20
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah berlokasi di Kabupaten Pasaman Barat (Gambar 2). Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.887,77 km2 dengan jumlah penduduk 388.893 jiwa pada tahun 2010 terdiri dari 11 kecamatan, 19 nagari dan 202 Jorong. Kabupaten Pasaman Barat dilintasi daerah Khatulistiwa yaitu pada 0033’ LU sampai dengan 0011’ LS dan 990 10’ BT sampai dengan 100004’ BT, dengan topografi yang datar dan landai serta beriklim panas. Ketinggian Kabupaten Pasaman Barat bervariasi antara 0 sampai 2912 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Pasaman Barat memiliki letak geografis di jalur koridor pantai dimana sebagian kawasannya memiliki tingkat perkembangan fisik yang relatif lamban dibandingkan dengan bagian kawasan lain yang letaknya relatif dekat dari jalur jalan lintas Sumatera. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Mei – Agustus 2012.
Gambar 2. Lokasi Penelitian
21
Bahan dan Alat Penelitian ini membutuhkan bahan/data primer dan sekunder. Data primer berupa wawancara, kuesioner, cek lapangan dan data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang mengeluarkan data, yang terdiri dari data spasial dan data atribut (sebagian besar didapat dari Bappeda Kab. Pasaman Barat). Cek lapangan dilakukan pada saat pengklasifikasian penggunaan lahan sawah. Data spasial berupa peta tematik dari citra landsat tahun 2008 seperti peta administrasi, penggunaan lahan (landuse), jaringan jalan dan irigasi Kab. Pasaman Barat. Data atribut berupa data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dan Pasaman Barat Dalam Angka (PBDA). Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 2. Alat analisis yang digunakan adalah software ArcGis 9.3, statistic versi 7, Rataan Geometrik, Microsoft word dan Microsoft Excell. Serta peralatan penunjang berupa printer, kamera dijital dan peralatan menulis. Tabel 2. Jenis data yang dibutuhkan proses penelitian No. Jenis 1. Data Sekunder - Peta Administrasi - Peta Penggunaan lahan - Peta Jaringan Irigasi - Peta Jaringan Jalan - Kriteria Kesesuaian Lahan - PBDA - PDRB 2. Data Primer - Wawancara dan kuisioner - Cek Lapangan
Sumber
Tujuan
Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda
- Identifikasi dan pemetaan lahan aktual dan potensial untuk KP2B.
Petani,LSM,Akademisi dan Birokrat. Pengecekan Kondisi Lapang
- Analisis pendapat masyarakat dan Analisis Kelayakan Finansial
- Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah
Analisis, Identifikasi, Pemetaan dan Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer dan sekunder dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan untuk mengidentifikasi hamparan lahan yang akan direkomendasikan sebagai Lahan Pertanian Pangan yang terdiri dari LP2B dan LCP2B
dilakukan
dengan mengkompilasi dan memadukan data spasial dan tabular berdasarkan kriteria-kriteria yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Data spasial dan atribut tersebut diolah dengan menggunakan SIG untuk memudahkan dalam mendeteksi lokasi-lokasi lahan yang berpotensi untuk direkomendasikan sebagai LP2B dan LCP2B yang akan dilindungi.
22
Data input yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi lahan pertanian pangan adalah : • Peta Administrasi • Peta penggunaan lahan • Peta Jaringan Jalan • Peta Jaringan Irigasi • Kriteria kesesuaian lahan • Pasaman Barat Dalam Angka 2011 1.
Analisis dan Identifikasi Penggunaan Lahan Analisis ini digunakan untuk mengetahui luasan ketersediaan lahan sawah
dan lahan-lahan yang berpotensi untuk dijadikan lahan sawah. Dari análisis ini juga dapat diketahui kelas penggunaan lahan yang mendominasi di Kabupaten Pasaman Barat. Dalam kondisi umum wilayah Kab. Pasaman Barat belum dijelaskan secara terperinci luasan masing-masing kelas penggunaan lahan. 2.
Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah Analisis ini digunakan untuk menilai kesesuaian lahan untuk tanaman padi
sawah dan lahan yang berpotensi untuk lahan sawah. Analisis yang digunakan adalah dengan menumpang-tindihkan kriteria satu dengan kriteria lainnya, berdasarkan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (LREP II, 1994) dalam Hardjowigeno, Widiatmaka (2007). Kelas kesesuaian lahan disusun sampai pada tingkat kelas yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N). 3.
