3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Di Desa Dabong Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 3). Adapun waktu penelitian selama 4 bulan, yaitu pada Bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2011
Gambar 3 Lokasi Penelitian. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, data primer adalah data yang diambil langsung pada saat penelitian, melalui observasi, kuisioner, dan wawancara langsung di lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) dan Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Kabupaten Kubu Raya, serta referensi yang menunjang dalam penelitian ini. Adapun jenis data primer dan sekunder serta sumber data yang akan diambil pada penelitian ini adalah seperti pada tabel 2 dibawah ini:
32
Tabel 2 Jenis data primer dan sekunder serta sumber data No
Jenis Data
A. 1.
Data Primer Biofisik kawasan tambak a. Jumlah Kolam b. Luas c. Kontruksi d. Parameter Kualitas Air e. Spesies yang dikembangkan f. Spesies alami g. Teknologi Budidaya h. Kelembagaan Petambak Kondisi ekonomi a. Sarana Produksi b. Hasil Produksi c. Ongkos Produksi d. Penerimaan e. Pemasaran Sosial masyarakat petambak a. Pengetahuan b. Motivasi c. Perbaikan yang diharapkan. Dukungan Stakehoders a. Pemerintah Desa b. Pemerintah Kecamatan c. Dinas Perikanan dan Kelautan d. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Data Sekunder Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Administrasi Wilayah a. Batas wilayah b. Tata ruang Sosial Ekonomi Penduduk Biofisik Mangrove a. Luas kawasan b. Jenis vegetasi c. Kerapatan d. Kelembagaan Mangrove Hidro-Oceanografi a. Pasang surut b. Gelombang c. Arus d. Sedimentasi e. Batimetri. Produksi Perikanan. Kondisi Usaha Budidaya Perikanan. Kondisi Umum Tambak Desa Dabong.
2.
3.
4.
B. 1. 2.
3. 4.
5.
6. 7. 8.
Metode
Sumber Data
Kuisioner, wawancara, dan observasi lapangan.
Petambak & Lokasi Penelitian
Kuisioner, wawancara, dan observasi lapangan.
Petambak & Lokasi Penelitian
Kuisioner, wawancara, dan observasi lapangan.
Petambak & Lokasi Penelitian
Kuisioner dan Wawancara
Intansi Terkait
Studi Literatur
Intansi Terkait Penelitian Sebelumya.
&
33
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Data Bioteknik Kawasan Tambak Penarikan contoh (sampel) untuk kondisi bioteknik kawasan tambak dilakukan dengan purpossive sampling methode, yaitu metode penarikan contoh secara tidak acak melainkan berdasarkan pertimbangan jenis dan pemanfaatan sesuai tujuan dan kondisi di lapangan, serta dianggap representative. Data ini sangat berguna untuk penyusunan sistem silvofishery yang akan diterapkan, wawancara dilakukan terhadap petambak, penangkap ikan dan pengepul. Data yang diambil meliputi desain dan kontruksi tambak, teknologi budidaya, hasil tangkapan pada kawasan mangrove, dan kondisi kualitas air. Desain dan Kontruksi tambak, dilakukan pengukuran dan gambar teknik terhadap desain dan kontruksi kolam yang ada saat ini. Data yang diambil meliputi: a) Bentuk kolam b) Ukuran panjang, lebar dan kedalaman c) Kontruksi tanggul d) Kontruksi pintu inlet dan outlet e) Kontruksi pintu panen Pengambilan data mengenai teknologi budidaya yang dilaksanakan dilokasi adalah mengenai jenis komoditas yang dikembangkan dan tahapan budidaya yang dilakukan. Data kualitas air, pengambilan sampel dilakukan pada beberapa lokasi tambak sebagai ulangan. Aktivitas pengamatan disesuaikan dengan proses pergantian air tambak yaitu pada saat pemasukan (air pasang) dan saat pengeluaran (air surut). Adapun data parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Parameter kualitas air yang diukur No Paremeter Satuan Alat dan Bahan Uji 1 2 3 4 5 6 7
