47
METODOLOGI Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Kegiatan yang dilakukan meliputi: pengumpulan data, analisis data, dan sintesis.
Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di 30 desa terpilih yang berada di dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Gambar 2).
Desa-desa
tersebut secara administrasi pemerintahan, berada pada dua wilayah provinsi dan tiga wilayah kabupaten yaitu: (1) Provinsi Jawa Barat: Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi; (2) Provinsi Banten: Kabupaten Lebak.
Gambar 2 Lokasi pengambilan data penelitian. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kompas, dan seperangkat komputer dengan perangkat lunak: ERDAS versi 9.1, ArcView versi 3.3, dan SPSS versi 13. Bahan-bahan yang digunakan meliputi: citra landsat
48 TM (tahun 1989, 1992, 1995, 1998, 2001, dan 2004), Peta Tata Batas TNGHS, Peta Administrasi Pemerintahan, daftar pertanyaan untuk wawancara, dan kuesioner penelitian.
Metode Pengumpulan Data 1. Survei dan pengambilan data sekunder ke instansi-instansi terkait: PPLH IPB, Departemen Kehutanan, Pemerintah Daerah, dan BPS. 2. Metode survei dengan wawancara mendalam dan/atau alat kuesioner terhadap responden terpilih, untuk memperoleh data dan informasi selama periode tahun 1989-2004 tentang: (a) sejarah penggunaan dan penutupan lahan, (b) data kependudukan, (c) mata pencaharian, (d) tingkat pendapatan, (e) kepemilikan dan penguasaan lahan, (f) kebutuhan lahan garapan, (g) kebutuhan hidup layak, (h) aksesibilitas terhadap sumberdaya alam, (i) pemanfaatan sumberdaya alam, (j) tingkat pendidikan, (k) pengetahuan lokal, (l) adat istiadat, (m) persamaan jender, (n) sarana dan prasarana. Wawancara dilakukan dengan mencoba mengingatkan kembali (recalling) responden terhadap keadaan mereka pada waktu yang telah lalu. 3. Pengumpulan data dan/atau pengamatan di lapang terhadap sub sistem: (a) ekologi, (b) ekonomi-finansial, (c) sosial-budaya. 4. Pengumpulan data koordinat geografis lokasi: dilakukan dengan seperangkat peralatan survey lapangan (GPS, kompas, peta-peta).
Penarikan Sampel Untuk mendapatkan berbagai data yang dibutuhkan pada lokasi penelitian, dilakukan penarikan sampel dengan metode stratified cluster sampling (Gambar 3).
Pada metode penarikan sampel ini, dilakukan pengelompokkan
terhadap unit-unit elementer dalam kelompok kecil yang masih heterogen seperti halnya populasi itu sendiri (Nazir 2003). Penarikan sampel terdiri dari dua tahap, yaitu: tahap pertama untuk menentukan primary sampling unit (psu); dan tahap kedua untuk menentukan secondary sampling unit (ssu).
49 Pada tahap pertama, penarikan sampel adalah berupa pemilihan sampel desa yang akan dijadikan sebagai primary sampling unit (psu). Penarikan sampel didasarkan pada hasil stratifikasi yang dilakukan pada tahap awal, dengan sampling fraction sebesar 25%. Pada tahap kedua, penarikan sampel dilakukan terhadap unit elementer yang ada pada psu.
Untuk menarik sampel dari total unit elementer pada psu,
diperlukan list nama kepala keluarga yang ada pada masing-masing desa terpilih. Seluruh kepala keluarga yang pada desa sampel terpilih merupakan calon responden yang akan memberikan informasi.
Dengan mempertimbangkan
keterbatasan biaya, waktu, dan standar analisis statistika, jumlah responden yang dipilih pada sampling tahap kedua ini adalah sebanyak 30 kepala keluarga. Informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan responden terpilih, diharapkan sudah dapat mewakili kondisi keluarga yang ada pada desa terpilih.
