3. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan mulai Desember 2010 sampai Mei 2011. Sampel perifiton dan parameter kualitas air diambil setiap bulan pada Sungai Ciliwung bagian hulu sampai bagian tengah di 4 lokasi (Gambar 4) berdasarkan pertimbangan masuknya bahan pencemar organik yang berasal dari lingkungan sekitar sungai sehingga mewakili kondisi perairan dengan tingkat gangguan (pencemaran) mulai kategori belum tercemar hingga tercemar sedang pada ekoregion yang sama.
Propinsi Jawa Barat
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel perifiton di Sungai Ciliwung.
Kondisi dan letak posisi lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan adanya aktivitas antropogenik seperti tercantum dalam Tabel 3.
22
Tabel 3. Lokasi penelitian berdasarkan kondisi ekositem Sungai Ciliwung. Kode
Lokasi
Posisi o
St.1.
Gunung Mas
6 42’ 31,39” 106o 59’ 19,06”
St.2.
Kp. Pensiunan
St.3.
Kp. Jogjogan
St.4.
Cibinong
6o 42’ 00,35” 106o 58’ 28,29” 6o 40’ 02,35” 106o 55’ 57,30” 6o 28’ 58,55” 106o 48’ 53,05”
Keterangan - Kondisi masih baik masuk dalam hutan - Belum ada gangguan aktivitas manusia. - Kondisi refference site - Perkebunan teh -
Pertanian Domestik Pertanian Domestik dan Industri
3.2. Metoda, Variabel dan Desain Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode
Post Fakto Deskriptif yaitu
pengambilan sampel secara langsung di lapangan dan dicari pengaruh masuknya unsur hara (N dan P) terhadap struktur komunitas perifiton pada setiap stasiun terpilih sepanjang ekosistem perairan Sungai Ciliwung. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: 1. Variabel tera yaitu penilaian kualitas sampel air berdasarkan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi (perifiton) terhadap parameter utama maupun penunjang baik secara in situ: oksigen terlarut, pH, konduktivitas, suhu, dan total padatan terlarut (TDS) maupun parameter yang dianalisis di laboratorium (eksitu) antara lain: TN, NO2, NO3, NH4, TP, o-PO4 dan COD. Sedangkan parameter biologi diambil perifiton yang berupa algae dan diatom dari 3 buah batu tenggelam yang diambil secara acak sepanjang lokasi sampling. 2. Variabel kerja yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penilaian kondisi habitat berdasarkan protokol USEPA (Barbour et al. 1999), penilaian kualitas perairan berdasarkan indeks pencemaran Kirchoff (1991) dan penilaian Indeks Integritas Biotik Perifiton (perifiton index biotic integrity/PIBI) (Hill et al. 2000).
23
Peralatan maupun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti tercantum dalam tabel 4 di bawah: Tabel 4. Parameter dan metode yang digunakan dalam penelitian (APHA 1995). Parameter Satuan Alat/Metoda Analisis A. Morfometrik 1. Lebar sungai m Meteran In situ 2. Kedalaman m Meteran In situ 3. Kecepatan arus m/detik Current meter Perhitungan 4. Debit m3/dtk Perhitungan B. 1. 2. 3. 4.
Fisika Suhu Konduktivitas Turbiditas Total padatan terlarut
C. 1. 2. 3. 4.
o
C µS/cm NTU mg/l
Probe Probe Probe Probe
In situ In situ In situ In situ
Kimia pH Alkalinitas DO TN
mg/l mg/l mg/l
In situ In situ In situ Laboratorium
5.
N-NO2
mg/l
6.
N-NO3
mg/l
7.
N-NH4
mg/l
8.
TP
mg/l
9.
o-PO4
mg/l
Probe Titrimetri Probe Spektrofotometer/metode brucine Spektrofotometer/metode sulfanilamite Spektrofotometer/metode brucine Spektrofotometer/metode phenate Spektrofotometer/metoda ammonium Molybdate Spektrofotometer/metoda ammonium Molybdate
D. 1.
Biologi Perifiton
sel/cm2
2.
Klorofil-a
mg/l
Pengerikan dengan sikat pada substrat Spektrofotometer
Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
In situ dan laboratorium Laboratorium
3.3. Metoda Sampling Perifiton Perifiton dari setiap stasiun terpilih disampling dengan mengambil secara acak 3 buah batu yang terendam sebagai ulangan, kemudian seluruh permukaan batu disikat dengan sikat gigi untuk melepaskan perifiton yang menempel, sampel perifiton kemudian dimasukkan dalam botol dan diawetkan dengan formalin 5% sebanyak 3 tetes. Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan sedgewick
24
rafter di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10. Identifikasi perifiton menggunakan buku acuan identifikasi dari Needham & Needham (1963); Ellen JC (1996); Biggs BJF & Kilroy C (2000); Lavoie et al. (2008); serta Bellinger & Sigee (2009). Identifikasi dilakukan di laboratorium Planktonologi Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong. Luas permukaan batu yang dikerik dihitung dengan pendekatan volumetrik yaitu benda pejal yang diketahui luasan tetapnya seperti kubus, persegi panjang maupun tabung dengan bermacam ukuran (besar dan kecil) dimasukkan dalam wadah berisi air sehingga air yang didesak merupakan volume dari benda tersebut. Data luas dan volume air kemudian dihitung persamaan regresinya dan diperoleh persamaan garis linear Y = 0,6926 X + 6,8561 dengan R2 = 0,961 Dengan: Y = Volume hasil pengukuran X = Luas total permukaan batu 3.4. Penilaian Perifiton Data perifiton yang diperoleh dari setiap lokasi sampling dilakukan analisis dan dihitung kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, maupun indeks dominansinya, selain itu juga dilakukan penilaian berdasarkan variabel kerja yang telah ditentukan dalam Indeks Integrasi Biotik Perifiton (perifiton index biotic integrity/ PIBI) guna memudahkan penilaian kondisi perairan berdasarkan keadaan perifitonnya. 3.4.1. Kelimpahan Kelimpahan perifiton pada setiap titik lokasi sampling dihitung dengan menggunakan rumus modifikasi Eaton et al. 1995 sebagai berikut:
Dengan: N : Kelimpahan perifiton (sel/cm2) n : Jumlah perifiton yang diamati (sel) As : Luas substrat yang dikerik (cm2) untuk perhitungan perifiton Acg : Luas penampang permukaan cover glass (mm2) Aa : Luas amatan (mm2)
25
Vt : Volume konsentrasi pada botol contoh untuk perhitungan perifiton (ml) Vs : Volume konsentrasi dalam cover glass (ml) 3.4.2. Indeks Keanekaragaman Tingkat stabilitas komunitas atau kondisi struktus komunitas dari keanekaragaman jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Nilai keanekaraman jenis pada perifiton dapat dihitung berdasarkan modifikasi Indeks Shannon-Wiener (Odum 1971) sebagai berikut:
Dengan: H’ : Indeks Keanekaragaman pi : ni/N (proporsi jenis ke-i) ni : Jumlah individu jenis ke-i N : jumlah total individu Menurut Wilhm dan Doris (1968), nilai indeks keanekaragaman populasi dapat menggambarkan kondisi perairan. Kriteria indeks keanekaragaman tersebut diklasifikasikan sebagai berikut. H’ < 2,3026
: Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap genus rendah dan kestabilan komunitas rendah. Komunitas mengalami gangguan faktor lingkungan
2,3026 < H’ < 6,9078
: Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap genus sedang dan kestabilan komunitas sedang. Komunitas mudah berubah
H’ > 6,9078
: Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap genus tinggi dan kestabilan komunitas tinggi. Faktor lingkungan yang baik untuk semua jenis dalam habitat.
3.4.3. Indeks Keseragaman Keseragaman merupakan upaya untuk mengetahui komposisi setiap genus dalam suatu komunitas dengan cara membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya. Rumus perhitungan indeks keseragaman menurut Brower & Zar 1990 adalah sebagai berikut:
26
Dengan: E : Indeks keseragaman H’ : Indeks keanekaragaman H’maks : Nilai keanekaragaman maksimum S : Jumlah genus Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0-1 (Odum 1971). Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasinya. Artinya penyebaran individu tiap jenis tidak merata atau ada kecenderungan satu genus mendominasi. Sebaliknya, apabila nilai E mendekati 1 maka penyebaran individu tiap jenis cenderung merata atau memiliki tingkat keseragaman yang tinggi. 3.4.4. Indeks Dominansi Nilai indeks dominansi (Odum 1971) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya jenis tertentu yang mendominasi suatu komunitas.
Nilai indeks
dominansi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dengan : C : Indeks Dominansi ni: Jumlah indeks ke-i N : Jumlah total individu Kisaran nilai indeks dominansi adalah antara 0-1. Nilai yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas.
Hal
ini
menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya dominansi jenis yang menunjukkan kondisi stuktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis. 3.4.5. Indeks Toleransi Pencemaran Toleransi polusi indeks (PTI) untuk ganggang menyerupai indeks Hilsenhoff biotik untuk makroinvertebrata (Hilsenhoff 1987). Lange-Bertalot
27
(1979) membedakan tiga kategori diatom sesuai dengan toleransinya terhadap peningkatan pencemar, spesies diberi nilai 1 adalah yang paling toleran (misalnya, Nitzschia palea atau Gomphonema parvulum) dan 3 untuk spesies yang relatif sensitif. Indeks toleransi pencemaran dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Dengan: n = jumlah sel dihitung untuk spesies i ti = toleransi nilai spesies i N = total jumlah sel dihitung 3.4.6. Biomassa Perifiton Pengukuran biomassa perifiton dilakukan dengan melakukan analisis klorofil-a maupun massa abu berat kering (Ash-free dry mass/AFDM). Klorofil-a mengindikasikan jumlah total keberadaan organisme autotrofik, sedangkan AFDM merupakan jumlah total material organik dalam perairan (sampel). Perhitungan biomassa dari klorofil-a adalah sebagai berikut: [(absorban sebelum 665 – absorban sesudah 665) x 28,66 x Vol. sampel x Vol. ekstraksi] Klor-a=
Vol. hasil penyaringan sub-sampel x luas subtrat
Dengan: Absorban sebelum 665 dan Absorban sesudah 665 adalah absorban hasil pembacaan pada panjang gelombang 665 sebelum dan sesudah pengasaman. 28,66 adalah koefisien penyerapan klorofil-a menurut Sartory & Grobbelaar (1984) Sedangkan biomassa dari perhitungan AFDM diperoleh dari rumus: [{(Berat cawan+filter+sampel kering–berat cawan+filter+sampel setelah diabukan)}xVol. sampel]
AFDM=
Vol. hasil penyaringan sub-sampel x luassubtrat
Dengan: AFDM : Berat kering bebas abu (mg/m2) 3.4.7. Penilaian Metrik PIBI Metrik-metrik yang digunakan dalam penilaian PIBI ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan perairan Sungai Ciliwung sehingga diharapkan dapat hasil
28
penilaian yang sesuai dengan kondisi perairan yang sebenarnya. Adapun metrik dan perhitungan dalam PIBI seperti disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Metrik dalam PIBI (Hill et al. 2000) No. Metrik Perhitungan* 1 Kekayaan taksa Jumlah jenis target/Jumlah seluruh jenis yang ditemukan 2 Keanekaragaman (Indeks keanekaragaman) 3 Indeks Toleransi Polusi (Jumlah sel diatom x Nilai toleransi/Jumlah total sel) 4 Indeks Cianobacteria 1-(Jumlah kelimpahan Cianobacteria/Jumlah kelimpahan total) 5 Indeks Pengendapan 1-(Jumlah diatom penendapan/Jumlah kelimpahan total diatom) 6 Indeks Eutraphentik 1-(Jumlah diatom eutraphentik/ Jumlah kelimpahan total diatom) 7 Index achnantes minutissima 1-(Jumlah diatom achnantes/ Jumlah kelimpahan total diatom) 8 Klorofil a Median klorofil-a/(klorofil-a (mg/m2) + Median klorofil-a) 9 Biomassa Median AFDM/(AFDM (mg/m2) + Median AFDM) 10 Indeks Autotrophik (IA) Median IA/(IA (mg/m2) + Median IA) *Masing-masing metrik kemudian dikalikan dengan 10. Total skore PIBI kemudian dievaluasi berdasarkan kriteria menurut McCormick et al. 2001 sebagai berikut: Nilai skor PIBI > 95
: Kategori perairan sangat baik
Nilai skor 85 < PIBI < 95
: Kategori perairan baik
Nilai skor 65 < PIBI < 85
: Kategori perairan sedang
Nilai skor PIBI < 65
: Kategori perairan buruk
3.5. Kualitas Perairan Sungai Ciliwung Guna mengetahui kondisi lingkungan perairan Sungai Ciliwung, maka dilakukan perhitungan indeks pencemaran perairan berdasarkan beberapa parameter kualitas perairan seperti oksigen terlarut, pH, suhu, nitrat, amonium, orto phospat dan konduktivitas dengan menggunakan rumus indeks pencemaran Kirchoff (1991).
29
Dengan: CI = Indek Pencemaran Kirchoff qi = Nilai karakteristik sub indek parameter dari kurva baku. wi = Nilai bobot kepentingan setiap parameter Hasil perhitungan Indeks Pencemaran Kirchoff (1991) kemudian dievaluasi sebagai berikut:
0 – 27 = Kondisi perairan tercemar berat 28 – 56 = Kondisi perairan tercemar sedang 57 – 83 = kondisi perairan tercemar ringan 84 – 100 = Kondisi perairan belum tercemar Sumber Kirchoff (1991)
3.6. Kondisi Habitat Perkiraan terjadinya gangguan pada habitat di sekitar lokasi sampling dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (scorring) yang diadopsi dari metode Barbour et al. (1999). Penilaian habitat yang diskoring meliputi: substrat epifaunal atau ketersediaan vegetasi penutup, banyaknya batuan yang tertanam pada dasar sungai (embeddedness), banyaknya kombinasi antara kecepatan aliran dan kedalaman, endapan sedimen, status aliran dari sungai, perubahan saluran, keberadaan jeram dan kelokan sungai, stabilitas pinggir sungai, perlindungan pinggir sungai oleh vegetasi, dan lebar zone vegetasi riparian. Kriteria gangguan pada habitat sungai dapat dilihat dalam Tabel 5. Daerah yang mempunyai nilai skor habitat tertinggi atau dalam kategori optimal diharapkan dapat dijadikan sebagai kandidat situs rujukan. Tabel 6. Kriteria penilaian gangguan terhadap habitat yang diadopsi dari protocol US-EPA (Barbour et al. 1999). Kriteria Habitat Optimal Sub-Optimal Marginal Buruk
Skor Penilaian Habitat pada Gradien Tinggi dan Rendah 160 – 200 110 – 159 60 - 109 < 60
3.7. Analisis Data Atribut Guna mengetahui hubungan antara kelimpahan perifiton dengan variabel lingkungannya berdasarkan pengelompokkan lokasi penelitian dilakukan analisis
30
korelasi canonical (Canonical Corespondence Analysis (CCA)), dimana sebelumnya dilakukan seleksi untuk menghilangkan autokorelasi antar variabel sehingga dapat dilakukan pengujian secara multikolinearitas (Ter Braak & Verdonschot 1995). Penghitungan ordinasi CCA dilakukan dengan menggunakan software MVSP versi 3.1. Guna mengetahui hubungan antar metrik dalam PIBI dengan kualitas perairannya dalam hal ini unsur hara N dan P dilakukan uji korelasi spearman. Analsis uji korelasi Spearman menggunakan software STATISTICA versi 6 (Stat soft Inc.). Berdasarkan hasil penilaian maupun skoring yang diperoleh dari metrik utama (kualitas perairan, indeks habitat, dan penilaian PIBI) kemudian dibuat grafik radar untuk mempermudah interpretasi kondisi sebenarnya dari lokasi penelitian, dimana pola segitiga yang ditunjukkan dalam grafik radar jika semakin besar (semakin mendekati ujung/ nilai maksimal) menunjukkan kondisi yang semakin baik, sebaliknya jika pola segitiga radar yang ditunjukkan semakin kecil (memusat) maka menunjukkan kondisi lokasi penelitian telah mengalami gangguan akibat aktivitas antropogenik yang ada di sekitarnya.