3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2008 yang berlokasi di Pulau Menjangan dan Teluk Terima dalam area Taman Nasional Bali Barat, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Secara geografis terletak pada posisi antara 114º12'02'' - 114º14'30'' Bujur Timur dan 8º05'20'' 8º17'20'' Lintang Selatan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
L
A
U
T
B
A
L
I
Gambar 3 Lokasi penelitian. 3.2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus pada kawasan Pulau Menjangan. Kasus digambarkan dan diuraikan tentang fenomena kawasan dan mengkaji penyebab dari gejala-gejala yang ditemukan. Penelitian ini diarahkan
50
untuk mendapatkan data kondisi saat ini yang digunakan untuk optimasi pengelolaan ekowisata bahari.
3.3. Pengumpulan Data dan Informasi Informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi dalam data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan dan wawancara langsung. Data yang dicatat adalah lokasi, kondisi sumber daya wisata, keadaan lingkungan, dan kegiatan pemanfaatan di kawasan Pulau Menjangan. Wawancara untuk mendapatkan keterangan dari responden yang terlibat dalam aktivitas ekowisata dengan berpedoman pada suatu daftar pertanyaan yang telah disusun. Data sekunder diperoleh melalui kajian terhadap laporan-laporan hasil penelitian, publikasi ilmiah, dan instansi terkait, seperti: Balai Taman Nasional Bali Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata, Bappeda Buleleng, LSM, Kantor Desa dan Kantor Kecamatan Gerokgak. Tabel 3 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan No Parameter A
Ekologi
1
Terumbu karang
2
Mangrove
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan
Keterangan
tutupan karang, jenis life form, lebar hamparan datar karang, dan kedalaman terumbu karang ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, dan biota lainnya
Primer dan Sekunder
sampling dengan manta tow, line intercept transect (English et al. 1994) dan kajian laporan TNBB
-
Primer dan Sekunder
sampling dengan garis berpetak berukuran 10 x 10 m2 (Bengen, 2002) dan kajian laporan TNBB
-
Lanjutan. Tabel 3 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan
51
No
Parameter
A
Ekologi
3
Ikan hias
jenis ikan
4
Makroalga
jenis, densitas dan frekuensi relatif
Primer
kecepatan arus, kedalaman, suhu, salinitas, DO, BOD, turbiditas, NH 3 , dan pH
Primer dan Sekunder
sampling dengan bantuan alat water quality checker, floater current meter, tide gaugh, dan kajian laporan TNBB
biaya operasional dan biaya investasi,
Primer
wawancara
pendapatan wisatawan, biaya perjalanan wisatawan, jarak tinggal, kondisi potensi SDA, dan harga wisata
Primer
wawancara
5
Kualitas perairan
B
Ekonomi
1
Nilai ekonomi wisata (supply) Nilai ekonomi wisata (demand)
2
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan
Keterangan
Primer dan Sekunder
underwater fish visual census (English et al. 1994) dan foto bawah laut serta kajian laporan TNBB sampling dengan
-
metode plot ganda ukuran 1x1m (Soegianto, 1994)
C
Sosial
1
Karakteristik wisatawan
Jumlah dan profil wisatawan
Primer dan Sekunder
wawancara dan kajian laporan TNBB
2
Sosial kemasyarakat an
kependudukan, keadaan ekonomi masyarakat, dan kelembagaan
Sekunder
kajian laporan
Dilakukan pada 3 stasiun, Pos I, Pos II, Dermaga Pura -
purposive sampling untuk pihak pengelola accidental sampling untuk setiap wisatawan
accidental sampling untuk setiap wisatawan pemerintah dan literatur
Lanjutan. Tabel 3 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan
52
No
Parameter
C
