BAB III BAHAN DAN METODE
3.1
Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian
dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali yang mempunyai luas wilayah 10,12 km2. Pulau yang memiliki panjang 4,6 km dan lebar 1 - 1,5 km ini berada kira-kira 11 km di sebelah tenggara Bali, Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, Indonesia.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian 23
24
Kawasan Nusa Penida, khususnya Nusa Lembongan merupakan kawasan wisata dan budaya yang cukup menarik. Sebaran padang lamun (seagrass) di Nusa Penida yang utama terdapat di daerah Nusa Lembongan dan sekitarnya. Beberapa jenis padang lamun di Nusa Lembongan, seperti Halodule uninervis, Thalassia hemprichii, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Cymodocea serrulata (Penida 2011). Penentuan lokasi stasiun pengamatan ditempatkan pada daerah yang mewakili sebaran padang lamun di perairan Nusa Lembongan sebagaimana hasil klasifikasi awal citra. Lokasi penelitian ini dibagi menjadi lima stasiun yang menyebar berdasarkan cakupan wilayahnya, baik timur, selatan, barat, barat laut dan utara agar dapat memberikan informasi mengenai kondisi ekosistem lamun diseluruh daerah perairan Nusa Lembongan.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui letak posisi obyek
Laptop dengan software Arc GIS 9.3 untuk pengolahan data citra
Alat Transek kuadrat 1x1 meter untuk mengamati dan menghitung kerapatan dan tutupan lamun
Masker + Snorkel untuk melihat keberadaan lamun
Meteran untuk mengukur jarak transek yang ditarik dari garis pantai
Kantong sampel untuk menyimpan sampel
Refraktometer untuk pengukuran salinitas air laut
Termometer untuk pengukuran suhu air laut
Secchidisk untuk pengukuran kekeruhan air laut
pH meter untuk mengukur tingkat keasaman
Current meter untuk mengukur kecepatan arus air laut
Kamera untuk dokumentasi
25
3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dari penelitian ini terdiri dari: 1.
Data Citra ALOS AVNIR2 tahun 2007 di wilayah perairan Nusa Lembongan diperoleh dari CReSOS Udayana University
2.
Data Citra ALOS AVNIR2 tahun 2009 di wilayah perairan Nusa Lembongan diperoleh dari CReSOS Udayana University
3.
Data Citra ALOS AVNIR2 tahun 2010 di wilayah perairan Nusa Lembongan diperoleh dari CReSOS Udayana University
4.
3.3
Peta Rupa Bumi Indonesia dengan skala 1 : 50.000
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi.
Metode dilakukan dengan dua tahap, yaitu melakukan pengolahan data citra satelit untuk penentuan lokasi stasiun penelitian yang akan diamati dan melakukan survei lapangan untuk melengkapi hasil interpretasi citra satelit serta pengambilan data parameter-parameter yang akan diamati untuk kemudian dianalisis secara deskriptif.
3.4
Prosedur Penelitian Berdasarkan alur penelitian maka akan dilakukan beberapa kegiatan.
Dalam tahapan pengolahan data citra pada tahun 2007, 2009 dan 2010 ini secara garis besar meliputi lima tahapan, antara lain: 1.
Persiapan dan pengumpulan data.
2.
Pengolahan data yang terdiri dari koreksi radiometrik dan geometrik, pemisahan daerah daratan dan lautan (masking), memasukan algoritma Lyzenga, dan mengklasifikasi citra (unsurvised classification).
3.
Validasi data dengan melakukan survei lapangan (ground check) untuk mendukung ketelitian/uji akurasi pengolahan data.
4.
Hasil dan analisis.
5.
Prediksi untuk menentukan lokasi yang cocok untuk konservasi ekosistem padang lamun.
26
Adapun proses pengolahan dari seluruh tahapan dalam penelitian ini secara skematis digambarkan dalam diagram alir proses penelitian (Gambar 7).
Gambar 7. Diagram Alir Penelitian
27
3.4.1 Pengolahan data citra Langkah-langkah
yang
perlu
dilakukan dalam pengolahan data,
diantaranya:
Memperbaiki posisi atau letak objek agar koordinatnya sesuai dengan koordinat geografinya.
