27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian4 Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Empang dan Mulyaharja, Bogor Selatan, Jawa Barat (lampiran 1). Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota Bogor, dengan luas wilayah 3081 Ha. Adapun batasbatasnya adalah sebagai berikut : 1) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bogor Utara; 2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bogor Timur dan Ciawi; 3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Kab. Bogor; dan 4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Bogor Selatan terbagi dalam enam belas kelurahan, salah satunya adalah Empang dan Mulyaharja. Kondisi fisik Kecamatan Bogor Selatan secara topografi mempunyai lahan yang baik untuk mendukung kegiatan perkotaan seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata, pertanian dan lain-lain. Kelurahan Mulyaharja merupakan salah satu bagian unit kerja organisasi yang menjadi perangkat Kecamatan Bogor Selatan. Kelurahan Mulyaharja dulunya merupakan salah satu Desa dibawah pemerintahan Kabupaten Bogor. Dengan adanya pemekaran Kota Bogor (PP No. 2 tahun 1995 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri tahun 1995 tanggal 24 Agustus 1995 tentang perubahan batas – batas wilayah Kotamadya DT. II Bogor) dan Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2001 tentang perubahan Desa menjadi Kelurahan, maka Desa Mulyaharja masuk ke dalam wilayah Kota Bogor dan berubah status menjadi Kelurahan pada tanggal 01 September 2001. Batas
wilayah
Kelurahan
Cibeureum (Kelurahan Cikaret),
Mulyaharja
sebelah
Utara:
Kali
sebelah Selatan: Desa Sukaharja, sebelah
Timur : Kali Cipinanggading, Kelurahan Pamoyanan dan Kelurahan Rangga Mekar, dan untuk sebelah Barat : Kali Cibeureum Desa Sukamantri, Desa Kota Batu. Orbitasi, waktu tempuh dan letak Kelurahan Mulyaharja adalah 7 Km jarak ke pusat kecamatan,8 Km jarak ke pusat Kota Bogor, 70 Km jarak ke pusat Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dan 60 Km jarak ke pusat Ibu Kota Negara. 4
http://profilwilayah.kotabogor.go.id/index.php/bogor-selatan
28
Kelurahan Empang yang menjadi lokasi penelitian lain merupakan salah satu pemukiman awal yang menjadi inti dari pertumbuhan Kota Bogor. Sejarah perkembangan kawasan yang cukup panjang serta adanya akulturasi budaya antara etnis Sunda dan etnis Arab sejak masa Kolonial Belanda menjadikan kawasan Empang sebagai kawasan pemukiman yang memiliki karakter khas dan keunikan budaya yang berbeda dengan pemukiman lain yang terdapat di Kota Bogor. Awalnya, kawasan Empang merupakan bagian dari sebuah alun-alun luar Kota Pakuan yang membentang dari tepi Sungai Cisadane sampai ke Cipakancilan. Sejak masa Pemerintahan Belanda, kawasan Empang mulai membentuk pola-pola ruang yang menjadi dasar perkembangan kawasan selanjutnya. Tahun 1754, pemerintah kolonial Belanda menjadikannya sebagai pusat pemerintahan Karesidenan Kampung Baru. Kebijakan wijkenstelsel mengkhususkan kawasan ini sebagai pemukiman bagi masyarakat etnis Arab. Saat ini kawasan Empang berkembang sebagai kawasan pemukiman dan perdagangan dengan nilai sejarah penting bagi perkembangan Kota Bogor serta memiliki potensi budaya khas yang dapat dilihat pada keragaman corak arsitektur, aktivitas budaya dan keagamaan, serta aktivitas ekonomi yang kental dengan kebudayaan masyarakat Arab. Pengembangan tata ruang kawasan Empang tidak lepas dari arahan kebijaksanaan Kota Bogor dan diarahkan untuk dapat mewujudkan fungsi Kecamatan Bogor Selatan sebagai kawasan pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan kawasan konservasi ekologi sungai. Karakteristik Keluarga Besar Keluarga. Besar keluarga contoh dalam penelitian ini terdiri dari lima kelompok besar (Tabel 3) yaitu keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebanyak tiga hingga tujuh orang. Dari lima kelompok tersebut dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari lima orang (<5 orang), keluarga sedang terdiri dari lima hingga tujuh orang anggota keluarga (5-7 orang), dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari tujuh anggota keluarga (> 7 orang).
29
Tabel 3 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kategori besar keluarga Besar keluarga 3 4 5 6 7
Perdesaan 3.3 50.0 33.3 6.7 6.7
Perkotaan 10.0 40.0 40.0 6.7 3.3
Total 6.7 45.0 36.7 6.7 5.0
Total
100.0
100.0
100.0
Rata-rata ±SD Min-Maks
4.63±0.928 3-7
4.53±0.900 3-7
4.58 ± 0.907 3-7
Lebih dari separuh contoh total (51.7%) memiliki besar keluarga yang kecil yaitu <5 orang dengan persentase contoh di perdesaan lebih banyak (53.3%) dibandingkan perkotaan (50.0%). Keluarga di perkotaan memiliki proporsi yang seimbang antara besar keluarga kecil (3- 4) dan besar keluarga sedang (5 - 7) yaitu lima puluh persen. Secara keseluruhan, tidak ada keluarga yang memiliki besar keluarga lebih dari tujuh orang (keluarga besar). Besar keluarga contoh minimal terdiri dari tiga orang dan maksimal tujuh orang. Lama
Pernikahan.
Lama
pernikahan
dalam
keluarga
contoh
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar dengan rentang interval selama sepuluh tahun yang komposisi hasilnya disajikan pada Tabel 4. Secara keseluruhan, contoh yang memasuki usia pernikahan tiga puluh tahun ke atas merupakan contoh dengan persentase paling kecil yaitu hanya 6.7 persen dimana semuanya berasal dari keluarga contoh di perdesaan. Rata-rata lama pernikahan contoh adalah 18.43 tahun. Tabel 4 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pernikahan Lama pernikahan
Perdesaan
Perkotaan
Total
<=10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun
10.0 33.3 43.3 13.3
20.0 63.3 16.7 0.0
15.0 48.3 30.0 6.7
100.0
100.0
100.0
20.87±7.855 4-37
16.00±6.248 6-29
18.43± 7.452 4-37
Total Rata-rata ±SD Min-Maks
Hampir separuh contoh (48.3%) sudah memasuki sepuluh tahun kedua pernikahan, dimana lebih dari separuh contoh di perkotaan termasuk dalam kategori ini. Sebaliknya, lebih dari separuh contoh di pedesaan sudah memasuki
30
usia pernikahan lebih dari dua puluh tahun (56.6%). Usia pernikahan yang paling muda adalah empat tahun dan paling lama adalah selama 37 tahun. Usia Suami dan Istri. Pengelompokan usia suami dan istri contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kelompok usia dari Papalia dan Old (1986). Berdasarkan Tabel 5, rata-rata usia istri adalah lebih muda dibandingkan usia suami. Begitupun dengan usia minimal dan usia maksimal suami-istri pada keluarga contoh. Tabel 5 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kategori usia suami-istri Usia 20-40 tahun (young adulthood) 41-65 tahun (midlife) Total Rata-rata ±SD Min-Maks
Perdesaan Suami Istri
Perkotaan Suami Istri
Total Suami
Istri
16.7
50.0
33.3
63.3
25.0
56.7
83.3
50.0
66.7
36.7
75.0
43.3
100.0 47.30±8.54
100.0 41.47±8.79
100.0 42.37±6.11
100.0 38.67±7.57
100.0 44.83±7.77
100.0 40.07±8.26
27-62
22-60
29-53
25-53
27-62
22-60
Usia suami pada sebagian besar contoh (75%) termasuk pada kategori usia paruh baya atau dewasa madya yaitu pada rentang 41-65 tahun (Papalia & Old 1986). Persentase suami contoh yang termasuk dalam kategori ini lebih tinggi di perdesaan dibandingkan perkotaan. Lebih dari sama dengan separuh usia istri contoh baik di perdesaan, perkotaan, ataupun secara keseluruhan tergolong usia dewasa muda yaitu pada rentang 20-40 tahun (Papalia & Old 1986). Usia suami baik secara rata-rata, usia minimal ataupun usia maksimal contoh adalah lebih tua jika dibandingkan dengan usia istri. Pendidikan Suami-Istri. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh suami pada keluarga contoh adalah lebih tinggi daripada istri. Begitupula dengan lama pendidikan maksimal yang dicapai suami pada keluarga contoh adalah delapan belas tahun (S2) sedangkan lama pendidikan istri contoh lebih rendah yaitu enam belas tahun (S1). Sebaran lama pendidikan pada keluarga contoh berdasarkan perdesaan dan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 6. Secara keseluruhan jumlah suami contoh yang menempuh pendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 16.7 persen, sedangkan untuk persentase istri contoh yang lama pendidikan kurang dari
31
sembilan tahun lebih banyak daripada suami yaitu 31.6 persen. Sisanya sudah menempuh wajib belajar sembilan tahun. Tabel 6 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pendidikan suami-istri Perdesaan
Perkotaan
Total
Lama (tahun) 0 6 9 10-12
Suami 10 16.7 20
Istri 16.7 23.3 23.3
Suami 0 6.7 23.3
Istri 0 23.3 26.7
Suami 5 11.7 21.7
Istri 8.3 23.3 25
33.3
30
40
36.7
36.7
33.4
13-16
20
6.7
23.3
13.3
21.6
10
18
0
0
6.7
0
3.3
0
Total
100
100
100
100
100
100
9.83±4.542
8.10±4.604
12.03±3.135
10.23±3.081
10.93±4.025
9.17±4.030
0-16
0-16
6-18
6-16
0-18
0-16
Ratarata ±SD MinMaks
Persentase tertinggi untuk lama pendidikan baik di perdesaan, perkotaan, ataupun secara keseluruhan berada pada kategori lama pendidikan 10-12 tahun (SMU sederajat). Jenjang pendidikan yang ditempuh contoh di daerah perkotaan lebih tinggi daripada contoh di perdesaan, terlihat dari persentase suami di perkotaan yang menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi sebanyak 6.7 persen untuk jenjang S2 (18 tahun), dan 23.3 persen untuk jenjang D1-S1 (1316 tahun). Persentase istri yang mengenyam jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi juga lebih banyak di perkotaan (13.3%) daripada di perdesaan (6.7%). Dual Earner (Pola Nafkah Ganda). Setelah seseorang menikah dan menjadi suami istri, maka secara umum kebutuhan hidup akan bertambah, apalagi jika mereka sudah mempunyai anak. Karena itu, untuk menambah daya dukung keluarga, sudah menjadi hal yang wajar dan banyak ditemui di masyarakat seorang istri yang turut bekerja membantu suami (tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 , jumlah angkatan kerja adalah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk yang bekerja adalah 104,9 juta jiwa, terdiri dari 66,8 juta orang laki-laki dan 38,1 juta orang perempuan (BPS 2012). Hasil penelitian yang disajikan dalam Gambar 7 menunjukkan bahwa lebih banyak keluarga contoh yang penghasilan dengan pola nafkah tunggal (suami yang bekerja).