Kecerahan Suhu Salinitas pH DO Bahan Organik Total Padatan
Meter C o /oo mg/l mg/l mg/l o
Secchi disc Termometer Refractometer pH Meter DO Meter -
In situ In situ In situ In situ In situ Lab Lab
34
3.3.2 Pengumpulan Data Sosial Ekonomi Pengumpulan data sosial ekonomi pada penelitian ini menggunakan metode wawancara, diskusi dan kuisioner. Wawancara dan diskusi dilakukan terhadap petambak, masyarakat, pengelola kawasan lindung (Dishutbun KKR) dan instansi yang terkait (Diskanlut KKR dan aparat Desa Dabong). Wawancara dan kuisioner dilakukan terhadap petambak, dilanjutkan dengan wawancara yang lebih mendalam terhadap tokoh-tokoh setempat. Kuisioner diberikan kepada 40 orang petambak yang melaksanakan usaha perikanan budidaya pada tambak, sehingga diharapkan mampu memberikan gambaran secara terperinci mengenai kondisi kegiatan usaha yang mereka laksanakan. Wawancara dengan pihak pemerintah akan dipilih berdasarkan posisi dan keterlibatan mereka dalam pengelolaan kawasan lindung. Penentuan responden untuk data sosial ekonomi menggunakan teknik purpossive sampling method.
3.3.3 Pengumpulan Berbagai Data Penunjang Pengumpulan berbagai data penunjang pada penelitian ini menggunakan metode penelusuran berbagai pustaka/ referensi dan dokumen melalui kajian: Peraturan pemerintah, laporan intansi terkait, dokumen dan peta kawasan lindung serta penelitian-penelitian sebelumnya. Data penunjang yang dikumpulkan meliputi data kondisi fisik wilayah, kebijakan dan program pemerintah serta berbagai data untuk melengkapi data ekosistem mangrove dan tambak, sosial ekonomi dan kelembagaan. Pengumpulan data penunjang dilakukan dengan penelusuran berbagai pustaka/dokumen dari instansi terkait seperti : Bappeda kabupaten Kubu Raya, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Desa Dabong, Kantor Kecamatan Kubu dan lain-lain.
3.4 Analisis Data Kegiatan analisis data bioteknik dan ekonomi difokuskan pada kawasan ekosistem mangrove yang telah di konversi menjadi tambak, dan analisis sosialkelembagaan difokuskan pada pengelola kawasan dan stakeholders lainnya
35
termasuk petambak. Analisis data dilakukan dalam 4 (empat) tahap berurutan, yaitu: 1) Analisis
bioteknik
kawasan,
dengan
melakukakan
kajian
penerapan
silvofishery berdasarkan kondisi existing tambak dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis bioteknik dilakukan dengan menganalisis data bioteknik kawasan pada kegiatan tambak tradisional yang dilaksanakan saat ini. Selanjutnya membuat rencana teknis penerapan model silvofishery yang meliputi desain kontruksi dan membuat prosedur teknologi budidaya yang tepat. 2) Analisis sosial, dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi dan persepsi stakeholders khususnya petambak terhadap penerapan sistem silvofishery, dinyatakan dalam satuan persentase. Sedangkan persepsi pengelola kawasan dan institusi terkait dilakukan dengan wawancara secara mendalam dengan pihak yang berkopeten. 3) Analisis
kelembagaan,
dilakukan
dengan
mengidentifikasi
kondisi
kelembagaan saat ini meliputi seluruh stakeholders yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Analisis kelembagaan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan lindung mangrove untuk penerapan sistem silvofishery, 4) Analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan studi kelayakan finansial dan ekonomi jika tambak tersebut diterapkan sistem silvofishery berdasarkan perbandingan (rasio) antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh dengan biaya-biaya (costs) yang harus dikeluarkan agar usaha tersebut dapat berlangsung.
