3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan TWAL Gili Indah Kecamatan
Pemenang, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi penelitian ini meliputi tiga kawasan yaitu Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air (Gambar 4). Pelaksanaan penelitian dilakukan pada Maret sampai dengan Mei 2006.
Gambar 4 Lokasi Penelitian di Perairan TWAL Gili Indah. Metode penentuan titik stasiun untuk sumber data biofisik (terumbu karang, ikan karang, kualitas air) dengan metode purposif sampling, dimana penentuan titik
stasiun
dilakukan
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
Pertimbangan yang diambil antara lain berupa daerah perairan terumbu karang, cakupan lokasi penelitian yang cukup luas, transportasi, keselamatan peneliti serta waktu dan biaya. Jumlah titik stasiun dalam penelitian ini terdiri dari 12 stasiun diambil di kawasan yang masih memiliki
terumbu karang yang relatif
baik dan dianggap mewakili setiap gili baik bagian selatan, utara, timur serta barat Gili indah.
3.2
Sumber Data Secara garis besar sumber data yang diambil ada dua, yaitu data biofisik
dan data sosial. Data biofisik berupa penutupan terumbu karang dan pengamatan terhadap kepadatan ikan karang serta data kondisi perairan. Data sosial berupa aktivitas penangkapan ikan, metoda penangkapan ikan, keadaan sosial ekonomi dan kelembagaan nelayan setempat. Secara keseluruhan sumber data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan Tabel 2 dan 3: Tabel 2 Sumber data primer no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Primer
Alat Pengukuran
Suhu (oC) YSI 2000 YSI 2000 Salinitas pH YSI 2000 Kecerahan Secchi disk Material dasar perairan Tipe pantai Kedalaman perairan Keterlindungan Penutupan lahan pantai Penutupan terumbu karang Ikan karang Oksigen terlarut YSI 2000 Nitrat Spektrofotometer Arus Curent meter ortopospat Spektrofotometer Faktor-faktor strategis yang mempengaruhi budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching dalam mendukung wisata bahari.
Metode pengukuran insitu insitu insitu insitu insitu insitu insitu insitu insitu Line intercept transect Visual sensus insitu laboratorium insitu laboratorium Wawancara/kui sioner
Tabel 3 Sumber data sekunder No 1 2 3 4 3 4 5
Jenis data Rencana pemanfaatan ruang TWAL Gili Indah Demografi, sosekbud Penggunaan Lahan Sarana dan prasarana Batas administrasi Oseanografi (batimetri, pasang surut, gelombang, arus laut) Penutupan karang Peta Lingkungan Pantai Indonesia Skala 1: 50.000, Peta Lingkungan Laut Nasional 1: 500.000
Sumber Data Bappeda Kab/kota Lombok barat BPS Kabupaten Lombok Barat Bappeda Lombok Barat BPS Kabupaten Lombok Barat Bappeda Lombok Barat Bakosurtanal, Dishidros TNI-AL Citra Satelit 2004 (Landsat TM) Bakosurtanal
3.3
Pengumpulan Data
Terumbu Karang Penelitian karang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan secara kualitatif dilakukan dengan pengamatan secara visual dengan metode mantaw tow tentang profil habitat.
Pengamatan Kuantitatif dilakukan dengan
metode Line Intercept Transect (LIT) (Kinze III and Snider, 1978, dalam Stoddart and Johannes, 1978). Lokasi pengamatan secara kuantitatif dilakukan pada lokasi-lokasi pengamatan pada penelitian-penelitian terdahulu disekitar kawasan TWAL Gili Indah. Transek dilakukan dengan menarik garis pita dengan panjang 50 meter, sejajar garis pantai. Persentase tutupan karang dan biota lain diukur dengan menghitung panjang rol meter yang menyinggung masing-masing biota yang dilaluinya dengan ketelitian mendekati sentimeter, dibagi panjang transek. Dilakukan identifikasi lifeform dan jenis karang dengan bantuan buku Karang Indonesia (Suharsono. 1996).
