29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Perairan Lokasi Penelitian Lamun dugong merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal dengan subtrat pasir berlumpur yang berbeda, pasir bermedium kasar, dan pecahan koral kasar (Dahuri 2003). Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter. Lamun memiliki jumlah yang berlimpah serta sering membentuk padang yang lebat dan luas di perairan tropik. Sifat-sifat lingkungan pantai cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun ini. Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun yaitu kecerahan, temperatur, salinitas, substrat dan kecepatan arus. Pengaruh gelombang, sedimentasi, pemanasan air, pergantian pasang dan surut serta curah hujan menyebabkan lamun harus melakukan penyesuaian morfologik terhadap kondisi habitat tersebut (Romimohtarto dan Juwana 2007). Kondisi perairan lamun dugong yang terdapat di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian Lamun dugong mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang
30
baik, dan mampu melakukan penyerbukan serta daur generatif dalam keadaan terbenam (Dahuri 2003). Lamun dugong sering dominan pada padang lamun campuran dan biasa terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidal yang dangkal. Padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir, stabil serta dekat sedimen yang bergerak secara horizontal. Padang lamun yang tumbuh pada sedimen karbonat yang berasal dari patahan terumbu kurang dipengaruhi oleh faktor run off daratan yang berkaitan dengan kekeruhan, suplai nutrien pada musim hujan, dan fluktuasi salinitas (Dahuri 2003; Romimohtarto dan Juwana 2007). 4.2 Komposisi Proksimat dan Abu Tidak Larut Asam Lamun Dugong Kandungan gizi pada lamun dugong dapat diketahui dengan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dalam lamun dugong diperoleh melalui perhitungan by difference. Selain analisis proksimat (kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat), pengujian abu tidak larut asam juga dilakukan. Pengujian ini dilakukan karena lamun dugong tumbuh di perairan yang dangkal dengan substrat pasir, lumpur, atau campuran dari keduanya. Sehingga lamun dugong diduga mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur yang masih menempel pada tubuhnya akibat penanganan yang kurang baik. Hasil analisis proksimat lamun dugong dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil uji proksimat dan abu tidak larut asam lamun dugong Komponen Air Abu Lemak Protein Karbohidrat (by difference) Abu tidak larut asam
Nilai (%) 86,26 ± 0,59 2,34 ± 0,49 0,78 ± 0,08 0,81 ±0,04 9,81 ± 0,68 0,39± 0,28
31
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citra rasa makanan. Semua bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 2008). Lamun dugong memiliki kadar air yang cukup tinggi sebesar yaitu 86,26%. Tingginya kadar air ini menyebabkan kadar protein dan lemaknya rendah. Kadar air merupakan komponen terbesar dari sayuran dan kadarnya bervariasi berkisar antara 81,0% sampai 96,1% (Muchtadi 2001). Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu lamun dugong basis basah sebesar 2,34%. Nilai kadar abu lamun dugong basis kering yang diteliti (16,94%) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu lamun dugong yang diteliti oleh Setyati et al. (2003), yaitu sebesar 62,43%. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain itu juga, masing-masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, hal inilah yang nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan. Lemak merupakan energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak nabati mengandung fitosterol dan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Berdasarkan hasil análisis yang dilakukan, didapatkan kadar lemak lamun dugong basis basah sebesar 0,78%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Setyati et al. (2003),
32
kadar lemak lamun dugong (5,56 % bk) lebih rendah dibandingkan dengan lamun dugong yang terdapat di Pantai Bandengan, Jepara yaitu sebesar 7,38% bk. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air lamun dugong sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan péptida dan mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein memiliki bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain (Winarno 2008). Hasil análisis menunjukkan kadar protein lamun dugong basis kering sebesar 5,91%. Hasil protein yang rendah ini juga ditemukan pada lamun dugong lainnya yaitu sebesar 8,35% (Setyati et al. 2003). Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam, yang sebagian merupakan garam-garam logam berat dan silika. Berdasarkan hasil pengujian kadar abu tidak larut asam dapat diketahui bahwa lamun dugong mengandung abu tidak larut asam sebesar 0,39%. Hal ini diduga masih terdapatnya kontaminasi material-material abu tidak larut asam seperti pasir, lumpur, silika dan batu yang berasal dari hábitat lamun dugong. Kadar abu tidak larut asam dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses penanganan dan pengolahan suatu produk (Basmal et al. 2003). Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau hewan (Sirait 2007). Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dan dapat menghasilkan seratserat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil (Dewick 2002). Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa lamun dugong mengandung karbohidrat sebesar 9,81%. Karbohidrat banyak terdapat
33
dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Selulosa dan lignin berfungsi sebagai penyusun dinding sel tanaman. 4.2 Serat Pangan Lamun Dugong Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan mucilage. Karena itu dietary fiber pada umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan nabati pada umumnya banyak mengandung dietary fiber (Winarno 2008). Komponen serat pangan total, serat pangan larut dan serat pangan tidak larut pada lamun dugong telah ditentukan dengan menggunakan metode multi enzim (Asp et al. 1983). Metode ini dapat memisahkan serat pangan larut (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat makan tidak larut (insoluble dietary fiber atau IDF) dalam satu filtrasi tunggal, dimana SDF didapat dengan mengendapkan filtrat menggunakan etanol. Nilai SDF dan IDF diperoleh sebagai residu yang dikoreksi dengan residu protein dan abu. Nilai serat pangan total (total dietary fiber atau TDF) merupakan penjumlahan SDF dan IDF. Hasil analisis serat pangan lamun dugong dapat dilihat pada Gambar 5.