memperoleh
32
93.3
100
75
80 56.7
60
43.3
40 20
Ya 25
Tidak
6.7
0
Perdesaan
Perkotaan
Total
Gambar 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dual earner (pola nafkah ganda) Secara keseluruhan, tiga per empat keluarga contoh tidak termasuk dalam kelompok dual earner (suami-istri bekerja). Hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan separuh keluarga contoh di perkotaan tidak tergolong dual earner. Hal ini menandakan bahwa jumlah wanita karir di perkotaan lebih banyak dibandingkan perdesaan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan jumlah dual earner di perdesaan lebih sedikit daripada perkotaan adalah akses lapangan pekerjaan untuk perempuan lebih banyak di perkotaan dibandingkan perdesaan. Menurut BPS (2012), tingkat pengangguran oleh banyak negara digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan. Bila didasarkan pada standar internasional, tingkat pengangguran hanya memberikan gambaran proporsi angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan tapi bersedia atau secara aktif mencari pekerjaan. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia adalah 2.6 persen. Berdasarkan jenis kelamin, TPT Laki-laki adalah 2.0 persen, sedangkan TPT Perempuan adalah 3.6 persen. Perkembangan Keluarga. Pengelompokan perkembangan keluarga contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam berdasarkan teori Duvall (1971). Gambar 8 menunjukkan bahwa proporsi keluarga contoh tidak terlalu jauh berbeda untuk keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan anak remaja, dan keluarga dengan anak lepas dari orang tua. Hampir separuh perkembangan keluarga contoh berada pada tahapan keluarga dengan anak remaja yaitu sebanyak 30 persen. Lebih dari separuh keluarga contoh di perkotaan (73.4%) ternyata masih dalam tahap perkembangan awal keluarga di mana anak
33
masih usia sekolah dan remaja. Sedangkan untuk persentase tahapan perkembangan keluarga mulai dari launching stage sampai lansia di daerah perdesaan (56.7%) lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (26.7%). 40
36.7
36.7
35
36.7
30
30
25
25
26.7 23.3
20
16.7
15 10 5 0
16.7
13.3
Perdesaan
13.3 10
Perkotaan Total
6.7 3.3
3.3
0 Tahap 3
0 Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
1.7
Tahap 8
Tahap 3=keluarga dengan anak pra-sekolah ; Tahap 4=keluarga dengan anak usia sekolah; Tahap 5=keluarga dengan anak remaja; Tahap 6=keluarga dengan anak lepas dari keluarga (launching stage); Tahap 7=keluarga dengan orangtua usia menengah; Tahap 8=keluarga lansia
Gambar 8 Sebaran keluarga berdasarkan perkembangan keluarga Total Pendapatan. Pengelompokan total pendapatan dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok. Sebaran total pendapatan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 7. Total pendapatan terendah yakni sebesar Rp 240.000,00 dan gaji tertinggi mencapai Rp 22.100.000,00. Sebaran keluarga contoh berdasarkan gaji cenderung merata di semua rentang nilai. Tabel 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan total pendapatan keluarga Besar pendapatan (Rp)
Perdesaan
Perkotaan
Total
<= 500000 500001-1500000 1500001-2500000 2500001-3500000 3500001-4500000 >= 4500001
0.0 16.7 33.3 10.0 13.3 26.7
6.7 46.7 10.0 6.7 10.0 20.0
3.3 31.7 21.7 8.3 11.7 23.3
Total
100.0
100.0
100.0
3294800 1050000-9750000
3010666 240000-22100000
3152733 240000-22100000
Rata-rata (Rp) Min-Maks (Rp)
Hal yang menarik adalah hampir separuh keluarga contoh di perkotaan mempunyai rentang gaji yang lebih rendah dibandingkan perdesaan, yaitu pada rentang Rp 500.001,00-1.500.000,00.
34
Pendapatan per kapita. Sejak Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2011, Badan Pusat Statistik (BPS) menaikkan batas garis kemiskinan dari gabungan desa-kota Rp 211.726 pada 2010, menjadi Rp233.740 per kapita/bulan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dimana KHL Kota Bogor 5adalah Rp 1.183.669,50 Tabel 8 Sebaran keluarga (%) berdasarkan standar BPS dan KHL Kategori
Perdesaan 0.0
Perkotaan
Total
23.3
11.7
Tidak miskin
100.0
76.7
88.3
Tidak Layak
76.7
86.7
81.7
Layak
23.3
13.3
18.3
Rata-rata (Rp)
797569
775094
786331
Min-Maks (Rp)
262500-1950000
60000-7366667
60000-7366667
Miskin
Berdasarkan Tabel 8, didapatkan hasil bahwa jumlah keluarga contoh yang masuk kategori miskin di perkotaan lebih banyak dibandingkan perdesaan. Seluruh keluarga contoh di perdesaan termasuk kategori tidak miskin karena pendapatan per kapita yang lebih besar dari Rp 233.740,00. Berkebalikan dengan standar BPS, sebagian besar keluarga contoh ternyata hidup tidak layak jika dilihat dari standar KHL, dan jumlah keluarga contoh di perkotaan yang hidup tidak layak lebih banyak jika dibandingkan jumlah di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11.96 persen), berkurang 0.89 juta orang (0.53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30.02 juta orang (12.49 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8.78 persen pada Maret 2012. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 15.72 persen pada Maret 2011 menjadi 15.12 persen pada Maret 2012 (BPS 2012).
5
http://www.kabarpublik.com/2012/10/2013-umk-kota-bogor-dipastikan-naik/
35
Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif adalah sama dengan Family Subjective Quality Of Life (SQL) yaitu lebih menunjukkan perasaan kepuasan pribadi/keluarga atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarganya. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan (Puspitawati 2012). Dalam penelitian ini, kesejahteraan subjektif diukur melalui sepuluh item pernyataan dengan skala likert 1-5 (1=sangat tidak puas, 2=tidak puas, 3=cukup puas, 4=puas, dan 5=sangat puas). Skala 1 dan 2 diinvers menjadi tidak puas, dan skala 3, 4, dan 5 diinvers menjadi puas. Sebaran kesejahteraan subjektif keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 9. Pernyataan bahwa keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki dan keluarga puas dengan asset/harta lainnya yang dimiliki merupakan pernyataan dengan persentase yang paling rendah jika dibandingkan dengan pernyataan lain. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika kepuasan keluarga contoh terhadap tabungan dan asset yang dimiliki cenderung rendah, berarti tingkat kenyamanan dan keamanan akan masa depan keluarga contoh juga cenderung rendah. Tabel 9 Sebaran keluarga (%) yang puas berdasarkan indikator kesejahteraan subjektif No.
Pernyataan
Perdesaan
Perkotaan
Total
1. 2. 3.
Keluarga puas dengan makanan yang dikonsumsi Keluarga puas dengan kondisi rumah yang ditempati Keluarga puas dengan pakaian yang dimiliki dan digunakan Keluarga puas dengan pelayanan kesehatan Keluarga puas dengan pendidikan anak Keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki Keluarga puas dengan asset/harta lainnya yang dimiliki Keluarga puas terkait hubungan dengan keluarga besar Keluarga puas terkait hubungan dengan tetangga / lingkungan sekitar Keluarga puas dengan lingkungan fisik tempat tinggal
86.67 80.00
90.00 76.67
88.34 78.34
90.00
83.33
86.67
70.00 76.67 23.33
93.33 90.00 13.33
81.67 83.34 18.33
50.00
60.00
55.00
100.00
96.67
98.34
100.00
100.00
100.00
70.00
83.33
76.67
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Lebih banyak keluarga contoh di perkotaan daripada keluarga contoh di perdesaan yang mempunyai kesejahteraan subjektif dengan kategori tinggi (Gambar 9). Keluarga contoh di perdesaan mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan untuk item pernyataan keluarga puas dengan kondisi rumah yang ditempati, keluarga puas dengan pakaian yang dimiliki dan
36
digunakan, keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki, keluarga puas terkait hubungan dengan keluarga besar, dan keluarga puas terkait hubungan dengan tetangga/ lingkungan sekitar. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80 68.3 56.7 43.3
Rendah 31.7
Tinggi
20
Perdesaan
Perkotaan
Total
Gambar 9 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kesejahteraan subjektif
Indikator Tipologi Keluarga Ketangguhan
keluarga
(family
hardiness).
Ketangguhan
dapat
didefinisikan sebagai komitmen untuk hidup, melihat perubahan sebagai tantangan, dan memiliki kontrol atas hidup seseorang. Ketangguhan berhubungan dengan hasil yang lebih baik dalam situasi stres (Wiley & Sons 2002). Ketangguhan keluarga diukur dengan sepuluh pernyataan. Semakin banyak pernyataan positif yang dilakukan oleh keluarga contoh dapat menjadi indikasi bahwa ketangguhan keluarga tersebut tinggi. Sebaran ketangguhan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 10. Tabel 10 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family hardiness No. 1. 2.