Analisis dan Identifikasi Luas Lahan Sawah Aktual dan Lahan Potensial Proses análisis dan identifikasi diawali dengan proses identifikasi lahan aktual
dan lahan potensial untuk tanaman padi sawah berdasarkan kondisi penggunaan lahan saat ini. Lahan aktual adalah penggunaan lahannya saat ini berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Lahan potensial adalah penggunaan lahannya saat ini berupa rawa, semak belukar dan semak belukar berawa. Proses yang dilakukan adalah menumpangtindihkan antara peta kesesuaian lahan dengan peta lahan aktual dan potensial. Proses ini dilakukan untuk melihat kesesuaian dan ketersediaan lahan aktual dan lahan potensial berdasarkan aspek biofisik, kimia dan lainnya untuk tanaman padi.
23
4.
Identifikasi Lahan Sawah Aktual untuk LP2B yang mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Idealnya setiap LP2B dan LCP2B mempunyai jaringan infrastruktur
pendukung pertanian yaitu berupa jaringan irigasi dan jaringan jalan. Penelitian ini menggunakan peta jaringan jalan dan jaringan irigasi dari hasil interpretasi citra satelit landsat tahun 2008. 5.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah digunakan untuk mengetahui
kebutuhan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu di wilayah tertentu juga. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan perencanaan LP2B dan LCP2B. Jangka waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah tahunan, menengah dan panjang. Untuk rentang waktunya jangka menengah adalah 5 tahun sementara panjang adalah 20 tahun sesuai dengan penyusunan RTRW. Dalam penelitian ini, perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan didasarkan pada: a)
Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk.
b)
Pertumbuhan produktivitas.
c)
Kebutuhan pangan nasional.
d)
Kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan. Keempat dasar perencanaan ini digunakan untuk menghitung kebutuhan luas
sawah di Kab. Pasaman Barat. Kebutuhan lahan sawah ini dihitung selain untuk memenuhi kebutuhan pangan wilayahnya sendiri maupun kontribusi wilayah tersebut terhadap wilayah yang lebih luas, untuk provinsi kebutuhan harus dihitung kontribusi terhadap penyediaan beras nasional sementara bagi Kab. Pasaman Barat dihitung untuk kontribusi terhadap provinsi. Perhitungan kebutuhan lahan ini menggunakan 2 skenario yaitu skenario pesimis dan optimis. Asumsi yang digunakan adalah : a)
Skenario Pesimis -
Konsumsi beras per kapita yang digunakan adalah 140 kg/kapita per tahun. Angka ini didasarkan kepada standar kebutuhan kalori 2.200 kkal/orang/hari.
-
Produktivitas tetap.
-
Intensitas pertanaman tetap.
24
b)
Skenario Optimis Konsumsi beras nasional menggunakan kelayakan tingkat konsumsi beras
-
standar nasional saat ini yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 139,15 kg/kapita/tahun sementara Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pasaman Barat 106 kg/kapita/tahun sesuai dengan data yang digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat. -
Produktivitas naik sesuai rata-rata kenaikan 8 tahun terakhir.
-
Intensitas pertanaman naik 1% per tahun
Proyeksi Jumlah Penduduk (y) Penghitungan proyeksi jumlah penduduk menggunakan model saturasi yaitu: y = (313.454) + 7.343,46)*x…………………………………………………........(1) Dimana: y = prediksi jumlah penduduk (jiwa) x = jumlah penduduk tahun dasar (2010) (jiwa) Data yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan penduduk tingkat nasional adalah data jumlah penduduk selama tahun 1971-2010 yang berasal dari World Bank dan BPS. Untuk Kabupaten Pasaman Barat data berasal dari BPS Kabupaten Pasaman Barat 2004-2010. Tahun dasar perhitungan (x) untuk tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten adalah jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Penghitungan dengan rumus ini dibantu dengan perangkat lunak Statistica 7 sehingga didapat nilai masing-masing komponen. Kebutuhan Pangan (Kp) Kebutuhan pangan adalah perkalian dari konsumsi beras per kapita dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu. Persamaannya sebagai berikut: Kp = Kb*yt *62,74% ...................................................................................... (2) Dimana : Kp = kebutuhan pangan dalam GKG (kg) Kb = konsumsi beras (kg/kapita/tahun) yt = jumlah penduduk tahun ke-t (jiwa) Kb atau konsumsi beras per kapita untuk skenario pesimis menggunakan nilai 140 kg/kapita/tahun didasarkan kepada kebutuhan energi sebesar 2.200 kkal/hari sementara skenario optimis untuk tingkat nasional menggunakan standar yang
25
ditetapkan yaitu 139,15 kg/kapita/tahun dan 106 kg/kapita/tahun untuk provinsi dan kabupaten sesuai standar yang digunakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat. Nilai 62,74% adalah faktor konversi beras ke GKG berdasarkan pada hasil survei susut panen dan pasca panen gabah beras kerjasama BPS dan Kementerian Pertanian (2009). Kebutuhan Luas Panen (Klp) Kebutuhan luas panen adalah kebutuhan pangan dibagi dengan produktivitas. Persamaannya sebagai berikut: Klp = Kp/p ......................................................................................................(3) Dimana : p = produktivitas (ton/ha) Produktivitas berasal dari produktivitas tahun 2010 sementara pertumbuhan produktivitas per tahun untuk provinsi berdasar pada rata-rata pertumbuhan produktivitas 2000-2010 sedangkan kabupaten berdasar rata-rata pertumbuhan produktivitas 2004-2010. Kebutuhan Luas Tanam (Kt) Kebutuhan luas tanam adalah kebutuhan luas panen ditambah dengan luas resiko gagal panen. Persamaannya sebagai berikut: Kt = Klp + Lgp ................................................................................................(4) Dimana : Klp = Kebutuhan luas panen (ha) Lgp = Luas resiko gagal panen (ha) Luas gagal panen (puso) didasarkan kepada luas gagal panen nasional pada tahun 2003-2008 yaitu 1% dari luas panen. Data ini digunakan karena data luas gagal panen provinsi dan kabupaten tidak tersedia. Kebutuhan Lahan Baku Sawah (Ks) Kebutuhan lahan baku sawah adalah luas tanam dibagi intensitas pertanaman. Persamaannya sebagai berikut: Ks= Kt/IP * 100................................................................................................5) Dimana: Ks = kebutuhan lahan (Ha) Kt = kebutuhan luas tanam (Ha) IP = Intensitas Pertanaman (%)
26
Untuk menghitung kontribusi yang harus diberikan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pasaman Barat terhadap nasional dan provinsi dilakukan dengan menghitung kontribusi produksi GKG masing-masing wilayah selama 8 tahun terakhir. Hal ini dilakukan agar kontribusi yang harus diberikan tidak membebani wilayah lumbung padi. Kontribusi produksi ini kemudian dijadikan dasar dalam menghitung kebutuhan lahan sawah dengan kondisi seperti produktivitas, IP yang disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini menggunakan beberapa asumsi: (1) luas sawah yang didelineasi tidak mengalami perubahan; (2) tidak terjadi degradasi lahan dan lingkungan; dan (3) luas gagal panen (puso) adalah 1 % dari luas panen. 6. Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan Analisis proyeksi ini digunakan untuk mengetahui apakah kecamatan tertentu mengalami surplus lahan atau mengalami defisit lahan terhadap kontribusinya bagi ketahanan pangan di Kabupaten Pasaman Barat. Dalam memproyeksi kebutuhan lahan sawah ini ada 2 skenario yang dipakai, yakni skenario optimis dan skenario pesimis. Skenario Optimis adalah suatu teknik atau cara dimana diasumsikan produktifitas produksi naik 1,35 % setiap tahunnya, indeks pertanaman naik 1 % tiap tahunnya dan konsumsi pangan 109 kg/kapita/tahunnya. Skenario pesimis adalah suatu teknik atau cara dimana produktifitas produksi tetap setiap tahunnya, indeks pertanaman tetap tiap tahunnya dan konsumsi pangan 140 kg/kapita/tahunnya. Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahunan, menengah dan panjang. Untuk rentang waktu jangka menengah adalah 5 tahun dan jangka panjang adalah 20 tahun. Pemerintah perlindungan
lahan
Kabupaten pertanian
Pasaman pangan
Barat,
untuk
berkelanjutan
membuat di
kebijakan
daerahnya
harus
memperhatikan daerah-daerah yang mengalami surplus lahan ataupun defisit lahan. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah, sebab suatu daerah yang mengalami surplus lahan belum tentu mengalami surplus produksi ataupun sebaliknya defisit lahan belum tentu mengalami defisit produksi. Sebagai contoh, kecamatan tertentu yang mengalami defisit lahan akan tetapi produksi lahan sawahnya tinggi dan IP lebih dari 2 kali setahun akan mengalami surplus produksi.
27
7.
Analisis Pendapat Masyarakat terhadap Kelompok Usulan LP2B dan LCP2B Berbagai upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah telah banyak
dilakukan. Beragam studi yang ditujukan untuk memahami proses terjadinya alih fungsi, faktor penyebab, tipologi alih fungsi, maupun estimasi dampak negatifnya telah banyak pula dilakukan. Beberapa rekomendasi telah dihasilkan dan sejumlah kebijakan telah dirumuskan. Dari penelitian-penelitian yang ada memang disadari bahwa menghitung nilai sebenarnya atas lahan sawah bukanlah pekerjaan yang sederhana dan mudah, apalagi bila menyangkut aspek non fisik yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable). Analytical Hierarchy Process (AHP) pada penelitian
ini dilakukan dengan
tujuan sebagai alat bantu menentukan kriteria dalam penentuan strategi penetapan LP2B dan LCP2B lahan sawah. AHP memungkinkan menyelesaikan masalahmasalah yang berkaitan dengan faktor nyata dan tidak nyata. Data, gagasan, dan intuisi dapat diatur dengan menggunakan struktur hirarki secara logis. Selain itu AHP dapat menampung ketidakpastian dan dapat melakukan revisi sedemikian rupa atas masalah-masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria atau multi kriteria, tetapi juga penerapannya telah meluas sebagai metoda alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah (Marimin, 2004). AHP adalah pengukuran yang dilakukan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan
berpasangan
yang
diskrit
maupun
kontinyu.
Perbandingan-
perbandingan tersebut dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan dan prefensi relatif. Metode ini juga meperhatikan secara khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya (Marimin, 2004). AHP memungkinkan untuk melihat elemen-elemen permasalahan secara terpisah-pisah. Satu elemen dibandingkan dengan lainnya berdasarkan kriteria tunggal yang merupakan proses keputusan dari perbandingan berpasangan, serta membantu penyusunan permasalahan, mendorong melakukan pertimbangan/ penilaian, dan mengumpulkan atau menggabungkan semua pertimbangan kedalam alternatif-alternatif yang diprioritaskan dari yang paling baik sampai yang paling buruk.
28
Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi (Saaty, 2003) : 1.
Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.
2.
Penilaian
kriteria
dan
alternatif
kriteria
dinilai
melalui
perbandingan
berpasangan. Menurut Saaty (1993) untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala penilaian perbandingan berpasangan dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4, 6,8
Keterangan Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan
Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3, maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A3
A1 1
A2
A3
1 1
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 3, Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisis dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka
29
elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif. 3.
Penentuan prioritas Untuk
setiap
kriteria
dan
alternatif,
perlu
dilakukan
perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan proritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan: a.
Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan.
b.
Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi matriks.
4.
Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: Hubungan kardinal
: aij . ajk = aik
Hubungan ordinal
: Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak
Hubungannya dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut : a.
Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak delapan kali dari pisang.
b.
Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang.
30
8.
Pengelompokan Lahan Pertanian Pangan yang Diusulkan untuk LP2B dan LCP2B Proses analisis lahan aktual dan potensial yang dapat diusulkan untuk
dilindungi, dilakukan dengan 2 tahapan. Tahap awal merupakan penapisan terhadap lahan-lahan yang dapat dijadikan LP2B dan LCP2B dan lahan yang berada diluar LP2B dan LCP2B. Lahan yang dapat dilindungi tersebut adalah: •
Lahan yang berada dalam suatu hamparan yang bersifat saling mempengaruhi.
•
Lahan yang memiliki jaringan infrastruktur jalan dan irigasi Tahap berikutnya dilakukan untuk menentukan lahan aktual dan lahan
potensial yang dilindungi dengan menggunakan 3 (tiga) kelompok lahan yaitu: 1)
Kelompok 1: berdasarkan hasil AHP, proyeksi kebutuhan lahan sawah dan kesesuaian lahan
2)
Kelompok 2: berdasarkan batas administrasi kecamatan
3)
Kelompok 3: berdasarkan pertimbangan etnis Masing-masing prioritas memiliki variabel penciri yang berbeda antara satu
dengan yang lain (lihat Tabel 5). Tabel 5. Matriks Variabel Penciri dari Masing-masing kelompok Usulan Lahan Pertanian Pangan (LPP) yang terdiri dari LP2B dan LCP2B
Variabel Hasil AHP/Proyeksi/Kesesuian Lahan (Kelompok 1) Batas Administrasi kecamatan (Kelompok 2)
Pertimbangan etnis (Kelompok 3)
Hasil AHP/Proyeksi/Kesesuaian Lahan (Kelompok 1) LPP tidak berbasis wilayah administrasi kecamatan
Kontiguitas spasial sebagai penentu utama, berdasarkan: 1) Hamparan, 2) Produktifitas, 3) jalan, 4) Irigasi Coverage/tutupan setiap hamparan LPP sedang
Batas Administrasi kecamatan (Kelompok 2)
Pertimbangan etnis (Kelompok 3)
Setiap LPP di 1 wilayah administrasi kecamatan
LPP tidak berbasis wilayah administrasi kecamatan Kontiguitas spasial Kontiguitas tidak menjadi etnis sebagai penentu terpenting penentu utama hamparan LPP relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelompok 1 dan 3
Coverage/tutu pan setiap hamparan LPP paling besar
Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3, sedangkan matriks análisis penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
31
Tahap I. Analisis dan Identifikasi Penggunaan Lahan Tahap II. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan
Citra Landsat
Sifat/Karakteristik Tanah
Peta Tanah
Peta curah hujan
Kualitas/Krakteristik lahan
Overlay
Interpretasi
Peta Kelas Kesesuaian Lahan Sawah
Tahap III Analisis dan Identifikasi Luas Lahan Aktual dan Potensial
Overlay Peta Lahan Aktual dan Potensial Lahan sawah
Citra Landsat
Interpretasi Overlay Tahap IV Analisis Lahan Aktual mempunyai Infrastruktur
Peta Lahan Aktual dan Potensial utk LP2B dan LCP2B
Citra Landsat
Peta Jaringan Infrastruktur
Overlay
Interpretasi
Tahap V Analisa Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Tahap VI Analisa Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan Tahap VII. Analisa Pendapat Masyarakat
Tahap VIII Pengelompokkan Lahan Pertanian Pangan
Peta Hamparan Lahan Sawah Aktual mempunyai Jaringan Infrastruktur
Citra Landsat Pengelompokkan
Interpretasi Lahan Potensial yang sesuai
Lahan Potensial yang tidak sesuai
Tdk
ya
Peta Hamparan Lahan yg dapat direkomendasikan untuk LP2B dan LCP2B
Pengelompokkan
Kelompok 1
Kelompok II
Gambar 3. Bagan Alir Tahapan Penelitian
Kelompok Arahan LP2B, LCP2B
Kelompok III
32
Tabel 6. Matriks Analisis Penelitian No. 1.
2.
3.
4.
5
Tujuan
Metode Analisis
Identifikasi dan Analisis SIG : -Overlay peta landuse Analisis Penggunaan Lahan Analisis dan Analisis SIG : - Overlay kriteria kelas Identifikasi Kelas kesesuaian lahan dengan Kesesuaian peta lahan aktual dan Lahan Untuk potensial lahan padi sawah Analisis dan • Interpretasi Citra Identifikasi Luas • Analisis SIG, Overlay lahan aktual & Peta potensial
Identifikasi • Analisis SIG Lahan Aktual Overlay Peta kesesuaian dan Potensial lahan dengan peta berdasarkan jaringan jalan dan irigasi Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Analisis • Skenario Optimis Kebutuhan • Skenario Pesimis Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat
• Skenario Optimis • Skenario Pesimis
6
Analisis Kebutuhan Lahan Sawah Setiap Kecamatan
7
Analisis • Analytical Hierarchi Pendapatn Process (AHP) Masyarakat terhadap Penetapan LP2B dan LCP2B Pengelompokan • Analisis Spasial secara Lahan visual Pertanian Dasar pertimbangan pada Pangan Hasil terhadap usulan AHP/proyeksi/kesesuaian Kelompok yang Batas Administrasi dilindungi Kecamatan, Pertimbangan etnis
8
Jenis Data -Peta Penggunaan lahan
Sumber Data - Bappeda Kab. Pasbar
Output Ketersediaan Lahan Aktual dan Potensial Sawah
- Peta kriteria - Bappeda kesesuaian Kab. lahan Pasbar - Peta Lahan Aktual dan Potensial (LAP) - Peta tutupan Bappeda lahan Kab. Pasbar - Peta Administrasi - Peta Kesesuaian Lahan - Peta Lahan - Hasil Aktual dan pengolahan Potensial data tahap - Peta Jalan sebelumnya - Peta Irigasi
Kesesuaian lahan Sawah
- Pasaman Barat Dalam Angka - Product Domestic Regional Bruto (PDRB) - Kecamatan Dalam Angka - PDRB
- Petani - Bappeda - Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, dll - Petani - Bappeda - Dinas Pertanian, dll
Mengetahui kebutuhan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu usaha memenuhi kebutuhan penduduk Mengetahui kecamatan tertentu mengalami defisit atau surplus lahan
- Wawancara dan Kuesioner
- Instansi terkait dengan data/Para pengambil Keputusan
Pendapat Masyarakat tentang Lahan Pertanian Pangan (LPP)
Pengelompokk an Lahan Pertanian Pangan
Hasil pengolahan data tahap sebelumnya
hamparan lahan pertanian pangan yang direkomendasikan untuk dilindungi
Peta lahan aktual dan potensial
Peta lahan aktual dan potensial berdasarkan jaringan infrastruktur