29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan
yang berbeda disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan Ulangan
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 …………………….………… % ……………….………………. 56,94 52,79 55,37 56,10 50,15 55,78 51,84 54,67 56,65 51,31 55,53 53,85 55,93 54,94 51,95 57,11 52,00 57,20 53,12 53,65 56,34 52,62 55,79 55,20 51,77
1 2 3 4 Rata-rata Keterangan: P1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC P3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa kandungan protein kasar produk ekstraksi daun singkong dengan menggunakan metode pelarutan pada suhu antara 35-55oC, bervariasi dari 51,77% sampai 56,34%. Kandungan protein kasar perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan protein daun singkong asal, 32,17% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Penambahan kenaikan kandungan protein kasar paling rendah, yaitu 19,60% dan paling tinggi yaitu 24,17% dari kandungan protein kasar
30 daun singkong asal. Kenaikan ini terjadi perubahan yang luar biasa menjadikan bahan kaya protein dan setara dengan bahan pakan sumber protein lain, seperti tepung ikan. Tepung ikan import memiliki kandungan protein kasar 55-62% dan tepung ikan lokal mempunyai kandungan protein kasar 40-50% (Sobri, 2009). Adanya pengolahan dengan metode pelarutan mengakibatkan bahan dapat meningkatkan pemberian daun singkong pada berbagai jenis ternak. Semula lebih banyak untuk ruminansia saja tetapi begitu diolah dapat bermanfaat untuk jenis ternak lain seperti unggas dan babi sebagai pakan suplemen kaya protein. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan protein kasar dianalisis dengan sidik ragam (Lampiran 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu pelarutan berpengaruh (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar daun singkong. Perbedaan kandungan protein kasar diduga akibat terlarutnya protein daun singkong akibat pengaruh suhu pelarutan yang menyebabkan terlarutnya protein semakin banyak. Menurut Rahmawati, dkk. (2013), kenaikan suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan gerakan molekul pelarut semakin cepat dan acak. Sehingga tumbukan antara molekul sampel padatan dan pelarut akan lebih sering terjadi. Hal ini yang menyebabkan reaksi saat proses ekstraksi akan lebih sering terjadi.
Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan sampel
mengembang dan memudahkan pelarut untuk berdifusi masuk ke dalam pori-pori padatan dan melarutkan protein. Perbedaan kandungan protein kasar antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.
31 Tabel 5. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Perlakuan Rataan PK (%) Signifikansi 0,05 P5 51,77 a P2 52,62 a P4 55,20 b P3 55,79 b P1 56,34 b Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).
Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, rataan protein kasar dari masingmasing perlakuan menunjukan perbedaan nyata (p<0,05). Kandungan protein kasar paling rendah diperoleh pada perlakuan P5 yaitu suhu pelarutan protein daun singkong pada suhu 55°C. Kandungan protein kasar tertinggi diperoleh pada P1 yaitu suhu pelarutan protein daun singkong pada suhu 35°C. Kandungan protein kasar dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35°C (P1) lebih tinggi (P<0,05) dari pelarutan protein daun singkong pada suhu 40°C (P2) dan 55°C (P5), tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan protein daun singkong pada suhu 45°C (P3) dan 50°C (P4). Pelarutan protein pada suhu 55°C (P5) lebih rendah (P<0,05) dari 35°C (P1), 45°C (P3), 50°C (P4) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan protein daun singkong pada suhu 40°C (P2).
Umumnya,
semakin tinggi suhu perendaman maka semakin tinggi pula kandungan protein kasar yang dihasilkan. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini diduga karena protein mengalami denaturasi pada suhu di atas 35°C dengan pelarut air. Menurut Purwitasari, dkk. (2014), kelarutan protein meningkat jika suhu naik dari 0-40°C.
Akan tetapi pada hasil penelitian pelarutan protein daun
32 singkong pada suhu diatas 35°C dengan lama pelarutan 60 menit mengalami penurunan.