3. 4. 5.
6.*
Pernyataan Saya sering memikirkan ulang tentang makna ikatan pernikahan Saya sering memikirkan adanya potensi/kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga Saya sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak Saya sering memikirkan untuk meningkatkan keharmonisan suami istri Saya sering merasa yakin akan mampu bertahan jika menghadapi permasalahan keluarga yang besar Saya sering selama ini merasa tidak perlu merencanakan masa depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya
Keterangan: *pernyataan diinvers
Perdesaan
Perkotaan
Total
30.0
60.0
45
56.7
76.7
66.7
83.3
96.7
90
100
96.7
98.3
83.3
93.3
88.3
16.7
26.7
21.7
37
Tabel 10 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family hardiness (lanjutan) No. 7.*
Pernyataan Saya sering merasa tidak yakin dengan usaha yang dilakukan akan berhasil Saya lebih senang tinggal di rumah dibanding pergi keluar rumah Saya sering merasa bosan karena melakukan aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali Saya sering percaya bahwa hidup ini bukan sebuah kebetulan dan keberuntungan semata
8.* 9.* 10.
Perdesaan
Perkotaan
Total
23.3
23.3
23.3
40
96.7
68.3
43.3
60
51.7
80
83.3
81.7
Keterangan: *pernyataan diinvers
Ketangguhan keluarga contoh di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan (dapat dilihat pada pernyataan bahwa saya memikirkan ulang tentang makna pernikahan, saya sering memikirkan adanya potensi/ kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga, saya sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak, saya sering merasa yakin akan mampu bertahan jika menghadapi permasalahan keluarga yang besar, dan saya sering percaya bahwa hidup ini bukan sebuah kebetulan dan keberuntungan semata). Keluarga contoh di daerah perkotaan juga lebih tinggi untuk pernyataan negatif yaitu pernyataan bahwa saya sering selama ini merasa tidak perlu merencanakan masa depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya, saya lebih senang tinggal di rumah dibanding pergi keluar rumah, dan saya sering merasa bosan karena melakukan aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali. Sebagian besar keluarga contoh di perdesaan dan seluruh keluarga contoh di perkotaan mempunyai ketangguhan keluarga yang tinggi (Gambar 10). 120 100
100
91.7 83.3
80 Rendah
60
Tinggi
40 20
16.7 8.3 0
0 Perdesaan
Perkotaan
Total
Gambar 10 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item family hardiness
38
Koherensi keluarga (family coherence).Koherensi keluarga mengacu pada sejauh mana persepsi orang melihat kehidupan keluarga untuk dipahami, dikelola, dan dimaknai (Antonovsky & Sourani 1988). Koherensi keluarga memberikan penekanan pada penerimaan, kesetiaan, kebanggaan, iman, percaya,
rasa hormat,
rasa
perhatian, dan berbagi nilai-nilai bersama dalam
pengelolaan tekanan dan ketegangan. Dimensi koherensi keluarga didefinisikan sebagai “strategi mendasar koping keluarga yang digunakan dalam pengelolaan masalah keluarga” (McCubbin et al. 1988). Sebaran koherensi keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11. Tabel 11 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family coherence No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.*
9.
10
Pernyataan Saya mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga Saya mampu menerima perbedaan pendapat antara anggota keluarga Saya mampu melihat kelebihan pada setiap anggota keluarga Saya mampu memahami cara berfikir anggota keluarga yang berbeda pandangannya Saya memaknai masalah keluarga secara positif Saya memandang masalah sebagai upaya/cara untuk berkembang Saya percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan keluarga Saya percaya bahwa manusia sepenuhnya dapat mengendalikan kehidupan sebagaimana yang diinginkan Saya merasa yakin bahwa setiap anggota keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan Saya memandang bahwa kesulitan seorang anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya
Perdesaan
Perkotaan
Total
100
100
100
100
96.7
98.3
100
90
95
93.3
90
91.7
93.3
96.7
95
90
90
90
100
96.7
98.3
70
36.7
53.3
100
90
95
96.7
90
93.3
Keterangan: *pernyataan diinvers
Persentase untuk tujuh
pernyataan positif yang mengukur koherensi
keluarga lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan daerah perkotaan (saya mampu menerima perbedaan pendapat antara anggota keluarga, saya mampu melihat kelebihan pada setiap anggota keluarga, saya mampu memahami cara berfikir anggota keluarga yang berbeda pandangan, saya memaknai masalah keluarga secara positif, saya percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia, saya merasa yakin bahwa setiap anggota keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan, dan pernyataan saya memandang
39
bahwa kesulitan seorang anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya). Secara keseluruhan, seluruh keluarga contoh di perdesaan dan hampir seluruh keluarga contoh di perkotaan mempunyai koherensi keluarga yang tinggi (Gambar 11). 120
98.3
96.7
100
100 80 60
Rendah
40
Tinggi
20 0
0 Perdesaan
3.3 Perkotaan
1.7 Total
Gambar 11 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family coherence Ikatan keluarga (family bonding). Indeks ikatan keluarga (family bonding) menggambarkan kesatuan dan kebersamaan keluarga dalam mengukur bagaimana keluarga berfungsi. Ikatan keluarga merupakan tingkat kohesi keluarga dimana anggota keluarga saling berbagi (McCubbin et al. 1988). Tabel 12 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family bonding No. 1*
2*
3 4* 5 6* 7*
8* 9
10*
Pernyataan Saya merasa sangat mudah mendiskusikan masalah dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri Saya merasa bahwa anggota keluarga lebih dekat dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri Saya menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua Saya memiliki sedikit waktu kebersamaan Saya merasa perlu memberitahukan seluruh anggota keluarga sebelum mengambil sebuah keputusan yang besar Saya merasa sulit untuk melakukan kegiatan bersamasama Saya merasa sulit merencanakan kegiatan bersama yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagai bentuk kebersamaan Saya merasa anggota keluarga saling menjauh satu sama lain ketika berada di rumah Saya merasa penting, calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga Saya memendam masalah untuk menghindari konflik/pertengkaran dan ketegangan keluarga
Keterangan: *pernyataan diinvers
Perdesaan
Perkotaan
Total
16.7
13.3
15
6.7
16.7
11.7
93.3
96.7
95
30
30
30
96.7
96.7
96.7
33.3
20
26.7
23.3
26.7
25
3.3
13.3
8.3
93.3
96.7
95
20
33.3
26.7
40
Berdasarkan Tabel 12, keluarga contoh di daerah perkotaan mempunyai persentase yang lebih tinggi untuk empat pernyataan negatif (saya merasa bahwa anggota keluarga lebih dekat dengan orang lain di luar keluarga dibanding keluarga sendiri, saya merasa sulit merencanakan kegiatan bersama yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagai bentuk kebersamaan, saya merasa anggota keluarga saling menjauh satu sama lain ketika berada dirumah, dan saya memendam masalah untuk menghindari konflik/ pertengkaran dan ketegangan keluarga). Hal ini menunjukkan bahwa nilai untuk item pernyataan tersebut lebih baik pada keluarga contoh di perdesaan. Keluarga contoh di perkotaan juga mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan untuk dua pernyataan positif (saya menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua; saya merasa penting, calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga). Gambar 12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan item pernyataan ikatan keluarga, hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan tergolong mempunyai ikatan keluarga yang tinggi. 120 96.7
100
95
93.3
80 60
Rendah
40
Tinggi
20
3.3
6.7
Perdesaan
Perkotaan
5
0 Total
Gambar 12 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family bonding Fleksibilitas
keluarga
(family
flexibility).
Fleksibilitas
keluarga
merupakan kemampuan keluarga untuk mengubah peran mereka, tanggung jawab, peraturan dan pembuatan keputusan untuk mengakomodasi perubahan kondisi (McCubbin et al. 1988). Semakin tinggi fleksibilitas yang dimiliki oleh seseorang, maka ia akan semakin mudah untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Sebaran fleksibilitas keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 13.
41
Tabel 13 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family flexibility No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Dalam keluarga saya antara suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan Dalam keluarga saya aturan keluarga yang telah disepakati dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas Dalam keluarga saya kesepakatan tugas suami-istri dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas Dalam keluarga saya anggota keluarga bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangannya Dalam keluarga saya ide dan saran anggota keluarga selalu dihormati dan dihargai Saya dapat mengubah prioritas keluarga jika ditemukan hal baru yang lebih penting Saya dapat mengubah kegiatan yang akan dilakukan manakala ada pertimbangan lain yang dapat diterima Saya dapat mengubah perencanaan pengeluaran manakala ada hal baru yang lebih penting Saya dapat mengubah rencana/agenda kegiatan jika ada agenda yang lebih penting Dalam keluarga saya anggota keluarga fleksibel berbagi tugas yang telah disepakati
Perdesaan
Perkotaan
Total
90
56.7
73.3
96.7
96.7
96.7
80
93.3
86.7
100
100
100
100
96.7
98.3
100
96.7
98.3
96.7
100
98.3
100
100
100
100
96.7
98.3
100
96.7
98.3
Secara keseluruhan, keluarga contoh yang setuju
berdasarkan item
pernyataan fleksibilitas cenderung lebih banyak di daerah perdesaan daripada perkotaan meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh, bahkan ada yang persentasenya sama. Hal ini dapat dilihat pada hampir semua pernyataan kecuali dua pernyataan (dalam keluarga saya kesepakatan tugas suami-istri dimungkinkan berubah sepanjang ada alasan yang jelas, dan saya dapat mengubah kegiatan yang akan dilakukan manakala ada pertimbangan lain yang dapat diterima) dimana persentase di daerah perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan. Berdasarkan Tabel 13, terdapat satu pernyataan dimana terdapat perbedaan yang cukup jauh untuk daerah perdesaan dan perkotaan yaitu pernyataan bahwa dalam keluarga saya antara suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Persentase keluarga contoh di daerah perdesaan yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa mereka lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan antara suami-istri dibandingkan keluarga contoh di daerah perkotaan. Jika keseluruhan pernyataan dikelompokkan berdasarkan median, maka seluruh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan tergolong memiliki fleksibilitas keluarga yang tinggi (Gambar 13).