TNGHS Populasi finit
Desa strata i
D1
Sampel tahap pertama
Sampel tahap kedua
D2
D4
D3
D5
P1
P2
P3
….
Dj
D5
D3
P1
….
Pm
P1
P3
P2
P3
P2
P3
Responden
Gambar 3 Tahapan penarikan sampel.
….
Pn
50 Pada tahap awal penarikan sampel, seluruh desa yang ada di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS dikelompokkan menjadi beberapa strata (Tabel 1). Stratifikasi ini, didasarkan pada: 1. Laju penurunan luas hutan alam: a. Desa dengan laju penurunan rata-rata sebesar 0-2.0 %/tahun b. Desa dengan laju penurunan rata-rata sebesar 2.1-4.0 %/tahun c. Desa dengan laju penurunan rata-rata sebesar 4.1-6.0 %/tahun d. Desa dengan laju penurunan rata-rata sebesar 6.1-8.0 %/tahun 2. Sosial kultural masyarakat: a. Desa tradisional b. Desa non-tradisional 3. Status desa: a. Desa enclave b. Desa non-enclave Tabel 1 Kombinasi kriteria untuk penentuan strata desa No strata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Laju penurunan luas hutan alam rata-rata (%/tahun) 0 – 2.0 0 – 2.0 0 – 2.0 0 – 2.0 2.1 – 4.0 2.1 – 4.0 2.1 – 4.0 2.1 – 4.0 4.1 – 6.0 4.1 – 6.0 4.1 – 6.0 4.1 – 6.0 6.1 – 8.0 6.1 – 8.0 6.1 – 8.0 6.1 – 8.0
Sosial kultural masyarakat non-tradisional non-tradisional tradisional tradisional non-tradisional non-tradisional tradisional tradisional non-tradisional non-tradisional tradisional tradisional non-tradisional non-tradisional tradisional tradisional
Status desa non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave non-enclave enclave
51 Proses stratifikasi desa merupakan pengelompokkan desa berdasarkan kombinasi dari kriteria laju penurunan luas hutan alam, sosial kultural masyarakat, dan status desa. Setiap strata desa dianggap mewakili setiap tipologi desa yang ada di kawasan TNGHS. Sehingga diharapkan bahwa pengambilan sampel desa pada setiap strata desa, juga akan mewakili setiap tipologi desa. Pengelompokkan laju penurunan luas hutan alam pada setiap desa, didasarkan pada hasil studi Prasetyo dan Setiawan (2006). Laju penurunan luas hutan alam ini merupakan persentase penurunan luas hutan alam rata-rata per tahun dalam kurun waktu 15 tahun (1989-2004) pada setiap wilayah desa. Pada penelitian ini, pengelompokkan laju penurunan luas hutan alam pada setiap desa tidak memperhitungkan luasan desa, dan adanya perbedaan laju penurunan pada setiap tahunnya. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa desa-desa dengan luasan yang kecil mempunyai laju penurunan luas hutan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan desa-desa yang relatif lebih luas. Disamping itu, terdapat juga kemungkinan bahwa secara rata-rata keseluruhan selama periode tahun 1989-2004, laju penurunan luas hutan alam pada suatu desa lebih kecil jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya.
Tetapi pada selang waktu tertentu,
terjadi hal sebaliknya, dimana laju penurunan luas hutan alam pada desa tersebut adalah jauh lebih tinggi dibandingkan desa-desa lainnya. Pada desa-desa dengan laju penurunan luas hutan alam sebesar 0-2% per tahun, diperkirakan luas hutan alam yang berada pada wilayah desa-desa ini sudah berkurang sebanyak 0-30%. Pada desa-desa dengan laju penurunan luas hutan alam sebesar 2.1-4.0% per tahun, diperkirakan luas hutan alam pada wilayah desa-desa ini sudah berkurang sebanyak 30.1-60%. Pada desa-desa dengan laju penurunan luas hutan alam sebesar 4.1-6.0% per tahun, diperkirakan luas hutan alam yang berada pada wilayah desa ini sudah berkurang sebanyak 60.1-90%. Pada desa-desa dengan laju penurunan luas hutan alam sebesar 6.1-8.0% per tahun diperkirakan luas hutan alam yang berada pada wilayah desa ini sudah berkurang lebih dari 90%. Berdasarkan sosial kultural masyarakat, desa-desa yang ada di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya pengaruh masyarakat tradisional. Desa-desa dimana masih terdapat pengaruh kuat tetua
52 adat dan penerapan aturan-aturan masyarakat tradisional, dikelompokkan pada desa tradisional. Sebaliknya, jika pada suatu desa tidak ada lagi pengaruh tetua adat dan penerapan aturan-aturan masyarakat tradisional, maka desa tersebut dikelompokkan pada desa non-tradisional. Pengelompokkan desa berdasarkan status desa yang dimaksudkan pada penelitian ini, didasarkan pada letak wilayah desa dari sudut pandang pengelola TNGHS. Suatu desa disebut desa enclave jika sebagian atau seluruh wilayah desa tersebut berada di dalam kawasan enclave.
Sebaliknya, jika tidak terdapat
wilayah desa yang berada di dalam kawasan enclave, maka desa tersebut dikelompokkan pada desa non-enclave. Perhitungan terhadap jumlah sampel, dan beberapa nilai pendugaan sampel yang diambil dari populasi awal dihitung berdasarkan rumus-rumus berikut ini: 1. Jumlah sampel tahap pertama: m = f1 x M Keterangan: m : besarnya sampel f1 : sampling fraction tahap pertama M : jumlah psu 2. Jumlah sampel tahap kedua: ni = f2 x Ni Keterangan: ni : jumlah unit elementer yang dipilih dari psu ke-i f2 : sampling fraction tahap kedua Ni : jumlah unit elementer dari psu ke-i 3. Jumlah nilai observasi dari ssu dalam psu ke-i : Xi =
ni
∑X j =1
ij
Keterangan: Xi : jumlah harga observasi pada psu ke-i Xij : nilai observasi ssu ke-i dalam psu ke-j
53 4. Total harga observasi dari semua ssu:
X =
m
∑X i =1
i
Keterangan: X : total harga observasi dari semua ssu Xi : jumlah harga observasi pada psu ke-i 5. Rata-rata nilai observasi per psu terpilih dalam sampel: X m Keterangan: X : rata-rata nilai observasi per psu yang terpilih dalam sampel X : total harga observasi dari semua ssu m : jumlah psu terpilih X =
6. Rata-rata nilai observasi per ssu dalam subsampel dari psu ke-i: Xi =
Xi ni
Keterangan: Xi : rata-rata observasi per ssu dalam subsampel dari psu ke-i Xi : jumlah harga observasi pada ssu dari psu ke-i ni : jumlah ssu terpilih dalam psu ke-i 7. Rata-rata nilai observasi per ssu dalam subsampel: X n Keterangan: X : rata-rata nilai observasi per ssu dalam subsampel X : total nilai observasi dari semua ssu dalam sampling tahap kedua n : jumlah semua ssu X =
8. Pendugaan total nilai observasi dari seluruh populasi: Xt =
1 X f
Keterangan: Xt : pendugaan nilai total observasi dalam populasi X : total nilai observasi dari semua ssu f : sampling fraction akhir (= f1 x f2)
54 9. Pendugaan total unit elementer dalam seluruh populasi:
Yt =
1 Y f
Keterangan: Yt : pendugaan total unit elementer dalam populasi Y : jumlah unit elementer dalam sampel f : sampling fraction akhir (= f1 x f2) 10. Pendugaan rata-rata observasi per unit elementer dari seluruh populasi:
G=
X Y
Keterangan: G : pendugaan rata-rata nilai observasi per unit elementer dari seluruh populasi X : total nilai observasi dari semua ssu Y : jumlah unit elementer dalam sampel Pengolahan dan Analisis Data
Metode-metode yang digunakan adalah analisis spasial, analisis deskriptif, analisis regresi linier berganda, analisis tekanan penduduk, analisis harga barang substitusi dan harga pasar, dengan proses sebagai berikut: 1. Analisis spasial: (a) perubahan penggunaan dan penutupan lahan multi waktu; (b) tampilan/layout peta; dan (c) pemasukan data koordinat geografis lokasi penelitian. 2. Analisis tabulasi dan deskriptif: berupa tabel dan gambar dari data-data hasil
ground survey sosial ekonomi, untuk menentukan peubah-peubah sosial ekonomi kunci/dominan. 3. Analisis regresi linier berganda: untuk menduga besarnya pengaruh peubah-peubah
sosial
ekonomi
kunci/dominan
terhadap
perubahan
penggunaan dan penutupan lahan. 4. Analisis tekanan penduduk: (a) kebutuhan lahan untuk hidup layak; (b) besarnya tekanan penduduk. 5. Analisis harga barang pengganti dan harga pasar: untuk menduga nilai manfaat langsung.
