11
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan, Bagian Analisis Pangan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2011.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu benih jagung varietas hibrida N35, P21, Bisi 222 dan varietas bersari bebas Lamuru, pupuk anorganik berupa pupuk urea, SP36 dan KCl, karbofuran, pupuk organik dalam bentuk granul dan kapur dolomite serta pyraclostrobin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat budidaya pertanian, ajir, meteran, tali rafia, timbangan, jangka sorong, knapsack sprayer, gelas ukur, oven dan karung.
Metode Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini berupa rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan perlakuan pyraclostrobin untuk masing-masing varietas. Perlakuan pyraclostrobin terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 ml ha-1 (P0) dan 400 ml ha-1 (P1). Terdapat empat varietas jagung yang berbeda yaitu N-35 (V1), P21 (V2), Bisi 222 (V3) dan Lamuru (V4). Terdapat 8 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini. Ukuran setiap petak percobaan adalah 5 m x 5 m = 25 m2. Jarak antar petak satuan percobaan adalah 50 cm. Luas lahan total yang diperlukan 770 m2. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez and Gomez, 1984) : Yij = + i + j + ij
12
Keterangan : Yij
= nilai pengamatan pengaruh perlakuan pyraclostrobin ke-i dan ulangan ke-j
µ
= rataan umum
i
= pengaruh perlakuan pyraclostrobin ke-i (i=1, 2)
j
= pengaruh ulangan ke-j (j=1, 2, 3)
ij
= pengaruh galat percobaan Apabila hasil uji F (α = 5%) menunjukkan perbedaan yang nyata, maka
dilakukan uji lanjutan menggunakan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Untuk mengetahui interaksi antara varietas dan pyraclostrobin dilakukan analisis gabungan. Model linear rancangan acak kelompok dengan pola gabungan adalah sebagai berikut (Gomez and Gomez, 1984): Yijk
= µ + Vk + βi/k + Pj + (VP)kj + εijk
keterangan: Yijk
= nilai pengamatan ulangan ke-i, varietas ke-j, dan pyraclostrobin ke-k
µ
= nilai populasi tengah
Vk
= pengaruh varietas ke-k (k=1,2,3,4)
βi/k
= pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3) dalam ulangan ke-i
Pj
= pengaruh varietas ke-j (j=1,2,3,4)
(VP)kj = pengaruh interaksi pyraclostrobin ke-k dengan varietas ke-j εijk
= pengaruh gakat percobaan dari ulangan ke-i, varietas ke-j dan pyraclostrobin ke-k.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan Persiapan lahan diawali dengan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor dan diolah sempurna dengan cara membalik dan menggemburkankannya dengan cangkul. Kemudian lahan dibagi menjadi petak-petak satuan percobaan. Pemberian kapur dolomite dilakukan 1 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 ton/ha atau 2.5 kg per petak
13
Penanaman Jarak tanam yang digunakan yaitu 75 cm x 25 cm. Penanaman benih jagung dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman lubang tanam sekitar 3 - 4 cm. Benih jagung ditanam sebanyak 1 biji per lubang dan diberi karbofuran sebanyak 5 butir/lubang tanam. Karbofuran 3G diberikan untuk mencegah serangan lalat bibit.
Pemupukan Pemupukan dengan pupuk anorganik diberikan dengan dosis 135 kg N/ha dalam bentuk pupuk Urea, 108 kg P2O5/ha dalam bentuk pupuk SP-18, dan 60 kg K2O/ha dalam bentuk pupuk KCl. Sebanyak 1/2 dosis urea dan seluruh dosis SP 18 dan KCl diberikan pada saat tanam, sisa 1/2
dosis Urea diberikan pada
tanaman umur 4 MST. Pupuk diberikan dengan cara alur di samping kiri atau kanan barisan tanaman dengan jarak 5 - 10 cm. Pupuk organik granul diberikan dengan dosis 4.8 ton/ha pada umur 3 MST. Hal ini dilakukan karena tanaman menunjukkan gejala kekurangan hara. Pupuk organik diberikan dengan cara alur di samping kiri dan kanan tanaman jagung dengan jarak 5 cm dari tanaman jagung.
Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi kegiatan penyulaman, penyiraman, pengendalian OPT
(Organisme
Pengganggu
Tanaman),
dan
pembumbunan.
Melalui
pemeliharaan tanaman ini diharapkan tanaman dapat tumbuh secara baik dan optimal. Penyulaman dilakukan terhadap benih-benih jagung yang tidak tumbuh. Penyulaman ini dilakukan pada 1 MST sehingga diharapkan populasi tanaman dalam petak dapat terpenuhi secara optimal. Penyiraman
pada
pertanaman
tanaman
jagung
dilakukan
dengan
memanfaatkan turunnya hujan. Namun pada saat penanaman hingga panen, hujan jarang turun sehingga dilakukan penyiraman setiap hari dengan frekuensi awal sekali sehari, namun melihat kondisi tanaman pada umur 40 HST menunjukkan gejala kekurangan air, maka penyiraman dilakukan 2 kali sehari.
14
Pengendalian OPT dilakukan pengendalian hama, penyakit, dan gulma. Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian insektisida Karbofuran sebanyak 5 butir/tanaman pada saat penanaman benih dan 4 MST serta dilakukan penyemprotan insektisida fipronil 50 g/l pada 4 MST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual terutama pada saat pertumbuhan awal tanaman dan pengendalian gulma terakhir dilakukan pada 4 MST dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan dengan cara menaikkan atau menimbun tanah pada tanaman jagung sehingga terbentuk guludan. Pembumbunan ini bertujuan untuk menutup akar jagung yang terbuka sehingga tanaman jagung mampu berdiri secara tegak dan kokoh.