15,38 7,55
7,83
Gambar 5 Kandungan serat pangan lamun dugong
34
Berdasarkan analisis serat pangan diketahui bahwa nilai serat pangan larut (7,55 g/100g) tidak berbeda jauh dengan serat pangan tidak larut (7,83 g/100g). Fraksi SDF sebagian besar terdapat buah, sayuran, kacang-kacangan; sedangkan IDF paling banyak terkandung dalam sereal dan kacang-kacangan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, SDF lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL), dan membuat perut merasa cepat kenyang, dan mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Serat pangan tidak larut (IDF) tidak terlalu signifikan sebagai agen hipokolesterolemik, tetapi peranannya sangat penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan. Total serat pangan lamun dugong yang diuji memiliki nilai sebesar 15,38 g/100g. Komponen serat pangan yang terkandung dalam suatu bahan dipengaruhi oleh spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman, dan perlakuan terhadap bahan tersebut seperti perebusan, pengukusan, dan penumisan (Muchtadi 2001). 4.3 Rendemen Ekstrak Lamun Dugong Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif (Harborne 1987). Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu maserasi tipe pelarut tunggal. Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar). Penggunaan ketiga pelarut tersebut bertujuan untuk mengetahui rendemen dan identifikasi komponen aktif dari lamun dugong yang masih belum diketahui kepolarannya. Ekstrak kasar masing-masing pelarut yang dihasilkan dari proses evaporasi menghasilkan karakteristik yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat kekuningan, ekstrak etil asetat memiliki warna coklat tua, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna coklat kehijauan. Ekstrak dari ketiga jenis pelarut ini berbentuk pasta dan memiliki aroma khas. Hasil ekstrak lamun dugong dengan menggunakan tiga pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu pelarut metanol
35
(polar), etil asetat (semipolar) dan n-heksana (nonpolar) dapat dilihat pada Gambar 6.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Ekstrak kasar metanol (a), etil asetat (b) dan n-heksana (c) Rendemen ekstrak hasil ekstrasi tiga pelarut berbeda menmberikan nilai yang berbeda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak dan hasilnya dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 7. 17,11(b)
0,74(a)
0,64(a)
.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 7 Nilai rendemen ekstrak kasar lamun dugong Rendemen ekstrak lamun dugong dipengaruhi secara nyata oleh jenis pelarut. Rendemen ekstrak tertinggi dari sampel lamun dugong terdapat pada
36
ekstrak metanol (17,11%), diikuti oleh ekstrak n-heksana (0,74%), dan ekstrak etil asetat (0,64%). Data tersebut menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang bersifat polar banyak terkandung pada jaringan lamun dugong, karena dapat larut dalam pelarut polar yaitu metanol sedangkan komponen bioaktif yang bersifat semipolar dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang lebih kecil pada lamun dugong. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun dugong mengandung senyawasenyawa fenol yang cenderung larut dalam pelarut polar dan sangat banyak terdapat dalam tanaman (Harborne 1987). 4.4 Kandungan Total Fenol Ekstrak Lamun Dugong Fenol merupakan senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu lebih gugus hidroksil. Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan ini memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikalradikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani et al. 2008). Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar dan umumnya terdapat pada semua tumbuhan hijau sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Komponen bioaktif ini berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau warna pada pigmen (Sirait 2007). Selain itu flavonoid dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses pencernaan makanan di dalam tubuh (Pietta et al. 1996 dalam Muchtadi 2001). Penentuan kandungan fenol total pada lamun dugong menggunakan pelarut Folin-Ciocalteu dan sebagai pembanding digunakan asam galat. Kadar total fenol dalam lamun dugong dihitung menggunakan persamaan regresi linier dengan terlebih dahulu menentukan konsentrasi larutan sampel dengan cara mengukur absorban sampel kemudian menggunakan kurva kalibrasi. Kandungan total fenol pada ekstrak kasar lamun dugong dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol dapat dilihat pada Gambar 8.