55
Analisis Spasial
Analisis spasial terhadap data landsat lokasi penelitian mengacu pada hasil studi yang dilaksanakan oleh Prasetyo dan Setiawan (2006). Studi dilaksanakan dengan membandingkan data landsat multi waktu, dari tahun 1989-2004. Tahapan pengolahan dan analisis data landsat yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis komparasi multi waktu data landsat dilakukan dengan menggunakan metode preclassification dan postclassification.
Pada proses
preclassification, dilakukan perbandingan nilai dijital pada setiap data landsat secara langsung, dimana seluruh data landsat dinormalkan terlebih dahulu terhadap landsat yang dijadikan acuan. Sedangkan pada proses postclassification, dilakukan perbandingan terhadap data landsat multiwaktu setelah data landsat diklasifikasikan secara individual.
Klasifikasi penggunaan/penutupan lahan
dilakukan secara terbimbing dengan menggunakan metode kemiripan maksimum (maximum likelihood classification).
Landsat tahun 1989-2004
Landsat tahun 1989 - 2004 Normalized (corrected)
Select training area
Accuracy assessement
Supervised Classification (Maximum Likelihood Method)
Pre-processing: 1. Geometric correction 2. Normalize/Radiometric (relative radiometric normalization) 3. Topografic correction 4. Subset to boundary
Pre-Processing Processing Ground Check
Peta Penggunaan Lahan/ Penutupan Lahan
Gambar 4 Diagram alir pengolahan data Landsat (Prasetyo & Setiawan 2006).
56 Koreksi geometri merupakan proses memproyeksikan data peta ke dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Dalam proses proyeksi ini, digunakan sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Untuk menghasilkan tingkat akurasi yang baik, maka geometric co-registration dilakukan dengan RMSE (root
mean square error) sebesar 0.25-0.5 pixel atau hampir 1 pixel. Citra landsat yang menjadi acuan adalah citra landsat tahun 2003 atau 2001 yang telah dikoreksi terlebih dahulu ke proyeksi UTM. Penentuan data landsat yang akan dijadikan sebagai acuan didasarkan pada kondisi tutupan awan yang paling sedikit. Metode
normalized
radiometric
yang
digunakan
adalah
metode
pseudoinvariant feature (PIF), yaitu dengan membandingkan objek-objek yang tidak mengalami perubahan dari satu data image dengan data image lainnya. Hal ini dapat dilihat pada objek-objek yang tidak tergantung pada musim dan siklus biologi.
