14
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat Sunda, Banten. Data yang diambil ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan mulai bulan Maret 2011 hingga September 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh setiap 1 bulan sekali. Pengumpulan data sekunder dilakukan dari bulan Juni 2011 hingga September 2011 di PPI Labuan serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten. Gambar 4 menunjukkan lokasi penelitian dan daerah hasil tangkapan dari ikan yang didaratkan.
Lokasi penelitian
Sumber: Peta Hidro Oceanografi 2004
Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kuniran (Upeneus moluccensis). Alat yang digunakan antara lain penggaris dengan tingkat ketelitian 1 mm, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0.0001 gr, cool box, alat bedah, alat tulis, dan alat dokumentasi (camera digital).
15 3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengambilan contoh secara acak. Metode pengambilan contoh ikan kuniran yang dipakai yaitu dengan menggunakan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB) dari tumpukantumpukan ikan yang ada di TPI 1. Lapisannya terdiri dari ikan kecil, ikan sedang, dan ikan besar. Pada masing-masing tumpukan ikan tersebut dipilih secara acak ikan kuniran yang akan diamati dan banyaknya ikan contoh yang diambil didapat dari banyaknya ikan kuniran yang ditangkap oleh nelayan. Ikan contoh yang diambil berjumlah 50-120 ekor dari keseluruhan lapisan tersebut. Ikan contoh yang telah terambil diidentifikasi melalui pengamatan morfologi ikan. Ikan contoh yang telah diambil dimasukkan ke dalam cool box untuk dianalisis berupa pengambilan data ukuran panjang ikan, bobot basah ikan, dan identifikasi jenis kelamin yang dianalisis di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB yang berguna untuk mengetahui pola pertumbuhan populasi ikan kuniran, dan sebaran kelompok umur. Data panjang ikan diperoleh dari pengukuran panjang total tubuh ikan yang dimulai dari mulut terdepan ikan hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian sebesar 1 mm. Bobot ikan diperoleh dari penimbangan bobot basah total tubuh ikan yang meliputi bobot tubuh ikan serta air yang terkandung didalamnya dengan menggunakan timbangan dengan tingkat ketelitian sebesar 0.0001 gr. Sedangkan untuk mengetahui jenis kelamin ikan kuniran contoh dapat diketahui dengan cara membedah ikan kuniran untuk melihat gonad dan kemudian gonad tersebut diidentifikasi agar dapat digolongkan jenis kelaminnya.
3.3.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data yang dilakukan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan penelitian yaitu dari bulan Juni 2011 hingga bulan September 2011. Data yang diperoleh berasal dari arsip PPI Labuan dan DKP Provinsi Banten. Data sekunder diperoleh dengan cara observasi langsung di lapang serta melakukan wawancara baik kepada nelayan sekitar maupun kepada pengelola
16 PPI Labuan. Informasi yang diperoleh yaitu data hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Labuan, data unit operasi penangkapan ikan kuniran berupa kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, dan biaya operasi penangkapan serta pendapatan dari penangkapan tersebut.
3.4 Analisis data 3.4.1 Identifikasi Spesies Identifikasi terhadap ikan kuniran contoh pada penelitian ini diidentifikasi spesiesnya menggunakan buku identifikasi yang digunakan di Laboratorium Biologi Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi ikan kuniran contoh dilakukan dengan cara mengamati morfologi tubuh ikan dari ujung kepala hingga ekor ikan meliputi bentuk mulut, sungut, jari-jari sirip (dorsal, ventral, pektoral, dan anal), corak atau warna, dan lain sebagainya. Jenis atau spesies ikan kuniran contoh yang didaratkan di PPI Labuan, Banten yaitu Upeneus moluccensis. Sedangkan ikan kuniran jenis lain adalah Upeneus sulphureus. 3.4.2 Sebaran Frekuensi Panjang Sebaran frekuensi panjang dapat dianalisis menggunakan data panjang ikan kuniran contoh yang diambil dari PPI Labuan, Banten. Analisis mengenai data frekuensi panjang ikan dapat dijelaskan dalam langkah-langkah berikut: 1. Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan 2. Menentukan lebar selang kelas 3. Menentukan frekuensi tiap kelas dengan memilah data panjang masingmasing ikan contoh ke dalam selang kelas yang telah ditentukan Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama akan diplotkan ke dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebaran kelas panjang setiap pengambilan contoh. Grafik menggambarkan jumlah kelompok umur (cohort) dari ikan contoh. Jika terdapat beberapa modus dari suatu sebaran frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kelompok umur.
