50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang
diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. di bawah ini : Tabel 5. Hasil Pengamatan Kadar hemoglobin Itik Perlakuan
R
1 2
K FA FB FC ………………………………. g/dL…………………..……. 8,80 9,00 10,00 9,40 8,20 9,40 9,20 9,50
3
8,20
9,20
8,40
8,80
4
9,00
9,30
9,40
9,80
5 6 Rata-rata
8,30 8,80 8,55±3,46
9,80 9,70 9,40±0,30
9,30 9,60 9,32±0,53
9,50 9,30 9,38±0,66
Ket:
K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1
menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh hemoglobin itik.
Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hemoglobin telah dilakukan uji
contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 6.
51 Tabel 6. Signifikansi Kadar Hemoglobin Itik pada level pemberian FOS yang berbeda No. 1 2 3 4
Perlakuan K FB FC FA
Rata-rata 8,55 9,32 9,38 9,40
Signifikansi a b b b
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05) Data pengamatan pada Tabel 6, tampak bahwa rata-rata kadar hemoglobin itik cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Kadar Hb Itik Cihateup tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah yaitu 8,55 g/dL dibandingkan, dengan kelompok itik yang diberi perlakuan. Kelompok-kelompok itik yang diberi FOS dengan berbagai level yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pemeliharaan itik dengan cara minim air maka ternak akan menyebabkan stress sehingga akan meningkatkan penggunaan asam amino menjadi energy. Dengan demikian sintesis hemoglobin menjadi turun. Seperti diketahui bahwa pemberian FOS akan meningkatkan hemoglobin, karena FOS dapat mening katkan enzim proteolitik. Efisiensi asam amino didalam usus akan meningkat, maka dari itu ketika hemoglobin meningkat maka pembentukan sel-sel darah merah (eritropoesis) meningkat. Mekanisme eritropoiesis atau pembentukan eritrosit berasal dari sel hemositoblast yang secara kontinyu dibentuk dari sel induk primordial terdapat
di
sumsum
tulang (Guyton, 1997). Hemositoblast membentuk
eritroblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin, kemudian menjadi
52 eritroblast polikromatofilik yang mengandung campuran zat basofilik dan hemoglobin sehingga inti sel menyusut menjadi normoblast karena sitoplasma normoblast terisi hemoglobin. Sturkie (1976), melaporkan kadar hemoglobin itik
betina
sebesar
12,7
g/100
mL darah. Hal
tersebut
kemungkinan
yang mempengaruhi nilai hematokrit yaitu spesies, genetik dan umur itik. Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena Fe merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Fe diangkut oleh transferin ke mitokondria, tempat dimana heme di sintesis. Jika tidak terdapat transferin dalam jumlah cukup, maka kegagalan pengangkutan Fe menuju eritoblas dapat menyebabkan anemia hipokromik yang berat, yaitu penurunan jumlah eritrosit yang mengandung lebih sedikit hemoglobin (Guyton, 1997).
Gangguan dalam pembentukan eritrosit dapat mempengaruhi kadar
hemoglobin itik. Hal ini sesuai pernyataan (Wardhana dkk., 2001), bahwa pengaruh
kadar
hemoglobin dapat disebabkan oleh
kerusakan
eritrosit,
penurunan produksi eritrosit dan dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran eritrosit. Natalia (2008), menyatakan kadar hemoglobin berjalan sejajar dengan jumlah eritrosit. Kadar Hb kelompok itik yang sedang mengalami stress minim air maupun panas dengan tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok itik yang diberi tambahan FOS, merupakan indikasi meningkatnya laju perombakan asam amino methionine menjadi suksenil co-A. Proses perombakan ini meningkat sebagai manifestasi penyediaan energi
53 melalui jalur gluconeogenesis. Menurut Kegley dan Spears (1995) peningkatan gluconeogenesis bagi ternak yang stress meelibatkan perombakan asam-asam amino antara lain methionine sebagai sumber energi.