Sosial
3
Keterlibatan masyarakat
4
Preferensi visual
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan
partisipasi masyarakat
Primer
wawancara
foto obyek wisata
Primer
kuesioner bergambar
Keterangan
purposive sampling untuk masyarakat purposive sampling
3.4. Analisis Data 3.4.1. Kondisi Sumber daya Alam Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan potensi dan kondisi sumber daya alam di lokasi penelitian, sehingga data yang dianalisis adalah data primer, meliputi: 1) Penutupan karang, dihitung dengan rumus tutupan karang hidup menurut English et al. (1994), yaitu : Panjang kategori life form ke-i Penutupan Karang =
Total panjang transek
x 100 %........... (12)
Bachtiar (2001) menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu : (1) Sangat Jelek
: 0 - 10 %
(2) Jelek
: 11 - 30 %
(3) Sedang
: 31 - 50 %
(4) Baik
: 51 - 75 %
(5) Sangat Baik
: 76 - 100 %
Persentase tutupan adalah persentase luas area yang ditutupi oleh pertumbuhan karang. Persentase karang hidup yang tinggi menandakan bahwa terumbu karang di suatu perairan berada dalam keadaan sehat. 2) Kerapatan vegetasi mangrove, yang dihitung dengan rumus Bengen (2002): D i = n i / A .................................................................................. (13) dimana : D i = kerapatan spesies i (individu/m2), n i = jumlah total individu dari spesies i (individu),
53
A = luas area total pengambilan contoh (m2). 3) Analisis komposisi, dan distribusi makroalga di Pulau Menjangan, dihitung berdasarkan besaran dari kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi, dan frekuensi relatif dengan rumus menurut Soegianto (1994), yaitu: Kepadatan (D)
: Di
Kepadatan Relatif (RD) : RDi
= ni/A.................................................... (14) =
ni/Σn...................................................
(15) Frekuensi (F)
:F
= Ji/K.................................................... (16)
Frekuensi Relatif (RF)
: RFi = Fi/ΣF.................................................. (17)
dimana : ni
: jumlah total individu untuk spesies i (individu),
A
: luas total habitat yang disampling (m2),
Σn
: jumlah total individu dari semua spesies (individu),
Ji
: jumlah kuadran dimana spesies i terdapat,
K
: jumlah total kuadran yang didapat,
ΣF
: jumlah frekuensi semua spesies.
3.4.2. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekologis Ekowisata Bahari 3.4.2.1. Kesesuaian Pemanfaatan Pada dasarnya suatu kegiatan pemanfaatan yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya dan peruntukkannya. Oleh karena itu, analisis kesesuaian yang dimaksud disini adalah analisis kesesuaian dari potensi sumber daya dan lingkungannya untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata bahari. Untuk itu, rumus yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian ekowisata bahari ini mengacu pada Hutabarat et al. (2009), adalah sebagai berikut: IK W = [∑ Ni/Nmaks] x 100................................................... (18) dimana : IKW
= indeks kesesuaian wisata
Ni
= nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmaks
= nilai maksimum dari suatu kategori wisata
54
Penentuan kesesuaian, diperoleh melalui bantuan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan acuan kriteria kesesuaian setiap peruntukkan. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh melalui penjumlahan nilai dari seluruh parameter. Matriks kesesuaian wisata tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6. Tabel 4 Matriks kesesuaian untuk ekowisata selam No
Parameter
Bobot
Standar Parameter