17 3.4.3 Identifikasi Kelompok Ukuran Analisis frekuensi panjang ikan kuniran digunakan untuk menduga kelompok ukuran ikan kuniran. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat di dalam soft ware FISAT II. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal. Masing-masing dicirikan dengan nilai rataan panjang dan simpangan baku. Selain adanya nilai rataan dan simpangan baku pada metode NORMSEP, ada juga nilai indeks separasi. Menurut Hasseblad (1996), Mc New dan Summerfelt (1978), serta Clark (1981) in Sparre dan Venema (1999) indeks separasi merupakan suatu nilai yang relevan dari suatu studi untuk memisahkan dua kelompok yang berdekatan. Bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan diantara dua kelompok ukuran, karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, 3...., N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j,
j
adalah
simpangan baku panjang kelompok umur ke-j, dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, 3,........., G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga (µj,
j,
pj ) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum
likelihood function) dengan persamaan sebagai berikut:
∑
∑
Dengan ketentuan qij =
√
(
2
yang merupakan fungsi kepekatan
peluang sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku
j.
xi merupakan
titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj,
j,
pj sehingga diperoleh
dugaan yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. 3.4.4 Pendugaan L∞, K, dan t0 Koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) dapat diduga dengan menggunakan beberapa metode. Salah satunya yaitu dengan menggunakan metode
18 Ford-Walford. Sedangkan untuk menduga nilai umur awal ikan (t0) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan Pauly. Model pertumbuhan Von Bertalanffy merupakan model yang menganalisis parameter pertumbuhan (Sparre dan Venema 1999). Adapun persamaannya yaitu: )
(2)
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum ikan secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), sedangkan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, maka persamaannya menjadi sebagai berikut: Lt
= L∞ (1-e-K(t- t0))
Lt
= L∞ - L∞ e-K(t- t0)
L∞ - Lt = L∞ e-K(t- t0)
(3)
(4)
Setelah Lt+1 disubtitusikan ke dalam persamaan (3) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (3) seperti berikut: L∞ - Lt+1
= L∞ (e-K(t+1- t0) ) = L∞ e-K(t- t0+1) = L∞ e-K(t- t0) e-K
(5)
Jika persamaan (4) didistribusikan ke dalam persamaan (5) maka diperoleh persamaan : L∞ - Lt+1
= (L∞ - Lt) (e-K)
- Lt+1
= -L∞ +( L∞ e-K - Lt e-K )
L t+1
= L∞ - L∞ e-K + Lt e-K = L∞ (1-e-K) + Lt e-K
(6)
Persamaan (6) merupakan bentuk persamaan linier yang merupakan L(t+1) sebagai peubah tak bebas (y) dan Lt sebagai peubah bebas (x) sehingga memiliki
19 kemiringan atau slope berupa (b) =
dan intersep (a) =
. Lt
merupakan panjang ikan pada saat (t) dan L(t+1) merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999). Umur secara teoritis ikan pada saat panjang ikan sama dengan nol (t0) dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999) sebagai berikut: Log (-t0) = 0.3922 – 0.2752 (Log L∞) – 1.038 (Log K)
(7)
3.4.5 Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Bobot ikan dapat dijelaskan berdasarkan panjang ikan yang umumnya dapat mengikuti hukum kubik, yang dalam persamaan dapat dilambangkan sebagai (Effendie 1979) : (8) dengan W adalah bobot (gr), L adalah panjang (mm), a adalah konstanta, sedangkan b adalah dugaan pola pertumbuhan hubungan panjang bobot (isometrik, allometrik positif, dan allometrik negatif). Untuk menduga a dan b, persamaan (8) perlu dilinierkan menjadi: (9) Sehingga parameter a dan b dapat dihitung dengan analisis regresi linear sederhana, Ln W sebagai peubah tidak bebas (y) dan Ln L sebagai peubah bebas (x) yang dilambangkan sebagai: (10) Untuk mendapatkan nilai b0 dan b1 pada persamaan (10) yaitu:
20
b1 =
(11)
Sedangkan untuk mencari b0 yaitu: ̅ – b1 ̅
(12)