Hasil penelitian lain
melaporkan bahwa dalam siklus krebs methionine dirombak menjadi suksenil coA. diketahui bahwa methionine merupakan prekusor utama sintesis Hb (Chriansen dkk., 2007). Hasil penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Kaume (2011) dikemukakan bahwa FOS mampu meningkatkan laju anabolisme atau dapat mencegah aktifnya lintasan gluconeogenesis. Berdasarkan fakta ini maka dapat dipastikan bahwa penurunan gluconeogenesis sebagai dampak pemberian FOS, menyebabkan pemakaian methionine sebagai sumber energy menjadi rendah, dengan demikian prekursor sintesis Hb tidak berkurang. 4.2. Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik Cihateup Fase Grower yang diberi FOS Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan nilai hematokrit itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
54 Tabel 7. Hasil pengamatan Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik R 1 2 3 4 5 6 Ratarata
K E(x104) 231 221 200 202 247 223 220,60± 17,78
H(%) 43 45 44 44 43 42 43,5± 1,04
Perlakuan Fructooligosaccharide (FOS) FA FB E(x104) H(%) E(x104) H(%) 224 48 212 45 217 47 213 45 219 45 251 48 223 46 223 47 225 47 219 46 222 46 213 48 221,67± 46,5± 221,83± 46,5± 3,07 1,04 14,91 1,37
FC E(x104) 216 231 225 223 218 224 222,83± 5.34
H(%) 48 46 47 46 47 46 46,67± 0,81
Ket= K = Tanpa Perlakuan FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL E = Eritrosit H = Hematokrit Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh hematokrit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Signifikansi Nilai Hematokrit Itik Pada Level Pemberian FOS Yang Berbeda P K FA FB FC
Rata-rata 43,50 46,50 46,50 46,67
Signifikansi a b b b
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada
55 jumlah eritrosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah eritrosit dan nilai hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 8. Data pengamatan pada Tabel 7 rata-rata jumlah eritrosit itik cihateup fase grower dengan tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil analisis varians menunjukkan bahwa kelompok itik yang tidak diberi perlakuan dengan yang diberi perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit itik cihateup. Ketika insulin meningkat terjadi jumlah sel dan ukuran yang lebih besar. Dalam keadaan stress meningkatkan kortisol maka akan menurunkan anabolisme. Ketika anabolisme menurun maka terjadi kerusakan sel-sel darah merah dan akan mengalami
gangguan
metabolisme.
Nilai
hematokrit
meningkat
karena
meningkatnya anabolisme, sehingga yang meningkat bukan hanya jumlah sel tetapi ukurannya juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sturkie, 1976) bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit. Kortisol meningkat maka akan meningkatkan anabolisme sehingga ketika itik tanpa pemberian FOS hasil analisis lebih kecil dibanding dengan pemberian FOS. Nilai hematokrit itik tanpa diberi perlakuan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi perlakuan, itu karena terjadi gangguan metabolisme di darah sehigga nilai hematocrit tanpa diberi perlakuan lebih kecil dibanding dengan yang
56 diberi perlakuan. Hal ini menunjukkan nilai hematokrit berubah sejalan dengan perubahan erirosit. Secara normal, jumlah eritrosit berkorelasi positif dengan nilai hematokrit. Besarnya nilai hematokrit dipengaruhi oleh bangsa dan jenis ternak, umur dan fase produksi, jenis kelamin ternak, penyakit, serta iklim setempat (Sujono, 1991). Naik turunnya nilai hematokrit tergantung pada volume sel-sel darah yang dibandingkan dengan volume darah keseluruhan (Swenson, 1977). Jumlah eritrosit normal pada itik yaitu
3,06
104/μl (Biester dan
Schwarte, 1965). Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon
eritropoietin yang berfungsi merangsang pembentukkan
eritrosit (eritropoiesis) dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang (Meyer dan Harvey, 2004).