Adapun penjelasan tahap masing-masing analisis data tersebut, adalah sebagai berikut:
3.4.1 Analisis Kondisi Bioteknik Analisis bioteknik dilakukan dengan menganalisis data bioteknik kawasan pada kegiatan tambak tradisional yang dilaksanakan saat ini, dengan mengacu
36
kepada: Pedoman yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan standar tahapan kegiatan budidaya pada tambak, teknologi silvofishery dan kualitas perairan. Selanjutnya membuat rencana teknis penerapan silvofishery yang meliputi: Penyusunan layout kawasan, menyusun desain kontruksi dan membuat prosedur teknologi budidaya yang tepat. Standar tahapan kegiatan budidaya yang diamati, secara jelas dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. 1. Pemilihan lokasi tambak
2. Kontruksi tambak/Desain
3. Persiapan tambak
4. Pemasukan air ke tambak LAHAN TAMBAK BARU & LAMA
5. Pembentukan warna air 6. Seleksi benur
7. Penebaran benur
8. Pemeliharaan ;
a. kualitas air b. Pakan c. kondisi udang
9. Panen 10. Evaluasi
Gambar 4 Tahapan kegiatan usaha pembesaran udang di tambak. Penelitian terhadap optimasi produksi dengan tetap mengintegrasikan antara mangrove dan budidaya perikanan harus menjadi prioritas. Penelitian yang dilaksanakan harus mengarah pada peningkatan produksi dari berbagai model silvofishery. Hal penting lainnya adalah kegiatan reforestasi pada lahan-lahan yang telah menjadi milik pribadi. Optimalisasi yang dimaksud adalah penggunaan
37
input produksi dan strategi penebaran jenis spesies yang berbeda dalam sistem produksi polikultur (Macintosh et al, 2002).
3.4.2 Analisis Persepsi Petambak Analisis
persepsi
masyarakat terhadap
yang
digunakan
untuk
mengetahui
pandangan
pengelolaan ekosistem mangrove Di Desa Dabong
dilakukan dengan mengajukan wawancara dan kuisioner kepada 40 petambak, sedangkan terhadap stakeholders lainnya dilakukan dengan teknik wawancara secara mendalam. Sehingga dapat mengetahui kondisi, pengetahuan, motivasi dan penerimaan sosial petambak serta dukungan stakeholders dalam menentukan tahap-tahap penerapan silvovofishery. Dalam strategi penerapan silvofishery bagian yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengelolaan kawasan tersebut adalah petambak, pengelola kawasan dan institusi terkait. Institusi tersebut sangat berkepentingan dengan kondisi dan potensi sumberdaya alam yang ada pada ekosistem mangrove. Sehingga kondisi dan aktivitas stakeholders tersebut di sekitar kawasan mangrove akan memberikan dampak pada ekosistem mangrove, atau dengan kata lain keberhasilan pengelolaan mangrove berbasis silvofishery sangat tergantung dari persepsi dan peran serta semua stakeholder. Persepsi petambak diukur dengan nilai kuantitatif beruapa persentase pandangan petambak terhadap pengelolaan ekosistem mangrove Di Desa Dabong, yaitu berkisar antara 0% sampai 100% yang menunjukan pandangan sangat buruk (0%) sampai dengan sangat baik (100%). Sedangkan persepsi pengelola kawasan dan institusi terkait dilakukan dengan wawancara secara mendalam dengan pihak yang berkopeten. Kondisi dan persepsi petambak terhadap silvofihsery Di Desa Dabong terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok pertanyaan, antara lain : 1) Kondisi kegiatan usaha tambak dan status hutan lindung (4 pertanyaan) 2) Motivasi usaha dan kesadaran lingkungan (7 pertanyaan) 3) Pengetahuan dan motivasi petambak terhadap penerapan silvofishery (5 pertanyaan). Hasil jawaban dari responden tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rating scale, yaitu jumlah total hasil wawancara di bagi dengan
38
jumlah skor kriterium (skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden) dan kemudian di kalikan dengan 100 untuk mendapatkan persentasinya. Kategori tingkat nilai (N) yang diberikan pada hasil wawancara pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Dabong adalah sebagai berikut: 80 < N ≤ 100%
= Sangat Baik, dengan nilai 5
60 < N ≤ 80%
= Baik, dengan nilai 4
40 < N ≤ 60%
= Sedang, dengan nilai 3
20 < N ≤ 40%
= Kurang Baik, dengan nilai 2
0 < N ≤ 20 %
= Tidak Baik, dengan nilai 1.