42
120 100
100
100
100
80 Rendah
60
Tinggi
40 20 0
0 Perdesaan
0 Perkotaan
0 Total
Gambar 13 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family flexibility Waktu dan rutinitas keluarga (family times and routines). Indeks waktu dan rutinitas keluarga terdiri dari delapan sub skala yang menggambarkan kebiasaan keluarga: rutinitas kebersamaan orangtua-anak, rutinitas kebersamaan pasangan, rutinitas anak, rutinitas makan keluarga, rutinitas kebersamaan keluarga, rutinitas keluarga inti, rutinitas terkait kerabat, dan rutinitas manajemen keluarga (McCubbin et al. 1988). Penelitian ini mengukur waktu dan rutinitas keluarga dengan menggunakan sepuluh pernyataan. Nilai sebaran keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 14. Tabel 14 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family times and routines No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Dalam keluarga saya ada rutinitas ngobrol antar anggota keluarga Dalam keluarga saya ada rutinitas makan bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas membersihkan rumah bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas menjelang tidur Dalam keluarga saya ada rutinitas olah raga bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas mengunjungi keluarga besar Dalam keluarga saya ada rutinitas belanja bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas rekreasi bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas perawatan diri bersama / potong rambut
Perdesaan
Perkotaan
Total
90
86.7
88.3
63.3
60
61.7
46.7
53.3
50
40 10
50 16.7
45 13.3
60
56.7
58.3
63.3
80
71.7
20 30
36.7 46.7
28.3 38.3
3.3
23.3
13.3
Keluarga contoh di daerah perkotaan mempunyai persentase waktu dan rutinitas yang lebih tinggi (Gambar 14) dibandingkan keluarga contoh di
43
perdesaan kecuali untuk tiga pernyataan (dalam keluarga saya ada rutinitas ngobrol antar anggota keluarga, dalam keluarga saya ada rutinitas makan bersama, dan dalam keluarga saya ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama). Rutinitas keluarga yang paling sering dilakukan oleh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan adalah rutinitas ngobrol antar anggota keluarga, sedangkan rutinitas yang paling jarang dilakukan dalam keluarga contoh adalah olahraga dan perawatan diri bersama. 80
73.3 65
70 56.7
60 50
43.3
35
40 26.7
30
Rendah Tinggi
20 10 0 Perdesaan
Perkotaan
Total
Gambar 14 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item family times and routines
Pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga (the valuing times and routines). Dimensi nilai rutinitas dan waktu keluarga didefinisikan sebagai arti dan pentingnya keluarga yang melekat pada nilai waktu dan rutinitas keluarga. Dimensi ini mencoba untuk menilai sejauh mana keluarga percaya pada nilai bahwa kegiatan tersebut dirancang untuk meningkatkan persatuan keluarga (McCubbin et al. 1988). Pernyataan pada dimensi pemaknaan nilai waktu dan rutinitas diukur berdasarkan skala likert 1= tidak penting, 2= cukup penting, dan 3= sangat penting (skala likert 2 dan 3 diinvers menjadi penting). Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka keluarga semakin menganggap penting kegiatan tersebut. Penelitian ini mengukur pemaknaan nilai waktu dan rutinitas pada tiga puluh orang di perdesaan dan tiga puluh orang juga di perkotaan. Sebaran keluarga contoh baik di perkotaan, perdesaan dan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 15.
44
Tabel 15 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item the valuing family times and routines No.
Pernyataan
1
Dalam keluarga saya penting ada rutinitas mengobrol antar anggota keluarga Dalam keluarga saya penting ada rutinitas makan bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas membersihkan rumah bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas menjelang tidur Dalam keluarga saya penting ada rutinitas olah raga bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas mengunjungi keluarga besar Dalam keluarga saya penting ada rutinitas belanja bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas rekreasi bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas perawatan diri bersama / potong rambut
2 3
4 5 6
7 8 9 10
Perdesaan
Perkotaan
Total
TP
P
TP
P
TP
P
6.7
93.3
0
100
3.3
96.7
33.3
66.7
16.7
83.3
25
75
36.7
63.3
6.7
93.4
21.7
78.3
60
40
16.7
83.3
38.3
61.7
80
20
33.3
66.7
56.7
43.3
33.3
66.6
0
100
16.7
83.3
23.3
76.7
6.7
93.3
15
85
83.3
16.7
56.7
43.4
70
30
66.7
33.3
36.7
63.3
51.7
48.3
86.7
13.3
60
40
73.3
26.7
Keterangan = TP (Tidak Penting), P(Penting)
Untuk sebaran keluarga contoh berdasarkan tiap pernyataan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga dapat dilihat pada Tabel 15. Secara keseluruhan lebih dari separuh keluarga contoh menganggap penting untuk makan bersama, membersihkan rumah bersama, rutinitas menjelang tidur, dan rutinitas mengunjungi keluarga besar. Hampir seluruh
keluarga contoh menganggap
penting rutinitas mengobrol antar anggota keluarga, dan ibadah bersama, sedangkan lebih dari separuh keluarga contoh menganggap bahwa tidak penting untuk rutinitas olahraga, belanja, rekreasi dan perawatan diri bersama. Jika dibandingkan antara keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan, maka keluarga contoh di perkotaan lebih menganggap penting adanya waktu dan rutinitas keluarga dibandingkan keluarga contoh di perdesaan, khususnya untuk rutinitas menjelang tidur, olahraga bersama, belanja bersama, rekreasi bersama,dan perawatan diri bersama. Hal ini terlihat dari persentase keluarga contoh di perdesaan yang lebih banyak menganggap tidak penting kelima rutinitas tersebut. Jika dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi berdasarkan median,
45
maka hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan hampir separuh keluarga contoh di perkotaan memiliki pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga yang rendah (Gambar 15). 100
90
80
68.3
60
46.7
53.3 Rendah 31.7
40 20
10
p-value = 0.000
0 Perdesaan
Tinggi
Perkotaan
Gambar 15 Sebaran keluarga (%) routines
Total
berdasarkan the valuing family times and
Tradisi keluarga (family tradition).Makna tradisi adalah pengetahuan, kebiasaan, dan sebagainya (etiket, kebiasaan, pandangan masa lalu) yang ditransmisikan antar generasi (Suhaimi 2005). Di kalangan masyarakat ada beberapa kegiatan yang sering dan banyak dilakukan diberbagai daerah baik perkotaan maupun perdesaan. Sebaran keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 16. Tabel 16 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family tradition No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Dalam keluarga saya ada tradisi mendekorasi rumah beserta isinya Dalam keluarga saya ada tradisi memberi hadiah antar anggota keluarga Dalam keluarga saya ada tradisi pergi ke suatu tempat untuk berkumpul Dalam keluarga saya ada tradisi mendoakan keluarga yang sudah meninggal (yasinan) Dalam keluarga saya ada tradisi nyekar di kuburan keluarga Dalam keluarga saya ada peraturan khusus dalam upacara pernikahan Dalam keluarga saya ada peraturan khusus terkait upacara kematian (ngolong, tahlilan) Dalam keluarga saya ada kebiasaan terkait kehamilan (nujuh bulan, dll) Dalam keluarga saya ada tradisi kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh Dalam keluarga saya ada tradisi sunatan bagi anak laki-laki maupun perempuan
Perdesaan
Perkotaan
Total
43.3
80
61.7
33.3
66.7
50
56.7
66.7
61.7
93.3
100
96.7
93.3
96.7
95
26.7
33.3
30
93.3
90
91.7
93.3
70
81.7
40
13.3
26.7
100
96.7
98.3
46
Keluarga contoh di perkotaan mempunyai persentase yang sedikit lebih tinggi dibandingkan perdesaan (Gambar 16). Keluarga contoh di perdesaan lebih banyak memiliki tradisi mengenai peraturan khusus terkait upacara kematian, kebiasaan terkait kehamilan, kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh, dan tradisi sunatan bagi anak laki-laki maupun perempuan. Tradisi keluarga terkait peraturan khusus terkait pernikahan, dan kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh merupakan hal yang hanya dilakukan oleh sebagian kecil keluarga contoh. Persentase keluarga contoh di perkotaan lebih tinggi dari perdesaan dalam melakukan dekorasi rumah, saling memberi hadiah, dan mempunyai peraturan khusus terkait pernikahan. Sebaliknya, persentase keluarga contoh di perdesaan ternyata lebih tinggi dibandingkan perkotaan dalam hal tradisi terkait anak gadis yang masuk usia baligh. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
76.7
70
73.3
Rendah 30
Perdesaan
23.3
Tinggi
26.7
Perkotaan
Total
Gambar 16 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family tradition
Perayaan keluarga (family celebration).Perayaan keluarga didefinisikan sebagai perilaku dan praktek keluarga yang dipilih keluarga secara aktif maupun pasif, untuk diadopsi dan dipertahankan dalam upaya untuk menekankan dan menyoroti situasi dan keadaan yang dianggap tepat oleh keluarga untuk diutamakan (McCubbin et al. 1988). Sebaran keluarga contoh untuk perayaan keluarga dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 17. Secara keseluruhan, lebih banyak keluarga contoh di perkotaan dalam merayakan berbagai peristiwa seperti ulang tahun, hari besar agama, tahun baru, kesembuhan dari sakit, kenaikan kelas atau kelulusan anak, dan perayaan rumah atau mobil baru daripada keluarga contoh di daerah perdesaan.