Perbedaan kecerahan (brightness) dari objek invarian tersebut
diasumsikan sebagai fungsi linier. Untuk mengurangi kesalahan akibat efek topografi (topographic effect), maka dilakukan koreksi dengan menggunakan data surface zenit angle (slope),
surface azimut angle (aspect), solar zenit angle, dan solar azimut angle. Koreksi topografi dilakukan dengan menggunakan persamaan Non-Lambertian Model (Minnaert function), dimaksudkan untuk mengurangi efek bayangan dengan menurunkan nilai dijital data landsat. Koreksi topografi ini cukup efektif untuk menghilangkan efek topografi. Tetapi untuk daerah dengan kemiringan yang sangat curam (> 40%), koreksi topografi akan menimbulkan nilai-nilai dijital yang berlebihan. Sehingga diperlukan keahlian dari seorang peneliti untuk melakukan koreksi lanjutan dengan menggunakan citra yang lebih tinggi resolusinya. Klasifikasi tipe penggunaan/penutupan lahan dibagi menjadi beberapa kelas yaitu: 1) Hutan alam; 2) Hutan tanaman; 3) Kebun campuran; 4) Kebun teh; 5) Kebun karet; 6) Semak belukar; 7) Rumput; 8) Sawah/lahan basah; 9) Ladang/lahan kering (upland); 10) Lahan terbuka (bareland); 11) Lahan terbangun/pemukiman; 12) Badan air; dan 13) Awan (no data).
Untuk
mendapatkan hasil klasifikasi yang baik, dilakukan pengujian akurasi (accuracy
assessment) terhadap hasil klasifikasi berdasarkan data hasil groundcheck. Hasil klasifikasi diharapkan memiliki nilai akurasi lebih dari 80%.
57
Analisis Tabulasi dan Deskriptif
Data-data sosial ekonomi yang didapatkan dari hasil survey lapangan dan wawancara dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Tampilan data berupa tabel dan gambar, yang menunjukkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di lokasi penelitian. 1. Kependudukan a. Laju pertumbuhan penduduk Dihitung dengan menggunakan persamaan Geometrik (Rusli 1995): Pt = P0 (1 + r)t Keterangan: Pt : jumlah penduduk pada akhir periode waktu t P0 : jumlah penduduk pada awal periode waktu t r : laju pertumbuhan penduduk t : jangka waktu taksiran b. Kepadatan penduduk Merupakan perbandingan antara jumlah warga desa terhadap luasan wilayah desa pada lokasi sampel penelitian. 2. Kegiatan ekonomi a. Mata pencaharian pokok Merupakan pekerjaan utama bagi kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. b. Mata pencaharian sampingan Identifikasi dilakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan lain anggota keluarga selain dari pekerjaan utama. 3. Hubungan masyarakat dengan hutan a. Aksesibilitas terhadap sumber daya alam Merupakan gambaran terhadap kesempatan masyarakat di sekitar hutan untuk melakukan pemanfaatan sumber daya hutan. b. Pemanfaatan sumber daya hutan Berbagai kebutuhan pokok masyarakat di sekitar hutan, dipenuhi dengan memanfaatkan sumber daya hutan. Kebutuhan tersebut antara lain berupa kayu bangunan, kayu bakar, bahan makanan, dan pakan ternak. Termasuk juga adanya kegiatan perluasan areal pertanian dan pemukiman.
58 c. Adat istiadat Merupakan kebiasaan masyarakat yang sudah diterapkan dalam kehidupan mereka secara turun temurun. 4. Taraf Hidup a. Pendapatan Pendapatan masyarakat diperoleh dari lahan pertanian, lahan hutan, peternakan rakyat, gaji pegawai, dan upah yang diterima oleh masyarakat yang bekerja di luar sawah, kebun, dan lahan tumpangsari. b. Pengeluaran rumah tangga Bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga dapat dihitung secara sederhana berdasarkan kebutuhan hidup primer. c. Kepemilikan lahan Identifikasi terhadap perubahan luas kepemilikan lahan setiap kepala keluarga yang berada pada desa sampel penelitian. d. Kesempatan kerja Menggambarkan bentuk-bentuk lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja bagi setiap anggota masyarakat yang berada di lokasi penelitian. e. Tingkat pendidikan dan pengetahuan lokal Meliputi pendidikan formal dan non-formal yang didapatkan oleh setiap anggota masyarakat yang berada di lokasi penelitian. f. Persamaan jender Pembagian hak dan kewajiban antara lelaki dan perempuan pada berbagai bidang, antara lain: pekerjaan, pendidikan, dan status sosial. g. Keadaan rumah Rumah merupakan salah satu ukuran kemampuan ekonomi seseorang, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan taraf hidup pemiliknya. h. Sarana dan prasarana Kondisi umum sarana dan prasarana yang ada pada lokasi penelitian, meliputi: sarana transportasi, pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. i. Pemerataan Diukur dengan menggunakan data-data: pendapatan, kepemilikan lahan pertanian, kelas-kelas rumah, dan lapangan pekerjaan.
