BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tebal Cangkang Rataan hasil pengamatan tebal cangkang telur puyuh selama penelitian disajikan pada Tabel 9 . Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh. Perlakuan Ulangan P0 P1 P2 P3 P4 ------------------------------ (mm) -------------------------1 0.37 0.37 0.29 0.35 0.38 2 0.36 0.36 0.33 0.35 0.22 3 0.32 0.34 0.35 0.40 0.34 4 0.38 0.31 0.41 0.35 0.37 Total 1.43 1.38 1.38 1.45 1.31 Rataan 0.36 0.35 0.35 0.36 0.33 Keterangan:
Total 1.76 1.62 1.75 1.82 6.95
P0 = Ransum tanpa (0%) tepung cangkang keong mas; P1 = Ransum dengan 1% tepung cangkang keong mas; P2 = Ransum dengan 2% tepung cangkang keong mas; P3 = Ransum dengan 3% tepung cangkang keong mas; P4 = Ransum dengan 4% tepung cangkang keong mas.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung cangkang keong mas dalam ransum tidak perpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tebal cangkang telur puyuh. Hal tersebut disebabkan oleh karena mineral Ca dari tepung cangkang keong mas dapat mengimbangi mineral Ca yang terdapat pada kapur, sehingga menyebabkan tebal cangkang telur relatif sama. Rataan tebal cangkang yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0.33-0.36 mm. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Mozin (2006) yang meneliti tentang kulitas fisik telur puyuh dengan menggunakan campuran tepung bekicot dan tepung darah sebagai substitusi tepung ikan, dimana memperoleh rata-rata tebal cangkang telur 0.26-0.30 mm. Selanjutnya Nugroho
dan Mayun (1989) bahwa komposisi kulit dan selaput telur puyuh adalah 20.7%, dimana tebal kulit telur adalah 0.197 mm dan selaput telur 0.063 mm. Penggunaan tepung cangkang keong mas sampai 4% dalam ransum pada penelitian ini diperoleh tebal cangkang telur puyuh berkisar antara 0.33-0.36 mm, hal ini masih sesuai dengan standar untuk tebal cangkang telur puyuh. Davis dkk. (2002) menyatakan bahwa apabila tebal cangkang kurang dari 0.33 mm, telur akan lebih mudah pecah. Ketebalan cangkang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas telur, karena cangkang dapat melindungi isi telur. Ketebalan cangkang telur banyak dipengaruhi oleh kadar kalsium dalam ransum yang akan menentukan ketersediaan garam-garam kalsium dalam darah untuk pembentukan telur (Yuwanta, 2004). Selanjutnya Achmanu (2010) menyatakan bahwa semakin tebal cangkang telur berarti kandungan Ca juga semakin tinggi. Ketebalan cangkang telur juga dipengaruhi oleh umur ternak, temperatur lingkungan, tingkat produksi telur, penyakit, genetik dan imbangan energi dan protein ransum. Amrullah (2003) menyatakan bahwa ada peran protein terhadap ketebalan kerabang telur. Lebih lanjut Djulardi, dkk (2004) menyatakan bahwa untuk menghasilkan kerabang yang berkualitas, pemberian protein dalam pakan harus diimbangi dengan pemberian energi dan mineral. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, suhu lingkungan yang tinggi juga dapat mempengaruhi kualitas fisik telur, terutama suhu di atas 29oC. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudaryani (1996) bahwa suhu yang tinggi akan mempengaruhi kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan dan ketebalan cangkang telur.
4.1 Berat Cangkang Rataan hasil pengamatan berat cangkang telur puyuh selama penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 . Rataan Berat cangkang telur puyuh Ulangan
1 2 3 4 Total Rataan keterangan:
Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 --------------------------- (gram/butir) -----------------------1.24 1.05 0.84 1.32 1.41 1.11 1.07 1.29 1.24 1.31 1.09 1.24 1.0 1.19 1.38 1.08 1.18 1.09 1.46 1.27 4.52 4.54 4.22 5.21 5.37 bc bc b ab 1.13 1.14 1.06 1.30 1.34a
Total
5.86 6.02 5.09 6.08 23.86
Superskrip dengan hurup yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). P0 = Ransum tanpa (0%) tepung cangkang keong mas; P1 = Ransum dengan 1% tepung cangkang keong mas; P2 = Ransum dengan 2% tepung cangkang keong mas; P3 = Ransum dengan 3% tepung cangkang keong mas; P4 = Ransum dengan 4% tepung cangkang keong mas.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung cangkang keong mas berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap berat cangkang telur puyuh. Hal ini disebabkan karena tepung cangkang keong mas dalam ransum dapat dimanfaatkan oleh puyuh untuk pembentukan cangkang telur puyuh. Faktor lain yang dapat mempengaruhi berat cangkang telur adalah besar telur yang dihasilkan. Karena telur yang lebih besar, permukaan cangkangnya juga lebih luas. Sehingga bahan pembentuk cangkangnya menyebar keseluruh area permukaan telur yang menyebabkan cangkangnya menjadi lebih berat. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa perlakuan P4 (ransum dengan 4% tepung cangkang keong mas dalam ransum) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0, P1 dan P2, namun tidak berbeda nyata