Ikan Karang Pengukuran kepadatan ikan karang dilakukan dengan metode Belt Transect (English, Wilkinson, Baker 1994). Garis transek dengan panjang 50 meter dipasang sejajar garis pantai. Ikan kemudian disensus mengikuti garis transek yang elah dipasang dengan lebar pengatan 2,5 meter sisi kiri dan kanan garis transek. Sehingga luas bidang pengamatan ikan adalah 250 meter persegi. Sensus ikan (jenis dan jumlah) dilakukan pada kedalaman kedalaman 3 meter dan 10 meter. Pengukuran ikan karang dilakukan pada sisi barat, timur, selatan dan utara masing-masing pulau. Penjaringan isu mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di bidang perikanan untuk analisis SWOT ditentukan oleh tokoh masyarakat dan nelayan dengan pertimbangan yaitu penguasaan kondisi wilayah TWAL Gili Indah. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 25 orang terdiri dari lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang terkait dengan kajian penelitian seperti tokoh masyarakat dan nelayan (10 orang), pengusaha wisata (3 orang), LSM (1 orang), BAPPEDA (2 orang), BKSDA (2 orang), Dinas Pariwisata (2 orang), DKP Propinsi dan Kabupaten (4 orang) serta perguruan tinggi (1 orang). Untuk keperluan analisis AHP dalam pemilihan jenis ikan karang yang akan di restoking, responden dipilih dari seluruh jumlah responden sebagai key informan yang dianggap mengerti dan mempunyai kemampuan dalam kajian penelitian.
3.4
Analisis Data
3.4.1 Deskripsi Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Karang. Data primer diperoleh dengan metode survei dimana pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan/observasi oleh peneliti, wawancara dan pengisian kuesioner terhadap responden yang telah ditentukan. Identifikasi lifeform dan jenis karang dengan bantuan buku Karang Indonesia. Selanjutnya dari perolehan data tersebut di atas digambarkan oleh peneliti melalui metode deskriptif untuk menerangkan kondisi terumbu karang beserta aktivitas pemanfaatannya di kawasan Gili Indah
1) Penutupan karang Pengamatan dilakukan terhadap bentuk pertumbuhan (lifeform) karang yang berada dibawah garis transek kemudian dicatat dengan ketelitian sampai dengan sentimeter. Karang yang teridentifikasi langsung dicatat sedangkan yang tidak teridentifikasi digambar atau diambil contohnya untuk diidentifikasi di daratan/ labolatorium. Penutupan karang dihitung dengan rumus : C =
a x 100% A
dengan ”a” adalah tutupan untuk satu jenis karang hidup/mati dalam cm dan ”A” adalah tutupan semua komponen ekosistem terumbu karang dalam cm. Selanjutnya data persentasi tutupan karang hidup dikategorikan sebagai berikut (Gomez dan Yap 1988, diacu dalam Dirjen P3K, DKP 2002) : (a)
0.0% – 24.9%
: penutupan karang kategori buruk
(b)
25% – 49.9%
: penutupan karang kategori sedang
(c)
50% – 74.9%
: penutupan karang kategori bagus
(d)
75% – 100%
: penutupan karang kategori memuaskan
2. Pengamatan Ikan Karang
Kepadatan ikan karang berdasarkan pendataan sensus visual dan koleksi bebas menurut Dartnal dan Jones (1986), diacu dalam Azkab et al., (1996) yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan dan kemampuan. Data yang diperoleh selanjutnya digambarkan oleh peneliti melalui metode deskriptif untuk menerangkan kepadatan ikan karang.