3.4.3 Analisis Finansial dan Ekonomi Dalam rangka untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya masyarakat dihadapkan pada kenyataan terbatasnya faktor sumber-sumber produksi seperti modal, keterampilan, dan sumberdaya alam, dimana faktor-faktor tersebut merupakan input untuk mencapai tujuan. Berdasarkan kenyataan ini, maka sebelum mengambil keputusan untuk melaksanakan suatu usaha atau kegiatan kita harus terlebih dahulu merencanakannya secara matang. Selanjutnya dari perencanaan kegiatan tersebut dilakukan perhitungan-perhitungan pendahuluan yang didasarkan pada perbandingan (rasio) antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh dengan biaya-biaya (costs) yang harus dikeluarkan agar usaha tersebut dapat berlangsung. Menurut Djamin (1993), suatu kegiatan yang menggunakan modal atau faktor-faktor produksi yang diharapkan akan memberikan manfaat setelah jangka waktu tertentu, dinamakan proyek. Agar tujuan yang diharapkan akan diberikan oleh proyek tersebut dapat tercapai, maka perencanaan atau perhitungan-perhitungan pendahuluan berdasarkan rasio biaya dan manfaat adalah penting. Dalam analisis ini yang dimaksud proyek kegiatan kegiatan usaha tambak udang vaname sistem silvofishery yang akan dilaksanakan Di Desa Dabong, analisis yang dilakukan menitikberatkan pada aspek finansial dan ekonomi dimana manfaat yang diperhitungkan adalah semua yang bernilai uang. Maka dalam perhitungan pendahuluan ini, bila kriteria “layak” pada analisis Net B/C atau analisis lainnya tidak terpenuhi, maka proyek akan dinyatakan dirolak.
39
Selanjutnya menurut Kadariah, et al. (1978), tujuan dari analisis proyek ialah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Kesalahan dalam memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang tersedianya langka. Karena itu perhitungan-perhitungan pendahuluan perlu dilakukan sebelum proyek dilaksanakan untuk menentukan apakah proyek tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan.
A. Kaidah Diskonto dalam Analisis Proyek Menurut Gittinger (2008), dalam analisis proyek yang dilakukan oleh bank dunia, baik biaya maupun manfaat didiskontokan sejak tahun pertama proyek. Sebaliknya beberapa badan internasional dan banyak perusahaan swasta hanya mulai mendiskonto biaya dan manfaat pada tahun kedua proyek, dengan kata lain bahwa tahun pertama dianggap (t0). Namun demikian bila penggunaan kedua cara tersebut diamati, maka hasilnya tidak akan menimbulkan penyimpangan atau kesalahan yang konsisten dalam analisis proyek yang dievaluasi dengan ukuran-ukuran manfaat proyek. Berdasarkan perhitungan percobaan yang dilakukan terhadap beberapa kasus dengan menggunakan NPV dan IRR, diperoleh hasil bahwa nilai NPV proyek yang manfaat dan biayanya didiskontokan pada tahun ke-2 proyek (tahun pertama = t0 ) akan lebih besar daripada kalau proyek tersebut didiskontokan pada tahun ke-1 (tahun pertama = t1), sedangkan nilai tingkat pengendalian internal (IRR) akan sama pada minimal level dua desimal. Dari kenyataan-kenyataan tersebut, bahwa dapat disimpulkan bahwa penggunaan diskonto pada tahun pertama dan tahun kedua tidak akan memberikan penyimpangan yang berarti terhadap diterima atau ditolaknya suatu proyek. Untuk itu dalam analisis proyek kedua cara tersebut dapat dipilih, dan dalam penelitian ini dipilih cara yang kedua yaitu biaya dan manfaat proyek didiskontokan sejak tahun pertama proyek.