dibandingkan perlakuan P3. Adapun rataan berat cangkang telur puyuh masingmasing perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah yaitu P4; P3; P1; P0 dan P2 dengan nilai masing-masing 1.34; 1.30; 1.14; 1.13 dan 1.06 g/butir. Melihat dari hasil penelitian ini tampaknya penggunaan 4% tepung cangkang keong mas dalam ransum dapat meningkatkan berat cangkang telur puyuh. Hal ini disebabkan karena kandungan mineral organik asal hewan yang terdapat pada tepung cangkang keong mas, terutama mineral kalsium (Ca) dapat diserap dengan baik untuk pembentukan cangkang/kulit telur. Dimana komposisi mineral tertinggi pada cangkang telur adalah mineral kalsium. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno et al. (2001) dalam Mozin (2006) bahwa komposisi cangkang terdiri atas 98.2% kalsium, 0.9% magnesium dan 0.9% fosfor (pada cangkang dalam bentuk fosfat). Selanjutnya Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa kalsium berperan dalam pembentukan cangkang telur. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi kalsium seperti pernyataan Tillman et al. (1984) bahwa konsumsi kalsium dipengaruhi oleh umur, bangsa, konsumsi pakan, dan status fisiologis. Selanjutnya dinyatakan bahwa berat telur, tebal kerabang, dan specific gravity dipengaruhi oleh konsumsi kalsium. Penggunaan mineral kalsium harus diikuti dengan penambahan mineral phosfor. Pernyataan Yuniarti et al. (2008) bahwa penggunaan kalsium (Ca) dosis tinggi tanpa diikuti dengan fosfor (P) dalam takaran yang seimbang dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kalsium. Selanjutnya Wiradimadja et al. (2004) bahwa kadar kalsium ransum yang berkisar antara 2.36-2.94% dengan imbangan
kadar fosfor (P) tersedia 0.5-0.57% sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pembentukan cangkang telur. 4.3 Berat Telur Rataan hasil pengamatan berat telur puyuh selama penelitian disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Berat Telur Puyuh. Ulangan
1 2 3 4 Total Rataan Keterangan :
Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 --------------------------- (gram/butir) ----------------------8.86 8.78 7.38 8.25 9.58 8.90 7.99 9.55 9.29 8.05 8.39 8.02 8.89 8.07 9.40 8.97 8.78 8.34 10.07 9.43 35.12 33.57 34.16 36.31 36.64 8.78 8.39 8.54 9.08 9.12
Total
42.85 43.78 42.77 46.22 175.62
P0 = Ransum tanpa (0%) tepung cangkang keong mas; P1 = Ransum dengan 1% tepung cangkang keong mas; P2 = Ransum dengan 2% tepung cangkang keong mas; P3 = Ransum dengan 3% tepung cangkang keong mas; P4 = Ransum dengan 4% tepung cangkang keong mas.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung cangkang keong mas dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap berat telur puyuh. Perlakuan tidak berpengaruh disebabkan karena bahan-bahan penyusun ransum yang digunakan sebagai sumber protein komposisinya hampir sama. Sehingga menyebabkan komposisi asam-asam amino penyusun ransum tidak dapat mempengaruhi peningkatan berat telur puyuh. Dimana berat telur puyuh sebagian besar dipengaruhi oleh konsumsi protein. Seperti pernyataan Amrullah (2003) bahwa meningkatnya jumlah asupan protein yang seimbang akan meningkatkan ukuran telur yang lebih cepat. Selanjutnya menyatakan bahwa begitu pentingnya kebutuhan telur akan protein, sehingga kekurangan protein
akan mengakibatkan menurunnya besar telur dan albumen telur yang akan berpengaruh pada berat telur puyuh yang dihasilkan. Selain kualitas ransum, peningkatan bobot telur juga dipengaruhi oleh kuantitas ransum yang dikonsumsi (Selvy dalam Mozin 2006). Pernyataan lain menyebutkan bahwa terpenuhinya kebutuhan kalsium dan konsumsi ransum pada periode produksi akan sangat menentukan besarnya massa kalsium cangkang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya berat telur dan kualitas cangkang telur (Rolland et al. 1978). Rataan berat telur puyuh yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 8.39-9.12 g/butir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) bahwa telur puyuh mempunyai berat 7-8% dari berat induk, yaitu berkisar antara 7-11 g/butir. Beberapa pernyataan tentang berat telur puyuh. sebagai contoh Achmanu dkk. (2010) menyatakan bahwa nilai rataan setiap berat telur puyuh yang dihasilkan berkisar antara 9.22-9.34 g/butir; Rasyaf (1985) menyatakan bahwa berat telur puyuh Coturnix-coturnix japonica dengan warna burik berkisar antara 9-10 g/butir; Benjamin et al. (1960) bahwa berat telur puyuh bervariasi antara 11.3512.95g/butir; Elvira dkk (1994) bahwa berat telur puyuh rata-rata 11.23 g/butir. Berat telur puyuh yang diperoleh pada penelitian ini masih normal jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Berat telur puyuh juga dipengaruhi oleh masa periode bertelur, seperti pernyataan Nugoroho dan Mayun (1990) bahwa telur puyuh pada masa produksi 4 minggu pertama adalah 8.9 gram dan berat telur yang maksimal adalah 10.8 gram pada periode bertelur 28 minggu.
Melihat dari hasil penelitian bahwa penggunaan tepung cangkang keong mas berpengaruh terhadap peningkatan berat cangkang telur puyuh yang dihasilkan pada perlakuan P4 (ransum dengan 4% tepung cangkang keong mas). Namun peningkatan berat cangkang tersebut tidak dapat mempengaruhi berat telur puyuh yang dihasilkan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa selisih antara berat cangkang telur puyuh relatif kecil, yaitu berkisar antara 0.21-0.28 gr/butir. Sehingga selisih berat cangkang tersebut tidak dapat mempengaruhi berat telur puyuh antar perlakuan.