Data ikan karang yang diperoleh selanjutnya dihitung kelimpahan indeks keanekaragaman dan dominansi ikan karang dengan rumus sebagai berikut : (a)
Kelimpahan (Bo) = d x L dengan Bo (kelimpahan ikan karang dalam ind), d (kepadatan dalam ind/m2), L (luas daerah penelitian dalam m2)
(b)
Keanekaragaman (H’) =
S
−∑ i =1
ni ni ln N N
dengan H’ (Indeks keanekaragaman), i (Jumlah jenis), ni (Jumlah
individu
dalam spesies ke-i), dan N (Jumlah seluruh individu), S (jumlah jenis yang muncul) Selanjutnya keanekaragaman (H’) menurut Shannon dan Wiener (1963), diacu dalam Dirjen P3K, DKP (2002) dari ikan karang di lokasi penelitian dikategorikan sebagai berikut :
(c)
(1)
H’ < 3.32
: Rendah
(2)
3.32 < H’ < 9.97 : Sedang
(3)
H’ > 9.97
: Tinggi
Dominansi : Untuk menghitung dominansi jenis digunakan indeks Simpson yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : n
D =
∑ pi 2 = i =1
n
∑ (ni / N ) 2 1
dengan D = Indeks Dominansi, P = ni/N, ni = jumlah individu
spesies ke-
i, N= jumlah total individu semua spesiesi = 1,2,3,…,s Nilai D berkisar antara 0 sampai 1 (Odum, 1971), artinya : Jika nilai D mendekati 0, berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi. Jika nilai D mendekati 1, berati ada salah satu genera yang mendominasi
3.4.2. Kesesuaian Lingkungan Perairan untuk Budidaya dengan Sistem Sea Ranching Analisis Spasial Data kondisi biofisik perairan Gili Indah, sosial dijadikan acuan dalam menentukan kriteria kesesuaian lingkungan perairan. Penentuan lokasi perairan
yang layak bagi ikan karang dengan sistem sea ranching dilakukan dengan bantuan
perangkat sistem Informasi Geografis (SIG). Perangkat lunak yang
dijadikan adalah software ArcView GIS versi 3.3.
Tahapan analisis dengan SIG Seleksi lokasi untuk kegiatan budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching dengan menggunakan teknologi SIG melalui beberapa tahapan penting antara lain : Pengumpulan dan penyiapan data Tahapan awal dalam melakukan analisis SIG adalah menyiapkan peta dasar yang menjadi acuan pemasukan data spasial maupun data atribut. Peta dasar yang digunakan adalah peta Lingkungan Pantai Indonsia (skala 1: 50.000), yang diperoleh dari bakosurtanal. Selain itu citra satelit Landsat 5 ETM tahun 2004 dari LAPAN dijadikan sebagai bahan untuk memutakhirkan peta dasar sehingga diperoleh kondisi terkini. Penggunaan lahan administrasi diperoleh dari Bappeda Kabupaten Lombok Barat dalam bentuk peta analog. Setelah peta dasar dan peta lainnya yang dibutuhkan tersedia, selanjutnya dilakukan scanning untuk mengkonversi peta analog tersebut menjadi peta digital. Data deskripsi yang berhubungan dengan data spasial bersumber dari laporan, statistik maupun hasil pengukuran langsung dari lapangan.
Penyusunan Basis data (data base) Setelah data dikumpulkan maka dilakukan penyusunan basis data yang merupakan tahapan kedua dalam pengaplikasian Sistem Informasi Geogarfis (SIG). Penyusunan basis data sangat tergantung pada maksud dan tujuan dari penggunaan SIG.