B. Permodalan Pengertian modal seperti yang dikemukakan Bakker in Riyanto (1995), ialah baik yang berupa barang-barang konkret yang masih ada dalam rumah
40
tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang-barang itu yang tercatat disebelah kredit. Bila dilihat dari manajemen modern, modal dan keuangan merupakan salah satu aspek fungsional manajemen disamping pemasaran produksi dan aspek personalia atau tenaga kerja. Tanpa memiliki permodalan yang baik, suatu usaha tidak akan berjalan dengan baik walaupun syarat-ayarat lain untuk mendirikan usaha terpenuhi. Pengendalian keuangan haruslah berdasarkan pedoman perencanaan keuangan yang secara terperinci. Dengan pengelolaan modal yang baik diharapkan akan dicapai keadaan usaha yang sehat. Menutut Riyanto (1995), berdasarkan cara dan lamanya perputaran suatu modal, dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu modal tetap (fixed capital asset) dan modal lancar (current capital asset). Modal tetap adalah modal tahan lama yang tidak atau yang secara berangsur-angsur habis pemakaiannya, sedangkan modal lancar adalah modal yang digunakan untuk operasional sehari-hari dalam suatu perusahaan, sumber modal yang digunakan untuk pembiayaan pada kegiatan usaha ini seluruhnya merupakan modal sendiri.
C. Kriteria-kriteria Analisis Net Present Value (NPV) NPV atau nilai sekarang bersih adalah jumlah nilai sekarang dari manfaat bersih. Kriteria keputusan yang lebih baik adalah nilai NPV yang positif dan alternatif yang mempunyai NPV tertinggi pada tingkatan pertama. Secara matematis, Net Present Value dapat disajikan sebagai berikut (Gray et al. 2005):
(Bi − Ci ) t t = 0 (1 + i ) n
NPV = ∑
Dimana :
B = manfaat per tahun C = biaya i = discount rate per tahun t = jangka waktu perhitungan proyek.
Kriteria Usaha: NPV > 1, usaha layak untuk dilaksanakan NPV = 1, pengembalian persis sebesar opportunity cost modal NPV < 1, usaha tidak layak dilakukan
41
Net Benefit Cost Ratio (NBCR) NBCR adalah rasio jumlah nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak adalah NBCR lebih besar dari 1 dan kita meletakkan alternatif yang mempunyai NBCR tertinggi pada tingkat pertama. Secara matematis, NBCR dapat disajikan sebagai berikut (Gray et al. 2005): n
NetBCR =
Bi − Ci
∑ (1 + i) t =0 n
t
Ci − Bi
∑ (1 + i)
t
⇒ (Bi − Ci > 0 ) ⇒ ( Bi − Ci < 0)
t =0
Dimana :
B = manfaat per tahun C = biaya i = discount rate per tahun t = jangka waktu perhitungan proyek.