59
Analisis Regresi
Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS dengan metode stepwise regression, untuk melihat hubungan antara peubah-peubah sosial ekonomi kunci/dominan (peubah bebas) terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan (peubah tak bebas) pada setiap strata desa. Analisis regresi yang dilakukan adalah analisis regresi linier berganda, dengan model persamaan sebagai berikut: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + ..... + βiX3i + εi Keterangan: Yi : perubahan penggunaan dan penutupan lahan pada desa strata i β0 : intersep εi : sisaan β1, β2, …, βi : kemiringan/gradien X1i, X2i, …, Xji : peubah sosial ekonomi kunci/dominan Beberapa asumsi yang mendasari model tersebut adalah: i) εi menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal (0,σ2); ii) εi memiliki ragam homogen; iii) tidak adanya hubungan antar peubah X (E(Xi,Xj)=0, untuk semua i ≠ j); iv) εi bebas terhadap peubah X. Untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan, diuji dengan menggunakan uji F (analisis ragam).
Untuk melihat
pengaruh peubah bebas secara parsial, diuji dengan menggunakan uji t-student. Untuk melihat keterandalan model, dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi (R2). a. Analisis Ragam (Uji F) Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah tak bebas. Komponen ragam dari regresi linier berganda tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Struktur analisis ragam dari regresi linier berganda Sumber Keragaman Regresi Galat Total
Derajat Bebas p n-p-1 n-1
Jumlah Kuadrat (JK) JKR JKG JKT
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
KTR = JKR/p KTG = JKG/(n-p-1) Sy2 = JKT/(n-1)
KTR/KTG
60 Bentuk hipotesis yang diuji dari analisis ragam di atas adalah: H0 : βi = βi = βi = 0 H1 : ada i dimana βi ≠ 0 Hipotesis nol ditolak jika nilai F-hitung > Fα(p, (n-p-1)), atau jika peluang nyata lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) yang ditetapkan. Jika hipotesis nol ditolak berarti dari p peubah bebas yang dilibatkan dalam model regresi linier berganda tersebut diharapkan terdapat paling sedikit terdapat satu peubah bebas yang berpengaruh langsung terhadap peubah tak bebas. b. Uji t-student Pengujian ini akan berguna jika pada pengujian analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa terdapat paling sedikit satu peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Uji t-student ini bermanfaat untuk menunjukkan peubah bebas mana yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas.