Protein
merupakan unsur utama dalam pembentukan eritrosit darah. Enzim protease dalam tubuh merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi menghidrolisis protein menjadi 2001),
asam amino
menyatakan
yang
dibutuhkan
tubuh. (Wardhana
dkk.,
bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam
amino yang membantu proses pembentukan eritrosit akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan sehingga akan mempengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel darah. Efek dari gagalnya proses pembentukan eritrosit mengakibatkan bentuk makrosit yang tidak teratur dan memiliki membran sangat tipis, besar, bentuknya
57 oval berbeda dengan bentuk normal yaitu lempeng cekung (Guyton, 1997). Hal ini berpengaruh dalam pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh, bentuk makrosit pada itik yang tidak sempurna akan mudah lisis yang mengakibatkan masa hidup eritrosit bertambah pendek.
Selain itu faktor yang mempengaruhi perbedaan
jumlah eritrosit diantarannya yaitu umur, nutrisi, volume darah, spesies, dan ketinggian tempat, musim, waktu pengambilan sampel, jenis antikoagulan juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit (Jain, 1993; Swenson, 1997). 4.3.
Jumlah Leukosit Itik Cihateup Data hasil pengamatan jumlah eritrosit itik cihateup fase grower yang
diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Tabel 9. Hasil pengamatan Jumlah Leukosit Itik Perlakuan R ………………………………(x102) Butir………………………. K FA FB FC 1 113,3 85,00 82,70 85,90 2 115,5 82,10 81,30 92,00 3 112,6 80,90 83,60 73,10 4 153,5 83,20 82,60 83,30 5 90,70 82,60 82,10 84,30 6 113,2 81,80 82,70 81,40 Rata-rata 116,46±20,35 82,60±1,40 82,50±0,76 83,33±6,18 Ket= K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh pada
58 jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Signifikansi Leukosit Itik Pada Level Pemberian FOS yang Berbeda Perlakuan FB FA FC K
rata-rata 82,50 82,60 83,33333 116,4667
Signifikansi b b b a
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada lampiran. 1 menunjukan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal pada lampiran 2. Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 9. Data pengamatan pada Tabel 9 rata-rata jumlah leukosit itik cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan FOS berbeda nyata (P<0,05). Ketika itik mengalami cekaman panas yang tinggi maka akan mengalami stress, sehingga kortisol akan naik dan menghambat laju pembentukan limposit, dengan laju pembentukan limposit yang lebih tinggi, tetapi meningkatkan netrofil. Itu sebabnya ketika stress meningkat yang masih bisa di tolerir yaitu peningkatan sel darah putih atau leukosit karena ada beberapa komponen yaitu kadar netrofil meningkat. Sebagaimana diketahui bahwa netrofil itu diferensiasi dari leukosit.
59 Jumlah leukosit yang diberi perlakuan lebih rendah karena FOS bisa menurunkan kortisol. Pembentukan neutrophil menjadi normal. Kondisi fisiologis tubuh dapat mempengaruhi jumlah limfosit itik, diantaranya faktor genetik dan faktor lingkungan.
(Kusumawati, 2003)
menyatakan bahwa kondisi fisiologi tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang termasuk faktor genetik adalah bangsa dan faktor lingkungan adalah pakan. Hal ini dapat membedakan faktor genetik dan faktor lingkungan dari jenis itik lokal betina dalam pembentukan limfosit maka jumlah limfosit berbeda. Peran penting mikroflora saluran pencernaan serta manfaatnya bagi kesehatan ternak telah lama diketahui, meskipun mekanisme kerja mikroflora saluran pencernaan tersebut tidak diketahui secara pasti namun semua ahli sepakat bahwa keseimbangan antara mikroba yang bermanfaat dengan mikroba patogen merupakan faktor penting dalam kesehatan ternak, jika keseimbangan ini terganggu maka tidak akan mempengaruhi kesehatan ternak (Snoeyenbos, 1987). Probiotik dapat meningkatkan sistem imun dengan penurunan populasi mikroba pathogen di dalam saluran pencernaan. Prebiotik berfungsi dengan baik, maka probiotik akan terkendali sehingga mampu menstimulasi sistem imunitas yang dapat meningkatkan jumlah leukosit (Budiansyah, 2004).