Kriteria Usaha: Net B/C > 1, usaha layak untuk dilaksanakan Net B/C = 1, usaha perlu ditinjau kembali Net B/C < 1, usaha tidak layak dilakukan
3.4.3 Analisis Kelembagaan Kelembagaan atau institusi merupakan suatu aturan main, norma-norma, larangan-larangan,
kontrak,
dan
lain
sebagainya
dalam
mengatur
dan
mengendalikan perilaku individu didalam masyarakat atau organisasi. Teori kelembagaan ditujukan untuk mengetahui, menjelaskan dan memprediksi dampak dari aturan main serta membahas bagaimana perubahan suatu aturan dapat mempengaruhi kinerja pengelolaan ataupun ekonomi. Untuk mengembangkan kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove agar efektif dan menghasilkan suatu keragaan/ performa yang baik, maka beberapa hal yang perlu dipahami dan dianalisis antara lain: (1) berbagai situasi sebagai sumber interdependensi, (2) struktur kelembagaan (batas yuridiksi, hak kepemilikan dan aturan representatif), dan (3) pengaruh kelembagaan terhadap keragaan/ performanya. Untuk dapat menerapkan sistem silvofishery pada kawasan hutan lindung Di Desa Dabong, maka terlebih dahulu harus dilakukan analisis kelembagaan terhadap pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan lindung mangrove saat ini. Pengelolaan kawasan hutan lindung mangrove merupakan suatu himpunan aturan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam, kondisi ini merupakan bentuk dari suatu sistem kelembagaan.
42
Solusi dalam permasalahan kelembagaan dicapai dengan mengidentifikasi berbagai gejala yang muncul. Landasan kerangka analitik kelembagaan adalah mempelajari dampak perubahan alternatif institusi terhadap perubahan perilaku manusia yang dipengaruhi faktor situasi dan struktur kelembagaan. Perubahan perilaku ini akhirnya akan menghasilkan performance yang berbeda, perubahan institusi tersebut diharapkan juga menghasilkan performance yang lebih baik sehingga dapat menjawab akar permasalahan kelembagaan yang terjadi, hal ini dilakukan melalui penerapan berbagai kebijakan transisi dan kebijakan mendasar. Penerapan kedua kebijakan dapat berhasil apabila kebijakan tersebut dapat mengkontrol sumber interdependensi antar individu seperti inkompatibilitas, ongkos eksklusi tinggi (high exclusion cost), ongkos transaksi, skala ekonomi, joint impact good,dan seterusnya. Kemampuan suatu institusi mengkordinasikan, mengendalikan, atau mengontrol interdependensi antar partisipan sangat ditentukan oleh kemampuan institusi tersebut mengendalikan sumber interdependensi. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sumber interdependensi dan alternatif institusi sangat penting karena kesalahan dalam pemahaman sumber interdependensi akan menyebabkan perubahan institusi tidak efektif (Schmidt. 1987). Kerangka analisis kelembagaan dapat dilihat pada gambar 5.
Symptom
Solusi KEBIJAKAN TRANSISI
SITUASI
PERILAKU
PERFORMANCE
AKAR MASALAH
STRUKTUR
KEBIJAKAN MENDASAR
Gambar 5 Kerangka analisis kelembagaan (Schmidt. 1987) Analisis kelembagaan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan
43
lindung
mangrove.
Untuk
merubah
perilaku
(behavior)
masing-masing
stakeholders sehingga dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik, maka perlu dilakukan perubahan terhadap unsur-unsur/ struktur kelembagaan seperti yang dinyatakan oleh Pakpahan (1989) yang meliputi tiga unsur utama, yakni: a. Batas Yurisdiksi Batas yuridiksi adalah batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki suatu lembaga atau kedua-duanya, batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi. Batas yuridiksi juga dapat berimplikasi ekonomi para pihak yang terlibat dalam yuridiksi tersebut. b. Hak Penguasaan Konsep property right atau kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligations) yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat, tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang dapat menyatakan hak milik atau penguasaan tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah hak seseorang adalah kewajiban dari orang lain seperti dicerminkan oleh hak kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya (Pakpahan 1989). c. Aturan representasi Aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance, akan ditentukan oleh kaidah-kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk bentuk parisispasi tidak ditentukan oleh rupiah seperti halnya aturan representasi melalui pasar. Partisipasi lebih banyak ditentukan oleh keputusan politik organisasi.