22
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kecernaan Protein Burung Puyuh Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein Kasar berdasarkan bahan kering Ulangan
R0
R1
Perlakuan R2
Total R3
R4
---------------------------------%-------------------------------1 68,58 75,95 69,05 66,01 61,96 2 72,18 74,87 65,25 74,79 62,77 3 61,83 74,75 65,43 67,37 70,25 4 71,18 80,12 71,13 70,77 72,76 Total 273,77 305,69 270,85 278,94 267,74 1396,99 bc a c b c 68,44 76,42 67,71 69,73 66,94 Rerata Keterangan : Perlakuan: R0 :Ransum tanpa tepung daun lamtoro R1 :Ransum dengan 2% tepung daun lamtoro R2 :Ransum dengan 4% tepung daun lamtoro R3 : Ransum dengan 6% tepung daun lamtoro R4 : Ransum dengan 8% tepung daun lamtoro Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Tabel 7 menunjukkan bahwa ransum perlakuan menghasilkan rataan kecernaan protein yang tertinggi dicapai oleh puyuh yang diberi ransum R1 sebesar 76,42%, kemudian berturut-turut diikuti oleh R3, R0, R2, dan R4 sebesar 69,73%; 68,44%; 67,71% dan 66,94%. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap nilai kecernaan protein kasar ransum dilakukan dengan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun lamtoro dalam ransum memberikan pengaruh yang
nyata (P<0,05) terhadap
kecernaan protein. Terdapat pengaruh yang nyata terhadap kecernaan protein
23
disebabkan oleh kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi ternak. Tinggi rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan protein bahan ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998).
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan protein dari semua perlakuan pakan adalah berkisar 21,28 - 22,99% (Tabel 6). Meningkatnya penggunaan tepung daun lamtoro menurunkan kecernaan protein, keadaan ini diduga karena adanya zat anti nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan pada tepung daun lamtoro. Tepung daun lamtoro mengandung tanin, dimana tanin merupakan senyawa poliphenolic yang mampu mengikat protein dan membentuk senyawa kompleks. Makkar (1993) menyatakan bahwa tanin dapat berikatan dengan enzim-enzim pencernaan sehingga aktivitasnya terganggu atau berikatan dengan protein pakan sehingga tidak dapat dicerna. Kumar dan Singh (1984) melaporkan bahwa tanin pada daun leguminosa dapat mengurangi kecernaan karbohidrat dan protein, dengan menghambat kerja enzim pencernaan seperti enzim-enzim pemecah protein. Kranaveld dan Djaenoedin (1947) yang disitasi oleh Soebarinoto (1986) menyatakan bila kandungan tanin dalam pakan terlalu tinggi dapat menurunkan kecernaan protein karena tanin dapat menghambat kerja enzim protease dan selulase. Kemungkinan lain yang menyebabkan penurunan kecernaan protein adalah kandungan serat kasar. Serat kasar yang tinggi akan menyebabkan laju pergerakan zat makanan tinggi, sehingga kerja enzim pencernaan tidak optimal dan akhirnya akan menurunkan kecernaan. Tillman et al., (1998) menyatakan
24
faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna diantaranya komposisi zat makanan, yaitu serat kasar. B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolisme Hasil penelitian tingkat penggunaan tepung daun lamtoro terhadap energi metabolisme dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Rerataan konsumsi energi dan energi metabolisme Parameter
R0
Perlakuan R2
R1
konsumsi energi (kkal/ekor/hari) EMS (Kkal/kg)
3782,19
EMM (Kkal/kg)
4124,85
EMSn (Kkal/kg)
3754,08
EMMn (Kkal/kg)
4096,74
b
b
52,37
52,01 b
ab ab b
ab
3816,84
ab
4158,50
ab
3786,15
ab
4127,81
ab
55,23
c
3645,77
b
3965,20
b
3618,29
c
3937,72
R3
R4 a
c
59,56
49,40 a
3883,11
a
4202,51
a
3853,96
a
4173,36
c
3679,63
b
4046,49
b
3650,29
b
4017,15
Keterangan : Perlakuan: R0 :Ransum tanpa tepung daun lamtoro R1 :Ransum dengan 2% tepung daun lamtoro R2 :Ransum dengan 4% tepung daun lamtoro R3 : Ransum dengan 6% tepung daun lamtoro R4 : Ransum dengan 8% tepung daun lamtoro Parameter: EMS : Energi Metabolisme Semu EMM : Energi Metabolisme Murni EMSn : Energi Metabolisme Semu terkoresi Nitrogen EMMn: Energi Metabolisme Murni Terkoresi Nitrogen Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada konsumsi energi, EMM,EMMn dan bebeda sangat nyata (P<0,01) pada EMS dan EMSn. Dari hasil pengamatan (Tabel 8) diperoleh tingkat penggunaan tepung daun lamtoro 0, 2, 4, 6, dan 8% berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi energi dan energi metabolisme (EMM dan EMMn) serta berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap energi metabolisme (EMS dan EMSn). Tingkat penggunaan
25
tepung daun lamtoro terhadap konsumsi ransum R0, R1, R2, R3 dan R4 masingmasing sebesar 52,37; 52,01; 55,23; 59,56 dan 49,40. Rataan konsumsi energi tertinggi terdapat pada R3 dan yang terendah R4. Sibald dan Wolynetz (1985) menyatakan bahwa variasi konsumsi pakan akan mempengaruhi ketersediaan energi bagi unggas. Rataan nilai energi metabolis (EMS, EMM, EMSn, dan EMMn) tertinggi terdapat pada R3 dan yang terendah pada R4. Hal ini di duga adanya kandungan serat kasar dalam ransum. Menurut Wahyunto (1989), rendahnya daya cerna suatu bahan makanan dapat disebabkan karena tingginya serat kasar bahan tersebut sehingga nilai energi metabolis bahan menjadi rendah. Menurut James dan Gropper (1990), serat bersifat adsorptif dan mempunyai daya ikat kation terhadap nutrien pada saluran pencernaan, sehingga kadar nutrien yang diabsorpsi menjadi rendah. Serat kasar yang tinggi akan menurunkan energi metabolis pakan, karena terjadinya penurunan kecernaan bahan, sehingga terjadinya penurunan penyerapan zat zat makanan. Lebih lanjut Wahju (1977) menyatakan kandungan serat kasar dalam pakan akan menurunkan energi metabolis karena selulosa yang menyusun dinding sel tidak dapat dicerna oleh ayam karena tidak mempunyai enzim selulase dalam saluran pencernaannya. Selain itu yang menyebabkan pengaruh perlakuan terhadap energi metabolisme adalah kemampuan masing-masing individu ternak dalam mencerna zat makanan dalam pakan. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa ternak perindividu dari spesies yang sama agak berbeda dalam kesanggupannya untuk mencerna setiap macam pakan yang diberikan.
26