Mempertajam tampilan citra (khususnya untuk lebih mempertegas batas penelitian dan lebih efektif pada daerah penelitian yang dikaji).
Memperoleh gambaran visual yang lebih baik sehingga pengenalan obyek dan pemilihan sampel dapat dilakukan.
Memperoleh gambaran umum tentang keberadaan jenis-jenis obyek dasar perairan. Langkah-langkah tersebut memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer) sehingga dapat dianalisis untuk menghasilkan data atau informasi yang tepat sesuai dengan kondisi dilapangan. 3.4.2 Deteksi perubahan Untuk
mengidentifikasi
perubahan
yang
terjadi
akan digunakan
perbandingan dari hasil pengolahan data citra pada tahun 2007, 2009 dan 2010 yang telah teruji keakurasiannya. Citra tersebut dapat berupa data mentah penginderaan jauh atau tiga peta klasifikasi citra yang diperoleh dari waktu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, selanjutnya dilakukan analisis perubahan padang lamun pada citra yang diklasifikasikan secara terpisah dan kemudian dilakukan perbandingkan (post classification comparison). Penggunaan cara ini sangat mungkin untuk mendeteksi perubahan dan memahami jenis-jenis perubahan yang terjadi (Bruzzone dan Seprico 1997). 3.4.3 Survei Lapangan (Ground Check) Kegiatan survei lapangan (ground check) dilakukan untuk melengkapi hasil interpretasi apabila dalam interpretasi terdapat obyek yang meragukan atau perlu dibuktikan kebenarannya serta melakukan pengukuran mengenai posisi obyek, maka digunakan GPS (Global Positioning System). Pengambilan data pada ekosistem padang lamun dengan menggunakan line transek sebagai bidang
28
pengamatan. Metode transek kuadrat (Gambar 8) dilakukan bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis lamun didaerah tersebut. Setiap stasiun yang menyebar di perairan Nusa Lembongan akan diamati nilai persentase tutupan, kerapatan jenis/spesies. Kemudian, dilakukan pengukuran parameter lingkungan kondisi perairan yang berkaitan dengan kondisi habitat ekosistem lamun, seperti suhu, kecerahan, kecepatan arus, substrat, salinitas, pH dengan tujuan untuk mengamati kondisi perairan yang sesuai dengan ekosistem lamun.
Gambar 8. Transek kuadrat
3.5
Parameter yang diamati Pada saat melakukan Ground check dilakukan pengamatan beberapa
parameter (Hidayah 2010), antara lain: 1.
Pengamatan Tutupan dan Kerapatan Lamun. Pengamatan tutupan lamun dilakukan dengan cara melihat daerah tutupan lamun pada kolom transek (1, 2, 3 dan 4) yang berada dalam alat transek. Sedangkan pengamatan kerapatan lamun dilakukan dengan cara mengamati jumlah tegakan masing-masing jenis lamun pada kolom transek yang berada pada keempat bagian transek. Pengamatan setiap stasiun pengukuran dengan dua lajur transek yang memanjang tegak lurus dari garis pantai (Gambar 9), kemudian dicatat jumlah masing-masing jenis lamun yang ditemui dan persentase tutupan lamunnya. Perhitungan jumlah seagrass ini dilihat dari banyak tegakan masing-masing jenis lamun pada satu kotak pengamatan.
29
Gambar 9. Pengamatan transek kuadrat tiap stasiun
2.
Pengamatan Kondisi Lingkungan Perairan. Untuk mengamati kondisi perairan, seperti suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat ukur tiap parameter. Pada masing-masing stasiun lokasi akan dilakukan pengukuran parameterparameter tersebut untuk diamati kesesuaian antara kondisi lingkungan perairan dengan kondisi ekosistem lamun disekitarnya.
3.