Skor
1
Tutupan karang hidup (%)
3
> 75 > 50 - 75 25 - 50 < 25
3 2 1 0
2
Kecerahan perairan (%)
3
100 80 - < 100 20 - < 50 < 20
3 2 1 0
3
Jumlah jenis life form
2
> 12 < 7 - 12 4-7 <4
3 2 1 0
4
Jumlah jenis ikan karang
2
> 100 50 - 100 20 - < 50 < 20
3 2 1 0
5
Kedalaman terumbu karang (m)
2
6 - 15 > 15 – 20 atau 3 - 5 > 20 - 30 > 30 atau < 3
3 2 1 0
6
Kecepatan arus (cm/det)
1
0 - 15 > 15 - 30 > 30 - 50 > 50
3 2 1 0
Sumber: Davis dan Tisdell (1995); Davis dan Tisdell (1996); deVantier dan Turak (2004); DKP (2003); Hutabarat et al. (2009) Keterangan: Nilai maksimum = 39 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai IKW 80 - 100 S2 = Cukup sesuai, dengan nilai IKW 60 - < 80 S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai IKW 45 - < 60 S4 = Tidak sesuai, dengan nilai IKW < 45
55
Tabel 5 Matriks kesesuaian untuk ekowisata snorkeling No
Parameter
Bobot
Standar Parameter
Skor
1
Tutupan karang hidup (%)
3
> 75 > 50 - 75 25 - 50 < 25
3 2 1 0
2
Kecerahan perairan (%)
3
100 80 - < 100 20 - < 50 < 20
3 2 1 0
3
Jumlah jenis life form
2
> 12 < 7 - 12 4-7 <4
3 2 1 0
4
Jumlah jenis ikan karang
2
> 50 30 - 50 10 - < 30 < 10
3 2 1 0
5
Kedalaman terumbu karang (m)
2
1-3 >3–6 > 6 - 10 > 10 atau < 1
3 2 1 0
6
Lebar hamparan datar karang (m)
2
> 500 > 100 - 500 20 - 100 < 20
3 2 1 0
7
Kecepatan arus (cm/det)
1
0 - 15 > 15 - 30 > 30 - 50 > 50
3 2 1 0
Sumber: Davis dan Tisdell (1995); Davis dan Tisdell (1996); deVantier dan Turak (2004); DKP (2003); Hutabarat et al. (2009) Keterangan: Nilai maksimum = 45 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai IKW 80 - 100 S2 = Cukup sesuai, dengan nilai IKW 60 - < 80 S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai IKW 45 - < 60 S4 = Tidak sesuai, dengan nilai IKW < 45
56
Tabel 6 Matriks kesesuaian untuk ekowisata mangrove No
Parameter
Bobot
Standar Parameter
Skor
1
Ketebalan mangrove (m)
3
> 500 > 200 - 500 50 - 200 < 50
3 2 1 0
2
Kerapatan mangrove (100 m2)
2
> 15 - 25 > 10 - 15 5 - 10 <5
3 2 1 0
3
Jenis mangrove
2
>5 3-5 1-2 0
3 2 1 0
4
Obyek biota
2
> 5 biota 3 – 5 biota < 3 biota Salah satu biota
3 2 1 0
5
Pasang surut (m)
1
0-1 >1- 2 >2- 5 >5
3 2 1 0
Sumber: Davis dan Tisdell (1995); Davis dan Tisdell (1996); deVantier dan Turak (2004); DKP (2003); Hutabarat et al. (2009) Keterangan: Nilai maksimum = 30 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai IKW 80 - 100 S2 = Cukup sesuai, dengan nilai IKW 50 - < 80 S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai IKW 35 - < 50 S4 = Tidak sesuai, dengan nilai IKW < 35 3.4.2.2. Daya Dukung Ekologi Ekowisata Bahari Analisis daya dukung ekologi dimaksudkan untuk menganalisis tingkat maksimum penggunaan suatu ekosistem, berupa jumlah atau kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan kualitas ekologis. Daya dukung ekologi yang digunakan dengan pendekatan daya dukung kawasan (DDK), yaitu: jumlah maksimum pengunjung secara fisik dapat ditampung di
57
kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan untuk analisis daya dukung kawasan ini, mengacu rumus Hutabarat et al. (2009) sebagai berikut: DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp...................................................... (19) dimana : DDK =
daya dukung kawasan (orang),
K
=
kapasitas pengunjung per satuan unit area (orang),
Lp
=
luas area yang dapat dimanfaatkan (m2),
Lt
=
unit area untuk kategori tertentu (m dan m2),
Wt
=
waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari (jam),
Wp
=
waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan (jam).
