HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh Umur 15 Minggu Perlakuan Peubah BJ0
BJ3
BJ6
BJ9
BJ12
Folikel Butir/ekor
124,83a ± 2,13
100,50b ± 1,03
97,17b ± 1,42
81,67b ± 0,76
87,83b ± 6,81
Bobot 6,13 ± 0,98 4,86 ± 0,84 4,85 ± 1,84 4,30 ± 1,81 5,18 ± 1,86 (g/ekor) Bobot 49,11 ± 1,57 48,36 ± 7,50 49,91 ± 1,71 52,65 ± 2,27 58,98 ± 1,81 (mg/butir) Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi
Jumlah Folikel Kuning Telur Rataan jumlah folikel kuning telur yang dihasilkan antara 87,83-124,83 butir/ekor. Protein kuning telur diproduksi di dalam hati, kemudian ditransport oleh darah dan dideposisikan dalam folikel yang berkembang (Riis, 1983). Pemberian BBJP 3, 6, 9, dan 12% nyata (P<0,05) menurunkan jumlah folikel puyuh penelitian. Hal ini karena adanya phorbolester sebesar 15,28 µg/g (Tabel 2) dan serat kasar sebesar 33,7 % (Tabel 4) dalam bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi, sehingga menghambat sintesis protein untuk pembentukan folikel. Penghambatan sintesis protein dapat menurunkan jumlah folikel yang dibentuk. Konsumsi ransum selama penelitian dan taraf BBJP fermentasi
menyebabkan perbedaan konsumsi
phorbolester selama 7 minggu penelitian. Kandungan phorbolester (µg/g) (Tabel 2) bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi berdasarkan Sumiati et al. (2010). Perhitungan konsumsi phorbolester puyuh selama 7 minggu penelitian yaitu mengalikan kandungan BBJP fermentasi dalam ransum (%) dengan konsumsi ransum (g/ekor) dan kandungan phorbolester (µg/g). Konsumsi phorbolester puyuh selama penelitian yang diberi BBJP fermentasi dalam ransum dengan taraf 0, 3, 6, 9,
21
dan 12% berturut-turut yaitu 0; 438,24; 823,38; 1.282,96; dan 1.672,20 µg/ekor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf BBJP fermentasi dalam ransum yang diberikan, konsumsi phorbolester semakin meningkat. Batas toleransi taraf phorbolester dalam ransum tikus yaitu 0,09 mg/g ransum (Aregheore et al., 2003). Konsumsi serat kasar puyuh selama penelitian yang diberi BBJP fermentasi dalam ransum dengan taraf 0, 3, 6, 9, dan 12% berturut-turut yaitu 23,03; 29,45; 34,31; 42,35; dan 48,43 g/ekor. Taraf BBJP fermentasi dalam ransum semakin tinggi menyebabkan konsumsi serat kasar semakin meningkat. Perhitungan konsumsi serat kasar (SK) puyuh selama 7 minggu penelitian yaitu mengalikan kandungan serat kasar ransum (%) dengan konsumsi ransum (g/ekor). Korelasi antara konsumsi phorbolester (µg/ekor) dengan jumlah folikel (butir/ekor) menunjukkan R2 phorbolester sebesar 0,544. Korelasi antara konsumsi serat kasar (g/ekor) dengan jumlah folikel (butir/ekor) menunjukkan R 2 serat kasar sebesar 0,548. Peningkatan konsumsi phorbolester dan serat kasar menyebabkan jumlah folikel kuning telur yang dibentuk menurun. Korelasi antara konsumsi phorbolester (µg/ekor) selama penelitian dengan jumlah folikel (butir/ekor) disajikan pada Gambar 8. Korelasi antara konsumsi serat kasar (g/ekor) selama penelitian dengan jumlah folikel (butir/ekor) disajikan pada Gambar 9. 160,00
Jumlah Folikel (butir/ekor)
140,00 120,00
100,00 80,00
y = 117,3-0,022x R² = 0,544
60,00 40,00 20,00 0,00 0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
Konsumsi Phorbolester (µg/ekor) Gambar 8. Korelasi Konsumsi Phorbolester dengan Jumlah Folikel
22
Jumlah Folikel (butir/ekor)
160,00 140,00 120,00 100,00 80,00
y = 150,6 - 1,470x R² = 0,548
60,00 40,00 20,00
0,00 0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