47
Tabel 17 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family celebration No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Saya merayakan ulang tahun pasangan Saya merayakan ulang tahun anak Saya merayakan ulang tahun pernikahan Saya merayakan acara special teman keluarga Saya merayakan hari besar agama Saya merayakan tahun baru Saya merayakan kesembuhan dari sakit Saya merayakan kenaikan jabatan / pekerjaan / panen Saya merayakan kenaikan kelas/kelulusan anak Saya merayakan rumah/mobil baru
Perdesaan 3.3 46.7
Perkotaan 43.3 70
Total 23.3 58.3
3.3
23.3
13.3
10
10
10
93.3 26.7 36.7
100 60 53.3
96.7 43.3 45
33.3
33.3
33.3
33.3
40
36.7
6.7
20
13.3
Perayaan hari besar agama merupakan perayaan keluarga yang persentasenya paling tinggi baik di perkotaan ataupun di perdesaan jika dibandingkan dengan perayaan lain. Perayaan ulang tahun pasangan, ulang tahun pernikahan dan rumah/mobil baru hanya dilakukan kurang dari sepuluh persen keluarga contoh di perdesaan. 100
86.7 75
80
63.3
60
20
Rendah
36.7
40
25
Tinggi
13.3
0 Perdesaan
Perkotaan
Total
Gambar 17 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family celebration Dimensi Tipologi Keluarga Keluarga Regeneratif. Keluarga vulnerable adalah keluarga yang mempunyai ketangguhan dan koherensi keluarga sama-sama rendah. Jika koherensi keluarga rendah namun ketangguhan keluarga tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori secure. Keluarga secure hampir mirip seperti keluarga rentan (vulnerable), namun keluarga tipe ini memiliki kekuatan utama yang mendasar yaitu rasa tangguh. Sebaliknya jika ketangguhan keluarga rendah namun koherensi tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga durable.
48
Tipe keluarga yang paling baik adalah keluarga regeneratif yaitu keluarga dengan ketangguhan dan koherensi keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988). Tabel 18 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga regeneratif Ketangguhan keluarga Tipologi wilayah Perdesaan
Perkotaan Total
Rendah Koherensi keluarga
Rendah
0.0
Tinggi 0.0
Tinggi
16.7
83.3
Koherensi keluarga
Rendah
0.0
3.3
Tinggi
0.0
96.7
Koherensi
Rendah
0.0 (vulnerable)
1.7 (secure)
keluarga
Tinggi
8.3 (durable)
90.0 (regeneratif)
Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh (90.0%) termasuk ke dalam tipe keluarga regeneratif. Begitupula untuk sebagian besar keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan. Meski persentasenya dalam jumlah kecil, terdapat 16.7 persen keluarga contoh di daerah perdesaan yang termasuk keluarga durable dan 3.3 persen keluarga contoh di perkotaan yang tergolong keluarga secure. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga durable (rapuh) kurang memegang kendali atas apa yang terjadi, tampak kurang aktif dan tidak mendorong anggota keluarganya untuk mempelajari hal baru, akan tetapi, keluarga ini juga memiliki pandangan positif terhadap kemampuan mereka untuk mengatasi
masalah.
Mereka
membangun kepercayaan,
menekankan pentingnya
koherensi
dengan
menghormati, mengelola dan menstabilkan emosi.
Keluarga secure adalah keluarga dengan koherensi yang rendah namun mempunyai ketangguhan keluarga yang tinggi. Secara umum, keluarga ini aktif, terkontrol, tetapi ketika dihadapkan pada sesuatu yang sulit mereka kurang mampu mendukung satu sama lain, kurang perhatian dan loyalitas, dan kurang menerima sebuah kesulitan. Keluarga Resilient. Keluarga fragile (rapuh) adalah keluarga yang mempunyai ikatan dan fleksibilitas keluarga sama-sama rendah. Tipe keluarga dengan ikatan keluarga rendah namun fleksibilitas tinggi adalah keluarga pliant (lunak). Tipe keluarga dengan fleksibilitas keluarga rendah dan ikatan keluarga tinggi adalah keluarga bonded (terikat). Tipe keluarga yang paling baik adalah
49
keluarga resilient yaitu keluarga dengan ikatan dan fleksibilitas keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988). Tabel 19 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga resilient Ikatan keluarga Tipologi wilayah Perdesaan
Perkotaan Total
Rendah
Tinggi
Fleksibilitas keluarga
Rendah
0.0
0.0
Tinggi
3.3
96.7
Fleksibilitas keluarga
Rendah
0.0
0.0
Tinggi
6.7
93.3
Fleksibilitas
Rendah
0.0 (fragile)
0.0 (bonded)
keluarga
Tinggi
5.0 (pliant)
95.0 (resilient)
Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh (95.0%) termasuk dalam tipe keluarga resilient. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga resilient adalah keluarga yang mampu mengatakan apa yang diinginkan, memiliki masukan dalam keputusan besar, mampu membentuk aturan dan menerapkannya dalam keluarga, mampu berkompromi dan
berpengalaman dalam pergeseran
tanggung jawab dalam unit keluarga dan bersedia untuk bereksperimen dengan cara-cara baru untuk menangani masalah dan isu. Selain resilient, terdapat pula keluarga dengan tipe pliant di perdesaan dan perkotaan. Keluarga pliant juga memiliki keunggulan dalam kemampuan untuk berubah. Keluarga-keluarga ini mampu
berkompromi dan berpengalaman dalam pergeseran tanggung jawab
dalam unit keluarga, dan bersedia untuk bereksperimen dengan cara-cara baru menghadapi masalah. Akan tetapi keluarga ini juga memiliki ikatan keluarga yang rendah (McCubbin et al. 1988). Keluarga Tradistionalisti.Keluarga situational adalah keluarga yang mempunyai tradisi dan perayaan keluarga sama-sama rendah. Jika perayaan keluarga rendah namun tradisi keluarga tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori tradistionalistic. Sebaliknya jika tradisi keluarga rendah namun perayaan tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga celebratory. Keluarga ritualistic yaitu keluarga dengan tradisi dan perayaan keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988).
50
Tabel 20 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga tradisionalistik Tradisi keluarga Tipologi wilayah Perdesaan
Perkotaan Total
Rendah
Tinggi
Perayaan keluarga
Rendah
30.0
56.7
Tinggi
0.0
13.3
Perayaan keluarga
Rendah
16.7
46.7
Tinggi
6.7
30.0
Perayaan keluarga
Rendah
23.3 (situational) 51.7 (traditionalistic)
Tinggi
3.3 (celebratory)
21.7 (ritualistic)
Secara keseluruhan lebih dari separuh keluarga contoh di perdesaan, dan hampir separuh keluarga contoh di perkotaan tergolong tipe keluarga tradisionalistik. Keluarga contoh di perdesaan yang termasuk keluarga situasional memiliki persentase yang sama dengan keluarga ritualistik di perkotaan. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga tradisionalistik menunjukkan perhatian yang rendah terhadap perayaan sesuatu yang spesial, tetapi memiliki kepercayaan yang besar terhadap tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Keluarga situasional menunjukkan kehidupan keluarga yang sedikit perhatian terhadap tradisi dan perayaan. Keluarga ini berkembang dalam kehidupan dengan rutinitas dan aktivitas keluarga yang mengalami perubahan dari situasi ke situasi tertentu dan kurang memperhatikan tradisi dan perayaan. Sebaliknya, keluarga ritualistik memiliki perhatian yang tinggi terhadap tradisi dan perayaan dalam keluarga. Keluarga ini memiliki perhatian akan nilai dan pentingnya suatu peristiwa dalam keluarga. Keluarga Rhytmic. Keluarga unpatterned
adalah keluarga yang
mempunyai waktu dan rutinitas juga pemaknaan nilai waktu dan rutinitas yang rendah. Jika waktu dan rutinitas rendah namun pemaknaan nilai waktu dan rutinitas tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori intentional. Tipe keluarga dengan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga rendah namun waktu dan rutinitas tinggi adalah keluarga structuralized. Keluarga rhythmic yaitu keluarga dengan waktu dan rutinitas juga pemaknaan nilai akan kedua hal tersebut tinggi (McCubbin et al. 1988).
