III.
3.1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah seperangkat
komputer dan scanner. Sofware pendukung yang digunakan dalam mengolah data dijabarkan dalam Tabel 3.
16
Tabel 3 Software yang Digunakan dan Fungsinya Software 1 Arcview 3.3
Fungsi Interpolasi data curah hujan, digitasi, analisis keruangan, layout
2 ERDAS Imagine 9.1
Koreksi geometri, layer stack, dan mosaicing citra
3 Frame and Fill, USGS
Mengisi citra landsat SLC-off
4 Excel
Menyusun dan mengolah data atribut
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain : 1.
Data curah hujan rata-rata bulanan periode 15 tahun (1979-1989 dan 1993 2001).
2.
Citra satelit Landsat ETM+7 SLC-off path 121, row 064 & 065 dengan tanggal akuisisi citra utama adalah 18 Oktober 2009 dan tanggal akuisisi dua citra pengisi SLC-off antara lain 31 Oktober dan 15 Oktober 2008.
3.
DEM SRTM.
4.
Peta Satuan Lahan daerah pantai utara bagian timur Provinsi Jawa Barat, tahun 1990 skala 1: 250.000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
5.
Peta Bentuk Lahan (Landsystem, RePPPRoT).
3.3
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu persiapan,
pelaksanaan, pengolahan data, analisis, dan penyelesaian. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2. 1.
Tahapan Persiapan Tahapan ini meliputi studi pustaka topik yang terkait dengan penelitian,
pengumpulan alat dan bahan, pengisian gap citra Landsat SLC-off, dan koreksi geometrik peta-peta tematik. 2.
Tahapan Pelaksanaan Tahapan ini meliputi pembuatan basis data dan analisis data, antara lain :
a.
Pengolahan data Penginderaan Jauh, berupa interpretasi dan digitasi citra Landsat, serta pengolahan data DEM SRTM. Hasil yang didapatkan dari
17
pengolahan citra Landsat adalah peta penutupan lahan sedangkan hasil dari pengolahan data DEM adalah peta kemiringan lereng. b.
Pengolahan data curah hujan dengan analisis keruangan berupa interpolasi terhadap data curah hujan dari setiap stasiun hujan. Hasil yang didapatkan adalah peta curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan.
c.
Pengolahan peta-peta tematik yang digunakan. Hasil yang didapatkan adalah peta bentuk lahan, peta drainase, serta peta buffer sungai.
d.
Analisis atribut berupa pemberian nilai skor untuk masing-masing parameter banjir dan nilai bobot untuk tiap kelas kerawanan.
e.
Analisis keruangan berupa tumpang susun peta-peta hasil analisis atribut, dan analisis kelas kerawanan banjir.
3.
Tahapan Penyelesaian Tahapan ini terdiri dari validasi untuk mengevaluasi hasil identifikasi objek
dan analisis, perbaikan peta dan penyesuaiaan hasil analisis, serta pembuatan layout peta akhir.
18
Tahapan Persiapan
Tahapan Pelaksanaan Pembuatan basis data Citra Landsat
DEM SRTM
Data Curah Hujan
Peta Penutupan Lahan Peta Kelas Lereng
Peta Kelas Curah Hujan Tahunan dan Bulanan
Peta Satuan Lahan
Peta Landform
Peta Sungai
Peta Bentuk Lahan Peta Kelas Drainase
Analisis data Skoring dan Pembobotan Tumpang Susun (Overlay) Analisis Kelas Kerawanan Banjir Hasil Peta Kelas Kerawanan Banjir
Tahapan Penyelesiaan
Gambar 2 Tahapan Penelitian
Buffer Sungai
19
3.4
Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data menjabarkan metode-metode yang digunakan
dalam mengolah masing-masing data. Hasil pengolahan data dari masing-masing data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya.
3.4.1 Analisis Citra Landsat dan DEM SRTM Citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat ETM +7 SLC-off daerah Kabupaten Indramayu saat musim hujan dengan kondisi awan yang paling minimum. Pada citra satelit Landsat-7 SLC-off ini, terdapat gap. Gap tersebut dikoreksi dengan menggunakan produk gap-filled (frame and fill) dari USGS. Koreksi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan citra SLC-off sebagai citra pengisi (metode SLC-off to SLC-off). Tahapan selanjutnya adalah layer stack dan mosaicing dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.1. Layer stack adalah menggabungkan layer-layer band yang terpisah menjadi satu layer citra. Mosaicing adalah menggabungkan dua citra yang bertampalan. Mosaicing citra dilakukan karena wilayah Kabupaten Indramayu diliput dalam dua scene yang berbeda. Penutupan Lahan dinterpretasi dari citra Landsat secara visual.dengan mengacu kepada “Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang” yang dikeluarkan oleh Direktorat IPSDH (Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan). Kombinasi band yang digunakan adalah 5-4-2. Hasil interpretasi didigitasi dengan menggunakan ArcView 3.3. Analisis data DEM SRTM dilakukan dengan bantuan software ArcView 3.3 dan exstensions spatial analysis. Data DEM SRTM dengan mudah dapat dikonversi menjadi garis kontur maupun slope kemiringan lereng. Hasil dari analisis data DEM SRTM yang digunakan dalam analisis adalah peta kelas lereng.
3.4.2 Analisis Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan adalah data dari 19 stasiun hujan yang tersebar di wilayah Kabupaten Indramayu. Data yang didapatkan berupa data curah hujan rata-rata bulanan selama periode 15 tahun. Data ini menjadi input dalam pembuatan peta curah hujan. Peta curah hujan yang dibuat adalah peta
20
curah hujan rata-rata bulanan dan peta curah hujan rata-rata tahunan. Peta kelas curah hujan rata-rata bulanan didapatkan dari data rata-rata curah hujan periode tiga bulan di musim hujan dengan curah hujan yang paling tinggi, yaitu pada bulan Desember-Februari. Peta kelas curah hujan tahunan didapatkan dari data rata-rata total curah hujan tahunan. Metode yang digunakan dalam membuat peta curah hujan adalah interpolasi keruangan dengan metode kriging. Penerapannya menggunakan ArcView 3.3 dengan ekstensions kriging interpolation. Hasilnya berupa peta isohyet dalam bentuk grid. Data tersebut kemudian didigitasi sehingga menjadi data dalam bentuk vektor sehingga memudahkan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3 Analisis Peta Tematik Peta tanah digunakan untuk mendapatkan peta kelas drainase tanah. Peta kelas drainase merupakan pendekatan kemampuan drainase tanah berdasarkan informasi tekstur tanah dari jenis tanah yang ada. Peta tersebut berupa lembaran kertas. Peta kemudian di-scan dengan scanner, dikoreksi geografis dan didigitasi sehingga dapat diolah secara digital. Peta bentuk lahan yang digunakan didapatkan dari peta bentuk lahan dalam format digital sehingga memudahkan dalam pengolahan. Peta sungai didapatkan secara digital yang kemudian disesuaikan dengan peta dasar dan citra landsat yang digunakan. Analisis yang dilakukan terhadap peta sungai adalah analisis keruangan yaitu buffer. Zona buffer sungai adalah daerah dalam lebar tertentu yang digambarkan di sekitar sungai dengan jarak tertentu (Gambar 3).
Gambar 3 Buffer Sungai
21
3.4.4 Analisis Atribut Analisis atribut adalah bagian proses pengolahan data. Analisis ini terdiri dari skoring dan pembobotan. Skoring adalah pemberian skor terhadap tiap kelas di masing-masing parameter banjir. Pemberian skor didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap kejadian banjir. Semakin besar pengaruhnya terhadap kejadian banjir, maka semakin tinggi nilai skornya. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir. Pembobotan dilakukan terhadap tiap-tiap parameter banjir berdasarkan pengaruhnya terhadap banjir. Semakin besar pengaruh parameter terhadap kejadian banjir, semakin tinggi bobot yang diberikan. Nilai skor dan bobot disajikan dalam Tabel 4. Pemberian skor pada kelas di setiap parameter banjir dilakukan secara linier dengan skor terendah adalah 1 (satu) sampai dengan 4 (empat). Pemberian skor dipengaruhi oleh klasifikasi kelas dari masing-masing parameter banjir. Skor bernilai 1 (satu) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling kecil terhadap kerentanan banjir. Skor bernilai 4 (empat) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling besar terhadap kerentanan banjir. Kelas yang memiliki pengaruh diantara keduanya, mendapat skor bernilai diantara rentang nilai tersebut. Kriteria banjir yang dijadikan parameter penentuan wilayah banjir, adalah curah hujan, kemiringan lereng, drainase, bentuk lahan, jarak terhadap sungai/ badan air, dan penutupan lahan. Pada kelas curah hujan pembagian kelas terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok dengan kelas rata-rata tahunan dan rata-rata bulanan. Pembagian ini bertujuan untuk melihat kelompok kelas curah hujan mana yang lebih baik dalam mewakili kejadian nyata di lapang. Pembagian kelas dan pemberian nilai skor yang digunakan ditampilkan pada Tabel 3. Adapun pemberian skor dilandasi beberapa filosofi, yaitu : 1) wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki kerentanan banjir lebih tinggi, 2) kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam, 3) semakin buruk drainase maka kemungkinan terjadinya genangan air atau banjir semakin tinggi , 4) bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki keren lebih tinggi, 5) semakin dekat dengan sungai atau badan air, maka kemungkinan terjadinya genangan atau banjir yang berasal dari luapan sungai lebih besar, 6)
22
penutupan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah penutupan lahan yang lebih berpengaruh pada air limpasan yang melebihi laju infiltrasi. Pembobotan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bobot dengan nilai berbeda dan bobot dengan nilai sama. Bobot dengan nilai berbeda kemudian disebut bobot 1 dan bobot dengan nilai yang sama kemudian disebut bobot 2. Kelompok bobot 1 mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Kelompok bobot ini memiliki nilai berbeda pada setiap parameter kerentanan banjir, dengan didasarkan atas pertimbangan seberapa besar masing-masing parameter tersebut berpengaruh terhadap banjir. Kelompok bobot 2 adalah kelompok nilai bobot yang menganggap bahwa semua parameter memiliki pengaruh yang sama besar terhadap kejadian banjir. Kelompok bobot ini memberi nilai bobot yang sama besar untuk setiap parameter banjir yang digunakan. Besar nilai bobot dari setiap kelompok ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir Kelas Parameter Banjir
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Kelas Curah Hujan A. Rata-rata tahunan (mm/tahun) 2500 - 3000 2000 - 2500 1500 - 2000 < 1500 B. Rata-rata bulanan (mm/bln) > 250 225 - 250 200 - 225 < 200 Kelas Kemiringan Lereng Datar (0% - 3%) Datar-berombak (3% - 8%) Bergelombang (8% - 15%) Berbukit Kecil (15% - 30%)
Skor
4 3 2 1
Bobot 1
Bobot 2
(Bobot Beda)
(Bobot Sama)
0,30
0,167
0,25
0,167
4 3 2 1 4 3 2 1
23
Tabel 4 (lanjutan) Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir Kelas Parameter Banjir 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Kelas Drainase Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Kelas Bentuk Lahan Pesisir Pantai,Rawa Pasang Surut Dataran Aluvial, Lembah Aluvial Dataran Bukit Buffer Sungai/ Badan Air 0 - 100 m 100 - 200 m 200 - 500 m > 500 m Kelas Penutupan Lahan Sawah, Tambak,Tubuh Air, Tanah Terbuka, Pertanian Lahan Kering, Tegalam, Kebun Campuran, Permukiman, Lahan Terbangun Semak, Rumput Perkebunan Hutan
Bobot 1
Bobot 2
(Bobot Beda)
(Bobot Sama)
4 3 2 1
0,10
0,167
4 3 2 1
0,20
0,167
4 3 2 1
0,05
0,167
0,10
0,167
Skor
4 3 2 1 1
3.4.5 Analisis Keruangan dan Analisis Tingkat Kerawanan Analisis keruangan yang dilakukan pada tahap ini adalah overlay (tumpang susun). Tumpang susun dilakukan terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir. Hasil dari tumpang susun adalah informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon, hasil irisan peta-peta yang dijadikan parameter banjir. Untuk mengetahui potensi banjir dari suatu wilayah maka diperlukan penetuan nilai kawasan berpotensi banjir. Penilaian potensi banjir suatu wilayah
24
didapatkan dari hasil penjumlahan bobot nilai parameter-parameter banjir. Secara matematis persamaan tersebut adalah : n
P=
( B xS i
i
)
i 1
dimana : P
= Nilai potensi banjir
Bi = Bobot parameter ke-i Si = Skor kelas parameter ke-i
Wilayah dengan potensi banjir yang tinggi akan memiliki nilai yang yang tinggi. Pembagian kelas potensi banjir dibagi menjadi empat kelas. Pembagian tersebut disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Kelas Potensi Banjir No.
Kelas Potensi Banjir
Nilai
1 2
Tidak Rawan Cukup Rawan
< 1,5 1,5 - < 2,5
3
Rawan
2,5 - < 3,5
4
Sangat Rawan
≥ 3,5