Kenaikan pelarutan dipengaruhi pula oleh jenis pelarut yang
digunakan. Pada penelitian ini, pelarut air mengalami titik puncak kelarutannya terjadi pada suhu 35°C atau mungkin lebih rendah. Selain itu, diduga bahwa jenis protein yang terdapat di dalam daun singkong merupakan protein jenis sederhana yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi (lebih dari 35°C) bila dibandingkan dengan jenis protein yang berasal dari bahan pakan yang lain sehingga semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutan proteinnya menurun. Kandungan protein pada P3 dan P4 semakin menurun hal ini diduga karena pada suhu diatas 40oC sebagian besar protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi denaturasi pada proses ekstraksi. Rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitar 55-75oC (DeMan, 1997). Hal ini terjadi akibat pemanasan yang dapat menyebabkan kenaikan gerakan molekul pelarut dan mengurangi viskositas, sehingga proses pelarutan lebih cepat. Tetapi jika sudah mencapai batas optimum yaitu suhu yang sudah mendekati kerusakan protein, maka kadar proteinnya akan menurun. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap kenaikan 10°C (Poedjiadi, 1994). Penelitian ini berbeda dengan Utami (2010), yang menyatakan bahwa isolasi protein dari ampas kecap pada suhu 60°C dengan lama perendaman 60 menit merupakan suhu optimal dan pada suhu di atas 60°C kadar protein yang dihasilkan berkurang. Berbeda juga dengan Sudarsih dan Kurniaty (2009) yang menyatakan bahwa pengaruh suhu perendaman
60°C dengan air terhadap
besarnya persentase protein tidak terekstrak pada ampas tahu semakin sedikit dan persentase kandungan protein tidak terekstrak pada ampas tahu di atas suhu 60°C semakin banyak.
Perbedaan penelitian di atas dengan hasil penelitian yang
33 dilakukan adalah penggunaan pelarut yang berbeda.
Mereka menggunakan
pelarut asam sedangkan penelitian ini menggunakan pelarut air. Penggunaan pelarut asam lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan peralut air. Laju penurunan kandungan protein kasar daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Berdasarkan Ilustrasi 1 tampak terjadi penurunan kandungan protein kasar. Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong tinggi pada suhu 35°C (P1) dan pada suhu 45°C (P3). Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong menurun mulai suhu 40°C (P2) serta semakin menurun pada suhu 50°C (P4) dan suhu pelarutan 55°C (P5).
Ilustrasi 1. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Kasar Daun Singkong
Terjadinya denaturasi dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya, yaitu pengaruh suhu. Protein yang terdenaturasi secara fisik menjadi gumpalan
34 sehingga kelarutannya menjadi turun. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi (Triyono, 2010).
Menurut Winarno
(1997), denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen.
Denaturasi dapat pula diartikan
suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan.
4.2
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Murni Data rataan kandungan protein murni hasil pelarutan daun singkong pada
suhu pelarut yang berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Kandungan Protein Murni pada tiap Perlakuan Ulangan
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 …………………….………… % ……………….………………. 55,88 50,29 53,25 53,41 46,71 54,78 50,59 52,11 53,34 47,00 54,53 52,48 54,56 52,13 47,33 56,11 50,50 54,95 50,68 49,40 55,32 50,96 53,71 52,39 47,61
1 2 3 4 Rata-rata Keterangan: P1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC P3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC
Berdasarkan Tabel 6, perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu berbeda menghasilkan kandungan protein murni yang bervariasi, yaitu
35 berkisar antara 47,61-55,32%. Kandungan protein murni mengalami kenaikan dari protein murni daun singkong yang tidak dilakukan perlakuan yaitu 30,42% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Kenaikan kandungan protein murni dari daun singkong asal secara berturut-turut yaitu 24,9% (P1), 20,54% (P2), 23,29% (P3), 21,97% (P4), dan 17,19% (P5). Untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan terhadap kandungan protein murni ekstrak daun singkong maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 4).
Hasil analisis menunjukan
perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kandungan protein murni.
Hal
ini diakibatkan karena suhu yang tinggi dapat mempercepat pergerakan molekul protein sehingga terjadi tumbukan antar molekul serta mempercepat pelarutan protein pada pelarut.
Menurut Kurniati (2009), suhu yang tinggi akan
berpengaruh positif karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas dari pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendah, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar. Perbedaan kandungan protein murni antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Murni Perlakuan Rataan PM (%) Signifikansi 0,05 P5 47,61 a P2 50,96 b P4 52,39 bc P3 53,71 cd P1 55,32 d Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).
36 Kandungan protein murni paling rendah diperoleh pada pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC (P5). Sedangkan nilai rataan kandungan protein murni tertinggi dicapai pada perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P1). Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, kandungan protein murni dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P1) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kandungan protein murni yang dihasilkan pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC (P2), 50ºC (P4), dan 55ºC (P5) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC (P3). Pelarutan pada suhu 45ºC (P3) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 40ºC (P2) dan 55ºC (P5) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35ºC (P1) dan 50ºC (P4). Pelarutan protein pada suhu 40ºC (P2) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 35ºC (P1), 45ºC (P3), dan 55ºC (P5) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan pada suhu 50ºC (P4). Pelarutan protein pada suhu 55ºC (P5) lebih rendah (P<0,05) dari pelarutan protein pada suhu 35ºC (P1), 40ºC (P2), 45ºC (P3), dan 50ºC (P4).
Kandungan protein
hasil pelarutan pada suhu 50ºC (P4) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 35ºC (P1) dan 55ºC (P5) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan suhu 40ºC (P2) dan 45ºC (P3).
pelarutan pada
Semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan
protein murni pada hasil ekstraksi mengalami penurunan. Hal ini diduga karena protein daun singkong diatas 35°C terkoagulasi sehingga protein yang larut pada air semakin sedikit. Menurut Pramudono, dkk. (2008), kelarutan bahan yang diekstrak biasanya akan meningkat dengan peningkatan suhu sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada suhu tertentu protein dapat larut dengan maksimal
37 (titik larut), akan tetapi di atas titik larut tersebut protein akan mengalami denaturasi (titik maksimal) dan akan menyebabkan semakin sedikitnya protein yang terlarut pada pelarut. Pada penelitian ini, maksimal protein yang terlarut terjadi pada pelarutan dengan suhu 35°C (P1) dan semakin menurun seiring dengan naiknya suhu pelarutan, sehingga protein murni hasil ekstraksi daun singkong pada penelitian paling tinggi diperoleh pada P1 (55,32%). Dugaan lain yang mempengaruhi kandungan protein murni pada hasil ekstraksi daun singkong ini yaitu jenis protein yang terdapat pada daun singkong. Jenis protein yang menyusunnya yaitu protein sederhana yang mudah larut dalam air dan sangat sensitif dengan suhu tinggi (diatas 35°C). Menurut Fachraniah, dkk. (2012), susunan asam amino dari protein daun total praktis sama, apapun sumbernya, namun susunan proteinnya beragam. Karena itu cukup sukar untuk mengisolasi beberapa protein tertentu. Protein yang terdapat dalam keseluruhan bagian tanaman pada semua jaringan, bahkan organ sederhana sepeti daun mengandung beberapa protein, terutama protein enzim. Laju penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat dilihat pada Ilustrasi 2. Berdasarkan Ilustrasi 2, tampak penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong. Semakin tinggi suhu pelarutan, maka kandungan protein murni semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa suhu pelarutan berpengaruh terhadap kandungan protein murni ekstrak daun singkong.