37
1022,58 (b)
5,23(a)
36,19 (b)
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 8 Nilai total fenol lamun dugong
Ekstrak lamun dugong dalam pelarut metanol memiliki kandungan total fenol tertinggi yaitu sebesar 1022,58 mg GAE/1000g ekstrak , diikuti oleh ekstrak etil asetat sebesar 36,19 mg GAE/1000g ekstrak dan ekstrak n-heksan sebesar 5,23 mg GAE/1000g ekstrak. Senyawa fenol cenderung larut dalam pelarut polar namun kelarutannya dapat berbeda pada setiap jenis pelarut dan sumbernya (Harborne 1987). Muchtadi (2001) juga menyebutkan bahwa kadar total fenol pada tumbuhan dipengaruhi oleh perbedaan komposisi sel, ketebalan dinding sel, dan permeabilitas membran plasma. 4.5 Komponen Fitokimia Pengujian komponen bioaktif pada ekstrak kasar n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar) dilakukan dengan menggunakan uji fitokimia. Fitokimia memiliki peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada masing-masing ekstrak kasar lamun dugong. Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tannin. Hasil uji fitokimia ekstrak lamun dugong dapat dilihat pada Tabel 3.
38
Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar lamun dugong
Uji Fitokimia
Jenis Pelarut Etil N-heksan asetat Metanol
Alkaloid: a. Dragenford b. Meyer c. Wagner
-
-
-
Steroid
+
++
-
Triterpenoid
+
++
++
Flavonoid Fenol hidrokuinon
++
+++
++
+
++
++
-
-
-
Tanin Saponin Keterangan: + ++ +++
Standar (warna)
Endapan merah atau jingga Endapan putih kekuningan Endapan coklat Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau Warna hijau atau hijau biru Perubahan warna dari hijau menjadi biru hingga hitam Terbentuk busa
= tidak terdeteksi = lemah = kuat = sangat kuat
Secara umum, komponen fitokimia yang terdapat dalam lamun dugong yang diamati meliputi steroid, triterpenoid, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Ketiga ekstrak dengan pelarut yang berbeda mengandung keempat komponen bioaktif tersebut kecuali ekstrak dengan pelarut metanol tidak mengandung komponen steroid. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan pelarut yang memiliki kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda pula. Steroid/triterpenoid
pada
ekstrak
lamun
dugong
diuji
dengan
menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard, yang memberikan warna biruhijau. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Berbeda dengan steroid yang pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, homon adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan pada substansi tumbuhan (Harborne 1987).
39
Hasil pengujian fitokimia pada lamun dugong menunjukkan bahwa komponen steroid/triterpenoid ini terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong dalam pelarut etil asetat dan n-heksana, sedangkan triterpenoid terdeteksi pada ketiga jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Prekursor dari pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat nonpolar (Harborne 1987), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut organik (nonpolar). Hal ini terbukti pada penelitian yang telah dilakukan bahwa komponen triterpenoid/steroid terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong dengan pelarut n-heksana (non polar) dan etil asetat (semipolar). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa triterpenoid/steroid juga terdeteksi pada ekstrak kasar dengan pelarut metanol (polar). Hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar, yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun semipolar. Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak lamun dugong dapat dilihat pada Gambar 9. +
++
++
Uji Triterpenoid
Uji Steroid
+
++
-
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak n-heksan (a), etil asetat (b), dan metanol (c) Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar (Sirait 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga ekstrak lamun dugong mengandung komponen flavonoid dan ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pada lapisan amil alkohol yang dapat dilihat pada Gambar 10. Flavonoid
40
sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini merupakan komponen fenol terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan mampu menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Efektivitas sebagai antioksidan tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada bagian daun tanaman. Selain itu sebagai antioksidan, senyawa ini dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses penceraan makanan di dalam tubuh (Muchtadi 2001).