51
Tabel 21 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga ritmik Pemaknaan nilai waktu dan rutinitas Tipologi wilayah Perdesaan
Perkotaan Total
Rendah
Tinggi
Waktu dan Rendah rutinitas Tinggi
73.3
0.0
23.3
3.3
Waktu dan Rendah rutinitas Tinggi
36.7
20.0
26.7
16.7
Waktu dan Rendah Rutinitas Tinggi
55.0 (unpatterned)
10.0 (intentional)
25.0 (structuralized)
10.0 (rhythmic)
Lebih dari separuh keluarga contoh di perdesaan tergolong keluarga unpatterned (tidak berpola). Keluarga contoh di perkotaan memiliki tipe keluarga yang cenderung merata di tiap kuadran, akan tetapi keluarga unpatterned tetap memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan keluarga lain. Jika di perdesaan tidak terdapat keluarga dengan tipe intentional, maka di perkotaan jumlah keluarga intentional adalah sebesar 20 persen. Keluarga ritmik merupakan tipe keluarga dengan persentase yang paling rendah. Menurut McCubbin et al. (1988),
keluarga intentional memiliki
pemaknaan nilai yang baik akan waktu dan rutinitas keluarga, namun keluarga ini tidak mengimplementasikan dalam bentuk praktek nyata. Keluarga ini tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan ekspresi dari pemahaman tentang pentingnya waktu dan rutinitas keluarga. Keluarga ritmik merupakan keluarga yang anggota keluarganya terlibat dalam sebuah aktivitas dan rutinitas yang dapat diprediksi serta memiliki pemahaman akan pentingnya aktivitas/ rutinitas tersebut. Tabel 22 Sebaran tipe keluarga berdasarkan tipologi wilayah pada dimensi tipologi keluarga kuadran I, II, III dan IV Tipe keluarga
Desa
Kuadran I 0.0 0.0 30.0 73.3 Kuadran III Durable 16.7 Pliant 3.3 Celebratory 0.0 Structuralized 23.3 Vulnerable Fragile Situational Unpatterned
Kota
Total
Tipe keluarga
0.0 0.0 16.7 36.7
0.0 0.0 23.3 55.0
Secure Bonded Traditionalistic Intentional
0.0 6.7 6.7 26.7
8.3 5.0 3.3 25.0
Regeneratif Resilient Ritualistic Rhythmic
Desa Kuadran II 0.0 0.0 56.7 0.0 Kuadran IV 83.3 96.7 13.3 3.3
Kota
Total
3.3 0.0 46.7 20.0
1.7 0.0 51.7 10.0
96.7 93.3 30.0 16.7
90.0 95.0 21.7 10.0
52
Keluarga contoh di perkotaan cenderung mempunyai dimensi tipologi yang lebih baik dibandingkan keluarga di perdesaan. Hal ini terlihat dari persentase di Kuadran I, persentase keluarga contoh di perdesaan lebih banyak daripada keluarga contoh di perkotaan untuk tipe keluarga situational dan unpatterned. Akan tetapi, sebagian besar keluarga contoh baik di perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam tipe keluarga regeneratif (ketangguhan dan koherensi keluarga tinggi) dan resilient (ikatan dan fleksibilitas keluarga tinggi). Lebih dari separuh keluarga contoh termasuk tipe keluarga tradisionalistik (tradisi keluarga tinggi, perayaan keluarga rendah). Jumlah keluarga tradisionalistik di perdesaan lebih banyak daripada perkotaan. Hubungan Antar Variabel-Variabel Penelitian Uji hubungan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan korelasi Spearman. Uji hubungan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antar variabel penelitian. de Vaus dalam Basri (2012) menginterpretasikan jika koefisien korelasi 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30- 0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), >0.90 (hubungan mendekati sempurna). Tabel 23 Nilai koefisien korelasi antara indikator tipologi keluarga dengan kesejahteraan subjektif 1 Kesejahteraan Subjektif (1) Ketangguhan Keluarga (2) Koherensi Keluarga (3) Ikatan Keluarga (4) Fleksibilitas Keluarga (5) Waktu dan Rutinitas Keluarga (6) Pemaknaan Nilai Waktu dan Rutinitas Keluarga (7) Tradisi Keluarga (8) Perayaan Keluarga (9)
2
3
4
5
6
7
8
9
1.000 .105 1.000 -.133 .262* 1.000 .180 -.032 .034 1.000 -.266* -.193 .274* .100 1.000 .317*
.130 -.106 .286* -.027 1.000
.265*
.243 .274* .146 -.042 .490** 1.000
.370** .232 .096 -.057 .038 .375** .459** 1.000 .314* .362** .091 -.072 -.168 .255* .440** .505** 1.000
Keterangan: *korelasi signifikan (p-value < 0.05)
**korelasi sangat signifikan (p-value < 0.01)
Kesejahteraan subjektif mempunyai hubungan yang negatif signifikan dengan fleksibilitas keluarga serta hubungan yang positif signifikan dengan waktu dan rutinitas keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan
53
perayaan keluarga. Kesejahteraan subjektif juga berhubungan sangat signifikan dengan tradisi keluarga. Ketangguhan keluarga berhubungan signifikan dengan koherensi keluarga dan berhubungan sangat signifikan dengan perayaan keluarga. Sedangkan untuk koherensi keluarga berhubungan signifikan dengan fleksibilitas keluarga serta pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga. Waktu dan rutinitas keluarga mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga serta
tradisi keluarga.
Hubungan yang signifikan juga terjadi dengan perayaan keluarga. Hubungan yang sangat signifikan terjadi antara
pemaknaan nilai waktu dan rutinitas
keluarga dengan tradisi keluarga, perayaan keluarga dan antara tradisi keluarga dengan perayaan keluarga. Tabel 24 Nilai koefisien korelasi antar variabel karakteristik keluarga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Usia Suami (1) 1.000 Usia Istri (2) .803** 1.000 Pendidikan Suami (3) .208 .240 1.000 Pendidikan Istri (4) .056 .154 .643** 1.000 Lama Pernikahan (5) .697** .846** .108 -.013 1.000 Perkembangan Keluarga (6) .729** .746** .133 .078 .813** 1.000 Besar Keluarga (7) .301* .360** .095 .097 .367** .462** 1.000 Total Pendapatan (8) .488** .428** .536** .394** .415** .512** .280* 1.000 Pendapatan Per Kapita (9) .510** .423** .492** .347** .405** .503** .124 .970** 1.000 Keterangan: *korelasi signifikan (p-value < 0.05)
**korelasi sangat signifikan (p-value < 0.01)
Hubungan antar variabel karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 24. Usia suami berhubungan sangat signifikan dengan usia istri. Usia suami dan istri berhubungan sangat signifikan dengan
lama pernikahan, perkembangan
keluarga, total pendapatan, dan pendapatan perkapita. Usia istri lebih berhubungan signifikan dengan besar keluarga daripada usia suami. Pendidikan suami berhubungan sangat signifikan dengan pendidikan istri. Pendidikan suami dan istri berhubungan sangat signifikan dengan total pendapatan, pendapatan per kapita. Lama pernikahan berhubungan sangat signifikan dengan perkembangan keluarga, besar keluarga, total pendapatan, dan pendapatan per kapita. Perkembangan keluarga, berhubungan positif sangat
54
signifikan dengan besar keluarga, total pendapatan, dan pendapatan per kapita. Besar keluarga juga berhubungan signifikan dengan total pendapatan. Total pendapatan berhubungan sangat signifikan dengan pendapatan per kapita. Tabel 25 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, kesejahteraan subjektif dan indikator tipologi keluarga 1 Kesejahteraan Subjektif Ketangguhan Keluarga Koherensi Keluarga Ikatan Keluarga Fleksibilitas Keluarga Waktu dan Rutinitas Keluarga Pemaknaan Nilai Waktu dan Rutinitas Keluarga Tradisi Keluarga Perayaan Keluarga *korelasi signifikan (p-value < 0.05) 1= Usia suami
2= Usia istri
6=Perkembangan keluarga
.160 -.201 -.071 .002 .084 .164
2
3
4
.185 .143 -.049 -.121 .389** .461** .078 .127 .351** -.032 -.082 -.055 .191 -.114 .016 .211 .280* .037
5
6
7
8
9
.108 -.252 -.088 -.127 .186 .083
.019 -.217 .132 .165 -.189 .032 .208 .160 -.137 -.016 -.034 -.025 -.178 -.347** -.145 -.093 .154 .219 .055 .007 .102 -.123 .141 .125
.248
-.154
-.118
.191 .259* .324* .169 .013 .000 .408** .264*
.144 -.068
.175 .051
-.017 .052 .334**
-.023 -.122 -.109 .014 -.095
.234 .243 .210 .255*
**korelasi sangat signifikan (p-value < 0.01) 3=Pendidikan suami
4=Pendidikan istri
7=Besar keluarga
8=Total Pendapatan 9=Pendapatan perkapita
5=Lama pernikahan
Ketangguhan keluarga berhubungan sangat signifikan dengan pendidikan suami dan istri. Koherensi keluarga juga berhubungan sangat signifikan dengan pendidikan istri. Ikatan keluarga berhubungan negatif sangat signifikan dengan besar keluarga. Waktu dan rutinitas keluarga serta tradisi keluarga berhubungan signifikan dengan pendidikan suami, sedangkan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga serta perayaan keluarga berhubungan sangat signifikan dengan pendidikan suami. Tradisi keluarga berhubungan signifikan dengan usia istri, sedangkan perayaan keluarga berhubungan signifikan dengan pendidikan istri dan pendapatan per kapita. Perbedaan Kesejahteraan Subjektif dan Tipologi Keluarga di Perdesaan dan Perkotaan Berdasarkan hasil uji beda, variabel yang mempunyai nilai probabilitas (pvalue) lebih kecil dari α = 0.05 adalah variabel yang mempunyai perbedaan yang signifikan antara perdesaan dan perkotaan. Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan untuk variabel ketangguhan keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan perayaan keluarga antara keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan.
