kekerasan Sabun Madu Transparan (Laboratorium Pengolahan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB). Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan penetrometer (Gambar 4). Jarum pada penetrometer ditusukkan ke dalam sampel dan dibiarkan untuk menembus bahan selama 5 detik pada temperatur konstan (27 °C). Kedalaman penetrasi jarum ke dalam bahan dinyatakan dalam 1/10 mm dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer.
Gambar 4. Penetrometer Tegangan Permukaan (ASTM D 1331-56, 1967). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy (Gambar 5). Wadah yang digunakan yaitu gelas piala berukuran 250 ml. Sebelum digunakan, cincin dibilas terlebih dahulu dengan akuades, lalu dikeringkan. Cincin platinum dicelupkan ke akuades. Posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pass dan diletakkan pada tempat yang bebas getaran, angin, sinar matahari, dan panas. Larutan sampel (sabun 10% dalam akuades) dimasukkan ke gelas piala dan diletakkan di atas dudukan (plateform) pada
Tensiometer Du Nouy. Cincin platinum dimasukkan ke larutan sampel tersebut, dengan cara menaikkan dudukan sampai skala vernier Tensiometer Du Nouy diatur pada posisi nol dan jarum penunjuk berada pada posisi berimpit dengan skala kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat lepas dari cincin. Skala dibaca dan dicatat sebagai tegangan permukaan pada saat lapisan surfaktan lepas dari cincin. Perhitungan penurunan tegangan permukaan (PTP) dapat dihitung menggunakan rumus : PTP = Tegangan permukaan air – tegangan permukaan 10% sabun dalam akuades
Gambar 5. Tensiometer Du Nouy
Tegangan Antar Muka (ASTM D 1331-56, 1967). Metode yang digunakan sama dengan pengukuran penurunan tegangan permukaan. Xylen pada tegangan antar muka ditambahkan sebagai fasa tidak larut dalam air. Nilai tegangan antar muka antara air dengan xylen setelah ditambahkan sabun diukur kembali.
Nilai penurunan tegangan antar muka adalah nilai tegangan antar muka sebelum ditambahkan sabun dikurangi nilai tegangan antar muka setelah ditambahkan sabun. Perhitungan penurunan tegangan permukaan (PTP) dapat dihitung menggunakan rumus : PTP = Tegangan antar muka air – tegangan antar muka 10% sabun dalam xylen
Stabilitas Emulsi (Piyali et al., 1999). Sabun sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan (bobot awal). Sabun tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu 45 °C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam freezer selama 1 jam. Sabun tadi ditimbang lagi (bobot akhir). Stabilitas emulsi dihitung dengan rumus sebagai berikut: Stabilitas emulsi = 100% - (% bobot yang hilang) bobot awal – bobot akhir Bobot yang hilang =
X 100% bobot awal
Stabilitas Busa (Piyali et al., 1999). Sabun sebanyak 1 gram dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa yang terbentuk diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir), kemudian stabilitas busa dihitung dengan rumus : Stabilitas Busa = 100% - (% busa yang hilang) Tinggi busa awal – tinggi busa akhir Busa yang hilang =
X 100% Tinggi busa awal
Badan Standarisasi Nasional (BSN) belum membuat standar fisik sabun. Sehingga untuk mengetahui kualitas (baik tidaknya) fisik sabun madu transparan hasil penelitian, dilakukan pembandingan dengan sabun madu transparan komersial yang juga menggunakan madu kapuk yaitu sabun transparan “Madoe”.