Kapasitas pengunjung ditentukan oleh kondisi sumber daya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan
kemampuan
alam
mentolerir
pengunjung
sehingga
keasliannya terjaga. Setiap
melakukan
kegiatan
ekowisata,
setiap
pengunjung
akan
memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktivitas wisata, sehingga perlu adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata. Nilai maksimum (K) per satuan unit area dan (Lt) untuk setiap kategori wisata bahari serta waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Kapasitas pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan
K (Σ pengunjung)
Unit Area (Lt)
Keterangan
Selam
2
1000 m2
Setiap 2 orang dalam 100 x 10 m
Snorkeling
1
250 m2
Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m
Mangrove
1
50 m
Sumber: Hutabarat et al. (2009)
Dihitung panjang track, setiap orang sepanjang 50 m
58
Tabel 8 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Kegiatan
Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam)
Total waktu 1 hari Wt-(jam)
Selam
2
8
Snorkeling
3
6
Wisata mangrove
2
8
Sumber: Hutabarat et al. (2009) Karena adanya ketentuan PP No. 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam yaitu 10 % dari luas zona pemanfaatan maka formulasi daya dukung kawasan untuk pemanfaatan ekowisata dibatasi dengan rumus: DDW = 0.1 x DKK.................................................................... (20) dimana : DDW = daya dukung wisata (orang); DDK = daya dukung kawasan (orang) 3.4.3. Analisis Daya Tarik dan Preferensi Visual Wisatawan Setiap wisatawan memiliki ketertarikan tersendiri terhadap obyek wisata yang disuguhkan oleh pihak pengelola. Pengukuran daya tarik wisatawan dianalisa menggunakan analisis regresi berganda antara variabel jumlah kunjungan wisatawan dengan variabel ketertarikan terhadap mangrove (M) dan ketertarikan terhadap terumbu karang (T) menggunakan perangkat lunak MS. Excel 2003. Setelah model regresi terbentuk, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji F dan uji t pada taraf signifikan 95 % agar model yang dihasilkan valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan pengukuran preferensi wisatawan terhadap sumber daya wisata yang ada di kawasan Pulau Menjangan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Metode SBE digunakan untuk menilai tipe-tipe karakter seascape dan landscape kawasan Pulau Menjangan yang telah dipresentasikan dalam foto-foto berwarna, dimana foto-foto ini merupakan pemandangan kawasan Pulau Menjangan yang dianggap paling mewakili obyek seascape dan landscape di kawasan ini. Tahapan yang dilakukan dalam analisis ini adalah:
59
1) Penentuan titik pengamatan; 2) Pengambilan foto; 3) Seleksi foto; 4) Penilaian oleh responden; 5) Menghitung nilai SBE. Untuk penilaian preferensi visual, penilaian foto-foto karakter seascape dan landscape dilakukan oleh 50 responden wisatawan dengan penilaian pada skala 1 sampai dengan 10 selama 10 detik. Skor 1 menunjukkan nilai yang paling tidak disukai dan skor 10 merupakan nilai yang paling disukai. Nilai yang diperoleh kemudian diolah dengan mencari rata-rata nilai z pada setiap foto yang kemudian dimasukkan ke dalam rumus SBE menurut Daniel dan Boster (1976):
SBE
X
=
(Z X
–
Z0)
x
100......................................................(28) dimana, SBE X
= nilai keindahan pemandangan obyek ke-x
ZX
= nilai rata-rata untuk obyek ke-x
Z0
= nilai rata-rata suatu obyek tertentu sebagai standar