Basis data SIG berisi kumpulan data yang berasal dari
berbagai sumber dan jenis data, baik berupa data spasial maupun data atribut. Citra satelit diolah untuk mengahasilkan data digital yang dilakukan dalam beberapa tahapan yakni: proses pemulihan citra (koreksi geometrik), penajaman citra, dan klasifikasi citra untuk mengelompokkan objek yang sama ke dalam kelas tertentu dengan bantuan software ER Mapper versi 6.0. Penyusunan matriks kesesuaian lingkungan perairan ini didasarkan pada parameter kesesuaian lingkungan perairan untuk sea ranching. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi dalam 3 kelas yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Kelas S1; Sangat Sesuai (higly suitable), yaitu perairan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lingkungan perairan tersebut, serta tidak akan menambah masukan (input) dari biasa yang dilakukan dalam pengusahaan lingkungan perairan tersebut. 2. Kelas S2; Sesuai (suitable), yaitu perairan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut mengurangi produkvitas perairan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan (input) untuk mengusahakan lingkungan perairan. 3. Kelas (N) ; Tidak Sesuai (not suitable), yaitu perairan yang mempunyai pembatas yang sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari. Analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan metode Weight Sum Model (WSM) yaitu data kualitas air yang diperoleh dibandingkan dengan nilai kritea yang sesuai dengan kecocokan budidaya dengan sistem sea ranching kemudian dikalikan dengan skor dimana: ¾ Skor 1 jika parameter yang teramati tidak sama dengan kriteria/nilai yang diinginkan atau diperbolehkan. ¾ Skor 2 jika parameter yang teramati sama dengan dengan kriteria/nilai yang diperbolehkan. ¾ Skor 3 jika parameter yang teramati sama dengan dengan kriteria/nilai yang diinginkan. Pembobotan diberikan berdasarkan nilai penting atau pengaruh suatu parameter terhadap pembudidayaan dengan sistem sea ranching yaitu: ¾ Bobot 1, jika parameter tidak mempunyai pengaruh bagi pembudidayaan ikan karang dengan sistem sea ranching. ¾ Bobot 2, jika parameter mempunyai pengaruh sedikit dan tidak terlalu penting bagi pembudidayaan ikan karang dengan sistem sea ranching. ¾ Bobot 3, jika parameter mempunyai pengaruh dan keterbatasan yang besar bagi pembudidayaan ikan karang dengan sistem sea ranching. Kriteria ini disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan dengan kegiatan budidaya perikanan. Adapun kriteria yang digunakan dalam penyusunan matriks kesesuaian sebagai acuan dalam penentuan lokasi sea ranching terdapat dalam Tabel 4.
Tabel 4 Matriks kesesuaian lingkungan perairan untuk sea ranching No Parameter
Kriteria
Skor
Bobot
1 Keterlindungan
Sangat terlindung Terlindung Tidak terlindung
3 2 1
3
2 Penutupan karang Bagus (50% - 74,9%) Sedang (25% - 49,9%) Buruk (0,0% - 24,9%)
3 2 1
3
2 Kedalaman Perairan (m)
1– 30 1 - 3 atau 31- 40 <0,5 atau > 40
3 2 1
3
3 Arus (cm/det)
21-30 11-21 atau 30 - 45 <11 atau >45
3 2 1
3
4 Salinitas (ppt)
29 – 31 25 -<29 atau >31 - 35 <25 atau >35
3 2 1
2
5 Suhu (0C)
28-30 25-<28 atau >30-33 <25 atau <33
3 2 1
1
6 Subrat dasar laut
Karang berpasir Pasir berkarang mati Pasir berlumpur
3 2 1
3
7 Kecerahan (%)
80-100 <80 – 60 <60
3 2 1
2
8 DO (ppm)
>7 5-7 <3 <0,1 1,0 - 0.9 >0,9
3 2 1 3 2 1
1
10 Nitrat (ppm)
<0,1 1,0 – 0,9 >0,9
3 2 1
2
11 pH perairan
7–8 6–9 <6 & > 9
3 2 1
1
9 Ortofospat (ppm)
2
Modifikasi dari Direktorat Bina Program Perikanan (2001); Effendi, 2003
Analisis dengan menggunakan teknik overlay (tumpang susun) Pada tahapan ini digunakan model spasial dengan bantuan tool model builder. Adanya tool ini membantu untuk menganalisis model spasial yang dibagun
dengan
dengan
basis
grid.
Model
spasil
yang
dibagun
ini
dipresentasikan sebagai suatu diagram yang berbentuk flow chart (Gambar 5). Penggunaan model ini dapat membantu menilai area-area geografis sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditentukan. Data parameter biofisik perairan yang diperoleh dalam bentuk titik, dilakukan interpolasi ke dalam bentuk grid yang kemudian hasilnya disusun dalam bentuk peta tematik.. Proses tumpang susun dilakukan terhadap parameter kesesuaian budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching. Parameter
yang dipakai untuk
referensi pembuatan tumpang susun berdasarkan parameter-parameter pada Tabel 4. Tidak semua parameter dipakai dalam teknik tumpang susun, hanya beberapa parameter kunci dengan tingkat fluktuasi harian yang tinggi yang dapat dijadikan
dasar
pengerjaan
tumpang
susun.