55
Tabel 26
Uji beda indikator tipologi keluarga dan kesejahteraan subjektif berdasarkan tipologi wilayah
Variabel Kesejahteraan Subjektif Ketangguhan Keluarga Koherensi Keluarga Ikatan Keluarga Fleksibilitas Keluarga Waktu dan Rutinitas Keluarga Pemaknaan Nilai Waktu dan Rutinitas Keluarga Tradisi Keluarga Perayaan Keluarga
Mean Perdesaan 31.03 6.90 9.03 8.50 9.63 4.27
p-value
Perkotaan 32.93 7.93 9.03 8.37 9.33 5.10
0.111 0.005** 1.000 0.754 0.121 0.139
16.10
20.00
0.000**
6.73 2.93
7.13 4.53
0.360 0.010**
Keterangan: *signifikan pada p-value < 0,05 **sangat signifikan pada p-value <0,01
Keluarga contoh di perkotaan memiliki nilai rata-rata ketangguhan keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan perayaan keluarga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan keluarga contoh di daerah perdesaan. Hasil Uji Pengaruh Variabel Penelitian terhadap Kesejahteraan Subjektif Pengaruh Tipologi Wilayah dan Karakteristik Keluarga terhadap Kesejahteraan Subjektif. Uji regresi tipologi wilayah dan karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh mempunyai nilai adjusted R square sebesar 0.157. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif sebesar 15.7 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 27
Hasil uji regresi tipologi wilayah dan karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan subjektif Variabel
Konstanta Tipologi Wilayah (desa=0;kota=1) Usia Suami Pendidikan Suami Pendidikan Istri Suami &Istri Bekerja (0=tidak, 1=ya) Lama Pernikahan Perkembangan Keluarga Besar Keluarga Total Pendapatan Adjusted R2 Signifikansi model
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) 35.376 3.071 .140 -.016 -.260 .576 .144 -1.089 -1.581 4.842E-07
Keterangan: **= sangat nyata pada p-value ≤ 0,01, *= nyata pada p-value ≤ 0,05
Koefisien Terstandarisasi (β) .336 .236 -.014 -.228 .055 .234 -.268 -.312 .337 0.157 0.036
Sig. .000 .034* .215 .940 .195 .712 .276 .286 .030* .038*
56
Usia istri dan pendapatan per kapita tidak dimasukkan sebagai variabel dependent (variabel x) karena kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang kuat dengan usia suami dan total pendapatan, sehingga hanya usia suami dan total pendapatan saja yang dimasukkan. Variabel yang memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga contoh adalah tipologi wilayah, besar keluarga, dan total pendapatan. Tipologi wilayah berpengaruh positif nyata (B= 3.071; p= 0.034), besar keluarga
berpengaruh negatif nyata (B= -1.581; p= 0.030), dan total
pendapatan berpengaruh positif nyata (B= 4.842E-07; p= 0.038) terhadap kesejahteraan subjektif (Tabel 27). Pengaruh Indikator Tipologi Keluarga terhadap Kesejahteraan Subjektif. Uji regresi untuk indikator tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh mempunyai nilai adjusted R square sebesar 0.181. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif sebesar 18.1 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 28 Hasil uji regresi indikator tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif Variabel Konstanta Ketangguhan Keluarga Koherensi Keluarga Ikatan Keluarga Fleksibilitas Keluarga Waktu dan Rutinitas Keluarga Pemaknaan Nilai Waktu dan Rutinitas Keluarga Tradisi Keluarga Perayaan Keluarga Adjusted R2 Signifikansi model (p)
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) 34.231 .099 -.070 .568 -1.516 .336
Koefisien Terstandarisasi (β)
-.028 .805 .157
Keterangan: **=sangat nyata pada p-value ≤ 0.01, *= nyata pada p-value ≤ 0.05
Sig.
.031 -.018 .201 -.246 .159
.000 .817 .901 .121 .077 .308
-.024 .293 .084
.874 .058 .565
0.181 0.017
Karena nilai signifikansi model lebih rendah (0.017) daripada taraf signifikansi sebesar 5 persen atau 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh
secara
simultan
dari
delapan
indikator
tipologi
keluarga
terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara ketangguhan keluarga, ikatan keluarga, fleksibilitas keluarga, waktu dan rutinitas keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga,tradisi keluarga, dan perayaan keluarga terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh.
57
Hal ini karena nilai signifikansi koefisien tiap variabel lebih besar daripada taraf signifikansi lima persen atau 0.05. Hal yang menarik adalah variabel tradisi keluarga mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga pada taraf signifikansi sebesar enam persen. Pengaruh Dimensi Tipologi Keluarga terhadap Kesejahteraan Subjektif. Berdasarkan kuadran tipologi keluarga McCubbin et al. (1988), dimensi keluarga merupakan gabungan dari indikator keluarga. Dimensi regenerative adalah gabungan dari indikator koherensi dan ketangguhan keluarga. Dimensi resilient merupakan gabungan dari indikator ikatan dan fleksibilitas keluarga. Dimensi rhythmic adalah gabungan dari indikator waktu dan rutinitas keluarga serta pemaknaan akan nilai waktu dan rutinitas keluarga. Sedangkan untuk dimensi traditionalistic, merupakan gabungan dari indikator perayaan dan tradisi keluarga. Tabel 29 Hasil uji regresi dimensi tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif Variabel Konstanta Dimensi Regeneratif Dimensi Resilient Dimensi Rhythmic Dimensi Traditionalistic Adjusted R2 Signifikansi model (p)
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B)
Koefisien Terstandarisasi (β)
23.797 -.158 .17 .148 .411
Keterangan: **= nyata pada p-value ≤ 0.01, *= nyata pada p-value ≤ 0.05
-.071 .07 .171 .317
Sig. .001 .590 .590 .249 .040*
0.112 0.032
Dimensi tipologi keluarga yang berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif adalah dimensi tradisionalistik (p-value < 0.05). Keempat dimensi keluarga pada Tabel 29 mempengaruhi kesejahteraan subjektif sebesar 11.2 persen dengan signifikansi model sebesar 0.032. Pengaruh Tipologi Keluarga terhadap Kesejahteraan Subjektif. Penelitian McCubbin et al. (1988) menunjukkan bahwa tipe keluarga yang terbaik dari keempat dimensi tipologi keluarga adalah tipe keluarga regeneratif, tipe keluarga resilient, tipe keluarga ritmik ,dan tipe keluarga tradisionalistik.
58
Tabel 30 Hasil uji regresi tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif Variabel
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B)
Konstanta Keluarga Regenerative Keluarga Resilient Keluarga Rhythmic Keluarga Traditionalistic Adjusted R2 Signifikansi model (p)
Koefisien Terstandarisasi (β)
22.675 2.138 5.957 .344 2.872
Sig. .000 .252 .022* .782 .015*
.140 .284 .035 .314
Keterangan: **= nyata pada p-value ≤ 0.01, *= nyata pada p-value ≤ 0.05
0.147 0.012
Tipe keluarga regeneratif, resilient, dan ritmik merupakan tipe keluarga yang berada pada kuadran IV, yaitu gabungan dari kedua indikator yang samasama bernilai tinggi (Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 5), sedangkan tipe keluarga tradisionalistik berada pada kuadran II (Gambar 4). Tipe keluarga ritualistik tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga (Lampiran 2). Model regresi pada Tabel 30 menunjukkan terdapat pengaruh secara simultan (p< 0.05) dari keempat tipe keluarga sebesar 14.7 persen. Tipe keluarga yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga adalah tipe keluarga resilient, dan tipe keluarga tradisionalistik. Pengaruh Tipologi Wilayah, Karakteristik Keluarga, dan Tipologi Keluarga terhadap Kesejahteraan Subjektif. Hasil uji regresi dengan metode enter untuk variabel yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga contoh pada Tabel 31 mempunyai nilai adjusted R square sebesar 0.231. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif sebesar 23.1 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 31 Hasil uji regresi tipologi wilayah, karakteristik keluarga, dan tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh Variabel Konstanta Tipologi Wilayah (desa=0;kota=1) Usia suami Pendidikan suami Pendidikan Istri Pola nafkah ganda (dual earner) Lama Pernikahan
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) 40.142 1.21 .102 -.219 -.207 1.594 .18
Koefisien Terstandarisasi (β) .132 .173 -.191 -.181 .151 .291
Sig. .000 .484 .368 .322 .344 .336 .171
59
Tabel 31 Hasil uji regresi tipologi wilayah, karakteristik keluarga, dan tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh (lanjutan) Variabel Perkembangan keluarga Besar Keluarga Total Pendapatan Ketangguhan keluarga Koherensi keluarga Ikatan Keluarga Fleksibilitas Keluarga Waktu dan rutinitas keluarga Pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga Tradisi Keluarga Perayaan keluarga Adjusted R2
Koefisien Tidak Terstandarisasi (B)
Koefisien Terstandarisasi (β)
Sig.
-1.403
-.345
.181
-.804 3.827E-07 .371 -.079 .276 -1.472
-.158 .266 .116 -.020 .092 -.239
.308 .101 .452 .892 .483 .101
.119
.056
.732
.031
.026
.884
.663 .26
.241 .138
.128 .403
0.231
Signifikansi model (p)
0.031
Keterangan: **= nyata pada p-value ≤ 0.01, *= nyata pada p-value ≤ 0.05
Tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai signifikansi kurang dari taraf signifikansi sebesar lima persen atau 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Karena nilai signifikansi model lebih rendah (0.031) daripada taraf signifikansi sebesar 5 persen atau 0.05 maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara karakteristik keluarga dan delapan indikator tipologi keluarga terhadap kesejahteraan subjektif pada keluarga contoh. Pembahasan Pendidikan memungkinkan individu untuk lebih maju dalam mencapai tujuan atau beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya (Putri & Sutarmanto 2009). Pendidikan suami dan istri merupakan karakteristik keluarga yang banyak berhubungan dengan indikator tipologi keluarga. Pendidikan suami berhubungan signifikan dengan waktu dan rutinitas keluarga, tradisi keluarga dan berhubungan sangat signifikan dengan ketangguhan keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan perayaan keluarga. Pendidikan istri berhubungan signifikan dengan perayaan keluarga, dan berhubungan sangat signifikan dengan ketangguhan keluarga dan koherensi keluarga.