Konsumsi Serat Kasar (g/ekor) Gambar 9. Korelasi Konsumsi Serat Kasar dengan Jumlah Folikel Konsumsi phorbolester dan serat kasar semakin tinggi menyebabkan folikel kuning telur yang dibentuk menurun. Hal ini menunjukkan bahwa phorbolester dapat mengganggu sintesis protein untuk pembentukan folikel kuning telur. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat merusak jaringan, mengganggu aktivitas enzim, dan menghambat sintesis protein, walaupun dalam konsentrasi rendah. Phorbolester menstimulasi protein kinase C yang terlibat dalam transduksi sinyal, sehingga menyebabkan gangguan biologis pada berbagai organisme. Phorbolester juga melepaskan protease, sitokin, dan mengaktivasi NADPH oksidase yang berakibat rusaknya jaringan. Konsumsi serat kasar yang semakin tinggi menyebabkan nutrien tidak dapat dicerna dengan baik oleh unggas. Serat kasar sulit dicerna oleh unggas, sehingga kemampuan dalam mencerna serat kasar sangat rendah. Serat kasar yang tidak dicerna dapat membawa nutrien lain keluar bersama ekskreta. Hal ini dapat mempengaruhi pembentukan folikel kuning telur, sehingga jumlah folikel kuning telur puyuh yang dibentuk menurun. Bobot Folikel Kuning Telur Bobot folikel kuning telur antara 4,30-6,13 g/ekor dan bobot folikel kuning telur antara 48,36-58,98 mg/butir. Pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot folikel. Adanya gangguan sintesis protein dalam pembentukan folikel yang dapat menurunkan jumlah folikel tidak 23
mempengaruhi bobot folikel kuning telur yang dibentuk. Hal ini menunjukkan bahwa puyuh memiliki kemampuan dalam mempertahankan bobot folikel. Bobot folikel kuning telur per ekor cenderung turun pada BJ3, BJ6, dan BJ9 yaitu 4,86 ; 4,85 ; dan 4,30 g/ekor. Persentase Bobot Organ Dalam Puyuh Rataan persentase bobot organ dalam puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Puyuh Umur 15 Minggu Perlakuan Peubah BJ0
BJ3
BJ6
BJ9
BJ12
-----------------------------------------------(%)------------------------------------------------Jantung
0,73 ±0,07
0,68 ±0,08
0,73 ±0,06
0,78 ±0,06
0,81 ±0,08
Hati
3,32 ±0,62
3,36 ±0,30
3,14 ±0,18
3,18 ±0,32
3,10 ±0,25
Proventrikulus
0,57 ±0,10
0,48 ±0,09
0,60 ±0,18
0,50 ±0,02
0,58 ±0,11
c
bc
ab
a
Gizzard
1,77 ±0,20
2,04 ±0,19
2,61 ±0,61
2,94 ±0,38
2,78a±0,42
Ginjal
0,49 ±0,11
0,60 ±0,11
0,39 ±0,18
0,43 ±0,17
0,34 ±0,07
Limpa
0,06 ±0,01
0,07 ±0,03
0,10 ±0,03
0,06 ±0,01
0,07 ±0,03
Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi
Persentase Bobot Jantung Rataan persentase bobot jantung antara 0,68%-0,81% dari bobot hidup. Persentase bobot jantung penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Marginingsih (2004) tentang kombinasi eceng gondok, minyak ikan hiu, dan wheat bran terhadap persentase bobot organ dalam yaitu 0,94% dari bobot hidup. Pemberian bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot jantung. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak menghambat kerja organ jantung. Ressang (1986) menyatakan pembengkakan jantung terjadi akibat adanya akumulasi racun, sehingga menyebabkan penambahan jaringan otot jantung. Pembengkakan jantung
24