Parameter-parameter
yang
dimaksud meliputi parameter : keterlindungan, kedalaman, arus, salinitas, oksigen terlarut. kecerahan, ortofosfat, nitrat, seperti yang terlihat dalam Gambar 5. keterlindungan kedalaman Penutupan karang arus Oksigen terlarut
Peta Kesesuaian Sea Ranching
salinitas
Ortopospat Nitrat Gambar 5 Proses overlay penentuan lingkungan perairan yang sesuai untuk budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching.
Selanjutnya dilakukan pengelompokkan kesesuaian lingkungan perairan yang terbagi ke dalam kelas Sangat Sesuai dan Sesuai dan Tidak Sesuai dengan menggunakan rumus :
⎛ S max − S min ⎞ ⎟ 2 ⎝ ⎠
S1 = ⎜
Keterangan : S1
= Selang nilai kesesuaian lingkungan perairan
Smax = Indeks tumpang susun tertinggi Smin
= Indeks tumpang susun terendah Indeks tumpang susun dihitung berdasarkan Index Overlay Model, dimana
setiap layar memiliki bobot dan skor. Nilai skor diperoleh berdasarkan kepentingan suatu kelas pada coverage yang sama terhadap kelas yang lain. Nilai bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan dari masing-masing coverage terhadap coverage yang lain, model matematisnya adalah : n
∑ SiWi S=
i
n
∑Wi i
Keterangan : S
: Indeks terbobot pada area terpilih
Si
: Skor pada kelas ke-i dari peta ke-i
Wi
: Bobot pada input peta ke-i
n
: Jumlah peta tematik (parameter) Indeks tumpang susun menggambarkan tingkat kesesuaian lingkungan
perairan yang terbentuk. Nilai tumpang susun yang dihasilkan berada pada selang atau kisaran 1 sampai 3. Pada analisis site suitability kesesuaian perairanyang terbentuk diarahkan ke dalam lahan yang tingkat kesesuaian lingkungan
tergolong ke dalam kelas Sangat Sesuai dan Sesuai dengan
menghilangkan parameter-parameter ke dalam kelas lingkungan tidak sesuai pada hasil tumpang susun. Selang nilai untuk penentuan kelas kesesuaian lingkungan untuk sea ranching adalah : Sangat Sesuai (S1)
: 2,81 – 3,00
Sesuai (S2)
: 2,61 – 2.80
Tidak sesuai (N) : 1,00 – 2,60
3.4.3
Pemilihan Komoditas Ikan Karang yang Paling Sesuai Pemilihan jenis ikan ini juga didasarkan dari data dan informasi yang
diperoleh dari lapangan dan para pembuat kebijakan serta ahli yang memiliki pengetahuaan tentang perikanan karang. Alternatif komoditas ikan yang akan dibudidayakan dilakukan dengan penentuan ranking dan scoring kemudian dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pengolahan data berbasis komputer menggunakan software Expert Choice 2000. Penggunaan
Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam pemilihan
komoditas ikan karang karena aspek dan kriteria yang menjadi pertimbangan cukup banyak, kompleks dan tidak terstruktur. Pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP dimungkinkan dengan
menyederhanakan semua aspeks
kriteria yang tidak terstruktur tersebut, ditata ke dalam bagian komponen suatu susunan hierarki, selanjutnya
diberikan pertimbangan secara numerik oleh
responden. Langkah-langkah dalan analisis data dengan AHP adalah: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali
dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat
matriks
perbandingan
berpasangan
yang
menggambarkan
pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgment dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi 1 – 9 berdasarkan Skala Saaty. 4. Melakukan
perbandingan
berpasangan.
Kegiatan
ini
dilakukan
oleh
stakeholder yang berkompeten berdasarkan hasil analisis stakeholder. 5. Menghitung akar ciri, vektor ciri, dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi. Indeks Konsistensi (CI) menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil.
Penyusunan hirarki komoditas budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching secara sederhana disajikan dalam Gambar 6.
Goal/tujuan Pemilihan komoditas ikan karang dengan sistem sea ranching kriteria Kesesuaian perairan
Ketersedia an benih
Teknologi sea ranching
Kondisi pasar
alternatif
Kerapu
Kakap
Lobster
Teripang
Gambar 6 Hirarki pemilihan komoditas ikan karang dengan sistem sea ranching.