Bentuk
hipotesis parsial yang digunakan adalah sebagai berikut ini: H0 : βi = k H1 : β i ≠ k Statistik ujinya dapat dirumuskan sebagai berikut: βˆ − k t hitung = i S β2ˆ Hipotesis nol akan ditolak bila nilai thitung > t tabel (α/2, (n-p-1)), atau jika peluang nyata lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) yang ditetapkan. c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menunjukkan kemampuan model yang dihasilkan dalam menerangkan keragaman nilai peubah tak bebas (Y). Semakin besar nilai R2, berarti model semakin mampu menerangkan prilaku peubah Y. Besaran nilai koeifisien determinasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ini: R2 = JKR / JKT Keterangan: R2 : koefisien determinasi JKR : jumlah kuadrat regresi JKT : jumlah kuadrat total
61
Analisis Tekanan Penduduk
Menurut Soemarwoto (1992), tekanan penduduk didefinisikan sebagai gaya yang mendorong penduduk desa untuk memperluas lahan garapannya atau untuk bermigrasi guna mencari sumber pendapatan baru. Secara matematis, tekanan penduduk dapat dihitung berdasarkan rumus berikut ini (Soemarwoto 1992): TP = z (1 − α
)
f P0 (1 + r ) β L
t
Keterangan: TP = tekanan penduduk; z = luas lahan yang diperlukan untuk mendukung kehidupan pada tingkat hidup yang dianggap layak (ha/orang); z = f (H, C, S, T, M) H = tingkat hidup yang dianggap layak; C = iklim; S = tanah; T = teknologi; M = nilai pasar hasil; α = proporsi pendapatan dari pekerjaan nir-pertanian; 0 ≤ α <1; f = fraksi penduduk yang menjadi petani; 0 < f ≤ 1; P0 = jumlah penduduk pada waktu t0 (orang) r = laju pertumbuhan penduduk (%/tahun); t = waktu perhitungan (tahun); β = proporsi manfaat yang dinikmati oleh penduduk dari usahanya; 0 < β ≤ 1; L = luas lahan pertanian (ha). Nilai α, f, β, didapatkan dari pengamatan, wawancara dengan masyarakat, dan catatan dari desa atau kecamatan. Tekanan penduduk yang diukur pada penelitian ini, merupakan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Semakin besar nilai tekanan penduduk pada suatu desa, maka akan semakin luas pula lahan pertanian yang dibutuhkan oleh penduduk desa. Dengan keterbatasan lahan pertanian di desa, maka akan terdapat kemungkinan bahwa akan terjadi perluasan lahan pertanian dengan memanfaatkan kawasan hutan yang ada di sekitar desa. Sebagai alternatif dari tingginya tekanan penduduk, maka dibutuhkan lapangan pekerjaan baru di luar sektor pertanian, adanya perpindahan penduduk ke lokasi pemukiman yang baru, dan adanya usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk desa.
62
Analisis Harga Barang Pengganti dan Harga Pasar
Untuk menduga besarnya nilai manfaat langsung kawasan TNGHS, dibutuhkan informasi yang meliputi: jumlah pengambil, frekuensi pengambilan, produksi rata-rata per pengambilan, harga jual, dan besarnya biaya pemanfaatan. Pada penentuan harga jual, untuk barang yang bukan barang produktif atau yang tidak diperjualbelikan, digunakan harga barang penggantinya. Sedangkan untuk barang-barang produktif, digunakan harga pasar dari barang tersebut pada tingkat produsen. Besarnya nilai manfaat langsung kawasan TNGHS pada lokasi sampel diduga dengan menggunakan persamaan matematis sebagai berikut: NML = [(P x H) – B] Rp/tahun Keterangan: NML P P jp f jd H B
= = = = = = = =
nilai manfaat langsung (Rp/tahun); jumlah produksi per tahun (volume/tahun); jp x f x jd jumlah pengambil (orang); frekuensi pengambilan (kali/tahun); produksi rata-rata per pengambilan (volume); harga jual (Rp); biaya pemanfaatan (Rp).
Besarnya nilai manfaat langsung untuk seluruh wilayah kawasan TNGHS diduga dengan menggunakan persamaan matematis sebagai berikut:
⎡ 1 ⎤ Yt = ⎢ Y⎥ ⎣ f1 × f 2 ⎦
Rp/tahun
Keterangan: Yt Y f1 f2
= = = =
total nilai manfaat langsung kawasan TNGHS (Rp/tahun); nilai manfaat langsung pada lokasi sampel (Rp/tahun); persentase jumlah desa sampel terhadap jumlah seluruh desa (%); persentase jumlah responden terhadap jumlah KK di desa sampel (%).