akan memicu kontraksi yang berlebihan. Menurut North dan Bell (1990), jantung merupakan organ yang memegang peranan penting dalam peredaran darah. Persentase Bobot Hati Rataan persentase bobot hati berkisar antara 3,10%-3,36% dari bobot hidup. Persentase bobot hati penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Kasiyati et al. (2010) tentang fotostimulasi cahaya monokromatik untuk optimasi karkas puyuh masak kelamin yaitu 4,50%-4,90% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot hati. Amrullah (2004) menyatakan bahwa hati merupakan tempat detoksifikasi senyawa-senyawa yang beracun dan ekskresi senyawa-senyawa metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot hati normal dan tidak menunjukkan pembengkakan yang mengindikasikan hati bekerja berat dalam mendetoksifikasi racun. Bobot hati yang diduga normal tidak dapat mengindikasikan terjadinya kelainan pada hati, kemungkinan terjadinya kerusakan pada sel hati yang mengakibatkan penurunan jumlah folikel kuning telur puyuh penelitian. Spector (1993) menyatakan bahwa peningkatan bobot hati yang ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati mengindikasikan adanya kelainan pada hati. Persentase Bobot Proventrikulus Rataan persentase bobot proventrikulus berkisar antara 0,48%-0,60% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot proventrikulus. Hal ini menunjukkan bahwa phorbolester yang masih ada dalam BBJP fermentasi dengan konsentrasi 15,28 µg/g (Tabel 2) tidak mengganggu kerja proventrikulus. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat mengganggu aktivitas enzim. Menurut North dan Bell (1990), proventrikulus merupakan tempat disekresikannya pepsin dan HCl. Pemberian bungkil biji jarak pagar fermentasi dalam ransum meningkatkan kerja proventrikulus karena adanya racun, sehingga proventrikulus ayam broiler mengalami peningkatan bobot (Istichomah, 2007).
25
Persentase Bobot Gizzard Rataan persentase bobot gizzard berkisar antara 1,78%-2,93% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% nyata (P<0,05) meningkatkan bobot gizzard dibandingkan perlakuan BJ0. Peningkatan bobot gizzard tersebut disebabkan oleh kandungan serat kasar dari ransum yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan BJ0. Semakin tinggi taraf BBJP dalam ransum, serat kasar ransum semakin meningkat. Serat kasar dalam ransum BJ0, BJ3, BJ6, BJ9, dan BJ12 berturut-turut adalah 2,33; 3,08; 3,82; 4,54; dan 5,31%. Menurut Pond et al. (1995), gizzard berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel secara fisik. Konsumsi serat kasar puyuh semakin tinggi dengan meningkatnya taraf BBJP dalam ransum menyebabkan gizzard bekerja semakin berat, sehingga bobot gizzard meningkat. Amrullah (2004) menyatakan bahwa unggas yang memperoleh makanan kasar memiliki ukuran gizzard lebih besar. Persentase Bobot Ginjal Rataan persentase bobot ginjal berkisar antara 0,34%-0,60% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot ginjal. Bungkil biji jarak pagar memiliki racun curcin yang dapat menghambat sistem metabolisme di dalam tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak menghambat kerja organ ginjal dalam sistem metabolisme di dalam tubuh. Ginjal berfungsi dalam filtrasi menyerap kembali material yang berguna bagi tubuh, metabolisme, dan ekskresi material yang tidak digunakan lagi oleh tubuh (Pond et al., 1995). Zat toksik yang masuk ke dalam tubuh semakin banyak menyebabkan ginjal bekerja semakin berat dalam menetralisir toksik (Ressang, 1986). Persentase Bobot Limpa Rataan persentase bobot limpa berkisar antara 0,06%-0,10% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot limpa. Hal ini menunjukkan bahwa kerja organ limpa tidak dihambat oleh racun yang ada di dalam BBJP. Limpa berfungsi untuk membentuk sel-sel darah putih, pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, dan berperan dalam metabolisme nitrogen. Kelainan pada limpa dapat ditandai dengan pembengkakan 26