3.4.4 Strategi Pengembangan Budidaya Ikan Karang dengan Sistem Sea Ranching dalam Mendukung Wisata Bahari dengan Analisis SWOT Strategi pengembangan sumberdaya perikanan karang dilakukan dengan metode SWOT. Penentuan faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan faktor eksternal (peluang- ancaman) dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuisioner.
Secara umum metoda tersebut berdasarkan keterlibatan langsung
dari pendapat atau aspirasi dari masyarakat setempat beserta stakeholders lain yang lebih berkompeten (para ahli). Penentuan arahan strategi pengembangan budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching selanjutnya dikembalikan lagi kepada masyarakat dengan mempertimbangkan pendapat dari para ahli. Program yang dijalankan sedapat mungkin digali dari aspirasi masyarakat setempat sebagai pengguna. Berdasarkan Rangkuti (2004) tahapan analisa SWOT dalam penyusunan perencanaan strategi suatu pengelolaan terdiri dari tiga tahapan, yaitu: (1) Tahap pengumpulan data : terdiri dari data internal meliputi kekuatan
dan kelemahan yang dibuat dalam bentuk matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary), serta data eksternal berupa peluang dan ancaman yang dibuat dalam matriks EFAS (External Factor Analysis Summary). (2) Tahapan analisis : berupa menganalisis IFAS dan EFAS dengan
memberi bobot nilai dengan selang skala 0 – 1, dengan ketentuan nilai
1 jika faktor tersebut sangat penting sampai nilai 0 jika faktor tersebut tidak penting. Selanjutnya memberi rating nilai dengan selang skala 0 4, dimana penilaian tersebut berdasarkan kondisi kenyataan yang terjadi di TWAL Gili Indah terhadap faktor yang telah ditentukan. Semakin mendekati kenyataan terhadap faktor SWOT nilainya semakin besar untuk kekuatan dan peluang, dan semakin kecil untuk faktor kelemahan dan ancaman. (3) Setelah pemberian nilai pada bobot dan rating, selanjutnya ditentukan
nilai skore dengan mengkalikan antara bobot dengan rating. Hasil dari total skore menunjukkan informasi sebagai berikut: Untuk matrik IFAS: a. Total skore 1
: Situasi internal masyarakat Gili Indah dalam pengelolaan perikanan sangat buruk
b. Total skore 4
: Situasi internal masyarakat Gili Indah dalam pengelolaan perikanan sangat baik
c.
Total skore 2 – 3 : Situasi internal masyarakat Gili Indah dalam pengelolaan perikanan pada tingkat rata-rata
Untuk matrik EFAS : a. Total skore 1
: Masyarakat tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman
b. Total skore 4
: Masyarakat telah sangat baik sekali memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman
c. Total skore 2 – 3
: Masyarakat mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata
Selengkapnya mastriks IFAS dan EFAS adalah seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Mastriks IFAS dan EFAS Faktor Internal / Eksternal Kekuatan / kelemahan Peluang / ancaman Total
Bobot Rating
Skore
(4) Tahapan selanjutnya adalah pengambilan keputusan untuk perumusan
strategi dengan menggunakan matrik SWOT dari data analisis IFAS dan EFAS. Matrik tersebut menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi sebagai berikut : (a) Strategi SO (kekuatan-peluang), yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesarbesarnya (b) Strategi ST (kekuatan-ancaman), yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (c) Strategi WO (kelemahan-peluang), yaitu memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada (d) Strategi WT (kelemahan-ancaman), yaitu berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Selengkapnya matrik SWOT dapat dilihat pada contoh Tabel 6.
Tabel 6 Matrik SWOT IFAS EFAS
Kekuatan
Kelemahan
”S” (strengths)
”W” (weakness)
Strategi SO :
Strategi WO :
Peluang
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
”O”
menggunakan kekuatan
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
untuk memanfaatkan
peluang
peluang
(opportunies)
Strategi ST : Ancaman ”T” (treaths)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT : ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman