14
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berikut ini disajikan peta lokasi pengambilan ikan contoh pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan, yaitu alat bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm, timbangan digital untuk menimbang berat ikan (ketelitian 0,01 g), timbangan digital untuk menimbang berat gonad (ketelitian 0,0001 g), mikroskop,
15
cawan petri dan pipet tetes, mikrometer okuler, mikrometer objektif, gelas objek, gelas ukur kapasitas 10 ml. Preparat histologi menggunakan mikrotom, oven, gelas objek dan gelas penutup. Bahan yang digunakan adalah ikan Bilis (T. hamiltonii), larutan Bouin larutan formalin dengan konsentrasi 10% untuk mengawetkan ikan contoh, sedangkan untuk mengawetkan gonad menggunakan larutan formalin formalin 4%.
3.3 Metode Kerja 3.3.1 Pengambilan ikan contoh Pengambilan ikan contoh dilakukan di tempat pelelangan ikan (TPI) satu kali dalam sebulan selama waktu penelitian. Pengukuran panjang dan berat diukur langsung di tempat. Kemudian ikan contoh dianalisis di laboratorium terutama pada ikan betina, yang sebelumnya diawetkan terlebih dahulu dengan formalin 10% dan diawet segar untuk analisis proximat.
3.3.2 Pengamatan ikan contoh di laboratorium 3.3.2.1 Panjang dan berat total Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor paling belakang menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 mm. Berat total ikan didapat dengan menimbang berat seluruh tubuh ikan pada timbangan digital (ketelitian 0,01 g).
3.3.2.2 Jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) Jenis kelamin diduga berdasarkan pengamatan gonad ikan contoh (Tabel 1). Tingkat kematangan gonad ditentukan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad menurut penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2006) (Tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan tembang (Clupea platygaster) menurut Ismail (2006). TKG I
Jantan Testis seperti benang dengan warna putih susu.
Betina Bentuk ovari seperti benang, butiran telur belum dapat dibedakan. Panjang gonad
16
bervariasi antara
–
panjang rongga
tubuh. II
Ukuran testis lebih besar, bentuk lebih jelas dari TKG I.
Terdapat jaringan bewarma putih susu, telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad bervariasi antara
–
dari
panjang rongga tubuh. III
Ukuran testis semakin besar, bewarna putih kekuningan dan lebih jelas dibanding TKG III. Permukaan gonad tidak rata (berlekuklekuk), ujung posterior bergerigi.
Ukuran lebih besar, pada bagian anterior melebar dan bagian posterior meruncing, telur sudah dapat dipisahkan, bewarna lebih gelap. Panjang gonad bervariasi antara
–
dari panjang rongga tubuh. IV
Ukuran testis besar, warna testes putih, pejal dan gerigi semakin besar.
Diameter telur semakin besar dan jelas terlihat dibawah mikroskop, semua telur bewarna kuning. Panjang gonad bervariasi antara
V
Permukaan testes berkerut, warna putih susu dan berbentuk kurang pejal dibanding dengan TKG IV.
–
dari panjang rongga tubuh.
Ovarium berkerut, butiran telur sisa terkumpul di posterior, ovarium bewarna kemerah-merahan.
3.3.2.3 Indeks kematangan gonad (IKG) Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan ovarium, secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie, 1979 in Hadiaty, 2000). IKG = Wg / W x 100% Wg = berat gonad ; W = berat tubuh
3.3.2.4 Fekunditas Fekunditas dihitung hanya pada ovarium TKG III dan IV. Terlebih dahulu ovarium dikeluarkan dari tubuh ikan, kemudian diawetkan dengan formalin (konsentrasi 4%) dan dimasukan dalam larutan fisiologis. Dalam penghitungan, telur diambil dari 3 bagian ovarium yaitu bagian anterior, median, dan posterior yang sebelumnya telah di keringkan dan ditimbang (berat telur contoh). Telur diencerkan
17
dalam aquades 10 ml lalu telur diambil dengan pipet sebanyak 1 ml, tempatkan telur dalam cawan petri kemudian hitung jumlah telur sebagai jumlah telur contoh.
3.3.2.5 Diameter telur Diameter telur dilihat hanya dari ovarium TKG IV. Diambil 100 butir/ekor ikan contoh dari fekunditasnya. Kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10X10 yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang telah ditera dengan mikrometer objektif, lalu dicatat diameter telurnya.
3.4 Analisis data 3.4.1 Aspek Pertumbuhan 3.4.1.1 Sebaran frekuensi panjang Untuk mengetahui sebaran frekuensi panjang ikan (Walpole, 1995) diikuti tahapan-tahapan : a. Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = wilayah kelas, pb = panjang terbesar, pk = panjang terkecil). b. Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = jumlah data). c. Menghitung lebar kelas, L = r / jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah kelas). d. Memilih ujung bawah kelas interval e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100%. Parameter pendugaan untuk mendapatkan nilai panjang maksimum (Linf) dan koefisien pertumbuhan menggunakan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2. Penentuan laju eksploitasi (E) berdasarkan data ukuran panjang ikan yang dicatat di lapangan setiap pengambilan contoh ikan. parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi laju mortalitas total (Z) digunakan model Beverton dan Holt berbasis data panjang dengan model sebagai berikut :
18
Z =
K (L∞ - L" ) (L"-L' )
Keterangan : K : koefisien pertumbuhan (per tahun) L∞ : panjang asimtotik (mm) L’’ : panjang rata-rata ikan yang tertangkap (mm) L’ : batas bawah dari interval kelas panjang tangkapan terbanyak (mm) Z : laju mortalitas total (pertahun)
3.4.1.2 Hubungan panjang-berat Pola pertumbuhan ikan dapat diduga dengan melihat hubungan panjang dan berat (Effendie, 1979). Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Hubungan panjang berat digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler, 1972) :
W = aLb Keterangan : W : berat total ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) a dan b : konstanta hasil regresi Untuk mempermudah perhitungan maka persamaan di atas dilogaritmakan sehingga menjadi persamaan linear sebagai berikut : log W = log a + b log L Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, bila b = 3 maka hubungannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat). Bila n ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, jika b > 3 maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan bila b < 3 maka hubungan yang terbentuk
19
bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya). Untuk menentukan bahwa nilai b = 3 atau tidak sama dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan rumus (Walpole, 1995) : Thit =
β −3 Sb
hipotesa : Ho : β = 3 pola pertumbuhan isometrik H1 : β ≠ 3 pola pertumbuhan allometrik Keterangan : β = Nilai X variabel dari tabel anova Sb = Simpangan baku Selanjutnya Thit yang didapat akan dibandingkan dengan Ttabel pada selang kepercayaan 95%. Jika Thit > Ttabel, maka tolak Ho, dan sebaliknya jika Thit < Ttabel, maka terima Ho.
3.4.1.3 Faktor kondisi Menurut Effendie (2002) faktor kondisi dapat ditentukan berdasarkan panjang dan berat ikan contoh.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui faktor kondisi
dibedakan berdasarkan pola pertumbuhan. Apabila ikan memiliki pola pertumbuhan allometrik (b≠3), maka rumus yang digunakan adalah :
K=
W aLb
Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), maka rumus yang digunakan adalah : K=
Keterangan : K : faktor kondisi
10 5 W L3
20
L W a dan b
: panjang ikan (mm) : berat ikan (gram) : konstanta hasil regresi
3.4.2 Aspek reproduksi 3.4.2.1 Fekunditas Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gabungan antara metode grafimetrik dan metode volumetrik dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) :
Keterangan : F G V X Q
= fekunditas (butir) = berat gonad total (g) = volum pengenceran (ml) = jumlah butir telur yang ada dalam 1 ml = berat telur contoh (g)
Kemudian dilihat hubungan fekunditas dengan panjang total tubuh ikan dengan rumus : Keterangan : F = fekunditas L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta Persamaan tersebut ditransformasikan kedalam persamaan logaritma sehingga diperoleh bentuk linear atau persamaan garis lurus : Log F = Log a + b Log L Keterangan : F = fekunditas Log a = y Log b = x Hubungan fekunditas dengan berat total tubuh ikan dilihat dengan rumus : Keterangan :
21
F = fekunditas W = berat total ikan (g) a dan b = konstanta Persamaan tersebut ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma sehingga diperoleh bentuk linear atau persamaan garis lurus : Log F = Log a + b Log W Keterangan : F = fekunditas Log a = y Log b = x Keeratan hubungan antara panjang total ikan dan berat total ikan dengan fekunditas diketahui dengan mencari koefisien korelasi (r).
3.4.2.2. Indeks kematangan gonad dan tingkat kematangan gonad Nilai indeks kematangan gonad (IKG) dapat diketahui dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1979) :
Keterangan : IKG Bg Bt
= indeks kematangan gonad = berat gonad (g) = berat tubuh total (g)
Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua ikan contoh yang diambil. Sementara untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad berdasarkan selang kelas dimana terdapat ikan yang memiliki tingkat kematangan gonad yang matang yakni gonad TKG IV dengan menggunakan rumus, Rumus Spareman Karber : ; Ragam =
;
22
Keterangan: Xi = log nilai tengah pada saat ikan matang gonad X = selisih log nilai tengah kelas Pi = Nb / Ni Nb = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i Ni = jumlah ikan pada kelas ke-i Qi = 1 – Pi
3.4.2.3 Nisbah kelamin
Keterangan : M F
= jumlah ikan jantan (ekor) = jumlah ikan betina (ekor)
Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji “Chi-Square” (Steel dan Torrie, 1980).
Keterangan : Oi ei X2
= frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati ke-i = frekuensi harapan yaitu frekuensi ikan jantan + frekuensi ikan betina dibagi dua = nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran Chi-square
3.4.2.4 Kadar protein (cara Kjeldahl in AOAC 2005) Rumus menghitung kadar protein : % N = vol.blanko- vol.titrasi NaOH sampel x N NaOH x 100% x 14.00 gram sampel x 1000 % protein = % N x faktor koreksi (6.25)