3.4.4. Analisis Ekonomi Ekowisata Bahari 3.4.4.1. Penawaran Ekowisata Bahari Penawaran (supply) ekowisata bahari pada dasarnya merupakan gambaran dari kuantitas dan kualitas dari jasa yang dapat ditawarkan oleh produsen atau pihak pengelola ekowisata bahari pada tingkat harga tertentu. Keinginan pengelola kegiatan wisata bahari menawarkan atraksi wisata pada berbagai tingkat harga, ditentukan oleh beberapa faktor seperti: biaya investasi; biaya operasional; jumlah tenaga kerja dan tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2002). Secara khusus suatu penawaran melukiskan jumlah maksimum yang siap disediakan pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Bellante dan Jackson, 1990). Laju pertumbuhan penawaran wisata akan bergantung dari biaya dan jumlah yang ditawarkan, sehingga untuk menduga laju penawaran wisata ekowisata bahari diturunkan dari fungsi biaya, khususnya biaya jangka pendek. Beberapa atribut yang mempengaruhi laju penawaran dapat diperoleh
60
melalui analisis regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan perangkat lunak MS. Excel 2003 dan Mapple 9.5. Peubah yang dimasukkan dalam fungsi ini adalah biaya operasional (BO) dan biaya investasi (BI) sebagai peubah bebas sedangkan peubah tidak bebasnya adalah jumlah wisatawan yang dilayani oleh setiap operator wisata pada semua produk wisata yang disuguhkan (Q), sehingga fungsi penawaran produk wisatanya adalah:
Ln Q = β0 + BI...............................................(21)
β1
Ln
BO
+
β2
Ln
dimana : Q = jumlah wisatawan yang dilayani (orang), BO = biaya operasional (rupiah/dolar), BI = biaya investasi (rupiah/dolar). Setelah model penawaran terbentuk, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji F dan uji t pada taraf signifikan 95 % agar model yang dihasilkan valid dan dapat dipertanggungjawabkan. 3.4.4.2. Analisis Permintaan Ekowisata Bahari Permintaan (demand) umumnya diartikan jumlah dari suatu barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai kemungkinan harga, dalam jangka waktu tertentu dengan anggapan hal-hal lain tetap sama. Dalam wisata, permintaan umumnya diapresiasikan dalam bentuk tingkat kunjungan yang dilakukan pada berbagai tingkat biaya perjalanan (Sukirno, 2000). Untuk itu, dalam penelitian ini estimasi nilai atau laju permintaan dianalisis dengan menggunakan metode biaya perjalanan (TCM) dengan bantuan perangkat lunak MS. Excel 2003 dan Mapple 9.5. Prinsip yang mendasari adalah bahwa biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke suatu area dianggap sebagai ’harga’ akses area tersebut. Oleh karena itu, analisis biaya perjalanan yang digunakan di sini adalah Zonal Travel Cost Analysis. Tahapan dalam metode ini adalah: 1) Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan ke lokasi wisata, seperti lokasi wisata alternatif, faktor demografi, dan profil wisatawan;
61
2)
Merancang survei untuk mengumpulkan data tentang biaya perjalanan dan informasi lain dari pengunjung yang mempengaruhi permintaan;
3)
Melakukan survei, mengumpulkan data dari sampel yang mewakili populasi pengunjung lokasi;
4)
Menentukan jumlah kunjungan tahun analisis (JKT) berdasarkan data yang ada di pengelola;
5)
Menentukan derived demand kunjungan wisata; Derived demand diperoleh dengan melakukan regresi pada peubah yang dinilai berpengaruh terhadap jumlah kunjungan. Peubah bebasnya yaitu biaya perjalanan (TC), pendapatan (I), jarak (D), kondisi dan potensi SDA (CE), dan harga wisata (P), sehingga fungsi permintaan atas kunjungan wisata untuk model ini adalah sebagai berikut :
Ln Q = β 0 + β 1 Ln TC + β 2 Ln I + β 3 Ln D + β 4 Ln CE + β 5 Ln P ....................................................................................................................(22) dimana :
6)
Q
= jumlah kunjungan (orang),
TC
= biaya perjalanan (rupiah/dolar),
I
= pendapatan (rupiah/dolar),
D
= jarak asal wisatawan (km),
CE
= potensi kondisi ekosistem,
P
= harga wisata
Melakukan validasi model yang didapatkan dengan pengujian statistik melalui uji F dan uji t.
7)
Menghitung consumer surplus; Setelah mendapatkan kurva permintaan, selanjutnya dapat diperkirakan manfaat ekonomi yang diperoleh dari kunjungan wisata. Manfaat ekonomi tersebut diukur dari surplus konsumen wisatawan. Surplus konsumen adalah perbedaan antara keinginan masyarakat untuk membayar dengan apa yang dibayarkan. Surplus konsumen dihitung dengan menggunakan langkahlangkah menurut Sobari (2007): (1) Masukkan rata-rata peubah bebas ke dalam persamaan (22) (2) Selanjutnya CS dihitung dengan menggunakan formula menurut Adrianto (2006):
62
CS i = (23) 8)
- Vi β1
..........................................................................
Menghitung total benefit (nilai ekonomi) lokasi wisata dengan formula: TB = CS i
x TV.........................................................................
(24) dimana : TB = total manfaat ekonomi lokasi wisata (rupiah/dolar), TV = total kunjungan / tahun (orang/tahun). 3.4.4.3. Analisis Manfaat Keberadaan Obyek Wisata Dalam kegiatan wisata, setiap pengunjung pada dasarnya memiliki berbagai penilaian terhadap suatu sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Untuk mengetahui seberapa besar nilai atau manfaat keberadaan obyek wisata tersebut, maka dapat dihitung dengan menggunakan metode valuasi kontingensi (CVM). Metode ini dianalisis berdasarkan keinginan membayar (willingness to pay) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam. Secara operasional, pendekatan CVM dilakukan dalam lima tahap, yaitu: 1) Membuat hipotesis pasar berupa kuesioner mengenai ekosistem terumbu karang dan mangrove, manfaat dan perkiraan luasan yang berkualitas baik. Kuesioner ini diberikan kepada wisatawan yang dipandu proses pengisiannya. 2) Mendapatkan nilai lelang yang dilakukan dengan mewawancarai langsung responden dengan kuesioner untuk mendapatkan nilai WTP responden. Nilai leleng ini didapatkan dengan teknik: (1) Pertanyaan pilihan berganda, yaitu memuat beberapa nilai pilihan untuk satuan luasan terumbu dan mangrove yang lebih baik. (2) Pertanyaan referendum, yaitu responden diberikan satu nilai dalam rupiah untuk satu luasan terumbu dan mangrove, lalu diberikan pilihan setuju atau tidak. 3) Menghitung rataan WTP berdasarkan nilai rata-rata (mean) atau nilai tengah (median).
63
4) Meregresikan nilai WTP untuk menduga hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat penghargaan wisatawan terhadap sumber daya yang selama ini dimanfaatkannya. Pada penelitian ini dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak MS. Excel 2003 dengan formula:
Ln WTP = β 0 + β 1 Ln I + β 2 Ln E + β 4 Ln AE...................................(26) dimana, WTP
= keinginan membayar pengguna terhadap suatu sumber daya;
I
= pendapatan (rupiah/dolar);
E
= pendidikan;
AE
= ketertarikan terhadap ekosistem.
5) Melakukan validasi model yang didapatkan dengan pengujian statistik melalui uji F dan uji t. 6) Mengagregatkan hasil WTP rata-rata individu ke dalam WTP populasi dengan menggunakan formula menurut Adrianto (2006):
TB
=
WTP i
x
P...................................................................................(27) dimana, TB
= total benefit (rupiah/dolar);
WTP i = nilai WTP per individu (rupiah/dolar); P
= total populasi pada tahun ke-t yang relevan dengan analisis valuasi ekonomi sumber daya (orang).
3.4.5. Analisis Partisipasi Masyarakat Analisis ini dilakukan dalam dua tahap kegiatan. Pertama adalah analisis hasil scoring tingkat partisipasi masyarakat pada masing-masing tahapan kegiatan. Derajat partisipasi masyarakat dalam rangkaian aktifitas kegiatan dapat digambarkan secara tabulasi pada Tabel 9 berikut ini : Tabel 9 Tabulasi derajat partisipasi masyarakat No. Responden Derajat Partisipasi 1 Tinggi
Y1
Y2
Y3
64
Sedang Rendah 2 . . .
n Dimana : Y1 = tahap perencanaan Y2 = tahap pelaksanaan Y3 = tahap monitoring dan evaluasi ∑Y = Total partisipasi dari masing-masing responden Derajat partisipasi rendah diberi nilai = 1 Derajat partisipasi sedang diberi nilai = 2 Derajat partisipasi tinggi diberi nilai = 3 Tahapan kegiatan dimulai dari kegiatan perencanaan. Kriteria yang diperlukan untuk menentukan derajat partisipasi pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Kehadiran (H) 2. Keaktifan mengemukakan pendapat (N) 3. Sikap dan ide konstruktif (B) 4. Sikap mendukung program (D) Derajat partisipasi dikategorikan rendah jika hanya memenuhi kriteria H; derajat partisipasi dikatakan sedang jika memenuhi kriteria H+N+B; dan derajat partisipasi dikatakan tinggi jika memenuhi semua kriteria diatas yaitu H+N+B+D. Untuk tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut : 1. Kehadiran (H) 2. Mengemukakan pendapat (N) 3. Mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan (I) Derajat partisipasi dikatakan rendah jika responden hanya memenuhi kriteria H; dikategorikan sedang jika memenuhi kriteria H+N dan untuk kategori tinggi apabila memenuhi semua kriteria yaitu H+N+I. Sedangkan, untuk tahap monitoring dan evaluasi, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : 1. Kehadiran (H) 2. Mengemukakan pendapat (N)
65
3. Mengemukakan kritik dan saran perbaikan (K) Derajat partisipasi dikatakan rendah jika responden hanya hadir (H); derajat partisipasi dikatakan sedang jika memenuhi kriteria = H + N; sedangkan tinggi jika memenuhi semua kriteria diatas = H + N + K. Tahap kedua adalah menganalisis keterkaitan antara total partisipasi (∑Y) dengan karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, lama tinggal, akses terhadap informasi di media massa, pemahaman dan tingkat partisipasi responden terhadap pengelolaan ekowisata. Pada tahap ini analisis menggunakan metode Principle Component Analysis (PCA) yang dibantu dengan perangkat lunak XLSTAT. 3.4.6. Analisis Optimasi Pengelolaan Ekowisata Bahari Penentuan tingkat optimal dari pengelolaan ekowisata bahari di kawasan Pulau Menjangan, dianalisis menggunakan pendekatan model dinamik yang dibangun dengan bantuan perangkat lunak STELLA 7.0. Model dinamik yang digunakan untuk menganalisis keberlanjutan pengelolaan ekowisata bahari dalam penelitian ini terdiri atas tiga sub model yakni: 1. Sub model lingkungan memiliki atribut berupa laju tumbuh, sumber daya karang, sumber daya mangrove, dan daya dukung sumber daya, sedangkan output-nya ditentukan oleh populasi wisatawan, laju kunjungan wisatawan, dan laju penurunan kondisi sumber daya yang dimanfaatkan. 2. Sub model ekonomi memiliki atribut berupa tenaga kerja dan ekonomi masyarakat yang dipengaruhi oleh populasi wisatawan, pendapatan, laju penerimaan, laju pengeluaran, laju tenaga kerja, fraksi usaha lain, fraksi upah, dan fraksi tenaga kerja. 3. Sub model sosial merupakan suatu sistem dimana jumlah populasinya (wisatawan) ditentukan oleh laju kedatangan, laju kepergian wisatawan, biaya tinggal, harga lokasi lain, koefisien ketersedian infrastruktur, koefisien ketersediaan sumber daya alam, konstanta kepuasan wisatawan, dan kondisi sumber daya wisata. Model dinamik keberlanjutan pengelolaan ekowisata bahari di kawasan Pulau Menjangan dibangun dari fenomena riil dan berdasarkan model matematis sederhana (dasar).