limpa yang dapat meningkatakan bobot limpa. Perubahan ukuran limpa disebabkan oleh racun yang masuk ke dalam tubuh (Ressang, 1986). Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Puyuh Rataan persentase bobot dan panjang saluran pencernaan puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Puyuh Umur 15 Minggu Perlakuan Peubah BJ0
BJ3
BJ6
BJ9
BJ12
Bobot (%)
3,73b ±1,19
3,43b±0,17
4,49ab±0,45
5,42a ±0,62
4,66ab±0,60
Panjang (cm/100g)
41,01ab±5,25
37,43b±5,11
46,20a ±3,11
43,95ab±4,77
41,79ab±2,17
Bobot (%)
0,75c ±0,02
0,59d±0,08
0,91ab±0,06
1,02a±0,12
0,80bc±0,07
Panjang (cm/100g)
5,92c ±0,09
5,46d±0,19
6,97ab ±0,03
6,80a±0,41
6,46b ±0,35
Bobot (%)
0,28ab±0,07
0,20b±0,04
0,30ab ±0,07
0,28ab±0,02
0,36a ±0,06
Panjang (cm/100g)
3,98ab± 0,22
3,56b±0,29
4,14ab±0,52
3,84ab±0,68
4,55a ±0,15
Usus Halus
Seka
Usus Besar
Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi
Persentase Bobot dan Panjang Usus Halus Rataan persentase bobot usus halus yang dihasilkan antara 3,43%-5,43% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 37,43-46,20 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 9% dalam ransum (BJ9) nyata (P<0,05) meningkatkan bobot usus halus. Hal ini menunjukkan bahwa usus halus bekerja berat dalam berat dalam mensekresikan enzim-enzim pemecah polimer pati, lemak, dan protein, sehingga terjadinya penebalan dinding usus halus yang menyebabkan bobot usus halus meningkat. Sekresi enzim yang berlebihan dapat mengganggu penyerapan 27
nutrien di usus halus. Aktivitas enzim yang terganggu diduga karena masih adanya phorbolester di dalam tubuh. Phorbolester dapat memodifikasi sel-sel usus menjadi rusak, sehingga fungsi usus terganggu dan menyebabkan penyerapan nutrien menurun. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat mengganggu aktivitas enzim didalam tubuh. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% dalam ransum tidak nyata (P<0,05) meningkatkan panjang relatif usus halus dibandingkan perlakuan BJ0. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan di usus halus tidak berlangsung cepat, walaupun diduga terjadi gangguan penyerapan. Persentase Bobot dan Panjang Seka Rataan persentase bobot seka yang dihasilkan antara 0,59%-1,02% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 5,46-6,97 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 9% dalam ransum nyata (P<0,05) meningkatkan bobot dan panjang relatif seka dibandingkan perlakuan BJ0. Hasil ini menunjukkan bahwa seka bekerja berat dalam mencerna nutrien yang tidak dapat dicerna di usus halus, walaupun dalam jumlah sedikit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penebalan dan ukuran seka lebih panjang dibandingkan seka perlakuan BJ0. Menurut Ensminger (1992), seka berfungsi menyerap air, mencerna karbohidrat dan protein. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa serat kasar di seka dicerna dengan bantuan bakteri yang ada di seka. Persentase Bobot dan Panjang Usus Besar Rataan persentase bobot usus besar yang dihasilkan antara 0,20%-0,36% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 3,56-46,55 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% tidak meningkatkan bobot maupun panjang relatif usus besar dibandingkan dengan perlakuan BJ0. Hal ini menunjukkan bahwa usus besar tidak bekerja berat dalam mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air, serta mereabsorbsi nutrien yang tidak dapat dicerna di usus halus. Usus besar berfungsi sebagai penyalur makanan dari usus kecil menuju kloaka untuk dibuang (Grist, 2006).
28