Konstanta b diduga dengan b1 dan konstanta a diduga dengan b0 . Pengujian nilai b1 sebagai pertumbuhan isometrik (b1=3) atau allometrik (b1≠3) dilakukan melalui uji – t (uji parsial) dengan hipotesis: H0: b1=3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik H1: b1≠3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik Sedangkan hubungan allometrik ada dua macam, yaitu allometrik positif (b1>3) yang berarti pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya dan allometrik negatif (b1<3) yang berarti pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobotnya. Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai berikut: t hitung =
(13)
Sb1 adalah simpangan baku dugaan b1 yang dihitung dengan: Sb1 =
(14)
Selanjutnya nilai thitung akan dibandingkan dengan nilai ttabel dengan menggunakan selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah tolak H0 jika thitung > ttabel atau terima H0 jika thitung < ttabel. Jika H0 diterima berarti ikan bersifat isometrik (Walpole 1993). Faktor kondisi (K) juga digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
21
(15) K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), dan L adalah panjang total ikan contoh (mm). Menurut Effendie (1997), nilai K yang berkisar antara 2-4 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk agak pipih. Sedangkan nilai K yang berkisar antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih. 3.4.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas total (Z) dapat diduga dari kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke data komposisi panjang yang dilinierkan yang dapat dijelaskan dalam langkah-langkah berikut (Sparre dan Venema 1999): Langkah 1: Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bertalanffy. t(L) = t0 -
(16)
Langkah 2: Menghitung waktu rata-rata yang diperlukan oleh ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2 (
. (17)
Langkah 3: Menghitung (t +
yang diasumsikan sama dengan (t(L1) +
sama
dengan: = t0 - Ln (
(18)
Langkah 4: Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan yang dikonversikan. Ln
=C–Z*t
(19)
22 Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z. Untuk laju mortalitas alami (M) dapat diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut: Ln M = - 0.0152 – (0.279 * Ln L∞) + (0.6543 * Ln K) + (0.463 * Ln T) (20) M = 0.8*
–
(21)
L∞ adalah panjang asimtotik (mm), K adalah koefisien pertumbuhan dari persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C). Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan: F=Z–M
(22)
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) dengan mortalitas total (Z) Pauly (1982): E=
(23)
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1982): F optimum = M sehingga E optimum = 0.5
(24)
3.4.7 Model Produksi Surplus Pendugaan potensi ikan kuniran dapat diduga dengan model produksi surplus yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model ini dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Model ini dapat diterapkan apabila diketahui dengan baik hasil tangkapan per unit upaya tangkap (CPUE) atau berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre dan Venema 1999). Menurut Boer dan Aziz (1995) tingkat upaya penangkapan optimun (fMSY) dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat diketahui melalui persamaan:
23
(25) atau Ct = aft – b ft2
(26)
Hubungan linear ini yang digunakan secara luas untuk menghitung dugaan MSY melalui penentuan turunan pertama dari: = a – 2bft = 0
(27)
sehingga diperoleh dugaan fMSY: fMSY =
(28)
sedangkan untuk mencari MSY adalah:
MSY =
(29)
Karena tidak semua populasi ikan mengikuti model linear seperti model Schaefer, maka Garrod (1969) dan Fox (1970) in Boer dan Aziz (1995) mengajukan model alternatif yaitu model Fox yang menghasilkan hubungan hasil tangkapan per satuan upaya (C/f) dengan upaya penangkapan (f) yang berbeda, yaitu: Ln
(30)
sehingga (31)
fMSY dapat dihitung pada saat
=
- ft
= 0 sehingga:
b=0
(32)
24
sehingga diperoleh dugaan fMSY: fMSY =
(33)
dan MSY adalah: MSY =
(34)
Dari kedua model tersebut akan dibandingkan nilai koefisien determinasi 2
(R ) dan nilai koefisien korelasi (r). Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi dan determinasi yang paling tinggi. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip kehati-hatian (FAO 1995 in Syamsiyah 2010), sehingga: PL = 90% x MSY
(35)
Sehingga dapat ditentukan: TAC = 80% x PL
(36)
PL adalah Potensi Lestari, MSY adalah jumlah tangkapan maksimum lestari, dan TAC adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan.