33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat
dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba Garut jantan umur 8 bulan dijelaskan melalui Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Kecernaan NDF Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6 ............................................%............................................... 1 49,99 52,36 44,94 46,65 63,61 54,93 2 57,68 41,84 69,99 56,89 76,43 51,41 3 58,02 48,02 55,88 68,21 55,07 4 57,63 56,07 59,55 59,98 71,62 66,04 Rata-rata 55,83 49,57 58,16 54,85 69,97 56,86 Keterangan : R1 : Ransum penelitian dengan imbangan 12% PK + 60% TDN R2 : Ransum penelitian dengan imbangan 12% PK + 65% TDN R3 : Ransum penelitian dengan imbangan 14% PK + 60% TDN R4 : Ransum penelitian dengan imbangan 14% PK + 65% TDN R5 : Ransum penelitian dengan imbangan 16% PK + 60% TDN R6 : Ransum penelitian dengan imbangan 16% PK + 65% TDN Ulangan
Berdasarkan Tabel 5, rataan kecernaan NDF setiap perlakuan berkisar antara 49,57% – 69,97%. Nilai kecernaan NDF diatas bervariasi karena kandungan protein yang meningkat dan TDN yang berbeda. Meningkatnya kandungan protein dalam ransum dapat meningkatkan populasi dan aktivitas mikroba rumen untuk mencerna serat kasar (Budiman dkk, 2006). Karena NDF merupakan bagian dari serat kasar (Van Soest, 1994), dengan adanya peningkatan nilai kecernaan serat kasar akan mempengaruhi nilai kecernaan NDF.
34 Data kecernaan NDF setelah dianalisis dengan analisis sidik ragam (Lampiran 13.), menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi protein (12%-16%) dan TDN (60%, 65%) mempengaruhi kecernaan NDF. Kecernaan NDF berbanding lurus dengan kandungan protein. Semakin tinggi protein dalam ransum, semakin tinggi nilai kecernaan NDF. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa semakin tinggi kandungan protein akan mempengaruhi populasi mikroba yang termasuk didalamnya bakteri selulolitik dan hemiselulolitik. Namun, nilai kecernaan NDF berbanding terbalik dengan peningkatan kandungan TDN dalam ransum. Semakin besar kandungan TDN, semakin kecil NDF yang dapat dicerna. Sehingga, untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari setiap perlakuan dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan dijelaskan melalui Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Duncan Terhadap Kecernaan NDF Perlakuan
Rata-rata
R2 R4 R1 R6 R3 R5
49,578 54,855 55,833 56,867 58,163 69,972
Signifikasi (0,05) a a a a a b
Berdasarkan Tabel 6, perlakuan yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap kecernaan NDF pada domba Garut jantan umur 8 bulan adalah perlakuan R5 dengan kandungan protein kasar 16% dan TDN 60%. Sehingga, dapat dikatakan perlakuan R1, R2, R3, R4, dan R6 tidak berbeda nyata sedangkan
35 perlakuan R5 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rendahnya nilai kecernaan perlakuan R1, R2, R3, R4 dikarenakan kandungan protein perlakuan R1, R2, R3, R4 lebih rendah (12% dan 14%) dibandingkan dengan perlakuan R5 (16%). Apabila kandungan protein dalam pakan rendah, maka konsentrasi NH 3 rumen akan rendah sehingga pertumbuhan mikroba rumen menjadi terhambat dan proses degradasi karbohidrat menjadi terhambat juga (McDonald dkk, 1995). Sedangkan perlakuan R6 yang mempunyai kandungan protein 16%, namun nilai kecernaan NDF yang dihasilkan lebih rendah dari perlakuan R5, hal ini diduga karena kandungan TDN pada perlakuan R6 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R5. Kejadian diatas diduga karena jumlah energi yang tersedia melampaui ketersediaan N, maka pertumbuhan mikroba dan efisiensi fermentasi rumen menjadi menurun (Ginting, 2005). Mikroba dalam rumen lebih suka mencerna terlebih dahulu zat makanan yang mudah dicerna, sehingga dapat menurunkan kecernaan serat kasar (Tillman, dkk. 1998). Selain itu, pemberian ransum dengan konsentrasi energi yang tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi, karena kebutuhan energi ternak telah terpenuhi, sehingga konsumsi pakan akan terhenti (Parakkasi, 1999). Penurunan tingkat konsumsi akan berpengaruh terhadap kecernaan dari zat makanan yang terdapat di dalam ransum. Oleh karena itu, keseimbangan dari jumlah protein dan TDN dalam ransum perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kecernaan zat makanan.
36 4.2
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan ADF ADF biasanya dihubungkan dengan kecernaan dari ternak ruminansia,
karena salah satu bagian dari ADF yaitu lignin dan silika merupakan faktor pembatas kecernaan (Parakkasi,1999). Rataan kecernaan ADF pada domba Garut jantan umur 8 bulan dijelaskan melalui Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Kecernaan ADF Ulangan 1 2 3 4 Rata-rata
Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6 ...............................................%................................................ 52,28 50,54 44,70 45,92 65,14 51,97 59,74 41,37 70,99 56,35 75,74 48,70 59,87 47,36 56,63 69,28 51,62 59,57 55,47 61,02 59,88 71,78 63,61 57,87 48,69 58,91 54,69 70,49 53,97
Berdasarkan Tabel 7, rataan kecernaan ADF pada setiap perlakuan berkisar antara 48,69% - 70,49%. Kecernaan ADF yang tertinggi terlihat pada perlakuan R5 dan yang terendah berada pada perlakuan R2. Data kecernaan ADF dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 15.), hasil analisis menunjukkan bahwa setiap perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Hal ini diduga karena perbedaan rataan kecernaan pada setiap perlakuan diakibatkan oleh perbedaan protein yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba rumen sehingga ternak dapat memanfaatkan pakan sumber serat (Suryani dkk, 2014). Perbedaan nilai kecernaan ADF pada setiap perlakuan tercemin dari kecernaan NDF karena ADF merupakan bagian dari NDF. Uji Duncan dapat digunakan untuk menguji perbedaan di antara semua pasangan perlakuan tanpa memperhatikan jumlah perlakuan dari suatu percobaan
37 (Gaspersz, 2006). Sehingga, untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari setiap perlakuan diatas, dilakukan pengujian lanjut dengan uji Duncan. Hasil uji Duncan kecernaan ADF dijelaskan melalui Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Duncan Terhadap Kecernaan ADF Perlakuan
Rata-Rata
R2 R6 R4 R1 R3 R5
48,690 53,978 54,698 57,871 58,910 70,491
Signifikasi (0,05) a a a a a b
Berdasarkan Tabel 8, perlakuan yang memberikan pengaruh tertinggi terdapat pada perlakuan R5. Hasil analisis menunjukkan perlakuan R2, R6, R4, R1, dan R3 tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan R5 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kecernaan ADF diatas dipengaruhi oleh jumlah konsumsi NDF, karena ADF merupakan bagian dari NDF (Van Soest, 1994). Tingginya kecernaan ADF pada perlakuan R5 disebabkan karena kandungan ligninnya lebih rendah (0,51%) dibandingkan dengan perlakuan R1(0,67%), R2(0,61%), R3(0,57%), R4(0,56%), dan R6(0,50%).
Daya cerna
ADF salah satunya dipengaruhi oleh kandungan lignin dan silika. Lignin merupakan salah satu faktor pembatas dalam kecernaan zat makanan. Lignin sangat tahan terhadap setiap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik. Semakin tinggi kandungan lignin didalam ransum, semakin rendah daya cerna suatu zat makanan (Tillman, 1998). Sedangkan perlakuan R6 yang mempunyai kandungan lignin 0,50%, namun nilai kecernaan ADF yang dihasilkan lebih
38 rendah dari perlakuan R5 (0,51%), hal ini diduga karena kandungan TDN pada perlakuan R6 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R5. ADF mempunyai bagian yang lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen yaitu selulosa. Salah satu jenis mikroorganisme yang ada di rumen yaitu bakteri selulolitik. Bakteri selulolitik berperan penting dalam mencerna selulosa dengan menghasilkan enzim selulase. Enzim ini bekerja dengan cara memecah rantai selulosa yang awalnya sulit untuk dicerna menjadi senyawa disakarida ataupun monosakarida yang dapat dicerna dengan mudah (Aiman, 2012). Salah satu faktor yang mendukung ketersediaan enzim selulase adalah kehadiran mikroba rumen yang dipengaruhi oleh kandungan protein dalam ransum. Protein akan dirombak menjadi amonia sebagai sumber N utama (Suryani dkk, 2014), yang merupakan unsur utama yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba rumen (Ginting, 2005). Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan protein dan TDN untuk mendorong pertumbuhan mikroba rumen dan dapat menghasilkan fermentasi yang efisien (Hoover dan Miller, 1992).