Aplikasi Pyraclostrobin Pada perlakuan dengan pyraclostrobin, aplikasi dilakukan pada saat umur tanaman 30-31 HST. Pyraclostrobin diaplikasikan dengan konsentrasi 1 ml/liter, volume semprot 400 liter/ha, yang berarti per petak yang berukuran 25 m2 adalah 1 liter larutan. Setelah dikalibrasi diperoleh kecepatan semprotnya adalah 1100 ml/menit sehingga penyemprotan per petak adalah 54 detik.
Pengendalian Penyerbukan Untuk menjaga kemurnian sifat genetik jagung yang akan diuji kandungan amilosanya
maka
dilakukan
pengendalian
penyerbukan.
Pengendalian
penyerbukan dilakukan pada 10 tanaman selain tanaman contoh di setiap petakan percobaan. Persiapan pengendalian penyerbukan dengan cara menutup tongkol dengan kantong plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang >2 cm. Serbuk sari yang digunakan berasal dari tanaman yang sama atau tanaman lain yang ada dalam petak percobaan yang sama. Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol yang dikendalikan penyerbukannya digunakan sebagai sampel uji kandungan amilosa biji jagung.
15
Pemanenan Panen hasil dilakukan pada saat terbentuk black layer atau pada saat 75 % tanaman telah berwarna kuning ditandai kelobot dan rambut jagung yang mengering serta biji apabila ditekan dengan kuku tidak berbekas.
Pengeringan dan Pemipilan Pengeringan dilakukan terhadap tongkol jagung dengan menghamparkan jagung di green house selama 1 minggu. Tongkol yang telah mengalami proses pengeringan selanjutnya dipipil dengan manual.
Pengamatan Peubah yang diukur dan diamati antara lain terbagi menjadi dua yaitu peubah vegetatif dan peubah generatif. Pengamatan peubah vegetatif dilakukan pada 5 tanaman contoh yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan. Peubah vegetatif yang diukur dan diamati antara lain: 1. Persentase tumbuh (%) pada 1 MST. 2. Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dimulai pada 2 MST hingga 8 MST. 3. Lingkar batang (cm), dilakukan dengan mengukur lingkar batang pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah dimulai pada umur 3 MST hingga 8 MST. 4. Jumlah daun tanaman, dihitung mulai 2 MST hingga 8 MST. 5. Indeks Luas Daun pada saat 8 MST, dengan mengukur panjang dan lebar daun pada daun tempat tongkol utama berada. Kemudian dilakukan perhitungan dengan persamaan (Sutoro, 1985) sebagai berikut: Y = 0,7641 x PL x ∑ daun pada 8 MST Y = Pendugaan luas daun per tanaman PL= Panjang kali lebar daun Setelah diperoleh luas daun per tanaman, indeks luas daun dihitung dengan rumus : ILD = Luas daun per tanaman / jarak tanam
16
Peubah generatif tanaman yang diukur dan diamati adalah 1. Umur tasseling (HST), dihitung pada saat 50 % tanaman dalam petakan membentuk tassel. 2. Umur silking (HST), dihitung pada saat 50 % tanaman dalam petakan membentuk silk (rambut jagung). 3. Bobot brangkasan (g), diukur ketika panen, dengan memotong tanaman jagung yang ada di atas permukaan tanah, kemudian ditimbang. 4. Bobot jagung berkelobot (g), diukur pada saat panen. Jagung yang telah dipanen dengan kelobotnya ditimbang. 5. Bobot jagung tanpa kelobot (g). Jagung yang kelobotnya sudah dibuka ditimbang. 6. Lingkar tongkol (cm). Lingkar tongkol diukur pada bagian tengah tongkol jagung yang tanpa kelobot. 7. Panjang tongkol (cm). Panjang tongkol diukur dari pangkal munculnya biji sampai dengan ujung tongkol. 8. Panjang tongkol berisi (cm). Panjang tongkol berisi diukur dari pangkal munculnya biji sampai dengan batas ujung tongkol yang berbiji. 9. Jumlah baris pada tongkol. Jumlah baris dalam tongkol dihitung dengan melihat baris yang mendekati penuh satu baris atau setengahnya. 10. Bobot kering per tongkol (g). Tongkol jagung yang telah kering, ditimbang. 11. Bobot biji pipilan kering (KA 14%) per tanaman (g) dan petakan (kg). Jagung yang telah dijemur segera dipipil, kemudian hasil pipilannya ditimbang, selanjutnya hasil timbangan dilakukan pengujian kadar air yang berguna untuk konversi hasil dengan kadar air 14 %. 12. Kadar amilosa pada biji jagung (%). Pipilan biji jagung yang penyerbukannya dikendalikan dibawa ke laboratorium analisis pangan yang kemudian kadar amilosanya diuji.
17
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis ragamnya dengan menggunakan uji F. Jika analisis ragam menunjukkan nilai berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut DMRT 5 %. Untuk mengetahui korelasi antara peubah-peubah penting yang diamati maka dilakukan analisis kolerasi Pearson yang dihitung dengan rumus sebagai berikut (Singh and Chaudhary, 1977):
rxy
Cov( x, y ) V ( x ) *V ( y )
Keterangan : rxy
= koefisien korelasi peubah x dan y
Cov(x,y)
= peragam antara sifat x dan y
V(x)
= ragam sifat x
V(y)
= ragam sifat y