++
+++
++
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Hasil uji flavonoid ekstrak n-heksan (a), etil asetat (b), dan metanol (c) Kuinon adalah senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu, benzokuinon, naftokuinon. antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida sedikit larut dalam air, kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstraksi dalam tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Hasil pengujian menunjukkan bahwa lamun dugong mengandung komponen fenol hidrokuinon. Hal ini ditandai dengan adanya warna hijau atau hijau biru pada ketiga ekstrak dengan pelarut berbeda. Hasil uji fenol hidrokuinon ditunjukkan pada Gambar 11.
41
++
++
-
(a)
(b)
(c)
Gambar 11 Hasil uji fenolhidrokuinon ekstrak metanol (a), etil asetat (b), dan n-heksan (c) 4.5 Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Aktioksidan alami banyak terdapat pada berbagai macam jenis tumbuhan baik dalam buah-buahan maupun sayuran. Keberadaan senyawa antioksidan ini dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada tiga ekstrak kasar lamun dugong yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, dilakukan dengan menggunakan metode uji DPPH. Metode uji DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil (Kuncahyo dan Sunardi 2007). Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Prinsip kerja dari metode ini yaitu berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Metode serapan radikal bebas DPPH dipilih karena metode ini sederhana, mudah, waktu pengujian singkat dan sampel yang digunakan sedikit serta tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya uji xantin-xantin oksidase, tiosianat, antioksidan total (Juniarti et al. 2009). Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan
sintetik
butylated
hydroxytoluene
(BHT)
dengan
beberapa
konsentrasi. Begitu pula dengan konsentrasi larutan ekstrak lamun dugong pada ketiga jenis pelarut. Konsentrasi tersebut diperoleh melalui pengenceran dari masing-masing larutan stok ekstrak kasar lamun dugong dengan pelarut metanol dan etil asetat 500 ppm serta 1000 ppm untuk pelarut n-heksana. Menurut Andayani et al. (2008) menyatakan bahwa pengujian aktivitas antioksidan pada
42
berbagai konsentrasi dimana semakin tinggi konsentrasi yang diuji maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan yang terdapat pada sampel dinyatakan dalam persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH. Persentase inhibisi ini didapatkan dari serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah efficient concentration 50 value (EC50 value) atau biasa disebut dengan inhibition concentration 50 value (IC50 value). Nilai ini dapat didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux 2004). Antioksidan BHT sebagai antioksidan pembanding yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai IC50 sebesar 15,92 ppm. Presentase penghambatan yang tinggi dan nilai IC50 yang rendah membuktikan bahwa BHT bersifat antioksidan yang sangat kuat (<50 ppm) menurut klasifikasi Blois (1958) dalam Molyneux (2004). BHT memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak metanol, etil asetat, dan n-heksana. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak lamun dugong yang digunakan pada penelitian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar. Sehingga masih diperlukan proses pemurnian pada ekstrak kasar tersebut. Karena pada ekstrak kasar ini diduga masih terkandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Hasil pengujian antioksidan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar lamun dugong memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda. Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar lamun dugong, dapat dilihat pada Gambar 12. Aktivitas antioksidan lamun dugong terbaik berturut-turut dimiliki oleh ekstrak metanol (73,72 ppm), ekstrak etil asetat (250,72 ppm), dan ekstrak n-heksana (8134,70 ppm). Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 antara 50-100 ppm, sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 150-200 ppm (Molyneux 2004). Dari ketiga ekstrak yang diamati, ekstrak lamun dugong dengan pelarut metanol termasuk ke dalam antioksidan kuat, karena nilai IC50 berada diantara 50-100 ppm. Jumlah komponen bioaktif yang terlarut pada
43
masing-masing pelarut akan berbeda sehingga akan berpengaruh pula pada nilai IC50 yang dihasilkan. Nilai IC50 akan semakin besar jika ekstrak yang terlarut pada pelarut yang digunakan semakin sedikit.
8134,70
(a)
250,72
(b)
73,72
(b)
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 12 Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar lamun dugong
Ekstrak metanol memiliki nilai antioksidan yang kuat bila dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n-heksana dengan menggunakan metode pengujian DPPH. Hal ini dikarenakan metode pengujian ini cocok bagi komponen antioksidan yang bersifat polar, karena kristal DPPH hanya dapat larut dan memberikan absorbansi maksimum pada pelarut metanol (Febryanti 2010). Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode pengujian lainnya yang universal, baik untuk komponen yang bersifat polar, semipolar, ataupun nonpolar. Bila dilihat dari faktor lainnya, kadar total fenol dalam ekstrak metanol juga memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dua ekstrak lainnya. Menurut Andayani et al. (2008), senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara aktivitas antioksidan dan kandungan total fenol memiliki kolerasi yang positif.