38
Ilustrasi 2. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Murni Daun Singkong
4.3
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen (N-NPN) Rataan kandungan N-NPN dari ekstrak daun singkong pada suhu pelarut
yang berbeda disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen pada tiap Perlakuan Ulangan
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 …………………….………… % ……………….………………. 0,17 0,40 0,34 0,43 0,55 0,16 0,20 0,41 0,53 0,69 0,16 0,22 0,22 0,45 0,74 0,16 0,24 0,36 0,39 0,68 0,16 0,27 0,33 0,45 0,67
1 2 3 4 Rata-rata Keterangan: P1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC
39 P3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kandungan N-NPN mengalami peningkatan sesuai dengan perlakuan suhu pelarutan protein daun singkong. Kandungan N-NPN ekstrak daun singkong terendah diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 35ºC (P1), yaitu 0,16%.
Sedangkan
kandungan N-NPN ekstrak daun singkong tertinggi diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 55ºC (P5), yaitu 0,67%. Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan terhadap kandungan NNPN ekstrak daun singkong maka dilakukan uji statistik dengan meggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 5). Hasil analisis menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan N-NPN ekstrak daun singkong. Perbedaan kandungan N-NPN antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen Perlakuan Rataan N-NPN (%) Signifikansi 0,05 P1 0,16 a P2 0,27 b P3 0,33 b P4 0,45 c P5 0,67 d Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).
40 Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, seluruh rataan N-NPN dari masing-masing perlakuan menunjukan perbedaan yang berbeda. Kandungan NNPN dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35°C (P1) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 40°C (P2), 45°C (P3), 50°C (P4), dan 55°C (P5). Pelarutan protein pada suhu 40°C (P2) berbeda (P<0,05) dengan perlakuan pelarutan pada suhu 35°C (P1), 50°C (P4) dan 55°C (P5) tetapi tidak berdeda (P>0,05) dibandingkan dengan 45°C (P3). Perlakuan protein pada suhu 50°C (P4) berbeda (p<0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35°C (P1), 40°C (P2), 45°C (P3) dan 55°C (P5). Pelarutan protein pada suhu 55°C (P5) berbeda (p<0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35°C (P 1), 40°C (P2), 45°C (P3), dan 50°C (P4). Hal ini diduga bahwa kandungan N-NPN daun singkong pada suhu tinggi terikat dengan protein yang mudah larut tetapi pada saat dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga menjadi bagian dari komponen protein. Diduga kandungan senyawa nitrogen yang terikat dengan protein berupa senyawa asam sianida (HCN) yang merupakan racun yang terdapat pada daun singkong. Larutnya kandungan HCN daun singkong pada proses perendaman semakin banyak sejalan dengan kenaikan suhu pelarut, hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan yang mengaktifkan linamarase dan HCN menjadi terakumulasi. Proses perebusan tidak ditambah dengan proses pencucian akan tetapi dilakukan proses penyaringan, diduga senyawa HCN yang larut tersebut berikatan dengan protein dan ketika dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga terhitung sebagai komponen dari protein. Laju kenaikan kandungan N-NPN ekstrak daun singkong pada berbagai perlakuan suhu pelarut dapat dilihat pada Ilustrasi 3.
41
Ilustrasi 3. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen Daun Singkong
Berdasarkan Ilustrasi 3, dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan N-NPN ekstrak daun singkong semakin bertambah.
Menurut
Sulistyawati, dkk. (2012), pengikatan sianida oleh karbon dan pelepasan sianida dari bahan akan semakin meningkat apabila perlakuan waktu perendaman ditingkatkan. Dijelaskan bahwa proses pengolahan yang tepat dapat menurunkan atau menghilangkan HCN, terutama perlakuan pemanasan dan perendaman dalam air karena HCN merupakan senyawa yang mudah larut dalam air.
Proses
perendaman dan perebusan dilakukan supaya terjadi hidrolisisa enzimatik pada ikatan sianida dan untuk menghilangkan HCN karena salah satu sifat dari HCN adalah titik didihnya yang rendah (26°C) sehingga mudah larut dalam air.