60
Ketangguhan sering dicirikan sebagai sifat tahan stress dan kekuatan atau kemampuan untuk menghadapi dan menangani
rintangan dalam hidup, yang
mengacu pada kekuatan internal dan ketahanan keluarga, dan ditandai oleh rasa kontrol atas hasil dalam peristiwa kehidupan dan kesulitan (Lian & Lin 2004, Durak 2008). Terdapat perbedaan yang signifikan untuk variabel ketangguhan keluarga antara keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan. Begitupula dengan variabel pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga serta perayaan keluarga. Pemaknaan nilai rutinitas dan waktu keluarga didefinisikan sebagai arti dan pentingnya keluarga yang
melekat pada setiap waktu dan rutinitas keluarga
(McCubbin et al. 1988). Perayaan keluarga didefinisikan sebagai perilaku dan praktek keluarga yang dipilih keluarga secara aktif maupun pasif, untuk diadopsi dan dipertahankan dalam upaya untuk menekankan dan menyoroti situasi dan keadaan yang dianggap tepat oleh keluarga untuk diutamakan, seperti ulang tahun pernikahan, hari libur besar tahunan (McCubbin et al. 1988). Lebih banyak keluarga contoh di perkotaan yang mempunyai ketangguhan keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan perayaan keluarga dengan kategori tinggi dibandingkan keluarga contoh di perdesaan. Sebagian besar keluarga contoh baik di perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam tipe keluarga regeneratif (ketangguhan dan koherensi keluarga tinggi) dan resilient (ikatan dan fleksibilitas keluarga tinggi). Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga regeneratif adalah mereka yang memiliki dimensi ketahanan keluarga
berupa
ketangguhan
dan
koherensi. Keluarga regeneratif juga
mempunyai penyesuaian yang lebih positif yang tercermin dari kepuasan keluarga dan pernikahan, kepuasan perkembangan anak, kesehatan fisik dan emosional keluarga,dan secara lebih luas terkait kesejahteraan keluarga. Keluarga-keluarga ini menunjukkan bahwa mereka mengatasi masalah keluarga dengan memupuk kepercayaan, rasa hormat, dan memelihara ketenangan emosional dan stabilitas. Secara umum, keluarga regeneratif aktif, mengendalikan, dan ketika menghadapi kesulitan, juga lebih peduli, loyal, dan lebih toleran terhadap kesulitan. Keluarga resilient memiliki kekuatan besar dalam kemampuan untuk berubah dalam situasi tertentu. Keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga dapat mengatakan yang diinginkan, sebagai masukan untuk sebuah keputusan yang
61
besar, dapat membentuk peraturan dan praktek dalam keluarga, serta dapat berkompromi. Keluarga ini juga memiliki pengalaman dalam bertanggung jawab sebagai bagian dari sebuah keluarga, dan akan mencoba cara baru dalam menyelesaikan masalah. Keluarga ini juga memiliki kekuatan internal yang besar yang mengikat keluarga ini, sehingga keluarga ini memiliki ketergantungan satu sama lain untuk saling mengerti dan mendukung, merasa dekat satu sama lain , dan mampu memutuskan sesuatu dengan mudah sebagai suatu kesatuan keluarga (McCubbin et al. 1988). Lebih dari separuh keluarga contoh termasuk tipe keluarga tradisionalistik (tradisi keluarga tinggi, perayaan keluarga rendah) dan tipe keluarga unpatterned (waktu dan rutinitas keluarga serta pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga sama-sama rendah). Hasil penelitian McCubbin et al. (1988) menunjukkan bahwa keluarga traditionalistik adalah keluarga yang mempunyai ketahanan yang lebih besar dan signifikan jika dibandingkan keluarga celebratory, ritualistic, dan situationalistic dalam dimensi ikatan keluarga, fleksibilitas, ketangguhan, koherensi, waktu dan rutinitas keluarga, serta nilai waktu dan rutinitas keluarga. Proporsi keluarga contoh yang termasuk ke dalam tipe keluarga resilient, unpatterned,
dan
tradisionalistik
lebih besar
di perdesaan,
sedangkan
persentase keluarga diperkotaan lebih tinggi untuk tipe keluarga regeneratif. Dimensi tradisionalistik, tipe keluarga resilient, dan tipe keluarga tradisionalistik berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif ( Tabel 29, 30). Menurut McCubbin et al. (1988) dimensi tipologi inilah yang memainkan peran penting dalam menjelaskan perilaku keluarga ketika menghadapi peristiwa stres dalam hidup dan juga perubahan. Kesejahteraan subjektif mempunyai hubungan yang positif signifikan dengan waktu dan rutinitas keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan perayaan keluarga. Ketika keluarga semakin menganggap penting waktu dan rutinitas keluarga, dan sering melakukan berbagai perayaan keluarga, maka kesejahteraan subjektif keluarga akan cenderung meningkat. Meskipun tidak berpengaruh nyata, terdapat hubungan negatif signifikan antara fleksibilitas keluarga dengan kesejahteraan subjektif keluarga contoh. Hal ini dikarenakan keragaman nilai fleksibilitas pada keluarga contoh sangat rendah. Menurut
62
McCubbin et al. (1988), fleksibilitas keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk mengubah peran mereka, tanggung jawab, peraturan dan pembuatan keputusan untuk mengakomodasi perubahan kondisi Kesejahteraan subjektif berhubungan sangat signifikan dengan tradisi keluarga. Jika tradisi keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif dalam taraf signifikansi enam persen, maka dimensi tradisionalistik dan tipe keluarga tradisionalistik berpengaruh kesejahteraan subjektif.
nyata (p-value < 0.05) terhadap
Sumarti (1999) menyatakan bahwa kesejahteraan
merupakan fenomena sosio budaya, dimana nilai-nilai dan interaksi sosial yang berlangsung lebih menentukan perilaku dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup.
Kondisi ketidak sejahteraan keluarga berhubungan erat
dengan
kemampuan keluarga mengembangkan proses interaksi sosial di dalam maupun di luar keluarga. Abuquerque (2012) menjelaskan bahwa partisipasi sosial merupakan prediktor kuat kepuasan hidup. Ketika keluarga sering melakukan hal secara bersama-sama, baik berupa waktu dan rutinitas keluarga, tradisi keluarga, ataupun perayaan keluarga, maka kesejahteraan subjektif keluarga akan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan ketika bersama-sama, keluarga akan lebih mudah merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diener (1984) dalam WangMuba (2009) bahwa kebahagiaan dan kepuasan tergantung pada jumlah kesenangan dan momen-momen bahagia. Kebahagiaan merupakan masalah subjektif yang tergantung pada beberapa faktor seperti individu, pendidikan, dan lingkungan (Jaafar et al. 2006). Tipologi wilayah berpengaruh positif nyata terhadap kesejahteraan subjektif. Menurut Desiningrum (2009, 2011) kesejahteraan subjektif merupakan suatu kondisi sejahtera yang dimaknakan individu berdasarkan aspek kognisi dan afeksi atau perasaannya sekaligus yang secara dominan relatif terbentuk dari kesejahteraan sosial yang dicirikan dengan adanya penerimaan sosial, penerimaan individu, rasa percaya, dan merasa nyaman berada dalam lingkungan. Lingkungan inilah yang dalam penelitian ini dapat dimaknai sebagai tipologi wilayah. Keluarga memiliki pandangan tersendiri dalam mengartikan kesejahteraan, karena
63
setiap keluarga memiliki pengalaman hidup di lingkungan yang berbeda (Simanjuntak 2010). Total pendapatan juga berpengaruh positif nyata terhadap kesejahteraan subjektif. Semakin tinggi total pendapatan keluarga contoh, maka kesejahteraan subjektif juga akan semakin tinggi karena kepuasan hidup juga lebih baik (lebih puas untuk frekuensi makan, tempat tinggal yang layak, asset/harta benda yang dimiliki dibandingkan dengan keluarga contoh yang total pendapatannya rendah). Pendapatan penting untuk mengevaluasi kesejahteraan karena memberikan individu kemampuan lebih untuk memilih cara dan gaya hidup mereka (Graham 2012). Menurut Carbonell (2003), dalam masyarakat modern, pendapatan membantu individu untuk menikmati aktivitas menyenangkan. Kesejahteraan subjektif (kepuasan akan hidup) tergantung bagaimana pendapatan yang individu terima dapat memberikan kepuasan dari kebutuhan individu tersebut (bukan hanya makan, dan tempat tinggal tetapi juga kebutuhan yang lebih tinggi seperti penerimaan sosial, dan harga diri). Diener dan Biswas (2001) dalam Angner (2005) juga menyatakan bahwa orang-orang yang tinggal di negara-negara kaya rata-rata lebih bahagia daripada orang yang tinggal di negara-negara miskin. Besar keluarga berhubungan negatif sangat signifikan dengan ikatan keluarga. Ketika anggota keluarga semakin banyak, maka ikatan keluarga akan cenderung menurun. Hal ini diduga semakin besar keluarga, maka akan semakin susah untuk melakukan kegiatan bersama-sama, dan juga untuk memberikan perhatian yang sama. Menurut Centre County Prevention Coalition (2008), ikatan keluarga dapat terjalin dengan kuat melalui beragam aktivitas, salah satunya dengan makan bersama, nonton TV bersama, dan saling mengungkapkan rasa sayang. Besar keluarga juga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hal ini terjadi jika kapasitas keluarga dalam menyejahteraan anggota keluarga tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ada, misalnya terkait frekuensi makan, pakaian, dan tabungan yang dimiliki. Keluarga dengan anggota hanya tiga orang akan merasa lebih puas daripada besar keluarga tujuh orang jika total pendapatan sama. Hal ini sesuai dengan temuan Argyle (1999) dalam
64
Carbonell (2003)
bahwa jumlah anak mempunyai dampak yang negatif
(meskipun kecil) terhadap kepuasan hidup. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009), setiap keluarga memaknai kesejahteraan secara unik, melibatkan perbandingan kondisi ekonomi dengan lingkungan sekitarnya serta meliputi nilai kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Keluarga dengan jumlah anggota yang lebih sedikit tentunya memiliki beban tanggungan dan pengeluaran yang lebih sedikit pula untuk mencukupi kebutuhan keluarga dibanding dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lebih besar. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Kusumo et al. (2008) yaitu jumlah anggota keluarga berkorelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan BPS. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar akan semakin membebani keluarga dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut BPS (1993), kebutuhan dasar manusia disuatu negara dengan negara lainnya pada umumnya akan sama. Perbedaannya terletak pada tingkat pemenuhan kebutuhan tertentu, bukan pada jenis kebutuhannya. Berdasarkan kondisi tersebut, tolak ukur dasar untuk menentukan tingkat kesejahteraan individu maupun rumah tangga adalah tingkat kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Keseluruhan variabel (tipologi wilayah, karakteristik keluarga, dan indikator tipologi keluarga) secara simultan berpengaruh nyata sebesar 23.1 persen terhadap kesejahteraan subjektif keluarga contoh (Tabel 31). Hal ini sesuai dengan pernyataan Abuquerque (2012) bahwa 20-50 persen varians dalam kesejahteraan subjektif dapat dijelaskan oleh kemauan individu (apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif mereka) dan keadaan (faktor demografi dan situasional).