Pengamatan Indikator Lainnya. Untuk mengetahui indikator lainnya seperti substrat dilakukan dengan cara mengambil sedikit substrat kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik pada setiap lokasi stasiun. Sampel substrat yang didapat diamati jenis substratnya (pasir, lumpur atau campuran) yang kemudian akan dianalisis besar butirnya di Laboratorium Sedimentografi, Fakultas Ilmu Teknologi dan Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
30
3.6
Analisis Data
Metode Skoring Untuk melihat kondisi padang lamun akan ditentukan berdasarkan kriteria persentase tutupan lamun dan kriteria kerapatan lamun, sebagaimana disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kriteria tersebut akan digunakan untuk melihat klasifikasi kondisi padang lamun pada citra persentase tutupan lamun dan citra kerapatan lamun. Pengukuran yang akan dilakukan berupa estimasi persentase luasan dalam plot transek yang tertutupi lamun. Persentase tutupan lamun adalah proporsi luas substrat yang ditutupi vegetasi lamun dalam satu satuan luas, jika diamati tegak lurus dari atas (Brower et al. 1990). Penentuan nilai persentase tutupan lamun pada masing-masing kolom transek dilakukan dengan menggunakan rumus: (Amran 2010)
C
a x 100 % A
Keterangan: C
: persentase penutupan lamun
a
: luas yang tertutupi lamun dalam plot transek
A
: luas plot transek = 1 m2
Tabel 4. Skala Kondisi Padang Lamun berdasarkan Persentase Tutupan Skala Persentase Tutupan (%) Kondisi 5 > 75 % Sangat bagus 4 50 – 75 % Bagus 3 25 – 50 % Agak bagus 2 5 – 25 % Sedikit 1 <5% Sangat sedikit (Sumber: Amran 2010)
Pengukuran kerapatan lamun dilakukan dengan menghitung jumlah individu lamun dalam plot transek. Kerapatan lamun adalah jumlah individu lamun per satuan luas (Brower et al. 1990).
31
Sedangkan perhitungan persentase nilai kerapatan jenis lamun dilakukan dengan menggunakan rumus:
Nj
Dj
A
ind/m2
Kerapatan lamun pada plot transek, D, adalah : D Dj
ind/m2
j
Keterangan: D j : kerapatan jenis lamun j
Nj : jumlah individu lamun jenis j dalam plot transek A
: luas plot transek = 1 m2
Tabel 5. Skala Kondisi Padang Lamun berdasarkan Kerapatan Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi 5 > 175 Sangat rapat 4 125 – 175 Rapat 3 75 – 125 Agak rapat 2 25 – 75 Jarang 1 < 25 Sangat jarang (Sumber: Amran 2010)
Pengukuran kondisi perairan Pengukuran salinitas, temperatur dan kekeruhan dilakukan terhadap sampel air pada lokasi plot transek. Salinitas diukur dengan refraktometer, temperatur diukur dengan termometer, sedangkan derajat keasaman diukur dengan pH meter. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan secchidisk pada kolom air dalam plot transek (Gambar 9). Secchidisk dimasukkan ke kolom air sambil diamati sampai secchidisk tidak tampak dari atas. Nilai kecerahan perairan adalah kedalaman secchidisk pada saat tidak tampak lagi dari atas.
32
Gambar 10. Pengukuran kecerahan air dengan secchidisk (Sumber: yunuzmuhammad.blogspot.com) Data hasil pengamatan akan dianalisis secara deskriptif. Pada peta sebaran padang lamun akan dikaji perubahan luas dan klasifikasinya pada tahun 2007, 2009 dan 2010 di Perairan Nusa Lembongan, Provinsi Bali. Kemudian akan dikaji kemampuan citra satelit dalam mengidentifikasi obyek dasar perairan dengan bantuan software Arc GIS. Penentuan status padang lamun didasarkan pada persentase tutupan lamun dan kondisi kerapatannya dengan menggunakan metode transek kuadrat pada setiap stasiun yang diamati untuk mengestimasi skala kondisi padang lamun yang diklasifikasikan dalam lima kategori (Tabel 4 dan Tabel 5). Untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi padang lamun dari suatu liputan citra maka perlu dilakukan suatu analisis hubungan antara nilai-nilai digital rekaman citra dengan parameter kondisi padang lamun.